Terpuruk

"Eh!... "Storm terdunduk lemas setelah mendengar semua dari ibunya jika dirinya hanyalah anak dari seorang penjahat.

"Ayah, ibu, apa dia kakak kita?... "Tanya Alya menunjuk Storm terunduk lesu.

"Tidak dek, dia bukan kakak kita!...

"Dia hanya pengemis jalanan yang meminta belas kasih dari orang yang kaya, "Boy menatap Storm yang terdunduk dengan jijik.

"Benar itu sayang, dia bukan kakak kalian!... "Olivia mengelus kepala kedua anaknya membenarkan perkataan Boy.

"Miris sekali nasibmu bocah!... "Rangga juga tidak peduli dengan kondisi Storm.

"Jadi dia anak penjahat gila, "Kata salah satu orang yang berkerumun saat Olivia menceritakan masa lalunya.

"Bukk, "Orang orang disana melempari Storm dengan batu karena saking bencinya mereka kepada penjahat gila.

"Lebih baik kau temui saja ayahmu itu, "Olivia menyuruh Storm mati saja daripada menganggapnya sebagai anaknya.

Kepala Storm berdarah mulai dari telinga Storm yang mengeluarkan darah, mata Storm yang hancur terkena lemparan batu. Storm tidak merasakan apapun saat tubuhnya mulai kesakitan dilempari orang orang.

"Anak pengemis, "Kata Storm pelan dengan mata yang menahan air matanya tak percaya kenapa ibunya sangat membenci dirinya.

"Sadar diri itu lebih baik bocah, "Timpal Rangga yang mendengar perkataan Storm tadi.

"Ayo sayang kita tinggalkan saja orang gila itu!... "Ajak Olivia pada dua anaknya dan suaminya.

"Iya sayang, "Rangga menyetujuinya lalu mereka pergi dari sana meninggalkan Storm yang masih dilempari batu.

"Apa aku bisa ikut bermain?... "Storm kecil mendekati anak anak seumurannya ingin ikut bermain karena tidak punya teman sama sekali.

"Tinggalkan saja pengemis ini, "Anak anak tadi yang bermain meninggalkan Storm karena anak anak itu berasal dari keluarga yang kaya tapi sering bermain dipinggir jalan.

"Huh!... "Storm kecil mentap mereka semua meninggalkan dirinya sendirian.

Hujan mulai turun membasahi bumi orang orang yang melempari batu tadi kembali pulang setelah puas melihat Storm yang terluka. Untuk pertama kalinya Storm menteskan air matanya setelah bertahun tahun tidak pernah menangis sakalipun.

"Tikk!... "Tikk!... "Hujan mulai membasahi tubuh Storm yang tertunduk lesu dijalanan yang sepi.

"Haha..haha..haha, "Storm berdiri dengan perlahan lahan sambil tertawa terbahak bahak mentertawakann dirinya sendiri.

Mata yang hancur terkena lemparan batu tadi langsung berenegerasi dengan cepat serta semua luka ditubuhnya. Storm melihat keatas langit yang hujan deras sambil berliang air matanya.

"Sehina inikah aku, Ucap Storm yang dibasahi air hujan yang deras.

Malam turun hujan angin bertiup kencang serta petir menyambar nyambar itulah yang dilihat Lucy dari balik jendela. Lucy menatap rintikan air hujan yang berjatuhan kebumi sambil mengingat kebersamaannya dengan Storm. Meski sifat Storm yang membuat Lucy kesal tapi saat bersamanya terasa sangat nyaman.

"Kau lagi apa Storm?... "Lucy termenung menindih dagunya dijendela melihat rintikan air hujan.

"Kak Storm, "Dari kejauhan Jessica mencari Storm dengan payung yang dipegangnya dan berlari mendekati Storm yang terdiam.

"Kak Storm kenapa?... "Jessica bertanya pada Storm yang tertunduk lemas dengan basah kuyup.

"Tidak apa, "Jawab Storm dengan pelan.

"Ayo pulang kak, "Ditengah hujan yang deras Jessica mengajak Storm pulang.

"Iya, "Storm menjawabnya dengan singkat.

Storm berjalan sempoyongan seperti orang mabuk karena tadi dia dilempari banyak batu dengan keras kearahnya. Setibanya dirumah Storm langsung pergi meninggalkan Jessica sendiran kekamarnya.

"Kak Storm kenapa ya?... "Jessica melihat kakaknya seperti orang yang tidak punya semangat hidup lagi.

Tak mau mengganggunya Jessica menutup pintu rumah lalu meletakkan payung yang dibawanya tadi. Lalu berjalan kekamarnya karena sudah terbiasa sendirian ditinggalkan Storm pergi kerja pikirnya.

"Huh, aku akan melindunginya!... "Storm berjanji dalam dirinya akan menjaga Jessica karena dirinya hanya Jessica yang dia punya.

"Tuan, izinkan saya memanggil seluruh monster didunia ini!...

"Untuk menghancurkan kota Nirvana ini, "Karl yang tak terima tuannya disakiti karena saat Storm dilempari batu tadi Karl menahan amarahnya dan sekarang Karl menawarkan dirinya untuk menghancurkan kota ini.

"Tidak perlu!... "Balas Storm tidak ingin menjadi orang yang jahat.

"Baiklah jika itu mau tuan!...

"Tapi apa tuan membenci ayah tuan sendiri?... "Tanya Karl pada Storm.

"Aku tidak membenci siapa pun!...

"Aku hanya benci diriku sendiri!... "Storm menjawabnya sambil berbaring dikasur.

"Kalau begitu saya permisi!...

"Jika butuh bantuan panggil saja saya, "Karl menghilang setelah mengatkan itu.

Storm yang berbaring dikasur setelah mengganti pakaiannya yang basah tadi mengingat kejadian tadi. Tak mau larut dalam kesedihan Storm memilih tidur saja melupakan kejadian tadi dan menganggapnya mimpi saja.