Bab 29-Bermatian

Kematian memang tidak bisa dipesan

karena sudah tertulis pada halaman

buku-buku tentang takdir

juga bab-bab penutup

dari perjalanan hidup yang seringkali gugup

namun kita bisa menambahkan keramaian tulisan

atau coretan-coretan jahanam

di bab-bab awal maupun pertengahan

untuk dijadikan hiasan batu nisan

 

Arawinda semakin menyadari betapa hebatnya ketahanan tubuh siluman raksasa yang berada dalam diri Dewi Lastri. Pukulan-pukulannya yang sempat mengenai bagian tubuh si raksasa seolah tak dirasakan sama sekali. Bahkan beberapa kali Arawinda nyaris terkena sambaran pukulan Siluman Karimata. Pertarungan antara keduanya berjalan semakin seru dan ganas. Siluman Karimata adalah siluman terganas dari laut utara selain Siluman Masalembu. Karena itulah Arawinda yang merupakan jajaran pendekar nomor satu di dunia persilatan belum mampu mendesak siluman tersebut.

Ario Langit yang berhadapan dengan Matamaha Mada tidak kaget merasakan betapa lihainya nenek tua gila yang sakti ini. Mereka pernah saling berhadapan dan dia bahkan pernah terluka parah setelah dikeroyok hebat. Salah satu pengeroyoknya saat itu adalah nenek ini. Beruntung saat itu dia diselamatkan orang aneh misterius yang memberinya cincin kayu hitam. Pendekar Langit tak boleh main-main menghadapi nenek yang sesungguhnya memang gila dan hanya tersisa sedikit kewarasannya.

Pemuda yang rumit perjalanan cintanya itu merubah gaya pukulan. Tidak lagi keras melawan keras. Nenek itu punya hawa sakti yang dahsyat meskipun dia yakin bisa menandinginya. Ario Langit mengeluarkan jurus-jurus pukulan Tarian Astadewi yang gemulai. Jurus-jurus yang memang dilakukan dengan gerakan-gerakan menari yang luwes namun sangat mematikan. Letak kekuatan Tarian Astadewi adalah pada seberapa kuatnya lawan menyerang maka sebegitu juga kekuatan pukulan aneh dan kuno itu. Tarian Astadewi sanggup membalikkan pukulan sehebat apapun dari lawan selama si pemilik tarian memiliki hawa sakti yang setidaknya seimbang dengan musuh.

Matamaha Mada menjerit tinggi penuh amarah. Semua pukulan Badai Srengengenya selalu membalik dan berkali-kali nyaris melukai dirinya sendiri. Pemuda ini mempunyai jurusan pukulan aneh yang sebetulanya telah dikenalinya dengan baik. Perempuan Setengah Dewa dulu merupakan tokoh silat wanita yang jarang menemui tandingan. Kala itu dia pernah beberapa kali bentrok dengan Perempuan Setengah Dewa dan dia selalu kalah. Karena itu melihat Ario Langit dengan sempurnanya memainkan Tarian Astadewi, dalam kegilaannya Matamaha Mada menyadari bahwa lawan yang dihadapinya ini bukanlah tokoh sembarangan. Nenek sakti ini tidak lagi mengandalkan Badai Srengenge untuk mendesak Ario Langit. Bibirnya terlihat komat-kamit saat dirinya merubah jurus-jurus serangan menjadi lebih lamban namun jauh lebih bertenaga. Matamaha Mada mulai mengeluarkan ilmunya yang mengerikan. Lingsir Wengi.

Tembang syahdu dan memiriskan hati keluar dari mulut si nenek sakti. Ario Langit merasakan sebuah desakan aneh mulai merasuki pikirannya. Pemuda itu buru-buru memperkuat olah batinnya untuk bertahan. Lingsir Wengi tidak akan mempan sama sekali jika ditujukan kepada siluman murni. Tapi tetap akan cukup berpengaruh terhadap manusia setengah siluman. Ario Langit semakin merasakan desakan menggila yang menyuruhnya untuk patuh dan tunduk kepada Matamaha Mada. Buru-buru pemuda itu mengusap cincin kayu hitam di jarinya.

Lengkingan nyaring penuh kemarahan Matamaha Mada disambut dengan geraman dahsyat Siluman Masalembu. Si nenek tahu pemuda yang dihadapinya adalah manusia setengah siluman dan akan percuma saja melawan dengan Lingsir Wengi jika siluman dalam diriya sudah menjelma sepenuhnya. Karena itulah si nenek menjerit penuh amarah dan kekecewaan karena tadi dia nyaris berhasil menaklukkan si pemuda sakti.

Pertarungan berlanjut dengan keadaan yang terlihat sangat ganjil. Sesosok siluman bertubuh raksasa melawan nenek kecil bungkuk yang terpincang-pincang. Namun justru menjadi semakin dahsyat. Siluman Karimata tidak bisa memainkan ilmu yang dimiliki Ario Langit dan mengandalkan ilmu-ilmu silumannya. Sedangkan si nenek gila kembali membadaikan Badai Srengenge yang panas luar biasa. Keras lawan keras tak ayal terjadi.

Putri Aruna yang kehilangan saudaranya memandang ke arah pertempuran antara Arawinda melawan Dewi Lastri dengan tatapan berapi. Kesedihan hebatnya berganti kemarahan luar biasa. Siluman laut utara itu harus bertanggung jawab atas kematian Putri Anila! Putri Aruna sudah hendak berkelebat menerjang Dewi Lastri saat kesiur angin tajam mencegat gerakannya. Sesosok lelaki tampan dan gagah yang didampingi wanita cantik luar biasa berdiri di hadapannya dengan tatapan mengejek.

Sekar Wangi mendorong Unduh Kusuma ke samping dan maju ke hadapan Putri Aruna. Tanpa memberi peringatan apa-apa gadis yang wataknya telah berubah hebat itu melancarkan pukulan Api Raja. Gumpalan api berkobar-kobar menerjang Putri Aruna yang sama sekali tidak bersiaga akan serangan, membuat pembantu Raja Lawa Agung itu terhempas keras dengan mata melotot tak percaya karena tidak menyangka Sekar Wangi bertindak curang. Pelototan mata terakhir dari Putri Aruna karena nyawanya melayang seketika dengan tubuh hangus terbakar Api Raja. Sekar Wangi tidak peduli dan tetap tersenyum mengejek. Matanya jelalatan kesana kemari mencari-cari. Ketemu!

Tidak jauh dari gelanggang pertempuran yang terjadi di mana-mana, Pangeran Arya Batara berdiri mematung dengan wajah pucat pasi. Sedari tadi hatinya terpukul hebat saat menyaksikan dua kekasihnya bermatian. Dia tidak bisa melakukan apa-apa. Apalagi kematian Putri Aruna ternyata malah di tangan Sekar Wangi. Gadis yang sangat mencintainya namun diabaikannya dengan cara kejam. Pangeran dari Pajang itu tahu dia tidak bisa mengelak lagi dari kemarahan Sekar Wangi yang melangkah perlahan mendekatinya. Arya Batara memandang dengan ngeri betapa sangat berubahnya gadis yang dulu ceria dan lugu itu.

Rambut hitamnya digerai memanjang tanpa gelungan. Wajahnya cantik bukan main namun tatapan matanya itu membuat siapapun pasti ngeri melihatnya. Tatap mata kehausan yang sulit sekali diartikan. Pangeran Arya Batara mundur-mundur ketakutan tanpa tahu mesti berbuat apa. Dia adalah pemuda lemah yang tidak memiliki kepandaian kanuragan. Apalagi selama ini dia tidak belajar apa-apa. Waktu dan tenaganya habis terkuras karena terus melayani nafsu Putri Aruna dan Putri Anila. Dia hanya bersenang-senang karena semua hal tercukupi oleh kedua pembantu terpercaya Raja Lawa Agung.

Sekar Wangi terus tersenyum mengejek. Menutupi hawa amarah dan kebencian segunung terhadap pangeran dari Pajang ini. Ingin rasanya dia menjatuhkan pukulan telak agar bisa membuat pemuda itu tewas seketika. Tapi itu hukuman terlalu enak bagi orang yang telah menyia-nyiakan kehidupannya! Dia akan menyiksa pemuda tidak tahu diri ini dengan caranya sendiri. Sekar Wangi menoleh ke arah Unduh Kusuma dan memberi isyarat. 

Lelaki tampan dan gagah pemetik bunga itu mengerti apa arti isyarat Sekar Wangi. Tubuhnya yang tinggi menyambar cepat ke depan. Pangeran Arya Batara hanya merasakan tubuhnya lemas tak berdaya saat Unduh Kusuma menotok leher dan bahunya. Pangeran Pajang itu hanya bisa pasrah saat Unduh Kusuma memanggul dan membawanya pergi dengan cepat menyingkir dari arena pertempuran dahsyat di halaman istana Lembah Mandalawangi. 

Sekar Wangi kembali ke gelanggang pertempuran. Matanya kembali jelalatan mencari-cari. Pandangannya terbentur ke sosok Siluman Masalembu yang masih bertempur hebat melawan Matamaha Mada. Pemuda itu hebat dan sakti. Sangat cocok menjadi kumbang korban berikutnya. Sekar Wangi menjilati bibirnya yang merah ranum dengan nafsu membara.

--*********