Jika ada yang bertanya siapa guru yang murid-murid tidak sukai, mungkin mereka akan dengan serempak menjawab Pak Marno. Pria yang sudah berumur 48 tahun ini adalah guru BK yang katanya sudah mengabdi di SMK Rangka Raya selama sepuluh tahun lebih.
Para guru dua tahun sebelumnya kebanyakan adalah guru baru, sehingga saat mendengar nama Pak Marno disebut, mereka akan merasa tidak nyaman.
Tidak ada yang benar-benar tahu kehidupan pribadi Pak Marno. Guru BK itu tidak bergaul dengan yang guru lainnya, tidak akrab dengan para murid, dan Kepala Sekolah terlihat mempertahankan dirinya disini dengan baik.
Dengan penjelasan di atas saja bisa disimpulkan bahwa Pak Marno adalah kategori yang paling tidak disukai anak sekolah.
Queenta dan Joshua bisa tahu sedikit kehidupan dari Pak Marno adalah karena mereka berdua merupakan langganan siswa siswi yang keluar masuk ruangan Pak Marno. Berbeda dengan para guru lain yang mengabaikan kegaduhan yang keduanya buat di setiap sudut sekolah, Pak Marno tidak.
Kedua orang ini pernah diseret dengan paksa ke ruang BK dan mendapatkan surat peringatan tingkat satu.
Bahkan Kepala Sekolah tidak berani mengusik duo maut ini, namun Pak Marno berani. Queenta dan Joshua seharusnya tidak menyukai Pak Marno, tapi mereka tidak pernah berpikir membalas dendam karena sampai mendapatkan surat peringatan. Justru, mereka malah sengaja membuat keributan saat Pak Marno memiliki jam di hari tertentu.
Saat mereka diseret ke ruang BK seperti biasanya, keduanya akan berlomba siapa yang bisa mendapatkan rasa simpatik Pak Marno. Terkadang Queenta berhasil dan Joshua dihukum. Terkadang Joshua berhasil dan Queenta dihukum. Terkadang mereka tidak berhasil dan sama-sama dihukum.
Karena terlalu sering terjadi, Pak Marno pun menyadari gelagat mereka. Mem-banned keduanya dari ruangan BK.
Di beberapa kesempatan seperti saat Queenta merasa bosan di kelas, dia akan membolos ke ruang Pak Marno untuk nongkrong. Joshua memiliki pola pikir yang sama, sehingga berakhir mereka menyebabkan keributan di ruangan Pak Marno.
Pak Marno yang awalnya tidak menyukai keduanya yang adalah biang keladi, lama-kelamaan dia tidak bisa merasa tidak merasa nyaman dengan mereka berdua.
Akhirnya guru yang dikenal paling tertutup luluh dan berbagi cerita kehidupannya.
Tapi Pak Marno tidak pernah menceritakan keluarganya secara mendetail, Queenta dan Joshua hanya tahu bahwa Pak Marno sudah beristri dan memiliki tiga anak, satu laki-laki dan anak kembar perempuan. Dengan foto keluarga yang diam-diam dipasang di balik mejanya, Queenta dan Joshua bisa menebak bahwa hubungan Pak Marno dengan keluarganya harmonis.
"..."
Kakak kelas mereka yang meninggal tiga tahun lalu menyukai Pak Marno.
Joshua memikirkan bahwa cinta sedikit mengerikan karena cinta tidak pandang bulu, bahkan ke pria yang sudah beristri. Apalagi Ressa Desyca, kakak kelasnya ini, berniat mengungkapkan perasaannya saat kelulusan tiga tahun yang lalu.
Tapi itu tidak tercapai karena Ressa Desyca sudah meninggal, kan?
Sementara Joshua memikirkan apakah informasi ini penting untuk dia dan Queenta ketahui, tanpa dia sadari, Queenta yang duduk di kursi Pak Marno mendapatkan penglihatan dimana saat ini dia pindah ke ruang BK yang terletak di ujung lain sekolah, dan dia sekarang sedang duduk di sofa panjang.
Seorang siswi dengan pakaian sedikit ketat duduk di kursi tepat di depan meja Pak Marno.
"Ihh, Pak, ini tuh biar aku kelihatan cantik."
Dengan mengedipkan matanya centil, dia menunjukkan wajah cantiknya lebih dekat ke Pak Marno yang duduk di kursinya dengan ekspresi datar. Hanya helaan napas yang berhasil keluar dari mulut Pak Marno, sebelum dia menunjuk ke bulu mata palsu yang ada di kedua mata siswi itu.
"Buat apa kamu pake gituan ke sekolah? Mau saya cabut semua bulu mata asli kamu?"
"Pak, jahat banget ih, Ressa gasuka."
Queenta sudah punya tebakan jika siswi itu adalah pemilik buku catatan yang dibaca oleh Joshua, hanya saja dia sangat ragu. Dari halaman awal, Ressa menulis bahwa dia bingung kenapa orang-orang memilih sesuatu yang terlihat imut-imut sebagai buku catatan, jadi Queenta menebak bahwa Ressa, kakak kelasnya, adalah orang yang simpel dan berpakaian rapi.
Memang ya, tidak boleh menerka-nerka sembarangan.
Pak Marno menghela napas dan tersenyum tipis sebelum mengacak-acak rambut Ressa.
"Kamu itu masih kecil, bukannya bapak tidak bolehin kamu pakai gituan. Hanya saja pakai diluar sekolah ya? jika kamu pakai sesuatu yang tidak pas dengan tempatnya, kamu hanya akan menarik masalah."
"Juga, kamu udah cantik kok, Ressa. Ga usah pakai bulu mata palsu mata kamu udah cantik."
Mau dari sisi manapun, apa yang dikatakan oleh Pak Marno tidak salah. Ressa sudah cantik tanpa perlu harus memakai make up di wajahnya bahkan berlebihan sampai memakai bulu mata palsu ke sekolah. Ressa memiliki karisma dan kecantikan lokal tidak seperti Queenta yang memiliki fitur wajah blasteran.
Queenta tahu apa yang dikatakan oleh Pak Marno murni dari perasaan seorang guru yang khawatir pada muridnya. Bahkan dari bagaimana pria itu mengacak-acak rambut Ressa yang sedikit bergelombang, Queenta bisa melihat ekspresi lembut seperti seorang ayah melihat anak perempuannya.
Saat Queenta melihat ke wajah Ressa karena penasaran bagaimana reaksi kakak kelasnya, dia terdiam seribu bahasa : Oh uh, dia jatuh cinta.
Kedua mata Ressa melihat ke wajah pria di depannya dengan binar-binar aneh. Semburat merah muda bahkan nampak di pipinya sebelum menyebar ke seluruh wajah sampai ke lehernya, membuat Pak Marno terkejut dan dengan khawatir mengira bahwa anak didiknya sakit.
Ressa segera bangkit dari kursi sebelum Pak Marni bisa mengecek suhu tubuh Ressa dengan menempelkan tangan di dahi gadis itu.
"Bulu mata saya sedikit, juga tipis."
Tangannya meremas seragamnya di bagian dada, dan dengan malu-malu dia melihat ke arah guru BK yang dia sukai.
"Wajah saya juga pucat jika tidak memakai riasan."
Ressa membuka mulutnya, lalu menutupnya lagi, tampak ragu. Itu terus berulang sampai beberapa kali sebelum Pak Marno menunggu Ressa dengan sabar. Akhirnya gadis cantik itu mengucapkan apa yang sedari tadi dia pikirkan.
"Jadi saat kelulusan nanti saya boleh tampil seperti ini kan?"
"QUEENTA!"
Huh?
Saat dia kembali, Queenta melihat Joshua mengarahkan flashlight ke matanya. Sinar itu menusuk langsung mata yang sebelumnya tertutup karena mendapatkan penglihatan dari masa lalu. Dengan kesakitan, Queenta menggertakkan giginya dan mengutuki Joshua di dalam hatinya sambil menutupi matanya dengan dua tangan karena reflek, menyebabkan topi di tangannya terjatuh.
Joshua melompat ke belakang dengan keringat dingin saat topi itu jatuh, dia bersiap melihat dua bola mata sebelumnya.
Queenta yang baru saja pulih segera mengambil topi itu sebelum dua bola mata berhasil melompat keluar. Lagi-lagi respon cepat Queenta membuat Joshua merasa lega.
"..."
Dia baru menyadari bahwa ternyata Queenta bisa diandalkan juga.
Sistem terus tersenyum sambil merekam setiap Joshua merasakan sesuatu yang positif soal Queenta. Saat mereka berdua menjadi sahabat nanti, ini akan menjadi rekaman yang sangat berkesan dan mereka akan menghabiskan waktu menertawakan satu sama lain saat menonton rekaman dari Sistem Nomor 204.
Sistem bisa membayangkan itu di dalam databasenya.
Setelah memastikan dua bola mata yang dia jebak di dalam topinya masih disana, Queenta menoleh ke Joshua dengan pandangan dingin. "Joshua kau sialan, mau aku buta, huh? Dasar sialan."
Jelas sekali bahwa Queenta sangat kesal karena Joshua mengarahkan flashlight langsung ke matanya. Perempuan itu bahkan mengucapkan kata 'sialan' sampai dua kali. Mata Queenta lebih sensitif dengan cahaya yang berlebihan daripada yang lain, karena itu dia punya penglihatan malam yang lebih baik dari rata-rata.
Namun tentu saja darimana Joshua bisa tahu hal yang Queenta sembunyikan?
Joshua yang tidak tahu itu mengira bahwa Queenta berlebihan sampai mengatakan bahwa dia akan buta hanya karena cahaya flashlight handphone.
"Tidak usah berlebihan." Ucap laki-laki itu dengan helaan napas lelah.
"..."
Queenta memutuskan untuk diam saja dan bangkit dari kursi Pak Marno di ruang guru. Walau Joshua tidak bertanya, setidaknya dia harus memberitahu apa yang dia dapat dari penglihatan tiga tahun yang lalu soal hubungan Ressa Desyca dan Pak Marno.
"Kak Ressa dan Pak Marno dekat, tapi jelas Park Marno melihat Kak Ressa sebagai anak perempuannya. Isi buku catatan itu benar, Kak Ressa benar-benar menyukai Pak Marno." Saat Queenta mengatakan kalimat terakhir, dia menurunkan volume suaranya dan menatap arah lain, menghindari Joshua. Dia masih merasa canggung mengingat ekspresi jatuh cinta Ressa yang dia lihat sebelumnya.
Jarang sekali Queenta memberitahu Joshua sesuatu tanpa mengejek atau marah-marah, menandakan bahwa dia tidak akan bercanda di situasi ini. Awalnya Joshua merasa bahwa itu mustahil. Memang Pak Marno adalah guru senior di sekolah, dia punya power di sekolah ini karena Kepala Sekolah saja tidak berani mengusik. Tapi dia masih tidak bisa memahami kenapa Ressa Desyca, kakak kelas mereka tiga tahun yang lalu, bisa jatuh cinta dengan Pak Marno.
Bahkan ekspresi dan gerak-gerik Queenta saja menunjukkan bahwa itu bukan hanya sebuah candaan.
"Kamu yakin? Mungkin 'menyukai' disini hanya sebatas suka atau kagum, atau respect."
Queenta menggelengkan kepalanya : Kamu ga lihat apa yang aku lihat.
Ingin sekali Queenta mengatakannya, namun dia hanya mengambil nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Dia mengembalikkan semua buku tulis dan ATK yang berserakan di meja kembali ke laci meja Pak Marno.
"Aku tadi dapat penglihatan tiga tahun yang lalu."
Mata Joshua membelalak kaget sebelum dia mengeluarkan 'ah, pantas saja' dan menganggukkan kepalanya mengerti. Queenta melihat Joshua dengan tatapan aneh, tapi ini bukan saatnya untuk bermain-main.
Queenta melihat ke topinya yang tertutup rapat di bagian lubangnya. Bola mata Ressa ada di dalam sini. Dia kembali mengingat apa yang dia dengar dari Ressa sebelum kembali ke sini.
"Jadi saat kelulusan nanti saya boleh tampil seperti ini kan?"
Dia harus mendandani Ressa mirip seperti apa yang dia lihat sebelumnya. Masalahnya, dimana dia bisa dapat alat make up yang lengkap saat sekolah ini sangat ketat soal itu? Hukuman memakai make up disini sangat berat dengan langsung mengundang orang tua ke sekolah.
Bahkan jurusan kecantikan di sekolah ternama seperti SMK Rangka Raya ini diberhentikan sepenuhnya oleh wakil kepala sekolah yang baru.
"Kamu tahu dimana kita bisa dapat make up? Yang lengkap sampai bulu mata palsu."
Joshua memikirkan pertanyaan Queenta sebelum mengingat sesuatu. "Mungkin anak teater punya."
Sebelum Queenta bisa merespon, suara yang sebelumnya mereka dengar di lapangan indoor kembali terdengar, namun sekarang sangat jelas dari depan pintu ruang guru.
AAAUGHHHHHHH!!
Tiba-tiba lampu-lampu yang sebelumnya mati, menyala, lalu kembali mati sebelum Queenta dan Joshua bisa memberikan reaksi. Adegan itu terus berulang dengan erangan dari pemilik suara yang sama terus terdengar, membuat situasi ini terasa mencekam seperti di film Horor.
AAAHHHH!!
UUAGGHH!!
Joshua yang ketakutan dengan situasi yang melibatkan hal-hal gaib, mendekat ke Queenta. Sebelum dia bisa menempel dekat dengan orang yang lebih kuat, lebih ganas darinya dan orang yang berhasil mengusir makhluk yang menghuni lorong lantai satu hanya dengan hentakkan kaki, Joshua merasakan tangannya digenggam oleh Queenta.
"Huh?"
Bukannya menariknya untuk sembunyi dimana gitu, justru Queenta menarik Joshua untuk lari ke sumber suara. Jantungnya berdebar kencang dan dia mencoba berbicara dengan Queenta. "H-Hei, kamu tidak serius kan? Hei!"
Queenta hanya berpura-pura tidak dengar dan memegang pergelangan tangan Joshua lebih erat, mencegah laki-laki itu untuk bisa kabur.
Apakah Queenta tahu bahwa yang berteriak adalah Ressa? Tidak. Apakah Queenta tahu jenis makhluk apa yang saat ini berdiri di depan pintu ruang guru? Tidak.
Apa dia tidak merasa bahwa ini menakutkan? Tentu saja dia merasa takut juga, apalagi dia tidak pernah mengalami hal seperti ini karena tidak memiliki kepekaan terhadap hal gaib.
Tapi Queenta tidak menyukai fakta bahwa dia tidak tahu apa yang membuatnya takut. Dia harus tahu apa itu dan mencoba mengatasinya.
"Q-Queenta..!"
Badan Joshua bergetar hebat, kakinya terasa lemas, nafasnya tersengal-sengal dan keringat dingin terbentuk di dahinya. Debaran kencang jantungnya terasa di seluruh tubuh. Berbeda jauh dengan Joshua yang shock dan ketakutan dengan apa yang dia lihat di depan sana, Queenta maju satu langkah dari posisi Joshua dan membuat ekspresi rumit.
Sebuah kepala berada di tengah-tengah genangan darah yang mengeluarkan bau anyir. Kepala itu memiliki rambut yang sangat banyak namun berantakan. Dagu, rahang, hancur sampai ke pipi bagian kiri, soket matanya kosong dan darah masih keluar dari sana. satu-satunya yang masih terlihat dalam kondisi bagus adalah hidungnya dan tempurung kepalanya.
Kepala itu bergerak ke kanan dan 'menatap' Joshua. Joshua bergidik ngeri, membuat kepala itu merasa sakit hati karena ditakuti oleh orang setampan itu.
Queenta mendekati genangan darah, bahkan melangkah di atasnya, sebelum berhenti tepat di depan kepala yang mendongak untuk 'menatap' dirinya. Kepala itu kebingungan saat Queenta melihatnya seperti sedang memikirkan sesuatu, terlebih saat melihat soket mata dan bagian dagunya yang penuh darah.
Sambil berkacak pinggang, Queenta menoleh kembali ke Joshua yang masih belum pulih.
"Make up anak teater waterproof ga?"
"..."
Joshua dan kepala Ressa yang dagunya hancur : Itu darah, bukan air!