Saat jam pelajaran berlangsung semua murid tampak fokus memahami tema materi hari ini, Terutama membahas soal matematika.
Kelas XI D merupakan kelas paling berprestasi dari semua kelas lainnya. Kelas XI D memuncaki kelas nilai tertinggi di sekolah elite SMA Lyvona Galaktive ini, tentu Reims menjadi murid andalan atas prestasi yang diraih oleh nama baik kelas XI D.
Meski begitu, semua teman sekelas Reims tidak senang atas pencapaiannya itu. Mereka merasa disingkirkan oleh perhatian guru guru lain disekolah ini.
Menjadikan Reims menjadi murid yang memiliki banyak sekali haters atas pencapaian yang diraihnya.
"Reims, silahkan tulis dipapan tulis! Terangkan secara detail pada teman teman sekelasmu!"
Sang guru menunjuk Reims maju kedepan, dia adalah murid yang bisa diandalkan dari semua murid lainnya.
Tak heran wanita muda yang berprofesi sebagai guru itu, menjadi Reims teladan bagi murid lain untuk giat menjadi jenius mengharumkan nama sekolah Lyvona Galactive.
"Tentu!"
Sahut Reims singkat tanpa basa basi segera maju kedepan.
Dengan mudah Reims menulis mulai dari rumus rumus terutama lambang angka yang sulit dipahami, lalu Reims menjawabnya dengan soal sebagai contoh cara pengerjaannya. Reims tanpa kesulitan menjawab soal matematika yang sudah dia pahami.
Berbeda dengan teman sekelas yang melihat kearah depan sana, Terutama murid wanita tampak geram menatap murid bernama Reims itu.
"Bahkan kecerdasan kita pun tidak dapat menandingi nya?"
Jelas saja semua murid wanita seperti air yang mendidih, bagaimana tidak mereka yang biasanya lebih pintar dari kelas lain.
Kali ini tidak dapat menandingi kecerdasan dari Reims, apalagi Reims mengerjakan soal matematika yang sulit tanpa harus berfikir panjang.
Mereka mentok berada dibawah bayang bayang Reims, murid laki laki penyendiri yang selalu menempati peringkat pertama disetiap bidang kelas.
"Dia pintar mencari muka, dasar licik!"
Umpat Volyager duduk dikursinya menatap tajam kearah Reims yang sibuk menjelaskan tentang materi hari ini.
Begitupun teman sekelas lainnya, mereka geram atas tingkah Reims yang seperti mencari perhatian didepan banyak guru.
Namun ada juga teman sekelas lainnya bangga memiliki teman kelas secerdas Reims itu, Apalagi karena Reims kelas XI D menjadi kelas berbakat dari kelas lainnya.
"Luar biasa, kita memiliki teman sejenius Reims!" Ucap salah satu teman akrab Reims, bernama Edward Tennidezron.
Meski Edward tidak secerdas Reims, tetapi dikarenakan tubuhnya yang besar dan gagah. Edward sering menjadi langganan juara olahraga keras seperti permainan basket.
"Kamu benar Edward, Reims teman kita yang dapat diandalkan!"
Tambah seorang murid berbadan kurus dengan wajah cukup tampan, Nano Jvoices murid yang terampil dalam hal melukis.
Karya seni Nano bahkan diakui oleh situs peradaban kuno dunia, V.T.H.A. Organisasi situs yang meneliti tentang peradaban kuno termasuk lukisan lukisan yang memukau.
Nano memang tidak sejenius Reims, tetapi Nano adalah murid dalam imajinasi yang tak terbatas. Sama seperti Reims, Nano sudah memiliki anggota organisasinya sendiri.
Mereka bertiga sering disebut tiga teman akrab yang tidak bisa dipisahkan, dan dijuluki R.EN. atau Ren (Reims, Edward, dan Nano).
Ketiga murid inilah yang sering menjadikan kelas XI D begitu berprestasi dibeda bidangnya, karena di isi oleh tiga teman berbakat dalam satu kelas.
Jam istirahat sudah terdengar, semua murid bergegas menuju kantin menyejukkan pikiran setelah melewati jam pelajaran yang panjang.
"Reims, kamu memang cerdas sampai membuat aku kesulitan memahami materi hari ini!"
Edward bersama dua temannya tetap dikelas berbincang bersama mereka.
"Mungkin pelajaran olahraga kau mendapatkan nilai tertinggi, kau pasti akan mengalahkanku dibidang olahraga Edward!"
Reims menggelengkan kepalanya, Reims tidak ingin dipuji. Dia memanglah murid yang berbakat dalam hal kecerdasan, tapi tidak dengan fisik dalam bidang olahraga.
Reims tak sekuat Edward yang sangat lincah dan terampil dalam olahraga basket, Reims mengakui dirinya sendiri dia kesulitan bersaing dalam hal olahraga.
"Hahaha, kau pasti akan menyerah terlebih dulu jika kita bertanding?"
Edward tersenyum getir mendengar pujian dari Reims, ternyata Reims tak cuma jenius tetapi manipulatif.
Edward yakin sekali jika Reims tidak bisa bersaing dalam hal fisik, maka dia pastinya memiliki seribu cara licik melumpuhkan musuhnya.
Edward harus berhati hati dengan setiap kata dari Reims, bisa saja itu adalah jebakan yang membuat siapapun memasuki perangkapnya.
"Oh ya Reims, sepertinya aku meminta bantuanmu mencari tahu salah satu lukisan yang berada di gedung V.T.H.A!"
"Apa kamu bisa membantu kami memecahkan kode dari lukisan yang sulit kami pecahkan?". Nano yang berada diseberang mereka, meminta Reims membantu rekan rekannya yang kesulitan memecahkan misteri dari sebuah lukisan kuno.
Reims dengan senang hati membantu Nano, bagaimanapun mereka adalah teman yang saling membantu saat sedang kesulitan maupun senang bersama.
Reims akan menggunakan semampu logikanya membantu salah satu sahabat yang sudah seperti saudara baginya.
"Tentu Nano, aku akan membantumu!"
Nano menghela nafas dengan lega, Reims mau membantunya padahal sudah hampir sepuluh bulan lamanya dia dan rekannya kesulitan memecahkan kode dari lukisan yang dimaksud olehnya.
"Terima kasih Reims, kamu memang baik hati!"
Nano bersyukur memiliki teman sebaik Reims, walau Nano sangat ahli dalam melukis namun Nano tidak mengerti dari makna lukisannnya sendiri.
Tentu teman berharganya itu menjadi andalan baginya, jika menemukan kesulitan yang sulit dipahami diluar logikanya.