Bab 3. The Graduation (1)

Setelah memasuki ruang guru, keduanya berpencar membuka laci meja guru satu persatu. Keduanya tidak tahu apa yang harus mereka cari, jadi mereka mengeceknya sampai dua kali barangkali ada yang terlewat.

Sayangnya semua laci meja yang ada disini penuh dengan tumpukan buku dan ATK, sehingga Queenta dan Joshua harus mengeluarkan isinya.

Joshua yang sedang memeriksa meja guru bernama Pak Marno, guru BK yang dikenal sangat galak, hampir terjatuh saat dia mundur beberapa langkah dengan ekspresi ngeri.

Beruntung Queenta yang tidak jauh dari sana segera memeriksa apa yang Joshua temukan sampai wajahnya sepucat itu.

"..."

"..."

Dua bola mata menggelinding keluar entah bagaimana caranya dari laci Pak Marno. Bola mata kanan menggelinding ke kaki Joshua sementara yang bagian kiri menggelinding ke Queenta. Joshua yang ketakutan berusaha menenangkan dirinya dengan : Itu palsu, itu palsu, itu palsu.

Dia mencoba berpositive thinking jika bola-bola mata itu bergerak karena ada angin, yang dimana dari sudut pandang logika, itu mustahil.

Sementara itu, Queenta yang sudah dari awal menerima bahwa dia harus menemukan bagian-bagian tubuh manusia, dengan ekspresi natural berjongkok dan mencoba meraih bola mata di kakinya. Joshua yang melihat segera menarik Queenta mundur.

"Kamu gila? Jangan diambil!"

Walau Joshua tidak merasakan bahaya dari bola-bola mata tersebut, tetap saja, orang gila mana yang akan mengambil bola mata manusia dengan tangan kosong?

Queenta menampar tangan Joshua yang memegangnya tanpa izin dan memperlihatkan ekspresi keberatan. "Kamu lupa apa misinya? Temukan, satukan, lalu wisudakan."

Joshua menghela napas panjang : Gampang sekali kamu ngomong.

Selagi keduanya sibuk adu tatap, bola mata itu kembali bergerak dan kedua pupilnya sekarang masing-masing terarah pada Queenta dan Joshua. Queenta adalah orang yang menyadarinya duluan dan dia dengan ringan menunjuk dengan jari telunjuknya. "Tuh, lihat, mata-mata itu melihat kita."

Saat flashlight Joshua mengenai bola-bola mata di lantai, bulu kuduknya merinding dan dia mundur selangkah dengan ekspresi pucat pasi.

"Kenapa kamu mundur?"

Queenta tidak memiliki kepekaan dengan hal-hal gaib, jadi dia tidak bisa melihat seperti apa yang dilihat Joshua. Kedua bola mata itu memiliki pupil hitam biasanya, namun saat bola mata di kanan menatap dirinya, pupil hitam itu terbelah dan cairan merah mulai keluar lalu membuat genangan di lantai.

Dengan kesadaran penuh Joshua tahu itu bukan cat atau sirup, namun darah segar asli dari tubuh manusia.

Badan Joshua bergetar ketakutan dan kakinya terasa lemas. Orang yang sama sekali tidak bisa bertahan menonton film horor tentu tidak bisa menghandle sedikit darah pun. Baginya ini adalah sesuatu yang dia tidak mau lihat sampai dia mati.

Queenta yang awalnya ingin mengejek Joshua karena mundur, terkejut saat melihat bahwa laki-laki yang lebih tinggi satu penggaris darinya terlihat pucat pasi dan ekspresinya lebih buruk daripada saat menemukan bola-bola mata ini dari laci Pak Marno.

"Darah.."

Saat dia berbalik, Queenta hanya melihat bola-bola mata itu tetap dengan bentuk yang sama seperti sebelumnya. Dia tidak melihat darah sama sekali, karena itu walau Queenta tahu ini mata manusia asli, dia bisa berpikir bahwa ini sama seperti properti rumah hantu atau properti anak Seni Teater yang dipakai saat hari Halloween.

"Mana tah ada darah, ga ada." Joshua menggelengkan kepalanya dan menutup mata rapat-rapat. Persetan dengan harga diri yang harus dipertahankan di depan Queenta sebagai seorang laki-laki atau seorang rival, melihat adegan ini saja dia sudah merasa lemas.

Queenta tidak tahu harus mengatakan apa di situasi ini. Ini pertama kalinya dia melihat Joshua ketakutan sampai dia tidak bisa tidak merasa kasihan. Kalau dipikir-pikir, ini adalah waktu yang tepat untuk mengejeknya karena akhirnya Queenta tahu kelemahan terbesar Joshua.

Tapi jika dia melakukan itu, hanya akan membuat Joshua merasa makin down.

Dia masih manusia dan juga mau sebenci apapun dia pada Joshua, dia tidak bisa membiarkan laki-laki itu sampai pingsan disini.

Sistem menggebrak meja dengan gembira saat melihat Queenta melepas topi yang dia kenakan lalu mengambil bola-bola mata di lantai, dengan santai memasukkannya ke dalam topi.

Act of service, cek!

Joshua yang tidak tahu apa yang Queenta lakukan tetap menutup matanya rapat-rapat, sampai dia mendengar Queenta melangkah, dia berpikir bahwa Queenta akan meninggalkannya. Saat dia membuka mata, tanpa dia sadari ternyata dia merasa lega saat melihat Queenta hanya berjarak dua langkah dari dirinya.

Perempuan itu berdiri di depan meja Pak Marno sambil memegang topi di satu tangan dan tumpukan buku tulis di tangan lainnya. Joshua segera mendekati Queenta dan mencoba menghiraukan topi Queenta yang mengeluarkan luapan darah. Dia tahu jelas bahwa kedua bola mata tadi ada di dalam sana, hanya saja saat melihat itu ada di tangan Queenta, dia merasa aman.

Queenta mengecek apakah ada bagian tubuh lain yang harus dikumpulkan, karena itu dia mengacak-acak bahkan mengeluarkan semua isi laci Pak Marno. Sampai sesuatu menarik perhatiannya. Sesuatu berwarna merah, yang saat bersentuhan dengan jarinya, bola-bola mata di dalam topi bergerak-gerak terasa ingin keluar.

"..."

Pasti ada sesuatu disini.

Queenta yang merasakan Joshua mendekatinya melempar sebuah buku catatan kecil dari dalam laci meja Pak Marno ke dada Joshua.

"Baca itu."

Buku catatan berwarna merah itu dia pegang dengan ekspresi tidak nyaman. Setelah melihat genangan darah dan luapan darah ulah dari bola-bola mata, dia merasa tidak nyaman melihat jenis warna merah yang lainnya. Satu-satunya alasan dia tidak mengeluh adalah karena dia merasa ini lebih baik daripada memegang salah satu bagian tubuh manusia.

"Apa ini milik orang yang kita cari?" Tanya Joshua penasaran.

"Bola-bola mata ini bereaksi saat aku menyentuhnya."

Saat Joshua mendengar itu, matanya otomatis kembali ke topi Queenta. Sudah tidak ada luapan darah atau genangan darah di lantai, namun dia bisa melihat jelas karena flashlight, jika dua bola mata itu bergerak-gerak seperti mencoba keluar dari topi. Tampaknya kedua bola mata itu terlalu banyak bergerak sampai membuat Queenta kesal.

Perempuan itu segera menutup topinya rapat-rapat, memutarnya sampai tidak ada jalan keluar maupun udara. Kedua bola mata itu semakin tak terkendali, sampai Queenta harus mengguncangkannya dengan kencang ke kanan dan kiri, sampai topi itu tidak bergerak lagi.

Melihat perempuan itu sangat lihai menghadapi sesuatu seperti ini, Joshua tidak bisa tidak membatin : Apakah di masa lalu dia adalah dukun?

Merasa sedikit kasihan pada dua bola mata itu, dia kembali ke tugas aslinya, membaca buku catatan yang tampaknya ditinggalkan atau berkaitan dengan seseorang yang mereka cari bagian tubuhnya.

[Ressa Desyca]

Dari namanya saja sudah kentara bahwa itu perempuan. Joshua berpikir apakah dia boleh membaca ini atau tidak, tapi karena orangnya sudah meninggal, tidak ada yang bisa menyalahkannya kan?

"12 November 2021, aku memutuskan untuk mencari hobi baru. Teman-teman grup ku mengatakan jika aku punya bakat menulis, jadi aku memutuskan untuk menulis buku harian. Aku masih malu dengan ini, jadi aku memilih buku biasa daripada sesuatu yang tampak jelas seperti buku harian. Aku bingung kenapa orang-orang memilih buku yang imut-imut, padahal isinya, toh, nanti juga sama aja."

Queenta menarik kursi Pak Marno dan duduk disana sambil menyandarkan handphone nya ke sisi depan untuk menerangi sekitar Joshua karena milik Joshua dipakai untuk membaca buku.

"Lanjutkan-lanjutkan." Queenta dengan seringai menangkupkan pipinya dengan satu tangan di meja dan tangan lainnya tetap memegang topinya erat-erat.

Sebenarnya tanpa disuruh lanjut pun, Joshua akan tetap lanjut membaca. Tapi karena dia disuruh seperti ini oleh Queenta, rasanya dia tidak mau lanjut membaca buku catatan di tangannya, namun pada akhirnya dia tetap melakukannya selagi tidak ada hal gaib terjadi.

"14 November 2021, hari ini hujan deras disertai angin ribut, aku jadi tidak bisa berangkat sekolah. Coba saja disini ada pawang hujan."

Setelah Joshua selesai membaca halaman kedua, Queenta membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tapi dia menutupnya kembali saat merasa bahwa apa yang akan dia katakan tidaklah penting. Joshua mengabaikan itu dan lanjut ke halaman ketiga. Namun dia membacanya dulu dalam hati dan menemukan bahwa dua halaman seterusnya hanya terasa seperti catatan biasa.

Kalau seperti ini mereka tidak akan mendapatkan info penting apapun soal Ressa Desyca yang bisa mereka gunakan.

Joshua berpikir untuk men-skip banyak lembaran sekaligus. Lagian apa juga sih yang bakal dia temukan selain catatan harian. Merasa bahwa halaman-halaman depan tidak terlalu penting, Joshua langsung lompat ke halaman tengah.

"8 Desember 2021, aku baru menyadarinya setelah sekian lama dalam denial, saran dari teman-temanku juga positif. Aku tidak bisa terus memaksa diriku untuk melihatnya sebagai seorang teman atau seorang guru yang baik. Aku sudah memutuskan, dua hari lagi saat wisuda, aku akan mengajaknya berfoto dan aku akan menyatakan perasaanku pada Pak Marno..???"

Joshua mengangkat buku catatan itu dan mendekatkan flashlight handphone miliknya ke tulisan bertulis nama guru BK paling galak di SMK tercantum dengan diapit oleh dua love kecil dari pulpen bertinta merah.

Ekspresi canggung tampak di wajah tampan Joshua. Sementara itu, melihat bahwa Joshua benar-benar tidak salah baca, Queenta memasang ekspresi shock.

Keduanya yang mengingat wajah dan latar belakang Pak Marno tiga tahun yang lalu, tidak bisa tidak membatin : Apa yang orang ini lihat dari pria tua yang sudah beristri dan punya tiga anak?!