Bab 37-Samadi Maruta

Membiarkan angin

menghembuskan nafasnya yang lirih

di telinga orang-orang yang tertidur dengan tubuh letih

di trotoar, terminal, atau rumah kardus dan ilalang

bisa menyudahi hati dan asa yang sudah terlanjur lengang

untuk kembali bangkit di penghujung malam

menyongsong pagi yang sebelumnya terasa balam

menjadikannya hari-hari yang tak lagi meluka-lebam

Kapal berguncang hebat. Badan kapal miring ke kiri secara tajam. Sisi kiri pagar kapal nyaris menyentuh permukaan laut yang terus bergejolak dahsyat. Tak berselang lama, kapal miring ke kanan secara menakutkan. Air laut mulai bercipratan dan masuk ke palka lalu merembes secara cepat ke lambung kapal tempat Ratri Geni sedang memusatkan perhatian ke keheningan Samadi Ranu.

Suara angin badai menghajar tiang dan layar kapal besar terdengar mengerikan. Awak kapal buru-buru mencoba menurunkan layar. Namun terlambat. Kapal itu dihantam badai luar biasa dan layar kapal tidak bisa lagi digulung karena angin sangat kencang menghantam dari segala sisi. Rupanya badai yang terjadi juga membentuk angin puting beliung.

Nahkoda kapal memberi isyarat kepada semua awak kapal agar bersiaga. Dia yakin tak lama lagi kapal ini tak akan sanggup bertahan. Apalagi ketika dilihatnya tiang utama layar berderak patah dengan suara yang menyeramkan. Pelayaran singkat terasa berhari-hari. Daratan Pulau Dewata sebenarnya sudah terlihat. Namun badai yang berputar-putar tidak karuan arah malah membawa kapal itu kembali ke tengah. Nahkoda kapal tidak bisa berbuat apa-apa saat perahu-perahu kecil diturunkan oleh para datuk silat dan orang-orang berkepandaian tinggi yang menumpang kapalnya. 

Chandra Abimana bersama Siluman Ngarai Raung dan Siluman Lembah Neraka sudah menaiki salah satu perahu kecil. Perahu itu meluncur cepat ke daratan setelah dua kakek siluman itu mengeluarkan kepandaiannya. Chandra Abimana membiarkan saja anak buahnya berusaha keras menurunkan satu perahu, menaikinya lalu berusaha mendayung dengan sia-sia. Sebuah gelombang besar menenggelamkan perahu kecil itu sekejap mata.

Hantu Lautan dan Wida Segara menggunakan satu perahu yang tersisa. Dengan kepandaian yang tidak lumrah manusia, kedua guru murid itu mendayung perahu dengan kekuatan hebat agar tidak ditenggelamkan ombak tinggi atau berputar-putar dihantam angin badai yang makin menggila. Perahu itu meluncur dengan kecepatan tinggi menuju daratan Pulau Dewata yang tampak seperti garis tebal menghitam.

Sisa orang-orang yang berada di atas kapal tidak punya pilihan selain pasrah. Tidak ada lagi perahu penyelamat yang tersisa. Lagipula jika tidak punya kepandaian tinggi seperti orang-orang itu tadi, tidak mungkin bisa mengendalikan perahu kecil di tengah amukan badai seperti ini. Orang-orang itu berusaha berpegangan pada apa saja saat tiang-tiang kapal yang lain hancur diterjang badai. Dalam hitungan tak terlalu lama lagi kapal besar ini akan tenggelam.

Nahkoda kapal lalu teringat sesuatu. Lelaki paruh baya ini tadi melihat seorang gadis penumpangnya turun ke bawah palka sambil memegangi tudung kepalanya dan berjalan terbungkuk-bungkuk. Sempat terlihat sekilas tadi wajah gadis itu pucat pasi. Mungkin mabuk laut atau sedang dilanda kecemasan yang luar biasa. Buru-buru nahkoda pemberani ini merangkak cepat sambil berpegangan pada peti-peti besar. Dia harus memperingatkan gadis penumpangnya itu bahwa kapal akan tenggelam. Terlalu berbahaya berada di dalam jika kapal tenggelam. Meski di atas pun sangat berbahaya. Namun setidaknya mereka masih bisa berusaha mencari benda apa saja untuk mengambang di atas permukaan laut yang sama sekali belum surut amukannya.

Mata Nahkoda itu mencari-cari dengan panik. Lambung kapal nyaris setengahnya dipenuhi air laut. Nahkoda tua itu terbelalak hebat saat melihat apa yang dicarinya sedang berada dalam keadaan yang aneh dan mencengangkan!

Ratri Geni terlihat bersila dan memejamkan mata tanpa mempedulikan keadaan sekitar. Tubuhnya yang langsing mengambang di atas air! Itulah yang membuat si Nahkoda terperanjat hebat. Namun tak urung si Nahkoda berteriak-teriak sekeras mungkin memperingatkan Ratri Geni yang sedang tekun bersamadi.

Telinga tajam Ratri Geni bisa menangkap apa arti teriakan si Nahkoda. Gadis ini membuka mata. Semua tempat sudah berantakan dan porak poranda. Angin terdengar bersiutan makin keras. Kapal ini bahkan sudah sangat miring ke kiri dan tidak mampu membalik badan besarnya ke kanan karena air sudah masuk di semua bagian kapal. Ratri Geni menyahut dan melambaikan tangan pertanda mengerti kepada Nahkoda yang kembali merangkak ke atas dengan susah payah.

Ratri Geni menggerakkan tubuhnya secepat kilat. Tangannya menyambar tubuh si Nahkoda yang nyaris tak mampu lagi menaiki tangga ke atas. Gadis ini berdiri di atas palka dan memandang ngeri. Kapal ini isinya sudah tumpah semua ke lautan. Orang-orang pun tak terlihat lagi.

Ratri Geni buru-buru menghantam peti kayu besar yang masih tersisa. Salah satu pecahan papan kayu yang cukup besar dipergunakannya untuk membaringkan si Nahkoda yang nampak pasrah saja. Gadis itu mengikat tubuh Nahkoda ke papan lebar lalu mendorongnya ke permukaan laut dengan menggunakan tenaga dalam. Papan lebar itu meluncur tenang ke permukaan laut dengan Nahkoda berada di atasnya. Berpegangan erat pada pinggiran papan dan memandang ke arah Ratri Geni yang masih berada di atas kapal dan sekarang malah melakukan tindakan yang sangat aneh.

Gadis itu bersila di ujung haluan kapal yang nantinya akan menjadi bagian kapal terakhir setelah buritan dan badan kapal tenggelam ke dasar laut. Badai yang hebat mendorong gadis itu melakukan sebuah tindakan yang mengejutkan. Mungkin ini saatnya menyempurnakan Samadi Maruta. Samadi itu berlandaskan pada unsur angin dan saat ini keadaan bukan hanya berangin. Namun berbadai hebat.

Papan kayu lebar itu belum terlalu menjauhi kapal sehingga Nahkoda yang berusaha sekuatnya tetap berada di atasnya bisa menyaksikan saat-saat terakhir kapal miliknya tenggelam dengan cepat. Untuk kesekian kalinya mata Nahkoda itu terbelalak hebat! Saat ujung kayu haluan mulai masuk ke dalam lautan yang menggelora, dia bisa melihat dengan jelas betapa gadis penumpangnya itu mengambang di udara! Tadi di permukaan air dan sekarang lebih dahsyat lagi. Mengambang di udara dalam keadaan bersila dan memejamkan mata.

Ratri Geni menyudahi Samadi Marutanya. Hawa yang luar biasa dahsyat mendesak perut dan rongga dadanya. Gadis itu melompat tinggi ke udara dan mendarat dengan manis dan ringan di atas papan yang jauh lebih kecil dibanding papan yang dipergunakan oleh Nahkoda.

Gadis itu duduk dengan tenang di atas papan kayu yang terombang-ambing di permukaan lautan. Hawa sakti yang mendesak-desak tubuhnya itu sudah bisa dikendalikan. Ratri Geni tidak tahu darimana asal hawa sakti yang terasa sangat luar biasa di dalam tubuhnya itu. Dia hanya merasakan bahwa tubuhnya ringan sekali. Tenaganya berkali lipat meningkat. Ratri Geni bersyukur sekali telah berhasil menyempurnakan Samadi Maruta di tengah badai hebat yang perlahan-lahan mereda. 

Gadis itu memandang papan kayu lebar tempat si Nahkoda berada. Hmm. Badai sudah reda. Aku rasa dia pasti sanggup mendayung dan membawa papan kayunya untuk mendarat di Pulau Dewata.

---*******