Kabut berarak menyeberangi pagi
ke lembah-lembah dan sungai-sungai
ketika bukit dan pepohonan
saling melepaskan pelukan
demi perjalanan almanak
bagi orang-orang yang ingin menyamak onak
di dalam rumitnya sinapsis otak
Meski rombongan terdepan para siluman kuda telah porak poranda akibat Jeritan Siluman Galuh Lalita, namun tidak jauh di belakang menyusul rombongan kuda lain yang kali ini bahkan ada penunggangnya. Hanya Ario Langit dan Galuh Lalita yang bisa melihat para penunggang kuda mengerikan itu. Siluman-siluman berjubah hitam dengan muka tertutup topeng yang juga hitam. Di tangan mereka tergenggam tombak panjang yang pada ujungnya tidak berupa tombak namun lebih menyerupai sabit tajam berkilat-kilat.
Ario Langit menyentuh lengan Galuh Lalita dan berkata pelan.
"Siluman dalam diriku ini selalu menganggapmu sebagai musuh dan ancaman Galuh. Aku tidak bisa melawan para siluman itu jika tidak mewujud menjadi Masalembu. Bagaimana ini?"
Galuh Lalita tidak menjawab. Matanya yang merah menyala hanya memandang sekilas Ario Langit. Tanpa peringatan sebelumnya, gadis berambut panjang keperakan itu menarik tubuh Ario Langit. Memeluknya erat dan mencium bibir si pemuda dengan sangat mesra namun ganas.
Tubuh Ario Langit menggigil keras dicium dengan cara seganas itu. Setelah Galuh Lalita melepaskan pelukannya dan menyelesaikan ciuman, dalam hitungan detik pemuda itu sudah mewujud sebagai Siluman Masalembu. Siluman raksasa yang tidak lagi memandang marah kepada Galuh Lalita. Siluman besar itu mengangguk kepada Galuh Lalita lalu menggereng keras dan menerjang ke depan. Para siluman penunggang kuda sudah memasuki gerbang. Galuh Lalita tidak lagi menjerit, gadis itu hanya bergumam rendah dan ikut menerjang ke depan. Gumpalan kabut hitam kemerahan entah darimana tiba-tiba saja sudah menyelubungi tubuh gadis cantik dengan rambut keperakan itu.
Panglima Amranutta mengangkat tangannya ke atas. Memberi tanda agar para prajurit menyingkir jauh dan tidak ikut campur dalam pertarungan antar siluman yang pasti akan sangat berbahaya bagi siapapun yang melibatkan diri.
Badan besar Siluman Masalembu dan tubuh langsing Galuh Lalita langsung berhadapan dengan puluhan siluman berjubah penunggang kuda. Pertempuran dahsyat terjadi dengan cara yang sangat aneh. Semakin lama gumpalan kabut hitam yang menyelimuti Galuh Lalita semakin tebal dan semakin merah. Kabut hitam itu bahkan sekarang menyala hebat. Galuh Lalita tidak lagi diselubungi kabut hitam namun diselimuti api besar yang menyala hebat. Siluman-siluman terdekat dengan Galuh Lalita segera menyingkir atau melompat mundur setelah melihat beberapa yang terlambat melakukannya terbakar hebat menjadi abu.
Begitu pula lawan-lawan Siluman Masalembu yang terlempar kesana kemari seperti belalang tersapu angin besar. Siluman raksasa itu seperti mencabuti rumput saja. Puluhan siluman berjubah dibuat tak berdaya meski beberapa kali sabetan tombak bermata sabit itu sempat mengenai bagian tubuh Siluman Masalembu.
Pertarungan dahsyat itu tak ada habisnya karena siluman berjubah penunggang kuda berjumlah ratusan. Selusin dibinasakan, selusin berikutnya maju menyerang. Di belakang para siluman penunggang kuda itu nampak berbaris rapi belasan siluman bertubuh raksasa bermata satu. Menunggu hingga siluman berjubah bisa menaklukkan Siluman Masalembu dan Galuh Lalita, atau mereka sendiri habis binasa.
Dengan kuasa ilmu Siluman Puncak Pangrango, Panglima Amranutta dan anak buahnya sekarang bisa melihat penampakan semua makhluk siluman itu. Segarang-garangnya Raja Lawa Agung, Putri Anila, dan Putri Aruna, ciut juga nyali mereka melihat betapa banyaknya pasukan siluman yang dikerahkan Siluman Puncak Pangrango. Siluman gunung itu rupanya tidak main-main dalam upayanya menghancurkan markas Lawa Agung di Lembah Mandalawangi.
Ratu Laut Selatanpun tidak akan bisa membantu dalam situasi seperti ini. Di daratan Jawa, kuasa ratu gaib itu sangat lemah. Kecuali jika ratu itu mengerahkan sekutunya yang berada di darat seperti Panglima Kelelawar zaman dahulu.
Kembali pada pertempuran yang semakin garang dan dahsyat. Siluman Masalembu bahu membahu bersama Galuh Lalita menghadang serbuan ratusan siluman berjubah penunggang kuda. Entah sudah berapa puluh siluman berjubah yang tewas di tangan dua muda mudi yang juga merupakan keturunan siluman itu. Mayat siluman bertebaran di halaman istana Lawa Agung. Bau anyir menguar kuat ke delapan penjuru. Jauh lebih anyir dibanding aroma kematian manusia biasa.
Pertempuran antar siluman itu bertambah dahsyat saat belasan siluman raksasa bermata satu ikut terjun dalam pertempuran. Perlahan tapi pasti, Siluman Masalembu dan Galuh Lalita mulai terdesak. Para siluman raksasa bermata satu memiliki kekuatan tubuh yang luar biasa. Pukulan-pukulan Siluman Masalembu yang mendarat ke tubuh mereka seolah tidak dirasakan. Galuh Lalita tidak banyak memiliki ilmu yang bisa digunakan untuk melawan makhluk gaib. Gadis itu terus mempergunakan Jerit Siluman yang mampu menggoyahkan pertahanan para siluman raksasa bermata satu. Apalagi siluman berjubah juga masih berjumlah cukup banyak melakukan serangan bergelombang.
Ilmu kanuragan tingkat tinggi yang dikuasai Ario Langit seperti Aguru Bayanaka tidak bisa dipergunakan melawan siluman. Alhasil Ario Langit hanya mengandalkan kekuatan Siluman Masalembu saja. Kedua orang itu makin terdesak hebat. Tak lama lagi mereka akan terluka atau tewas jika tidak segera memperoleh bantuan yang memadai.
Panglima Amranutta memutuskan untuk berdiam diri. Dia dan yang lainnya juga tidak memiliki cukup kemampuan melawan siluman. Apalagi para siluman anak buah Siluman Puncak Pangrango itu mengalir tak habis-habis. Percuma mereka menerjunkan diri dalam pertempuran. Ini adalah pertempuran yang tidak akan bisa mereka menangkan.
Di saat-saat genting bagi Siluman Masalembu yang sudah goyah setelah beberapa kali menerima pukulan gada siluman raksasa bermata satu, juga Galuh Lalita yang bernasib kurang lebih sama, gadis Padepokan Maung Leuweung yang ternyata adalah seorang siluman itu beberapa kali juga sudah menerima pukulan di tubuhnya. Sebuah bayangan berkelebat luar biasa cepat masuk dalam pertempuran. Terdengar ledakan luar biasa keras saat bayangan yang baru tiba itu mendorongkan kedua telapak tangannya ke depan. Selarik besar cahaya kebiruan menghantam beberapa siluman raksasa bermata satu.
Siluman-siluman bertubuh besar itu seketika hangus menjadi debu. Bukan lagi tewas dengan jasad yang masih utuh. Beberapa kali bayangan yang masih belum kelihatan wujudnya itu membagi-bagi pukulan dahsyat berupa cahaya kebiruan. Pukulan yang memang khusus dipakai untuk melawan segala hal yang berbau gaib. Pukulan Geni Sewindu milik Pendekar Arya Dahana yang dipakai untuk menghadang laju serangan terhadap Siluman Masalembu dan Galuh Lalita yang sudah kepayahan.
Para siluman itu menjadi jerih. Mereka menghentikan serangan dan bergerombol diam dalam keadaan siaga tempur. Sepertinya menunggu perintah. Perintah dari pemimpin mereka yang tiba di gelanggang pertempuran dengan cara yang luar biasa. Siluman Puncak Pangrango memang mengamati terus jalannya serbuan ke markas Kerajaan Lawa Agung di Lembah Mandalawangi ini. Tadinya raja siluman gunung ini yakin anak buahnya mampu menaklukkan kedua siluman dari laut utara dan laut selatan itu. Namun kedatangan Arya Dahana membuat kemenangan yang sudah di depan mata buyar seketika. Mau tak mau dia harus turun tangan sendiri menghadapi pendekar besar itu.
Siluman Puncak Pangrango mengayunkan tangan ke depan. Mengirimkan pukulan dahsyat Kawah Ratu yang selama ini jarang sekali menemui tandingan. Hanya Si Bungkuk Misteri saja yang bisa menghadapi pukulan kanuragan bercampur gaib miliknya.
Wuuuuss! Blaaarr!
Terdengar ledakan keras disertai percikan api saat pukulan Kawah Ratu bertemu dengan Geni Sewindu Arya Dahana.
Siluman Puncak Pangrango memandang dengan mata melotot tak percaya setelah berusaha keras menyeimbangkan tubuhnya agar tak terjungkal keras. Pendekar besar ini memang luar biasa! Pantas saja datuk-datuk sakti nomor satu pernah dikalahkannya.
-*********