KRAAAAAAKHHH!
"Uphh! Mnnh!"
Tak mau menunggu lagi, Kinn pun mencium bibir Porche kasar. Dia menggilas permukaan lembut itu sesuka hati sampai Porche nyaris terbatuk-batuk, padahal belum sampai memasukkan lidah.
Kemeja putih dibanting ke lantai. Dan baru beberapa detik berlalu, Porche sudah dibalik beberapa kali hingga tergencet tubuhnya di ranjang itu.
"Oiii! Kinnnn! Pelan-pelan sedikit--"
KRAAAK! KRAAAAAKH!
Berikutnya, kaus dalam Porche lah yang menyusul ke lantai. Benda itu sobek tak manusiawi, dan Kinn mengunci tiap pergerakan Porche seperti tengah memberangus hewan.
"Aku tak akan kemana-mana--nnh ...."
Remasan Porche pada bantal refleks menguat. Dia sudah tahu kalau Kinn adalah beast sinting di ranjang, tapi bercinta sambil menimpanya di punggung memang baru kali ini.
Kinn menjilat rahangnya seperti memulas madu. Pria itu menjambak tiap kali Porche berusaha bergerak sedikit, seolah-olah takut buruannya lepas.
"Diam! DIAM!"
Porche pun diam untuk menerima ciuman berikut-berikutnya. Dia mengalah sebentar, meski ingin memaki-maki tiap detik Kinn meremas dadanya hingga terasa panas dan lecet. Untung kuku-kuku pria itu pendek. Guratan dan cakarannya jadi tak terlalu membekasi perut.
BRAKH!
"Ahhh ..."
Prakhh!
Sabuk terlempar.
"Ugh, mnnhh ...."
Celana bahan dihempas.
Giliran sampai ke celana dalam, Porche tak membiarkan Kinn menguasainya terus menerus.
"Berani-beraninya kau, Kinn!"
Brakh! Porche mendorong Kinn hingga punggungnya tegak menghantam tembok. Dia menaiki paha pria itu, melepas sabuknya, dan mengikat salah satu tangannya ke kayu.
"Ha ha ... mau main-main terlebih dahulu?" kata Kinn dengan seringai yang tampan.
Porche mengerutkan hidung waktu pantatnya diremas gemas. "Aku mau ada hadiahnya!"
Kinn menancapkan giginya ke leher Porche seperti drakula.
"Ahh!"
Dia lagi-lagi menjambak rambut Porche, kali ini hingga kepalanya mendongak ke langit-langit. "Hadiah seperti ini?" tanyanya. Lidah menjelajahi tiap jengkal kulit cokelat manis seperti kastanye tersebut.
Dia memulas bagian rahang, turun ke jakun Porche yang cukup tajam, lalu turun hingga sampai ke lekukan dadanya yang curam.
"Khhh--"
Kinn cukup puas karena Porche balas menjambak rambutnya. Lelaki itu merintih dalam kala puting-puting kerasnya digigit Kinn seperti kue pai favoritnya ketika kecil.
Dia mengunyah di sana, memuntir dengan bibir yang kuat, dan membuat cakaran kuku Porche di punggungnya makin menggetarkan.
"Cakar lagi! Buat tanda yang kau suka di mana pun," tantang Kinn. Porche justru lengah dan terbanting kembali ke ranjang. Kepalanya sempat nyaris terantuk pinggiran springbed, tetapi Kinn sigap memeluk lehernya sebelum terjadi.
"Akhh--!"
"Tidak ada yang terjadi, ha ha ha!"
"Brengsek! Minggir!"
Gencetan edisi kedua. Porche tak sempat bangun saat pinggangnya dipeluk, dilingkari hingga sempurna, dan ditepuki hingga pantatnya yang berisi.
Tidak butuh lama untuk Kinn membuatnya mabuk dengan ciuman yang lain. Pria itu membuatnya lupa bernapas selama beberapa detik, tanpa sadar kapan celana dalamnya ditarik lepas entah kemana.
"Buka kakimu!"
"Ugh, sebentar ... sebentar--"
"Bisa tidak membuatku menunggu?"
Kinn menarik sabuknya hingga bagian kepala lepas dari badan. Dia balas mengikat kedua tangan Porche di atas ubunnya kali ini, dan membuat lelaki itu tak berkata-kata.
"Oh? Lihat apa yang terjadi dengan burung kecilmu," kata Kinn, walau ukurannya jelas tidak sekecil yang dia remehkan, tetapi pria itu sangat bangga karena miliknya jelas jauh lebih besar daripada Porche. "Aku bahkan belum menyentuhnya, tapi sudah tidak sabaran begini?"
Sial! Porche tidak tahu sejak kapan pucuk penisnya mengalirkan buih putih kental cairan sperma!
"Oi, Gila! J-jangan lihat!"
Porche mungkin bukan tipe partner imut seperti kebanyakan mainan Kinn selama ini. Hanya saja, saat dia panik seperti itu, Kinn sungguh bangga seolah baru mengerjai bocah belum akil balig.
"Hmm, bagaimana bila aku menginginkan sebaliknya?"
Brakh!
"Oiiiiiiiiiiii!"
Raut Porche pucat seketika. Kinn memandangi ekspresi itu sekilas, lalu ke lubang ketat di bawah, kemudian mencium bibir sang pemilik seperti tergesa-gesa.
Kinn memegangi betis Porche agar tetap rata dengan dadanya. Dia mengelus kerutan-kerutan liat liang syurga lelaki itu, sebelum merogoh kondom dari dalam saku celananya.
"Upppphhh!"
Porche pun melotot sejadi-jadinya.
Dia bahkan bawa benda itu! Dia bawa! Dia pasti sudah merencanakannya sebelum kemari!
Terlambat.
"Ha ha ha. Kenapa? Kau gugup? Seperti perawan saja. Bukankah ini sudah yang kesekian kali?" kata Kinn. Lantas merobek kulit plastik kondom dengan giginya. Kraaaak!
Demi apapun dia seksi sekali!
Porche hanya berkedip-kedip memperhatikan saat Kinn membaluri lubangnya di bawah, lantas membungkus penisnya yang baru dikeluarkan.
Benda itu memang sangat fantastis. Porche bahkan belum pernah melihat yang lebih besar, bahkan di situs-situs porno sekali pun.
"Tunggu! Tunggu! Tunggu!" teriak Porche panik. Dia meremas bahu Kinn dan mundur beberapa jengkal. "Kau ... kau ini tidak tahu aku kesakitan beberapa hari setelah yang terakhir di sofa itu," katanya sembari memeluk pinggangnya sendiri. "Kali ini takkan kubiarkan kau sembarangan, bedebah!"
"Oh, iyakah?" Kinn sudah mendekat di depan Porche, tetapi dengan raut lebih melembut. "Jadi kau mau kuperlakukan seperti istri di malam pertama?"
"BUKAN BEGITU JUGA!"
Seringai tipis Kinn pun kembali. "Baiklah, aku paham," katanya. Lalu mendorong Porche hingga berebah kembali. "Kalau begitu, buka kakimu. Biar kulonggarakan dengan benar kali ini."
Meski tampak menahan hasrat hingga terlihat sakit, Kinn pun menuruti Porche. Mereka bertatapan sangat dekat. Sementara Porche meremas ke punggung Kinn kebingungan karena menikmatinya.
"Ahhh ... Khhh! Ah!"
Jari-jari panjang yang menerobos masuk lubang anal. Gerakan lihai Kinn saat memutar, kemudian menekan kuat di titik tertentu. Dan jangan lupakan ciuman Kinn seolah mengunci tiap lekuk bibirnya yang lembab.
"Ahhh .... nnnhh .... mnnn."
Pipi dan telinga Porche agak memerah. Dia memeluk Kinn seperti takut jatuh dari ketinggian, dan menyandarkan dagunya di bahu kokoh tersebut.
Mulanya, dia ingin menyembunyikan betapa nikmat serangan gila itu di sana, tetapi Kinn mendorongnya lepas ke bantal agar tahu semuanya.
Kedua mata yang berbinar dan seksi, hasrat yang terpancar dan ingin dipuaskan berkali-kali, kemudian sudut bibir kemerahannya yang mengalirkan air liur--
HEI SUMPAH! Porche bahkan tidak pernah begitu saat bercinta dengan seorang gadis. Tetapi, kali ini dia terus menerus mengeluarkannya meski itu tanpa sadar.
"Kinn ... Kinn ...."
Ubun-ubun kepala Porche terasa begitu panas. Dia meremas dadanya sendiri yang terasa gatal minta digaruk, atau minta dimanjakan terus menerus. Persetan besok lecet apa tidak! Ini adalah seks paling menyenangkan yang dia rasakan, karena mereka tahu perasaan itu memang nyata.
Kinn pun tak menunggu waktu lebih lama. Dia mengecupi leher Porche pelan, tetapi lalu meninggalkan merah-merah jelas di sepanjang ceruk leher dan semakin ke bawah. Sambil menampar bokong lelaki di bawahnya, dia menggeram bagai binatang buas, lalu menusuk ke dalam dengan sangat keras. PLAK!
"AHHHHHHHH!"
Kinn meremas tengkuk Porche, Porche balas mencakar di punggungnya.
"Sebut terus namaku."
"Kinn ...."
"Sebut dengan kata-kata paling kotor dari mulutmu."
Porche refleks berteriak kesal. "KINN DASAR BAJINGAN GILA! JANGAN MEMBUATKU BERPIKIR SEKARANG! CEPAT MASUKKAN PENIS BESARMU LEBIH DALAM LAGI!"
Kinn pun tertawa sekeras-kerasnya.
"Fuck ... HA HA HA HA HA!"
BRAKH!
Tanpa melepaskan penisnya, Kinn pun langsung membalik tubuh Porche dan membenamkan wajahnya ke bantal. Dia menghujam tempat ketat nan hangat itu seperti tengah berkuda. Keluar masuk. Keluar masuk!
Porche dibuat gila di ranjang kamarnya sendiri, meski desahannya kadang tertahan spring bed di bawah tubub mereka.
"Aahh ... ouhhh ... Kinn, lebih cepat! Jangan berhenti--ugh ...."
Plak! Plak! Plak! Plak!
Kali ini, tanpa menampari bokong Porche pun, Kinn bisa membuat ruangan riuh dengan bunyi pernyatuan mereka.
Hawa panas, uap napas, keringat yang bercucuran hingga ranjang basah di sana-sini ... Kinn merasa tidak salah memilih pasangan yang paling seksi diantara semua lelaki yang diincarnya selama ini.
"Fuck ... ahh ... yeah ... fuck ..."
Brakh!
"Ughhmnn ...."
Kinn pun mencium bibir Porche karena kesal. Sebab suaranya membuat dia makin terbakar saja tiap detiknya. Dan itu buruk! Buruk! Kinn tak ingin Porche pingsan dengan cepat agar bisa melakukannya beberapa ronde lagi.
Bersambung ....