Bagian 6 Proposal Diterima

Pagi itu di SMK Kewirausahaan dan Manajemen Terpadu, suasana terasa lebih sibuk dari biasanya. Aldo, Rizal, dan Bayu datang lebih awal dari biasanya. Hari ini adalah hari penting bagi mereka karena mereka harus mengajukan proposal proyek Green Sip Café kepada dewan sekolah. Aldo, sebagai ketua kelompok, tampak sedikit tegang, sementara Rizal dan Bayu berusaha menenangkan diri dengan mengobrol ringan.

"Relax, Do. Kita udah kerja keras buat proposal ini. Gak mungkin mereka gak suka," kata Rizal sambil menepuk pundak Aldo.

Aldo mengangguk, mencoba tersenyum. "Iya, aku tau, cuma tetep aja deg-degan. Ini pertama kalinya kita presentasiin ide kayak gini di depan banyak orang."

Bayu menimpali, "Santai aja, Do. Kita udah siapin semua detailnya. Tinggal jelasin aja kayak biasa. Pasti mereka bakal terkesan sama konsep kita."

Beberapa saat kemudian, mereka bertiga berjalan menuju aula kecil di lantai dua, tempat semua kelompok akan mempresentasikan proposal proyek mereka. Suasana di dalam aula sudah terasa tegang dan aula sudah penuh dengan siswa-siswi lain yang juga akan mengajukan proposal proyek mereka. Ada yang terlihat sibuk menyiapkan slide presentasi, ada yang tampak serius membaca catatan, dan ada juga yang berbincang santai dengan anggota kelompoknya.

Tak lama kemudian, Bu Mira, guru kewirausahaan sekaligus pembimbing proyek, masuk ke dalam aula ditemani dengan 2 orang guru yang lain. Yang pertama adalah Pak Umar, beliau adalah Wakasek bagian kesiswaan. Dan yang kedua adalah Bu Sofie, Yang merupakan guru mata pelajaran bisnis dan manajemen. "Selamat pagi, anak-anak. Hari ini kita akan mendengarkan presentasi dari setiap kelompok tentang proyek yang akan kalian kerjakan untuk ulang tahun sekolah. Saya sangat antusias melihat ide-ide kreatif kalian. Jadi, mari kita mulai!"

Kelompok Aldo dipanggil setelah beberapa kelompok lain, termasuk kelompok Romana. Romana dan teman-temannya baru saja selesai mempresentasikan proyek mereka, sebuah aplikasi digital untuk bisnis yang inovatif dan telah mendapat tepuk tangan dari seluruh siswa dan guru. Romana, dengan senyum puas di wajahnya, kembali ke tempat duduknya sambil melirik ke arah Aldo.

Ketika kelompok Aldo dipanggil, mereka bertiga berdiri di depan aula dengan laptop dan proyektor siap di depan mereka. Aldo mengambil nafas dalam-dalam dan memulai presentasi.

"Selamat pagi, Ibu Mira, Pak Umar, Ibu Sofie, dan teman-teman Yang lain. Kami dari kelompok Green Sip Café ingin memperkenalkan konsep kafe ramah lingkungan untuk bazar ulang tahun sekolah kita. Tujuan kami adalah menciptakan pengalaman kuliner yang tidak hanya lezat tetapi juga berkelanjutan, dengan menggunakan bahan-bahan organik lokal dan dekorasi yang terbuat dari barang-barang daur ulang."

Rizal melanjutkan dengan mempresentasikan strategi pemasaran yang telah mereka rancang, "Kami akan memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan kafe kami, serta mengadakan mini games dan kuis tentang lingkungan untuk menarik perhatian pengunjung."

Bayu menutup presentasi dengan penjelasan tentang dekorasi booth, "Kami akan membuat booth dari bahan-bahan daur ulang seperti bambu dan kayu palet. Kami ingin booth kami tidak hanya fungsional tapi juga menjadi inspirasi bagi semua pengunjung tentang pentingnya daur ulang."

Setelah presentasi mereka selesai, Bu Mira mengajukan pertanyaan. "Bagaimana kalian memastikan bahwa konsep ramah lingkungan ini bisa diaplikasikan dengan efektif tanpa menimbulkan biaya tambahan yang berlebihan?"

Aldo menjawab dengan percaya diri, "Kami sudah melakukan riset mengenai bahan-bahan organik lokal dan perbandingan harganya dengan bahan biasa. Kami juga berencana untuk bekerja sama dengan petani lokal yang bisa memberikan harga lebih terjangkau. Untuk dekorasi, kami akan mengadakan sesi pengumpulan barang daur ulang dari warga sekitar sekolah untuk menghemat biaya."

Setelah menjawab pertanyaan dengan percaya diri, mereka pun kembali duduk. Mereka merasa lega dan optimis dengan tanggapan positif yang mereka terima.

Setelah semua kelompok selesai mempresentasikan proyek mereka, Bu Mira, ditemani Pak Umar dan Bu Sofie, berdiri kembali di depan aula. "Terima kasih, semuanya, atas presentasi yang luar biasa. Kami akan berdiskusi dan menilai semua proposal yang telah kalian ajukan. Hasilnya akan kami umumkan besok pagi."

Keesokan harinya, suasana sekolah terasa sangat tegang. Semua siswa berkumpul di lapangan upacara menunggu pengumuman kelompok mana saja yang akan mendapatkan pendanaan untuk proyek mereka. Aldo, Rizal, dan Bayu berdiri bersama, tangan mereka berkeringat menahan cemas.

Bu Mira melangkah ke podium dengan amplop di tangannya. "Selamat pagi, anak-anak. Setelah berdiskusi dengan dewan sekolah, kami telah memutuskan kelompok mana saja yang akan menerima pendanaan untuk proyek mereka. Ingat, ini bukan hanya tentang ide terbaik, tapi juga tentang perencanaan dan kesiapan masing-masing kelompok untuk mengimplementasikan ide tersebut."

Suasana menjadi sunyi saat Bu Mira mulai membuka amplop dan membaca nama-nama kelompok. "Kelompok pertama yang menerima pendanaan adalah... Green Sip Café dari Aldo, Rizal, dan Bayu!"

Ketiga sahabat itu langsung bersorak kegirangan dan saling berpelukan. "Yes! Kita berhasil!" teriak Rizal sambil memukul pelan pundak Aldo.

"Congrats, guys! Aku tau kita bisa," kata Bayu dengan senyum lebar.

Bu Mira melanjutkan, "Kelompok kedua yang menerima pendanaan adalah... Aplikasi Bisnis GoDigital dari Romana, Sinta, dan Dito!"

Romana dan teman-temannya tersenyum lebar dan saling memberi selamat. Romana melirik Aldo dari kejauhan dan memberikan anggukan kecil. Aldo balas tersenyum, merasa senang meski dalam hati tahu kompetisi mereka belum berakhir.

Setelah upacara selesai, mereka bertiga pergi ke kantor guru untuk mendapatkan detail lebih lanjut mengenai pendanaan yang mereka terima. Di sana, Bu Mira dan beberapa guru lainnya sudah menunggu.

"Selamat, kalian bertiga," kata Bu Mira dengan senyum bangga. "Kalian akan menerima pendanaan sebesar dua juta rupiah untuk proyek kalian. Dana ini harus kalian gunakan untuk membeli bahan-bahan dan peralatan yang kalian butuhkan. Selain itu, kalian harus membuat laporan pengeluaran untuk memastikan semuanya transparan."

Aldo mengangguk. "Terima kasih, Bu. Kami bakal gunakan dana ini sebaik mungkin dan memastikan proyek ini sukses."

Setelah mendapatkan instruksi dan dana, mereka mulai merencanakan langkah berikutnya. Namun, tak ada rencana yang berjalan mulus tanpa hambatan. Saat mereka duduk di kantin untuk membahas pembelian bahan, Rizal mengangkat satu isu penting.

"Teman-teman, saya baru kepikiran, budget kita sepertinya tidak cukup kalau kita mau beli semua bahan organik lokal plus dekorasi yang kita mau. Harga bahan organik itu kan lebih mahal dari bahan biasa," Rizal berkata dengan raut wajah serius.

Aldo mengerutkan kening, menyadari masalah yang Rizal sebutkan. "Benar juga, Zal. Aku juga mikir gitu, tapi gimana caranya kita bisa tetap ramah lingkungan dan memenuhi konsep kita tanpa melebihi budget?"

Bayu mencoba berpikir kreatif. "Gimana kalau kita kombinasiin aja? Jadi, ada beberapa bahan yang organik, tapi yang lainnya kita cari yang lebih terjangkau tapi tetap sehat. Terus untuk dekorasi, kita coba cari barang-barang yang bisa kita pinjem atau dapatin gratis dari komunitas lokal."

Aldo tampak berpikir keras, lalu mengangguk setuju. "Oke, gue rasa itu bisa jadi solusi. Kita tetap jaga esensi konsep kita tanpa harus keluarin biaya terlalu banyak. Sekarang kita harus fokus gimana caranya manage budget ini biar gak kebablasan."

Mereka sepakat dengan rencana baru dan mulai menyusun ulang daftar belanjaan mereka. Dengan dana yang telah diberikan, mereka harus lebih cermat dalam memilih bahan dan perlengkapan. Walaupun ada perbedaan pendapat, mereka berhasil menemukan solusi yang bisa diterima semua pihak.