KITTY PO 27

Fine, biar Mile luruskan dulu. Perasaan sebelum tumbang Apo baik-baik saja, tapi kenapa kini ada suara tangisan? Mile pun bangun pukul 3 pagi karenanya. Lalu turun dari ranjang untuk mencari sang istri. Dia celingak-celinguk dengan muka tolol, dan ternyata Apo meringkuk di sebuah karpet bulu. Si manis telungkup dengan bokong yang merendah. Dia lebih mirip kura-kura tidur daripada kucing kecil.

Mile lihat di pelukan Apo ada ponsel. Si manis sepertinya menangisi sesuatu. Begitu dicek ternyata isinya chat dengan mama mertua.

[Mommy Nee: Sayang, kemarin Lulu dan adiknya datang kemari. Niatnya sih mau Mom ajari cara merajut tugas sekolah. Tapi si adik ini melihat kucingmu. Yang baru diadopsi itu lho. Si hitam. Nah, mereka main bareng lah akhirnya. Si adik suka. Makanya kucing itu kepingin dibawa pulang]

[Mommy Nee: Maaf ya, Sayang. Si kucing sudah Mom berikan tanpa bilang. Habisnya dia kecil sekali Sempat sakit, pula. Terus kau dan Mile meninggalkannya bulan madu lama. Nah, kemarin dia semangat karena diajak main si adik. Mom pikir, ya sudah. Daripada mati, mending mau makan lahap, kan? Kau tidak apa-apa jika mengadopsi yang baru?]

Apo tak membalas pesan itu. Dari bekasnya si manis kemungkinan bangun pipis, tampak dari celana piamanya yang basah. Dia pasti mengecek ponsel sebentar, tapi malah mendapat kabar seperti ini.

"Hiks, hiks, hiks," isak Apo tak henti-henti.

Mile pun meraih rambut Apo, menyelanya. Dia berjongkok seperti memungut permen dari bawah sana. "Apo, Baby Kitt ...." panggilnya dengan suara yang agak serak. "Ayo bangun. Jangan di karpet ah. Kotor. Sandalnya juga dimana? Tidak dipakai?"

"Hiks, hiks, hiks. Phi Mile ... Chocho-ku ...." kata Apo. Dia bangkit dan merangkak pelan. Lalu memeluk Mile sekuat tenaga. Apo belum pernah bilang dia sudah menamai si kitten, tapi kalau pilihan sendiri pastinya suka. Mile pun mendekap Apo di dadanya, ditepuk-tepuknya selembut mungkin hingga si manis tenang.

"Sssh, shh ... sudah. Ayo tidur lagi. Doakan saja si Chocho hidup dengan baik. Kan kalau meninggal malah tidak bisa kau temui. Kapan-kapan tinggal main ke rumah Lulu untuk menjenguknya. Lagian Lulu baik kok. Setahuku Mario juga suka pada kucing. Pasti mereka merawatnya dengan serius."

"Iya, Phi. Tapi itu Chocho-ku ...."

"Hmmh ...."

"Chocho itu punyaku ...."

Kelamaan, Mile pun mengangkat Apo ke gendongannya. Dia tidak suka berdebat di sini karena tempatnya bawah. Sandal lantai Apo pun berjatuhan karena kakinya mengayun-ayun. Remaja itu diemong dan ditepuki bokongnya. Jujur, Mile lebih mendukung tindakan Nee karena si Chocho terlanjur bonding dengan adiknya Lulu. Namanya kucing, Chocho takkan suka bertemu majikan (yang masih dianggap asing). Apo pasti belum paham yang seperti ini, tapi sebagai suami Mile tidak mau mengadili. Dia diam saja hingga Apo mulai tenang. Lalu mendudukkannya di ambal balkon.

"Ah! Oh! Phi, nanti jatuh--"

"Tidak akan, aku memegangmu."

Mile pun melingkarkan lengannya lebih erat ke tubuh Apo. Pinggang dan punggung kecil dia rengkuh. Si manis masih sesenggukan hingga dia air matanya mengering. Angin pagi menerpa mereka begitu sejuk, hawanya dingin, tetapi rasanya segar dan sehat. Hmm, mood swing. Mile akan terus menghadapi hal seperti ini kedepannya, dia tidak tahu kapan Apo bisa mendewasa. Sebab sang istri betul-betul kekanakan. Lihatlah wajah bengkak merah itu. Apo sudah menangis entah berapa lama.

"Memangnya kau tidak capek?" tanya Mile. "Tadi malam tidur jam berapa?"

"Hiks, hiks ... jam 11?" Apo mengucek matanya.

"Baru 4 jam dong sekarang."

"Iya ...."

Mile pun mendekat ingin mencium, lupakan topik Choco dan mari buat si manis melupakannya juga. Bibir merah lembut itu dikecupnya hangat walaupun sedikit asin. Sayang Apo tampak tidak mood. Remaja itu makin cemberut, hidungnya nyengir-nyengir risih, tapi bisa didapatkan juga. Apo mengeluarkan lidah kecilnya kala digulat. Rambut berkeringat miliknya disibak Mile dan rasanya sejuk diterpa angin.

"Ahh, mnh. Angh ....." lenguh Apo sambil merengkuh ke leher Mile. Dia menggeram lembut merasakan bibir Mile turun ke leher. Lalu mengigit putingnya di balik kain. "Akhh!" desahnya erotis sekali.

Apo pun ketar-ketir melihat jilatan panas pada dadanya. Matanya berkaca-kaca karena liukan lidah Mile. Dia refleks berpegangan kuat karena dibawa masuk kembali. Apalagi Mile merebahkannya di ranjang.

Ah, si manis sudah berpikiran aneh-aneh

"Phi Mile, mau bikin baby lagi?" tanya Apo.

"Tapi aku kan belum sembuh--"

"No, walau kepalaku sudah memasukkan penis ke bokongmu berkali-kali. Biar dia saja yang bercinta, kita tidak," kata Mile. "Yang penting cobalah untuk tidur lagi. Sayang jam-nya. Masih lumayan untuk istirahat."

"Ung, apa besok kita langsung ke Korea?"

"Tidak, tidak. Malamnya saja. Pagi kita berkeliling Singapura dulu."

"Aku mau makan-makan enak di sini."

"Boleh."

"Phi Mile, terus Chocho bagaimana ...."

Fix, anak muda memang agak merepotkan. Mudah dialihkan, mudah juga tetap ingat. Mile Phakphum lama-lama bisa gila.

Apo pun tidur habis diajak bicara sebentar. Mile bilang, "Alah gampang dipikirnya besok saja. Nanti batal jalan-jalan lho kalau sampai kurang istirahat."

Namun kejadian ini cukup merepotkan dia. Mile sengaja mematikan alarm Apo agar tidak bangun, pagi sekali dia keluar hotel untuk mencari pet-shop terdekat. Dengan taksi dia minta rekomendasi mana tempat membuat gift box yang lucu. "Ada, Tuan. Tapi perjalanan sekitar 1 jam. Tidak apa-apa?"

"Ya, terserah."

"Di sana ada banyak kucing kecil baru lahir. Ras apa saja ada. Tinggal pilih mana yang mau dipakai ke buket nanti."

"Apa?" kaget Mile.

"Iya, buket. Jadi di tengah bunga ada cup popcorn berisi kucing. Aku pernah membelikan untuk anak gadisku yang merantau kuliah. Biar ada teman di kosannya saja sih. Aku tahu anakku akan menyukainya."

"Oh ...."

Sampai pet-shop Mile pun dihadapkan ke ratusan anak kucing. Mereka baru dimandikan dan akan dijemur memakai kardus--Shit, imutnya ....

Mile jadi nostalgia momen mengadopsi Kitty Po, lelaki itu mengambil satu yang bulunya putih bersih.

"Ini, Tuan?"

"Ya."

"Miaawww."

"Mau dibungkus pakai bunga apa?"

"Mawar merah, mawar saja."

"Oke, apa ada variasi?"

"Hmm, coba lihat dulu buklet-nya."

"Silahkan."

Mata Mile pun cepat-cepat menelusur.

"Hm, tambahkan anyelir, tulip putih, baby-breath, herbras, dan satunya Peony pink."

"Noted."

Si petugas pun mencatat menu.

"Oh, bisa pesan kandang + makanannya sekalian? Biar kalau diajak terbang tidak akan menyusahkan."

"Eh?"

"Aku dari Thailand, bukan orang sini. Si kucing akan kubawa pulang."

"Aa ...." Si petugas pun mengangguk-angguk. "Oke, wait."

Buket pesanan Mile pun jadi dalam 10 menit. Bentuknya cukup besar dan harus dipangku ekstra. Selama di mobil Mile menaruh si kucing ke kandang dulu, barulah sampai hotel dia memasang ulangnya ke posisi awal. Sempurna. Apo harus senyum lagi setelah ini. Si manis baru dibangunkan pukul 8 pagi.

"Sayang, bangun. Sayang ...."

"Miiiii ...."

Si kucing tolah-toleh diantara bebungaan wangi. Cup popcorn-nya sampai meleyot karena ditimpa paw-paw mungil. Ekor teracungnya tidak sabar keluar dari benda itu.

"Miiiiiiiii ...."

Apo pun terkejut melihat hadiah itu. Dia kira masih dalam mimpi, tapi Mile berhasil meyakinkannya. "Wah! Snowyyy!"

"Coba pegang."

Apo langsung memeluk buketnya. "Ini buat aku, Phi? Betulan?"

"Ya, memang siapa lagi yang kuberi kalau bukan istriku?"

"Lucunyaaaa ... Snowwwy ...."

Si kucing putih pun diangkat dari dalam sana. Dia tak mengira langsung dinamai, padahal baru bertemu. Apo menciumi pipinya yang berbulu lembut.

"Miiiiiiii! Miiiiiiiiiii! jerit Snowwy dengan suara imutnya. Apo menimang kucing itu dengan suka cita, seolah-olah patah hatinya semalam sirna.

"Muach, muach, muach, muach, muach. Kapok kau ya ... salah sendiri lucu sekali. Snowwwy ...."

Apo baru malu-malu saat Mile mendekat. Dia memejamkan mata untuk berciuman singkat dan hangat. Itu adalah reward paling indah bagi Mile pagi ini, walau si manis menjadikan Snowwy pihak ketiga. Seharian itu mereka berkeliling Singapura sambil gantian menggendong kitten. Mile bahkan memegang botol susu khusus kucing kemana-mana.

"Phi Mileeeeee! Kemarin kita lupa mengambil gambar di sini. Lihat bagus! Bandara Jewel tidak boleh dilewatkan!"

Malam itu, pukul 9. Mile pun bertolak ke Korea Selatan bersama Apo. Sedihnya si manis memilih tidur di kamar jet bersama Snowwy. Dia melupakan sang suami sangking senangnya, bahkan mereka saling peluk mesra sekali. Mile jadi membayangkan yang tidak-tidak, seperti bagaimana jika Snowwy bisa reinkarnasi juga dan suka istrinya? AH! TIDAK ADA YA! TIDAK ADA! Lebih baik tidak ada bintang jatuh selamanya!

"Hahhh .... jadi separuh menyesal," gumam Mile sambil menikmati kopi hitamnya. Di kursi penumpang dia mencoret pekerjaan yang bisa dicicil. Tanpa tahu Apo mulai mendesah lembut di ranjangnya.

"Ahhhh, Phi Mile ...." keluh Apo sambil berbalik memunggungi kucingnya. Remaja itu terpejam dan lelap sekali. Dia tenggelam dalam mimpi-mimpi basah yang teramat liar. "AKHHH---! Ahh ... stop. Phi Mile!! Ahhh! K-Kumohon jangan tusuk lagi. Aku bisa mati---" Jemarinya meremas bantal seolah mengalami seks betulan. Apo benar-benar tidak sadar berapa kali dia muncrat dan membasahi seprai tanpa sentuhan. "Hiks ... cape ...." rengeknya tapi hanya sesaat.

Apo diinvasi lagi di alam bawah sadarnya. Dia terkejut karena dari hotel, mereka pindah lagi ke hutan lebat. (Tunggu, ini terlalu imajinatif!) Si manis pun paham, tapi kesulitan bangun. Tubuh kecilnya malah didempet ke pohon dan dihunjam penis dari belakang.

"Ahhhh! Phi Mile ....!"

Bersambung ....