Rumor tentang Xie Qingcheng dan He Yu di perjamuan pernikahan keluarga Wei terus menyebar.
Tidak ada yang berani membicarakannya secara terbuka, tetapi di balik layar, semua orang membahasnya.
Akhirnya, rahasia itu sampai ke telinga Xie Xue. Setelah rasa terkejut dan marah awalnya mereda, ia tenggelam dalam kekhawatiran yang mendalam.
Ia tidak percaya bahwa insiden itu hanyalah kasus keracunan biasa. Bagaimanapun, reaksi He Yu dan kakaknya setelah kejadian tersebut tidak menunjukkan bahwa itu hanya kecelakaan sederhana. Bagi Xie Xue, setelah ia menenangkan diri, yang paling mengkhawatirkannya adalah kondisi emosional kakaknya saat ini.
Karena semua orang telah merahasiakan hal itu darinya, ia tidak tahu bahwa kejadian seperti itu telah menimpa Xie Qingcheng. Baru sekarang, saat melihat kembali, ia mulai memahami alasan mengapa Xie Qingcheng tampak lebih murung dan pendiam dari biasanya pada waktu itu.
Ia ingin bertanya langsung kepada Xie Qingcheng mengenai kejadian sebenarnya, tetapi ia tidak berani melakukannya. Akhirnya, ia hanya bisa mencurahkan perasaannya kepada Wei Dongheng.
"Aku sudah bilang padamu saat itu bahwa orang yang kulihat di hotel adalah He Yu dan kakakku, tetapi kau bilang bukan... kalau tidak, aku pasti sudah..."
Di tengah kalimat, ia menggigit bibirnya dan tidak bisa melanjutkan.
Ia tahu bahwa meskipun ia sangat yakin bahwa orang yang dilihatnya adalah He Yu dan Xie Qingcheng, ia tetap tidak akan memiliki keberanian untuk mengejar mereka dan bertanya lebih lanjut.
Sekarang, ia merasa gelisah. Semakin ia memikirkannya, semakin banyak petunjuk yang mulai muncul di benaknya:
Suatu kali, ia pernah melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana He Yu dan kakaknya keluar dari ruang kelas kosong.
Saat festival musim semi, ketika ia pulang, ia melihat He Yu dan kakaknya berdiri di dalam kamar, pakaian mereka berantakan, lampu mati, dan vas bunga pecah di lantai.
Ketika ia melihat mereka naik taksi, He Yu dengan alami melingkarkan lengannya di pinggang Xie Qingcheng...
Di tengah teriknya hari itu, tangan dan kaki Xie Xue terasa dingin saat semakin banyak pemikiran memenuhi kepalanya.
"Apakah mungkin mereka sudah bersama selama ini?"
Xie Xue diliputi kegelisahan hingga ia sulit tidur selama beberapa malam. Ia terus memikirkan berbagai kemungkinan, semakin lama semakin tak tertahankan. Akhirnya, ia memutuskan untuk menemui kakaknya dan menanyakannya secara langsung.
♛┈⛧┈┈•༶✧༺♥༻✧༶•┈┈⛧┈♛
Pada saat itu, liburan musim panas telah tiba, dan Xie Qingcheng tidak lagi tinggal di asrama staf universitas, melainkan beristirahat di rumahnya.
Xie Xue muncul dengan ragu di ambang pintu rumahnya di Gang Moyu, membawa sekeranjang buah yang dapat membantu meredakan kesehatannya. Ia berjinjit untuk melihat ke dalam jendela dan mendapati bahwa Xie Qingcheng tidak ada di rumah saat itu.
"Xiao Xue?"
Xie Xue menoleh ke belakang, dan saat melihat Li Miaoqing keluar dari rumah sebelah, ia segera bertanya, "Bibi Li, di mana kakakku?"
"Aku tidak tahu, mungkin dia pergi keluar untuk suatu urusan," Li Miaoqing meletakkan pakaian yang hendak dijemurnya bersama dengan sebuah wadah plastik di bangku batu di sampingnya, lalu mengusap tangannya yang basah pada celemeknya. Ia memperhatikan wajah Xie Xue yang tampak pucat dan berkata dengan cemas, "Kemarilah, Xiao Xue."
Ia menggenggam tangan Xie Xue dan bertanya, "Mengapa kau terlihat begitu lesu? Lihat lingkaran hitam di bawah matamu, apakah ada sesuatu yang terjadi padamu?"
Xie Xue telah menahan beban perasaannya terlalu lama. Mendengar pertanyaan itu, ia tanpa sadar mulai menangis. "Bibi Li, ini... ini tentang kakakku..." Namun, kalimatnya terhenti di tengah jalan.
Meskipun Bibi Li juga menghadiri pesta pernikahan, ia selalu berada di sampingnya untuk membantu, dan gosip mengenai Xie Qingcheng dan He Yu hanya beredar di kalangan atas. Saat ini, rumor itu hanya beredar di antara mereka, sehingga kemungkinan besar Bibi Li tidak mengetahuinya.
Xie Xue akhirnya memilih untuk menahan diri dan tidak melanjutkan perkataannya. Namun, siapa sangka Bibi Li ternyata sudah menangkap maksudnya. Melihat kondisi emosional Xie Xue saat itu, Bibi Li bertanya dengan suara bergetar, "Jadi... kau juga sudah mengetahuinya? Tentang He Yu..."
Mata Xie Xue membelalak. Kedua perempuan itu saling memandang dalam waktu yang lama tanpa mengucapkan kata-kata lebih lanjut. Namun, dalam tatapan satu sama lain, mereka telah menemukan jawabannya.
Tiba-tiba, Xie Xue melemparkan dirinya ke dalam pelukan Bibi Li dan akhirnya menangis tersedu-sedu.
"..."
"...Jadi, begitulah kenyataannya."
Setelah Li Miaoqing selesai menceritakan kepada Xie Xue bagaimana ia mengetahui rahasia antara He Yu dan Xie Qingcheng, Xie Xue terus menghapus air matanya. Namun, dibandingkan dengan kesedihan dan kebingungan yang ia rasakan saat tiba, kini ia justru merasa sangat marah...
Bagaimanapun juga, dari apa yang telah dilihat dan didengar oleh Li Miaoqing sebelumnya, ia yakin bahwa He Yu adalah pria brengsek dan penipu yang telah meninggalkan Xie Qingcheng. Namun, setelah meninggalkannya, ia merasa menyesal dan kembali untuk mencoba merebutnya kembali, menyebabkan Xie Qingcheng jatuh dalam kesedihan dan menjadi semakin pendiam.
Li Miaoqing menceritakan hal ini kepada Xie Xue, yang kemudian mencoba menyusun kembali kepingan-kepingan kejadian, dan semakin lama ia memikirkannya, semakin marah ia dibuatnya...
Bahwa He Yu telah melakukan kekerasan psikologis terhadap kakaknya—memanipulasinya dengan memberikan sedikit kasih sayang setelah menyakitinya. He Yu pasti telah menggoda dan mempermainkan Xie Qingcheng sebelum akhirnya melukainya dengan sangat dalam. Setelah melukainya, ia kemudian merayunya kembali dengan kata-kata manis, yang akhirnya berujung pada insiden di Paviliun Xuan. Dan sekarang, putra tertua keluarga He itu pasti merasa malu hingga akhirnya membuang Xie Qingcheng begitu saja, meninggalkan kakaknya dalam penderitaan—bukan hanya karena telah diperdaya dan ditinggalkan oleh seorang anak muda, tetapi juga karena reputasinya yang kini telah hancur.
Xie Xue begitu marah hingga ia menggertakkan giginya dengan penuh amarah. "Bajingan itu... berani-beraninya dia mempermainkan kakakku? Tidak bisa dibiarkan... Aku harus menemuinya!"
Bibi Li lebih rasional dan buru-buru berkata, "Jangan biarkan kakakmu tahu! Dia sangat menjaga harga dirinya. Jika dia tahu bahwa kita berdua juga sudah mengetahuinya, dia akan merasa semakin terpuruk."
"Jangan khawatir, aku hanya ingin menemui He Yu untuk menanyakan, jenis kebutaan macam apa yang menutupi hatinya hingga bisa melakukan ini!"
Xie Xue berbicara dengan ringan, tetapi sekarang hubungannya dengan He Yu bukan hanya sekadar seorang guru terhadap mantan muridnya.
Secara sosial, ia adalah istri dari anak ketiga keluarga Wei. Meskipun ia tidak terlalu peduli dengan status, dan Wei Dongheng juga tidak pernah membanggakan kedudukan keluarganya, tetap saja, saat ia masuk dan keluar dari toko-toko, orang-orang kerap memanggilnya 'Nyonya Wei'.
Ia ingin mencari He Yu, dan tidak peduli apa pun statusnya, cukup dengan berdiri di hadapannya, itu sudah cukup baginya.
Namun, ia tidak menyangka bahwa He Yu tidak menjawab teleponnya.
Ia meneleponnya sebanyak tujuh belas atau delapan belas kali, dan akhirnya, He Yu mematikan ponselnya.
"Sialan! Sampah!" Xie Xue dengan marah membanting ponselnya, lalu memanggil taksi, memberikan alamat Kediaman Keluarga He, dan taksi itu segera membawanya pergi.
♛┈⛧┈┈•༶✧༺♥༻✧༶•┈┈⛧┈♛
Sesampainya di pintu masuk vila keluarga He, ia disambut oleh seorang kepala pelayan yang berjalan dengan gugup ke arah pintu.
Kepala pelayan itu dulu tidak terlalu menganggap serius gadis kecil Xie, tetapi sekarang ia dengan hormat memanggilnya 'Nyonya Wei.'
"Aku ingin bertemu He Yu," kata Xie Xue dengan marah. "Tolong beri tahu dia dan minta izin agar aku bisa masuk."
Kepala pelayan itu tidak berani menunda dan segera masuk ke dalam rumah.
Namun, beberapa saat kemudian, ia kembali dengan tubuh gemetar, wajahnya penuh kegelisahan, seolah-olah ada sesuatu yang ingin disembunyikan.
"Nyonya Wei," kepala pelayan itu berkata dengan gugup, "Tuan Muda He... yah, kesehatannya sedang tidak baik, jadi dia benar-benar tidak bisa menerima tamu hari ini. Apakah Anda bersedia menjadwalkan ulang kunjungan ini di lain hari?"
Betapapun marahnya Xie Xue, itu bukan alasan untuk masuk ke rumah orang lain tanpa izin.
Ia menatap dengan kesal ke arah bangunan utama yang terang benderang di kejauhan, dan setelah beberapa saat, ia menyadari bahwa ada beberapa dokter yang keluar masuk di sana.
Salah satu dari mereka tampak...
Ia membeku sejenak, menggosok matanya, tetapi sosok yang entah mengapa tampak familiar itu menghilang saat berbelok di sudut.
Orang itu seharusnya bukan dokter... Mungkin ia hanya berhalusinasi.
Xie Xue bertanya dengan marah kepada kepala pelayan, "Kenapa tiba-tiba dia jatuh sakit?"
Kepala pelayan itu hanya tersenyum canggung, dengan ekspresi tak berdaya yang membuatnya sulit untuk terus bertanya.
Xie Xue bukan tipe orang yang akan semena-mena terhadap pelayan hanya karena memiliki status. Melihat kepala pelayan itu benar-benar merasa serba salah, ia berhenti bertanya dan kembali mengalihkan pandangannya ke bangunan utama.
Saat itu, ia melihat pemuda itu berdiri di depan jendela besar yang menjulang dari lantai hingga langit-langit di lantai tiga.
"He Yu..."
He Yu sedang berbicara dengan seorang perawat, tetapi karena jaraknya cukup jauh, Xie Xue tidak bisa melihat dengan jelas ekspresi di wajahnya. Yang bisa ia lihat hanyalah He Yu yang menyilangkan kedua tangannya dalam posisi yang sepenuhnya defensif, sementara perawat itu menundukkan kepala, seolah sedang meminta maaf padanya.
Akhirnya, He Yu mengalihkan pandangannya dari perawat tersebut dan melihat ke arah Xie Xue, yang berdiri di depan pintu vila.
Sejenak, suasana menjadi hening.
Tiba-tiba, He Yu mengangkat tangannya dan menutup tirai.
Xie Xue sangat marah, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga ia hanya bisa pergi dengan penuh kemarahan. Sepanjang perjalanan, semakin ia memikirkan semuanya, semakin ia merasa sedih.
Ia tidak tahu bagaimana mungkin kakaknya—seseorang dengan hati yang begitu murni dan tanpa ambisi duniawi—bisa tertipu oleh bocah buas seperti He Yu, hingga akhirnya ditindas sampai menjadi sosok yang tak lagi manusiawi, hampir seperti hantu.
Kakaknya tidak pernah bersikap buruk terhadap He Yu. Selama bertahun-tahun, ia selalu peduli dan merawatnya. Dari sudut pandang Xie Xue, perhatian itu bahkan jauh melebihi perhatian yang biasanya diberikan kakaknya kepada pasien-pasien lain.
Namun, meskipun He Yu tahu bahwa Xie Qingcheng pernah mengalami pernikahan yang menyedihkan dan telah menjalani kehidupan yang sepi dan dingin selama bertahun-tahun, ia tetap ingin mengejarnya dan menghancurkannya, melakukan hal-hal yang bahkan lebih kejam daripada pengkhianatan Li Ruoqiu.
Apa yang sebenarnya kakaknya utang padanya?
Bagaimana bisa dia tega melakukan ini?
Xie Xue benar-benar ingin kembali ke Gang Moyu untuk menemani Xie Qingcheng, berbicara dengannya, dan menghiburnya. Namun, ia juga tahu bahwa cara yang dikatakan oleh Bibi Li adalah cara yang benar.
Xie Qingcheng bukanlah seseorang yang suka mengungkapkan isi hatinya. Ia terbiasa menahan semuanya dan diam-diam menghadapi masalahnya seorang diri, hanya ditemani sebatang rokok.
Ia tidak suka jika ada orang yang menyentuh lukanya, meskipun niat mereka adalah untuk menyembuhkannya.
Menyadari hal ini, Xie Xue mengeluarkan sebungkus tisu dari tas kecilnya, menyeka air mata di matanya, dan hendak menyimpan kembali sisanya, ketika tiba-tiba ponselnya berdering.
"Halo... Ge?"
Telepon itu berasal dari Xie Qingcheng, dan Xie Xue berusaha menjaga suaranya tetap tenang agar tidak terdengar ada yang aneh.
"Kau datang ke Gang Moyu sore ini?"
"Ya, ya, bagaimana kau tahu?"
"... kau meninggalkan buah di depan pintu."
Xie Xue diam-diam menepuk wajahnya sendiri dengan keras. Otaknya benar-benar lamban!
"Di mana kau sekarang?" Suara Xie Qingcheng terdengar setenang air yang membeku, tanpa gelombang sedikit pun.
Xie Xue menjawab, "Aku... karena tidak menemukanmu di sana, aku pergi ke mall terdekat untuk berbelanja..."
Xie Qingcheng berkata kepadanya, "Jangan membeli barang yang tidak perlu." Setelah jeda sejenak, dia menambahkan, "Apakah kau akan kembali untuk makan malam atau langsung pulang?"
"Aku akan kembali..." suara Xie Xue tercekat.
Dulu, ketika kakaknya bertanya apakah dia akan pulang, yang dimaksud adalah rumah mereka di Gang Moyu, tempat yang dulu milik mereka berdua. Tapi sekarang, ketika dia menanyakan hal itu, yang dimaksud adalah rumah barunya—rumah yang kini milik dia dan Wei Dongheng.
Sekarang Xie Xue sudah memiliki keluarga, sementara Xie Qingcheng sendirian di rumah mereka di Gang Moyu.
Xie Xue menggenggam saputangannya erat-erat, sementara bayangan wajahnya yang berlinang air mata perlahan menghilang di jendela taksi.
"Halo?" Suara Xie Qingcheng masih terdengar tenang dan dalam, dengan sedikit nada kebingungan. "Kenapa kau diam?"
Xie Xue menahan isakan, tenggorokannya terasa pahit dan gemetar.
Dia berkata, "... tidak ada apa-apa, hanya firasat buruk."
Lalu dia menambahkan, "Aku akan kembali, Ge. Aku akan pulang ke rumah kita untuk makan malam."
"Oh... jadi kapan kau akan tiba?" Suara Xie Qingcheng tetap tenang, jenis ketenangan yang mampu menyembunyikan semua emosi dengan sempurna, tetapi pada saat ini justru membuat hati Xie Xue terasa sakit.
"Dalam setengah jam," kata Xie Xue pelan.
"Baik."
Sebelum Xie Qingcheng menutup telepon, Xie Xue memanggilnya lagi, "Ge."
"Hm? Ada apa?"
Dengan air mata masih di wajahnya, Xie Xue tersenyum malu, "Aku... aku ingin makan nasi goreng Yangzhou buatanmu. Kau tidak perlu memasak banyak, cukup buatkan aku semangkuk nasi goreng Yangzhou, ya?"
Xie Qingcheng telah membesarkan Xie Xue sejak kecil hingga dewasa dan sangat tahu bagaimana merawat seseorang.
♛┈⛧┈┈•༶✧༺♥༻✧༶•┈┈⛧┈♛
Ketika Xie Xue tiba di rumah dan mendorong pintu, ia melihat Xie Qingcheng baru saja selesai memasak nasi goreng Yangzhou tanpa kacang polong dan meletakkannya di atas meja kecil. Selain itu, sup dalam panci listrik juga sudah matang. Saat melihat Xie Xue datang, ia mengangguk sebagai sapaan, lalu berbalik untuk menuangkan sup ke dalam mangkuk.
Begitu ia membuka tutup panci, aroma harum langsung menyebar ke seluruh ruangan.
Xie Xue bahkan tidak perlu melihat untuk tahu bahwa itu adalah sup tomat dengan daging sapi. Sejak kecil, Xie Qingcheng tidak memiliki banyak uang, tetapi dua kali seminggu ia akan memasak sup daging sapi perlahan dengan daging terbaik yang bisa ia beli, lalu memberikan semua dagingnya kepada Xie Xue, sementara ia sendiri hanya meminum kuah tomat dan memakan beberapa potong kentang dalam sup.
Xie Xue menatap sosoknya yang masih tinggi, tetapi kurus, dan hatinya terasa sakit. Ia melangkah dua atau tiga langkah mendekat dan berdiri di belakangnya, lalu mengulurkan tangan untuk memeluknya.
Xie Qingcheng sedikit terkejut, meletakkan sendoknya, lalu berbalik untuk melihatnya. "Ada apa? Apakah seseorang mengganggumu?"
Xie Xue menggeleng dalam pelukannya dan berbisik, "Aku hanya ingin memelukmu."
"..."
Tubuh Xie Qingcheng memiliki aroma samar tembakau, disinfektan, dan bahkan sedikit bau pahit obat. Itu bukan aroma yang terlalu menyenangkan, terlalu dingin, tetapi bagi Xie Xue, baunya terasa begitu nyaman.
Ketika pengantin baru itu kembali ke rumah lamanya, beberapa perilaku nostalgik muncul.
Karena itu, Xie Qingcheng tidak terlalu memikirkannya, hanya menghela napas dan terbatuk pelan, membiarkan Xie Xue memeluknya untuk beberapa saat, lalu berkata, "Lepaskan, nanti nasinya dingin."
Kedua saudara itu duduk di meja makan.
Sebenarnya, Xie Qingcheng merasa tidak berdaya. Sekarang Xie Xue sedang hamil, ia sama sekali tidak bisa merokok di depannya, dan perasaan hampa serta kehancuran semakin terasa.
Namun, ia tetap tampak menarik dan menawan. Karena seperti biasa, kerah bajunya tidak dikancingkan sepenuhnya—tiga kancing dibiarkan terbuka, memperlihatkan tulang selangka yang indah serta sedikit bagian dadanya yang seputih giok.
Saat makan, ia hampir tidak menatap Xie Xue. Ia begitu gelisah hingga jarinya secara tidak sadar mengetuk meja—gerakan yang biasa ia lakukan saat menjentikkan abu rokok. Terlihat jelas bahwa ia sedang berusaha menahan diri.
Xie Xue berbisik, "Ge, kau juga harus makan lebih banyak."
Ia lalu meletakkan beberapa potong daging dari supnya ke dalam mangkuk Xie Qingcheng.
"Kau sudah kurus."
Xie Qingcheng ingin memintanya mengambil kembali daging itu, tetapi tiba-tiba menyadari bahwa Xie Xue bukan lagi gadis kecil yang dulu selalu menantikan hidangan enak setiap minggu. Maka, ia menurunkan sumpit yang hendak ia gerakkan lagi, memejamkan mata, dan akhirnya menatap wajah Xie Xue, bersedia berbincang sejenak dengan adiknya mengenai kehidupan rumah tangganya setelah menikah.
Namun, hanya dengan satu tatapan itu, Xie Qingcheng tertegun. Tangannya serta kakinya langsung terasa dingin.
Di daun telinga Xie Xue tergantung sepasang anting baru.
Sebuah salib berbentuk tulang, terbuat dari emas murni, dengan cincin di tengah yang bertatahkan berlian berwarna merah darah, serta tiga huruf di sekelilingnya: R.I.P.
Sebelum kedua orang tua mereka meninggal, mereka baru saja pergi ke sebuah klub di Yanzhou untuk menemui seseorang yang misterius... Dan inilah anting yang ditinggalkan oleh orang misterius itu!
Itu benar-benar sama!
Xie Qingcheng tiba-tiba berdiri dan berkata, "Xie Xue, dari mana kau mendapatkan anting itu?"
Seharusnya ia tahu. Tahun ketika orang tua mereka meninggal, Xie Qingcheng pergi ke Yanzhou untuk menyelidikinya sendiri. Saat itu, seorang pelayan di klub mengiriminya foto anting yang hilang—sebuah salib bertuliskan R.I.P.—dan mengatakan bahwa setelah kedua orang tuanya bertemu dengan seseorang yang misterius di dalam klub, ia masuk ke kabin untuk membersihkan dan menemukan anting itu.
Pada masa itu, ponsel yang digunakan kebanyakan adalah Nokia, dan gambar diterima melalui MMS dengan kecepatan unduhan yang lambat seperti siput.
Hingga hari ini, ia masih mengingat dengan jelas bagaimana gambar itu perlahan terbuka, memperlihatkan anting misterius tersebut.
Pelayan itu telah setuju untuk bertemu dengannya di sebuah restoran hotpot. Awalnya, ia berniat memberikan anting itu, tetapi siapa sangka restoran hotpot tersebut justru terbakar? Pelayan itu meninggal, Xie Qingcheng tertabrak mobil, dan ponsel Nokia miliknya—yang menyimpan foto itu—dirampas.
Selama sembilan belas tahun berikutnya, ia hanya melihat salib emas aneh itu dalam mimpinya.
Tulisan R.I.P. pada anting itu terasa seperti ironi yang mendalam, mengejeknya dalam mimpi buruknya...
'Beristirahatlah dalam damai, Xie Qingcheng. Jangan menyelidiki lagi.'
Hidup manusia begitu rapuh. Kematian selalu mengintai di belakang, selama orang yang berada di balik semua ini menginginkannya.
Namun kini, anting itu keluar dari mimpinya dan muncul tepat di hadapannya, di saat yang sama sekali tak terduga, bergoyang di daun telinga adiknya yang baru menikah.
Darah dan tulangnya terasa membeku saat ia menatapnya. Dengan suara bergetar, ia mengulang pertanyaannya, "Dari mana kau mendapatkan itu?"
Xie Xue terkejut, lalu mulai meraba telinganya. "Ini? Ibu mertuaku yang memasangkannya padaku."