Bab 28-Kekacauan demi Kekacauan

Kekacauan menjalar seperti api

di rimbun ilalang kering dan suasana mamring

membakar apa saja yang tidak baik-baik saja

membuatnya menjadi abu dan jelaga

lalu beterbangan ditiup angin 

yang perlahan-lahan runtuh

setelah tak lagi memiliki ingin

akibat balada syair-syair tembang megatruh

Tanpa disadari oleh Lawa Agung yang sedang lengah, pergerakan pasukan besar Sumedang Larang tiba-tiba saja sudah sampai di gerbang Lembah Mandalawangi dan langsung melakukan penyerbuan besar-besaran. Pasukan Lawa Agung tentu saja kalang kabut tidak karuan. Meskipun jumlahnya tidak terpaut jauh namun keberadaan Nyai Sembilang, Dewi Lastri, Matamaha Mada dan Ayu Kinasih, membuat pertempuran menjadi tidak seimbang. 

Panglima Amranutta mencoba menahan gempuran ganas Matamaha Mada dan Nyai Sembilang. Sementara Putri Aruna dan Putri Anila masing-masing berhadapan dengan Dewi Lastri dan Ayu Kinasih. Terjadilah pertarungan dahsyat di Lembah Mandalawangi. Prajurit melawan prajurit menimbulkan hiruk-pikuk yang membahana. Denting pedang dan mata tombak yang beradu lalu diikuti jerit kesakitan menyayat hati membuat siapapun yang mendengar pasti akan merasa miris dan ngeri.

Panglima Amranutta adalah seorang sakti yang jarang menemui tandingan. Namun kali ini yang dihadapinya adalah dua nenek luar biasa sakti dan memiliki ilmu-ilmu aneh tingkat tinggi. Raja Lawa Agung ini terdesak hebat dalam waktu yang cepat. Untuk mengalahkan satu saja dari mereka, dia belum tentu mampu melakukan. Apalagi ini dua orang tangguh sekaligus yang dihadapi. Panglima Amranutta hanya mencoba bertahan sebisanya. Dua nenek sakti itu terus saja menyerang dengan pukulan-pukulan mematikan dengan niatan membunuh.

Di sisi lain, Putri Aruna dan Putri Anila juga tidak bisa mengimbangi kemampuan Dewi Lastri dan Ayu Kinasih. Kedua pembantu utama Panglima Amranutta itu terdesak hebat menghadapi serangan-serangan dahsyat murid Nyai Sembilang dan Matamaha Mada. Tak akan butuh waktu lama kiranya untuk melihat kedua wanit cantik itu terluka atau tewas.

Dalam keadaan yang sama sekali tidak menguntungkan bagi Lawa Agung itulah Pendekar Langit dan Galuh Lalita serta Arawinda tiba. Tanpa berkata apa-apa, Ario Langit langsung menerjunkan diri dalam pertempuran. Menerjang ke arah Matamaha Mada yang sangat menggila menyerang Panglima Amranutta. Begitu melihat kedatangan Ario Langit yang langsung saling serang dengan Matamaha Mada, Ayu Kinasih menjerit keras dan meninggalkan Putri Aruna yang menjadi lawannya. Wanita yang sudah hamil cukup besar itu dengan ganas menyerang Ario Langit secara membabi buta. Bersama gurunya Matamaha Mada, keduanya mengeroyok Ario Langit yang diam-diam mengeluh dalam hati melihat Ayu Kinasih sama sekali tidak memperhatikan keselamatannya sama sekali. Berkali-kali pemuda ini harus menahan pukulan agar tidak mengenai Ayu Kinasih.

Galuh Lalita sepertinya memahami situasi Ario Langit. Meski tidak sepenuhnya tahu apa sebenarnya yang terjadi antara Ario Langit dengan wanita hamil yang sedang kalap itu, namun Galuh Lalita segera bertindak cepat. Gadis yang memiliki kemampuan luar biasa karena berdarah siluman murni itu mengambil alih Ayu Kinasih sebagai lawan. 

Ayu Kinasih tentu saja marah bukan main. Tujuannya hanya satu yaitu menghabisi Ario Langit. Tapi gadis cantik ini sekarang menghalangi. Harus secepatnya dimusnahkan sehingga dia bisa kembali memburu nyawa Ario Langit. Ayu Kinasih lagi-lagi melengking tinggi sembari melepaskan pukulan Badai Srengenge yang dahsyat ke arah Galuh Lalita yang terkejut bukan main karena hawa pukulan itu terasa sangat panas membakar meski pukulannya sendiri belum sampai dan baru saja dilepaskan. Galuh Lalita melompat tinggi dengan maksud menghindar namun sedikit hawa pukulan itu sempat menyerempet lengan kirinya. Lolong mengerikan keluar dari mulut Galuh Lalita. Rasa sakit yang luar biasa membuat dirinya berubah wujud saat itu juga. 

Rambut hitam Galuh Lalita berubah riap-riapan dengan warna keperakan dan kuku jarinya semua memanjang menakutkan. Mata gadis itu juga nampak hanya putih semua. Galuh Lalita bertiwikrama menjadi siluman laut selatan yang mengerikan. Luka pukulan Badai Srengenge membuat siluman dalam diri gadis itu muncul seketika. Semua orang memandang ngeri. Termasuk Ayu Kinasih yang penampilannya tak kalah mengerikan dari Galuh Lalita saja juga terperanjat hebat. 

Namun Ayu Kinasih tidak bisa berlama-lama bengong karena Siluman Galuh Lalita sudah menyerangnya dengan kecepatan mengagumkan. Bentrokan dua wanita yang sama-sama menakutkan itu membuat gelanggang pertempuran porak poranda. Serangan demi serangan saling bergantian yang dilepaskan kedua wanita itu begitu dahsyat dan mengakibatkan tanah terbongkar, debu-debu beterbangan, dan batu kerikil berhamburan. Keduanya bertarung dengan kemampuan yang sulit dinalar manusia. 

Panglima Amranutta yang kini hanya mempunyai satu orang lawan, yaitu Nyai Sembilang, mulai bisa sedikit tenang meski tetap saja terdesak oleh serangan hebat nenek sakti itu. Tingkatan Nyai Sembilang masih lebih tinggi sedikit dibanding Raja Lawa Agung. Meskipun tidak lagi segenting tadi, Panglima Amranutta juga tidak bisa berharap terlalu banyak untuk bisa mengalahkan si nenek sakti.

Terdengar jeritan tinggi menyayat hati dari tengah-tengah gelanggang pertempuran yang tengah berlangsung. Sesosok tubuh terlempar tinggi ke udara dan jatuh berdebum keras ke tanah. Rupanya itu jeritan terakhir Putri Anila yang kehilangan nyawanya setelah pukulan Gora Waja Dewi Lastri telak mengenai dadanya. Jeritan itu disusul jeritan histeris Putri Aruna yang langsung menubruk mayat saudaranya dan menangis tersedu-sedu. Dewi Lastri tersenyum mengejek sambil bergerak maju. Tangannya diangkat untuk menjatuhkan tangan maut kepada Putri Aruna yang sepertinya tidak peduli lagi apabila dia juga mati.

Bresss!

Dua tangan beradu yang mengakibatkan hawa pukulan pecah dan membuat Putri Aruna terbanting sambil masih memeluk mayat Putri Anila. Arawinda memandang kagum kepada gadis cantik yang memandangnya dengan tatapan marah. Gadis putri dari laut utara itu menerjang maju dengan kemarahan meluap-luap. Dia tahu siapa wanita setengah baya yang tangguh ini. Pendekar Arawinda adalah satu dari sekian daftar Ibunya yang mesti dihabisi.

Karena tahu betapa tangguhnya Arawinda, Dewi Lastri tidak membuang waktu lagi. Tubuhnya menjelma menjadi raksasa Siluman Karimata yang tanpa ragu-ragu menyerang Arawinda dengan pukulan-pukulan dahsyat serta mematikan. Arawinda tercengang. Gadis ini rupanya juga seorang siluman! Sama seperti putranya. Bahkan sosok siluman gadis ini juga nyaris serupa dengan siluman jelmaan putranya, Ario Langit.

Sebuah pikiran membersit cepat di benak Arawinda yang sibuk melayani serangan Dewi Lastri atau Siluman Karimata. Jangan-jangan gadis ini…?

Tapi Arawinda menghentikan semua dugaan yang berada di kepalanya karena sekarang dia disibukkan oleh gempuran demi gempuran Siluman Karimata yang ganas dan tak kenal ampun. Pendekar wanita ini melayani semua serangan dengan sikap tenang namun diam-diam dalam hatinya terkejut bukan main. Kepandaian anak-anak Putri Anjani semuanya luar biasa!

Di tempat lain, Galuh Lalita dan Ayu Kinasih masih terlibat dalam pertarungan seru. Ayu Kinasih tidak berusaha mengeluarkan ilmu simpanan Lingsir Wengi karena pasti hanya percuma saja mengingat lawan di depannya ini ternyata siluman murni. Namun ilmu-ilmu yang dipelajarinya dari Matamaha Mada sudah sedemikian tinggi sehingga dia bisa memberikan perlawanan yang cukup terhadap keganasan serangan Siluman Galuh Lalita.

--********