KITTY PO 52

"Iya, Phiiiii!"

Apo pun segera mendatangi sang suami. Dikiranya Mile akan naik ke kamar dahulu, tapi lelaki itu duduk di sofa dan menepuk pahanya.

"Sini, Phi kangen sekali memangkumu," kata Mile. "Biar tidak tegang nantinya."

"Huh?"

"Sini saja ...."

Apo pun melepas sandal lantai. Dia naik untuk duduk berhadapan dengan Mile. Kedua kakinya mengapit pinggang berotot itu dengan balasan dipeluk. Si manis merona sendiri karena tidak dicium seperti biasa, tapi wajahnya dipandang terus menerus.

"Apa sih, Phi? Aku deg-degan ...." kata Apo. "Jangan bilang Phi mau menikah lagi? Phi Mile naksir sama Jeffy sampai ngasih dia bolu? Atau sudah ada yang yang lainnya?"

"Apa?"

Mile kaget karena kecurigaan istrinya menjadi-jadi.

"Soalnya di drakor yang kutonton begitu loh, umm ...." rengek Apo. "Istrinya dipanggil buat mesra-mesra. Eh malah diajak ngobrol poligami. Nda mau ...." katanya dengan tatapan pesimis. "Phi tidak seperti si MC kan? Iya kan? Jeffy loh punya suami--"

"Apo ...." sela Mile tak habis pikir. "Ya ampun sayang, kenapa sekarang jadi korban drakor?" tanyanya sambil memijit kening. "Jelek ah tontonanmu itu. Harus memilih yang tidak disturbing dong. Malah bahas poligami."

"Y-Ya siapa tahu kan ...." bantah Apo. "Umumnya penonton kan cuma halu, tapi suamiku betulan CEO. Nah, di drakornya si MC suka semua orang yang cantik. Ihh, pokoknya siapa pun diajak awikwik, terus istrinya kelupaan tidak di-itu."

Mile pun menciumi kening Apo sepuas hatinya. Dia menabraki muka sang inkarnasi kucing, sangking gemasnya berkali-kali pun rasanya tak bosan. Dasar kau memang Kitty Po! Batinnya. Ada-ada saja pemikiran yang merepotkan Mile Phakphum.

"Bukan kok, bukan itu. Sebentar Phi ambil dulu ponselnya," kata Mile.

Apo bingung saat diberi benda itu. Apalagi disuruh membuka sendiri kuncinya. Fakta hampir 8 bulan dia menjadi istri Mile, tapi belum pernah sekali pun dia melihat ke dalam sana.

"Eh? Password-nya Phi?"

"Ulang tahunmu, apa lagi?"

"Hah?"

"Coba saja cuma 6 digit."

"Oke ...."

Apo pun mengetik versi angka dari 24 Februari 2005, tak ia sangka layar Mile akan terbuka sungguhan.

Wallpaper Mile adalah muka tidur Apo. Entah kapan foto itu diambil, yang pasti perutnya masih sangat rata. Si manis memakai piama yang acak-acakan. Mile tampak bangga sekali memeluknya yang telungkup di atas dada. Lelaki itu selfie dengan ekspresi yang amat tengil. Dilihat-lihat galerinya juga penuh oleh koleksi pribadi--

"Ah ...." desah Apo.

"Suka?"

Apo refleks memelototi foto taman hiburan yang sudah jadi. Kedua pipinya merona perlahan-lahan. Dia terkagum karena muka panda merah yang di bonbin jadi model gapura terdepan. "Apa ini, Phii ...." katanya. "Bukankah aku nda pernah minta dibatkan begini? Ini lokasinya dimana ya? Aku juga tidak pernah tahu kapan mulai dibangun."

"Memang penting kau tahu atau tidak?"

Mata mereka bersitatap lurus.

"...."

"Bukankah kalau tahu batal jadi kejutan untukmu?"

"Oww ...."

Bola mata Apo berbinar-binar.

"Sekarang coba tebak wilayahnya."

"Kok begitu ...."

"Tebak saja nanti kuberi bocoran."

Si manis segera memutar otak. Apo pikir mustahil di Bangkok karena dia terlalu sering ke sana. Kalau pun iya Apo harusnya tahu tahu ada kontruksi bangunan. Namun sepanjang dia jalan-jalan bersama Jeff jawabannya tidak. Mungkin berada di luar kota.

"Chiang Mai? Chiang Rai? Phuket? Surat Thani?"

"Salah, salah, salah, salah."

Setiap konfirmasi Mile mencolek hidung Apo.

"Ihhh, terus apa dong ...."

Mile pun terkekeh-kekeh. "Itu tadi bukan menebak tapi asal bunyi sembarangan."

"Habisnya Phi Mile tidak bilang-bilang. Kaget banget tiba-tiba sudah jadi," kata Apo. "Bikinnya mulai kapan sih, Phi? Aku masih penasaran ...."

Mile tetap memilih merahasiakan. Biar Apo tahu sendiri kalau nanti keliling ke sana. Tanggal pembelian tanahnya, pembelian bahannya, berdirinya pondasi, mulai jadi serta perakitan wahana, pengecatan, survey petugas untuk safety pengunjung, jumlah pekerja, peresmian, dan sekarang Mile butuh nama dari tempat itu. Apo pun kesal sangking senangnya diberi hadiah. Ini sih bukan main-main karena tidak jauh dari rumah orangtuanya.

"Di Huahin yang benar," kata Mile sambil tersenyum. "Jadi, nanti kalau kau bosan di rumah. Datanglah ke tempat Papa dan Mama sambil mengajak anak-anak liburan. Mereka pasti senang diajak main komisi putar."

"Phi Mile ...."

Si manis tiba-tiba ingin menangis.

"Apa, Sayang?"

"I-Ini betulan kan? Sudah jadi?" tanya Apo sambil geser-geser foto pada layar. "T-Tapi belum dibuka ya karena menungguku? Ada reklame bertuliskan "Up cooming soon". juga di depannya." Si manis menyentuh bibir sangking terharunya.

"Yea, kan yang unboxing harus si penerima hadiah?" kata Mile. "Mana mungkin kubiarkan orang asing masuk sana seenaknya. Jadi, sorry, Po. Padahal rencananya Phi Mile kasih itu pas ulang tahunmu. Ternyata 24 Februari masih belum jadi. Dalam proses survey dari pihak keamanan. Mereka ingin tahu apakah semua wahananya tangguh. Jadi kalau dipakai tidak membahayakan--"

Apo pun langsung memeluk sang suami erat. "AAAAAAAAA, THANK YOUUUU!" jeritnya sampai para pelayan di ruang lain menoleh. "MAKASIH PHIIIIII! UMM! SAYAAAAAAAAANG PHI MILEEEEEEE!! Hiks, Phi Mile astaga aku masih tak menyangka. CINTA BANGET SAMA PHI MILE-KU AAAAAAAAAAAAAAAAA!!"

Mile pun tertawa sambil memegangi badan Apo agar tidak jatuh dari pangkuannya. Lelaki itu memang sangat lelah hari ini. Mendekati finishing taman memang butuh banyak waktu, tenaga, dan uang. Dia habis mengecek sendiri semua hal dengan jalan kaki. Seluas 2.278 hektar Mile membangun tempat itu dengan perekrutan karyawan, serta semua tukang atraksi di tempat itu.

Mile mati-matian negosiasi saat pembelian tanah. Jeleknya kejadian itu sempat membuat dada emosi. Ada yang ingin merebut tanahnya, ada yang mengaku sebagai pembeli pertama, ada juga yang merecoki pembangunannya dari belakang. Kejadian itu bertepatan dengan saat Apo sering tantrum. Mile pun pernah mimpi buruk saat dinas di California, tapi dia belum pernah bilang.

Bagi Mile melihat Apo menangis saja susah, apalagi sang istri sempat merengek minta pancake air hujan. Apo bilang rindu kepadanya, Daddy dan Mommy video call demi mencari jajan tersebut--saat itulah Mile meyakinkan diri sendiri proyek ini harus berlanjut sampai selesai.

"Sama-sama ...." kata Mile sambil mengelusi punggung Apo. Si manis tiba-tiba saja menangis. Namun Mile tersenyum lebar karena sang istri kini meneteskan air mata bahagia. Apo tidak rewel seperti dulu. Dia mengecupi leher dan tengkuk itu untuk menandai Apo miliknya seorang. "Senang kalau kau menyukainya. Jadi makin tidak sabar membawamu ke tempat itu."

"Phii, hiks, hiks ... hiks ... Apo salah ...." kata Apo sambil mengusapi ingusnya sendiri. "Maaf ya, aku malah menuduh Phi suka Jeffy. Phi-nya kan sibuk kerja mana sempat suka Jeffy. Phi Mile aku benar-benar minta maaf ...." Dia menyusut ingus lagi dengan hidung yang memerah. Sebisa mungkin Apo tidak mengenai jas Mile Phakphum. Dia benci harus mempermalukan diri sendiri setelah tuduhan yang paling baru.

Perut Mile justru terasa geli. "Iya, Baby. Santai saja," katanya, lalu menghirup dalam bahu Apo. "I love you, love you more, Apo Nattawin my sweety."

"Huhu ... kesalll ... aku nak juga ngasih Phi Mile hadiah yang keren-keren. Hiks, hiks ...." isak Apo. "Aku bisa apa ya, buat bikin hadiah ke Phi Mile ...." rengeknya tak henti-henti. Pantas Mile sempat melarangnya pulang ke Huahin. Apo kini tahu apa yang sudah terjadi. Andai dia keras kepala, pasti kejutan Mile batal heboh seperti sekarang.

"Tidak usah, Po. Ya ampun. Kau senang saja sudah hadiah untuk Phi--"

"Bohong ya, bohong!" Apo segera membuat jarak demi melihat wajah sang suami. "Phi Mile bilang mau apa. Please ... ayo ke kamar buat nenen sama itu? Phi aku lebih senang kalau Phi Mile ngomong nak hadiah dariku, hiks ... hiks ... hiks ...."

"Betapa menggemaskan istri kecilku," batin Mile. Dia benar-benar menikmati momen si manis merajuk. Rasa lelahnya jadi hilang karena Apo mengerti betul perjuangannya. Mile pun mencium bibir lembut favoritnya. Secara mendadak Apo lupa cara bertarung lidah karena emosional. Remaja itu ikut saja isi mulutnya dijelajah macam apa. Dia merintih kala Mile meremas-remas bokong sintalnya.

"Ahh--mmnhh ... akkh!" keluh Apo karena jemari Mile menggodai celana dalamnya. Sejak kehamilan 6 bulan Apo memang tak memakai celana yang panjang lagi. Stylish Mile menangani gaya-nya agar cocok dengan masa-masa prenatal bayi. Apo kini memakai short dress berbahan kaca yang warnanya biru. Bodo amat lah kalau ada yang mengoloknya seperti gadis. Jujur Apo lebih butuh kenyamanan. Sebab dia mulai sering pipis akhir-akhir ini. Apo perlu kecepatan untuk buang air di toilet. Dia tidak mau mengompol, maka beginilah jadinya.

"Yakin mau melakukannya di sini?" busik Mile di telinga Apo.

"Umm ...." angguk Apo yang wajahnya sembunyi di balik bahu.

"Tapi kalau Daddy lihat bagaimana? Mommy?"

"Isssh, pokoknya mau sekarang ...." rengek Apo kepalang malu. "Nanti mereka pasti pergi kalau lihat," katanya. "Masak sih lagi itu ada yang mesum mengintip. Aku marah ....!" jeritnya. "Aku lagi cinta berat sama Phi Mile ... hu hu ...."

Mile pun melirik sekitar sebelum memeloroti celana dalam sang istri. Pelayan yang mengintip kini sembunyi dengan sangat gugup. Mata-mata penasaran itu hilang di balik perabotan karena sudah ketahuan. Mile menaikkan rok dress Apo saat proses pelonggaran. Dia melumuri jari dengan saliva untuk mempersiapkan seks itu.

"Ahhh ...." desah Apo, merasakan liangnya didesak jari.

"Hh, hh--Apo ... padahal aku mau mengajakmu ngobrol soal nama taman bermain," kata Mile. "Tapi kau malah berlaku senakal ini. Dasar ...."

Si manis tidak menyahut. Dia sibuk menikmati proses penjarian Mile di belahan bokongnya. Mile terus melumuri tempat sempitnya agar tak kering. Sesekali ibu jarinya mengelus kerutan terluar dengan mata amat mengingini.

"Berlutut sebentar saja. Phi Mau lepas dulu restletingnya. Begini susah."

"Mmhhh, s-sebentar ...."

Tiga jari Mile keluar bertepatan dengan Apo yang membuat sedikit jarak. Mata remaja itu menatap ke bawah untuk melihat penis tebal Mile. Diam-diam matanya berbinar karena benda panjang itu sudah tegang dengan urat-urat yang menyembul.

.... ya, walau kadang tertutupi oleh dress dan perut besarnya.

Apo pun memerah tipis. Dia biarkan Mile mendominasi 100% mau diapakan di sofa itu. Apo tak mau melawan, tak mau memprotes, tak mau minta pose aneh-aneh--pokoknya dia anti-rewel sore ini. Si manis lantas menampakkan muka konstipasi saat dimasuki.

"Ahhh, hhhh ...." geram Apo dengan cakaran di tengkuk Mile. Lututnya gemetar menerima penis itu. Secara perlahan bokongnya diturunkan agar mereka menyatu. "Ahhhh, Phi Mile ...."

"Sebentar, Sayang. Tahan dulu ini juga baru masuk."

"Ugh ... mmhh ...."

Sakit ....

"Tahan ya ...."

"Umn."

Apo pun mengangguk pelan. Dia berdebat hebat setelah Mile ada di dalam. Senyumnya tampak sangat bangga karena Mile menatapnya penuh cinta.

"Kenapa? Sakit tidak?"

Apo segera menggeleng. "Sudah tidak sih sekarang---ugh ... tapi baby-nya mulai menendang," katanya dengan mata yang berkaca-kaca. "Phi jangan bergerak dulu boleh? Sshh, Phi baby-nya menendang terus--"

Mile pun mengelus pinggul si manis khawatir. Untuk orang hamil memang susah kalo posenya duduk begini. Belum lagi Apo yang di atas. Remaja itu harus memimpin kalau nanti sudah reda. Penis Mile pun harus tersangkut di dalam sana selama beberapa saat.

"Mau Phi elus dimana? Siapa tahu mereka diam."

"D-Di sini, aduh ...."

Mile pun segera membelai bagian yang Apo pegang dadakan. Tampak jelas sang istri kewalahan dengan seks mereka, tapi si manis tak mau menyerah. Usai mendesis-desis beberapa kali, Apo pun mencium Mile dengan sepenuh hatinya.

Remaja itu menahan rasa mual yang terus berputar. Dia ingin lupa semua sakit karena persetubuhan ini dia sendiri yang meminta.

"Sudah enakan?"

"Belum ... hiks ... baby-baby jahat ...." isak Apo hingga Mile harus mengisap air mata di pipinya agar tak semakin basah.

"Hmmh, kita sudahi sampai di sini saja ya? Phi masih bisa solo nanti sambil mandi. Jangan memaksakan--"

"Noo ... hiks, Apo mau ...."

Dengan kekeras kepalaan si manis, mereka pun menunggu hingga para baby tenang. Mile sendiri merasakan tendangan kacau itu sesekali. Dia pikir imut juga para kucing kecil itu protes sesuatu. Mereka pasti ikut berguncang lembut saat Apo naik turun memuaskan sang suami.

Ciptaan Tuhan memang begitu luar biasa. Bahkan saat Mile takut terjadi sesuatu, seks itu ternyata berjalan lancar. Apo hanya harus beraksi sedikit lambat. Mile selalu mengatur kecepatan mereka agar tak menggebu-gebu Air ketuban di dalam sana melindungi hingga klimaks yang pertama. Mile baru merebahkan sang istri ke sofa hati-hati untuk ronde yang kedua.

"Ahhhh, mmhh. Akhhh--" desah Apo sambil merangkul bahu Mile. Dia menatap langit-langit ruang tamu yang lebih gelap daripada tadi. Saat menoleh ternyata pintu depan sudah tertutup sadari kapan. Mungkin pelayan peka dan mengunci rumah begitu melihat kegiatan para majikannya. Dia hanya perlu fokus ke Mile Phakphum yang kini menjambak dress atasannya. "Ahh! Phi Mile .... nnnghh!"

Apo pun menggigit bibir kala putingnya dijilati memutar. Sambil terus dihentak liangnya jadi lengket oleh mani yang membanjir. Bagian itu berwarna putih lagi kental dan berbunyi ribut.

Benar-benar sangat menggairahkan.

Meski kadang mual lagi, Apo justru lupa. Rasa nikmat yang menyerbu panggul lebih besar daripada segala bentrokan dalam erotika. Tubuh mereka pun semakin panas dan panas. Keringat meremebes lembut di pelipisnya dan Mile yang masih berjaskan lengkap.

Makin kelihatan capek.

Namun baik Mile dan Apo sama-sama tersenyum begitu lebar. Keduanya lantas menuntaskan kegiatan itu hingga Rom geleng-geleng usai makan malam.

"Ya ampun, kesurupan apa kalian berdua tadi. Untung Daddy belum sampai masuk rumah. Ish, ish, ish ... anak dan menantu sama saja ternyata tak tahu tempat," celutuknya separuh mencibir, separuhnya lagi menggodai.

Apo pun tersedak susu. Mile diam. Telinga mereka sama-sama memerah kala Nee tolah-toleh tidak paham. "Eh? Ada apa ini? Membahas apa?" bingung wanita tersebut. Dia memang baru pulang pukul 7. Segela belanjaan dia bawa setelah seharian healing dan arisan.

"Tidak, Mom. Bukan apa-apa," sahut Mile sambil berdehem-degem. "Kami hanya mendiskusikan soal nama bayi, ya kan Dad? Terus tadi dapat 2 yang terbagus. Lelaki dan perempuan. Apa mau dapat bocoran soal mereka?"

"Wah, iyakah?" Fokus Nee pun langsung pindah begitu saja. ".... mau dong, Sayang. Mau sekali kalau itu. Coba bisiki Mommy dan Daddy?"

Di bawah meja Mile meremas paha Apo.

"Biar Apo saja yang memberitahu, ayo Baby?" katanya. "Jangan takut, kedua nama itu sudah indah sekali bagiku."

Usai mengusap mulut dengan tisu, Apo pun meletakkan gelas susu yang tinggal separuh. "U-Umn, Phi," katanya. "Yang kakak itu ...."

Bersambung ....