Bab 5. The Graduation (3)

"Gila apa? ga, ga mau. Sumpah, aku ga mau." Joshua dengan kedua tangan menyilang membuat X besar juga menggelengkan kepalanya saat dia menolak saran Queenta mentah-mentah. Dia tidak mau dan tidak bisa. Joshua sudah tidak peduli dengan ego nya sebagai seorang laki-laki disaat dia disuruh oleh Queenta untuk berkeliling sendirian mencari bagian tubuh Ressa yang lain.

Sendirian.

Bagaimana dia bisa bertahan sendirian disini?

Queenta menatap tidak percaya kepada laki-laki di depannya. "Jika kita tidak berpencar, kita tidak akan selesai dengan cepat!" Ucapnya dengan sedikit keras. Queenta mengernyitkan keningnya dengan matanya menatap tajam Joshua.

Murid-murid lain jika sudah melihat Queenta memasang ekspresi seperti pasti sudah lari sejauh yang mereka bisa karena mereka tahu bahwa saat Queenta sudah seperti itu artinya dia sudah menjadi bom yang akan meledak entah kapan dan kepada siapa.

Apalagi saat ini, di lorong yang sedikit terang remang-remang karena Queenta mengarahkan akan flashlight dari handphone nya ke atas, menambahkan rasa takut yang akan dirasakan oleh orang lain.

Sayangnya Joshua tidak termasuk kategori 'orang lain'. Dia lebih takut pada makhluk halus yang belum tentu bisa menyakitinya daripada manusia yang jelas bisa menghancurkan kakinya hanya dengan sepatu pantofel dan tenaga penuh.

Joshua memalingkan wajahnya sambil mengepalkan tangan, "Aku tahu itu.."

Hahh..

Mereka sudah berdebat selama sepuluh menit lebih setelah Queenta mengusulkan Joshua untuk mencari bagian tubuh Ressa yang lain sendirian, sementara Queenta akan mendandani kepala Ressa di ruang ekstrakulikuler teater. Masalahnya Joshua terlihat sangat enggan melakukan itu.

"Kalau begitu ini, kamu yang make up in dia."

Saat Queenta menodongkan kepala Ressa yang beratnya kurang dari 5 kg karena setengah hancur, Joshua melompat ke belakang dan memasang ekspresi takut dan ngeri yang sangat kentara di wajah tampannya.

Melihat responnya, Queenta mendecakkan lidahnya saat rasa kekesalannya bertambah.

"Ck. Terus kamu bisa apa disini? Ga usah jadi beban ya!" Keluh Queenta. Dia harus membawa topi berisi bola mata di satu tangan sementara kepala Ressa yang menodai seragam putihnya dengan tangan yang lain. Beruntung nampaknya Ressa tidak masalah dipegang oleh Queenta karena dia hanya diam sambil 'memperhatikan' interaksi keduanya.

Joshua tahu dia sangat tidak berguna kali ini, namun bagaimana lagi? Dia takut, pengalaman masa lalunya tumpang tindih dengan situasi ini, membuatnya tidak bisa atau tidak mau menyentuh apapun yang berkaitan dengan hal gaib. Sistem yang melihat Queenta siap koar-koar karena Joshua tidak mau melakukan apapun, menengahi.

``Kalian bisa pergi bersama, lagipula waktu di sini dan di dunia nyata berbeda, jadi tidak perlu khawatir dan fokus saja memperbaiki hubungan kalian. Fufu.``

Jelas sekali apa motifnya, batin Queenta dan Joshua saat memikirkan mengapa Sistem sangat bersemangat mendorong mereka untuk bisa bersahabat. Apa itu benar-benar murni untuk tugasnya? Atau dia merasa ini sangat menyenangkan?

Sistem mengabaikan ekspresi di wajah Queenta dan Joshua yang seakan sedang men-judge dirinya.

``Tapi kalian berdebat terlalu lama sih, nanti kalau ada sesuatu lain yang muncul.``

Queenta tiba-tiba merasakan kepala Ressa bergerak di tangannya. Sebelum dia bisa menyeimbangkan tangannya atau menyuruh Joshua untuk membantunya, kepala Ressa melompat kembali ke lantai dan menggelinding ke depan.

"Tuh, lihat itu Joshua. Gara-gara kamu, Kak Ressa ngambek."

Joshua yang melihat kepala Ressa pergi sendiri menelusuri lorong lantai satu dengan jejak darah di lantai mengerutkan keningnya dalam-dalam sampai kedua alisnya menyatu membuat sebuah garis lurus : Kamu benar-benar ga punya takut ya?

Orang mana yang lihat kepala menggelinding dan membuat jejak darah di lantai bisa bereaksi se santai ini? Mungkin sekali seumur hidupnya dia hanya akan tahu bahwa jawabannya adalah Queenta.

Queenta melihat Joshua dengan tatapan datar dan menyalakan flashlight di tangannya ke depan sebelum mengikuti kepala Ressa yang sedikit jauh dari posisi mereka.

Joshua yang melihat Queenta tampak kesal ke dirinya yang tidak bisa melakukan apapun di situasi ini merasa sedikit bersalah. Dia yang laki-laki disini, tapi sejak tadi Queenta menghandle semua hal dengan sempurna, tidak sepertinya yang ketakutan dengan mudah. Mungkin Joshua harus membelikan Queenta es krim matcha setelah skenario ini selesai sebagai tanda terima kasih.

Apakah dia harus memberikannya sendiri? Tidak-tidak, Queenta tidak akan mau menerimanya. Apakah dia harus minta bantuan Kirana? Mungkin bisa.

Kepala Ressa terus menggelinding sebelum itu berhenti tepat di depan pintu ruang BK. Dengan menggunakan dahinya yang masih utuh, Ressa menghantamkan dirinya, tidak, 'mengetuk', pintu seperti menyuruh Queenta untuk membukanya.

Saat Queenta mencobanya, dia tidak bisa membukanya karena pintunya terkunci rapat.

Jika saja lubangnya besar dan model kuncinya tidak pipih, Queenta bisa mencoba membobol dengan peniti dan jepit rambut. Yang memegang kunci BK hanyalah guru BK. Masalahnya adalah, SMK ini memiliki lima guru BK aktif termasuk Pak Marno. Di laci meja beberapa guru yang Queenta periksa, dia mengecek dua guru BK yang adalah orang-orang baru, jadi mereka tidak punya otoritas untuk memegang kunci ruangan.

Joshua yang berada di belakang, menyodorkan kepada Queenta sebuah kunci yang dikeluarkan dari saku celana miliknya.

"Ini, aku punya salinan kuncinya."

"..."

Queenta melihat ke arah kunci dengan ekspresi terkejut sebelum menatap Joshua dengan tatapan tajam. "Dapat darimana kamu? Jangan bilang ini kuncinya Pak Marno."

"Ga salah sih." Dengan ekspresi bangga Joshua menyombongkan dirinya yang lebih disukai oleh Pak Marno daripada Queenta.

"Pak Marno mempercayakan salinan kunci ini padaku, jaga-jaga jika dia tidak berangkat. Kunci utama kan dipegang Pak Marno." Ekspresinya berubah menjadi sangat menjengkelkan, bahkan Queenta ingin sekali mengambil kepala Ressa dan melemparkannya kepada Joshua.

"Tampaknya aku lebih disukai daripada kamu. Soalnya dia juga bilang, `kalau kamu capek atau butuh tempat me time kamu bisa pakai ruangan saya`, ke aku. Iri kan? Iri kan?"

Ressa yang mendengar itu segera menggelinding ke kaki Joshua yang langsung melompat ke depan, berpegangan pada Queenta dengan erat di bahu. "Aghh!"

"Ih apaan sih!"

Bayangkan saja seorang laki-laki yang berbeda satu penggaris dari kamu tiba-tiba melompat ke arahmu dan memegang bahumu dengan erat karena ketakutan. Menjijikan.

Seharusnya mengingat bahwa itu adalah Joshua, tidak ada yang bisa menolak kontak fisik dengannya, baik dari para laki-laki atau perempuan, tua dan muda, kenal dan tidak kenal. Siapa yang bisa menolak pria tampan? Queenta tidak anti pria tampan, kadang dia menyukainya, hanya saja yang dia lihat dari Joshua bukan wajah tampannya, melainkan wajah yang sedikit mirip dengan orang yang Queenta benci, jadi Joshua yang kena imbasnya.

Tanpa belas kasihan, Queenta mendorong Joshua. Orang yang didorong tentu terkejut karena dia menempel ke Queenta saja karena reflek, jadi dia tidak bisa cepat merespon dorongan Queenta. Dengan pantat yang mendarat duluan, Joshua hampir menjerit saat merasakan kepala Ressa berada di belakangnya.

Seperti bagaimana yang terjadi di depan pintu, Ressa menabrakkan dirinya ke depan. Sekarang bukan ke pintu berbahan kayu, tapi bagian belakang Joshua.

Saat merasakan sesuatu yang basah dari belakang belakangnya, Joshua merinding se-badan sebelum bergerak ke depan dan memeluk kedua kaki Queenta dengan erat.

"Queenta, ambil itu! Kumohon, ambil! Darahnya menempel padaku Queenta!"

Orang yang saat ini kakinya dipeluk hanya bisa memijat keningnya, merasa sakit kepala karena tingkah Joshua. Bagaimana bisa orang seperti ini masuk nominasi orang terkeren dan tertampan bahkan suka disebut sebagai orang yang dingin? Queenta ingin sekali merekam ini dan menyebarkannya ke IG sekolah SMK Rangka Raya.

Biar para fangirl orang ini bisa membuka mata mereka yang tertutup rapat.

"Minggir. Lepasin."

"Ambil dulu!"

Queenta yang melihat kepala Ressa hanya diam tidak bisa tidak membatin : Kenapa aku ngerasa dia lagi ketawa?

Walau wajahnya setengah hancur dan dia mengeluarkan banyak darah, ditambah dengan kedua soket matanya yang kosong, Ressa 'terlihat' seperti sengaja diam dan memilih menikmati drama yang dia sebabkan. Tampaknya Queenta tidak salah mengira bahwa Ressa sedang menertawakan Joshua.

Menyedihkan sekali.

Merasa sedikit simpatik kepada Joshua yang ditertawakan oleh hantu yang sudah meninggal tiga tahun yang lalu, Queenta menepuk kepala Joshua yang menempel di paha kanannya. Tangan Joshua masih melingkari kedua paha bawahnya, mengunci Queenta agar tidak bisa bergerak.

"Aku tidak bisa mengambilnya di posisi ini."

"..."

Joshua hanya diam ketakutan untuk melihat ke belakang, jadi dia membenamkan wajahnya di paha Queenta. Walau rok OSIS sepanjang lutut, Queenta masih bisa merasakan nafas Joshua di kulit pahanya. Queenta tahu Joshua adalah laki-laki yang baik, yang tidak akan memanfaatkan kesempatan seperti ini untuk melakukan hal yang tidak senonoh padanya, tapi tetap saja, dia kan perempuan???

Tunggu dulu.

Queenta melirik ke bawah dengan tatapan jahil. Dia ingin mencoba membuat malu Joshua dengan memanfaatkan posisi ini.

"H-Hei, itu geli.." Queenta meremas roknya dengan satu tangan seperti mencoba menjaga roknya agar tidak tersibak oleh Joshua.

"Aku perempuan, kamu ingat? Aku tidak tahu kamu ternyata.. mesum." Dia bahkan harus berakting malu-malu dengan memalingkan wajahnya, menghindari melihat ke Joshua. Astaga ini menggelikan, batinnya dalam hati.

Joshua melupakan ketakutannya sejenak dan melihat ke atas.

"Apa?"

Saat mendengar respon dari orang yang ingin dia jahili, Queenta kembali melihat ke Joshua dan menemukan laki-laki itu saat ini sedang melihatnya dengan tatapan aneh.

"Kamu.. Dari sisi mana kamu kelihatan kayak perempuan?"

"..."

Queenta kehilangan kata-kata karena dia tidak memprediksi ini. Yang dia kira, Joshua akan merasa malu dan melepaskan pegangannya, kenyataannya malah Joshua sekarang mempertanyakan dari sisi mana Queenta terlihat seperti perempuan. Like, what the fuck??

Dari depan dan belakang, kanan dan kiri, atas dan bawah, sudah jelas Queenta terlihat seperti wanita pada umumnya. Jika sampai ada yang mengira dia laki-laki maka mata mereka perlu berbaikan tahap serius.

"Kamu serius?" Ucap Queenta dengan nada tersinggung. Badannya yang sangat bentuk ini ga kelihatan kayak punya perempuan? Lalu kayak apa? Punya banci?

"Hmm.."

Joshua melihat ke wajah Queenta dan menurunkan pandangannya ke bawah, ke bagian tepat di atas perut perempuan itu. Pandangannya terkunci disana seperti sedang membayangkan sesuatu saat melihat dua gundukan yang sebenarnya membuat dirinya susah untuk melihat wajah Queenta dari bawah sini.

"LIHAT KEMANA KAMU HA?"

Dengan kesabaran terakhir, Queenta mendengkul dagu Joshua dengan keras sampai orang itu melepaskan pegangannya pada kedua paha Queenta. Joshua merintih kesakitan sambil memegangi dagu bawahnya dengan kedua tangan.

"Ouch.. aku hanya bercanda.."

Sayangnya Queenta tidak mau mendengar apapun dari Joshua saat dia mengambil kepala Ressa yang mengamati segalanya dari awal sampai akhir. Dia menggunakan kunci yang tadi diberikan kepada Joshua untuk membuka ruang BK dan masuk sendirian.

Joshua yang masih merintih kesakitan di lantai terkejut dan mengabaikan rasa sakit di dagu bawahnya saat dia mencoba menghentikan pintu ditutup oleh Queenta dari dalam.

"Hei, hei. Jangan-"

Click

Pintu sudah ditutup dan dikunci dari dalam. Joshua segera menggedor-gedor pintu dan meminta Queenta untuk dibukakan pintu. Suaranya terdengar sangat gugup, jelas sekali karena dia takut dan panik jika sampai ada sesuatu muncul di lorong dan tidak ada Queenta di sebelahnya.

"Queenta, aku hanya bercanda! Buka pintunya!"

"Apa sih berisik. Sana cari bagian tubuh Kak Ressa yang lain. Kalau dapet, baru boleh masuk."

Queenta yang berbicara dari sisi lain sudah kukuh untuk memanfaatkan Joshua. Dia kesal laki-laki itu malah jadi beban kelompok. Juga, ini demi kebaikan Joshua. Jika Joshua tidak mencoba untuk mengatasi rasa takutnya, maka dia tidak akan bisa bertahan tanpa bantuan orang lain.

Queenta menghela nafasnya : Dia tidak boleh bergantung padaku.

Dia melepas ikat rambutnya dan menggunakan itu untuk mengikat topinya agar dua bola mata energik itu tidak kabur sebelum meletakkan kepala Ressa ke atas meja. Setelah itu dia menempelkan kakinya ke pintu, jaga-jaga jika Joshua akan menendang pintu yang sudah lama ini.

Sistem yang melihat bahwa Queenta tampak khawatir pada Joshua, melirik ke affection bar di sebelah dan mengelus dagunya, tampak berpikir keras. Mengapa affection bar milik Queenta tidak pernah naik ataupun turun? Sepertinya itu stuck di angka -30%.

Sebenarnya apa yang terjadi di antara mereka berdua?

"Kumohon, ayolah!"

Buka! Ayo buka!

Saat Joshua menendang pintu, dia bisa merasakan jika Queenta menahan pintu di sisi lain, Perempuan ini! batin Joshua dengan marah. Dia hanya bercanda saja! Bagaimana bisa balasannya seberat ini disaat yang dia gunakan hanyalah kata-kata?? Ini tidak masuk akal!

Step.. step..

Mendengar suara langkah kaki yang bukan miliknya atau milik Queenta di situasi, suasana dan tempat seperti ini jelas bukan pertanda yang baik. Tubuh Joshua menegang dan kedua tangannya masih tergantung di udara saat dia menelan ludahnya dengan kasar. Dia baru saja mendengar suara langkah sepatu berhak dari sisi kirinya.

"Q-Queenta.. ada langkah kaki."

Suaranya sangat kecil, sampai yang Queenta dengar hanyalah gumaman halus, jadi dia tidak membalasnya mengira Joshua sedang mengutuk dirinya.

Joshua tidak berani bergerak, bahkan dia menahan nafasnya. Jantungnya berdebar kencang dan dia sangat ketakutan. Suara langkah kaki terus terdengar semakin kencang, seakan sedang mendekatinya.

Step.. step.. step..

Joshua melihat ke lantai dan masih menahan nafasnya.

Apa itu? Apa itu benar-benar manusia?

Mengingat lagi bahwa ini adalah dunia gaib dari sekolahnya, Joshua tidak berani berbalik saat menyadari bahwa suara langkah kaki berhenti tepat di belakangnya.

"Joshua? Kamu sudah pergi?"

Suara Queenta membuat Joshua panik. Dia tidak bisa memberitahu Queenta jika saat ini ada 'sesuatu' di belakangnya. Selain karena dia panik dan ketakutan saat ini, Queenta tidak akan percaya begitu saja, mengira bahwa itu cuma modusnya agar bisa masuk ke ruang BK.

"Aku tahu kamu masih disana."

Joshua yang mendengarkan, menelan ludahnya dengan kasar : Kalau kamu tahu aku masih disini, tolong aku!

Tiba-tiba saja Joshua yang tidak berani menutup matanya, melihat bayangan kaki di lantai. Sepasang kaki ramping milik perempuan ada di pantulan lantai, lengkap dengan sepatu pantofel. Itu nampak seperti kaki siswi normal pada umumnya dari SMK Rangka Raya.

Sejenak Joshua yang kegirangan melihat ciri-ciri manusia lain selain dirinya dan Queenta, melupakan tempatnya berada saat ini dan berbalik.

BRUK

Queenta yang terkejut dengan suara seperti benda berat jatuh ke lantai, meluruskan kakinya kembali ke posisi semula dan mundur satu langkah. Apa itu tadi? Apakah itu dari Joshua atau itu dari makhluk lainnya? Queenta merasa sedikit ragu dan melihat ke kepala Ressa yang anehnya membalikkan kepalanya sehingga bagian yang hancur berada di atas.

"..."

``Kupikir itu menyarankan kamu untuk menolong Joshua.``

Sistem tidak bisa menahan dirinya untuk tidak berbicara. Joshua sangat memprihatinkan.

Queenta mengangkat satu alisnya, tidak mengerti mengapa Sistem menyarankannya untuk menolong Joshua.

"Memang dimana dia sekarang?" Dia hanya bertanya karena penasaran, namun jawaban Sistem membuatnya segera  membuka pintu ruang BK dengan kunci Joshua.

``Itu.. dia pingsan.``

Saat dia membuka pintunya, Queenta langsung melihat Joshua tidak sadarkan diri tepat di depan pintu, sementara di depannya lagi ada sepasang kaki.

Ya, sepasang kaki. Atau lebih tepatnya bagian tubuh manusia dari atas pinggul sampai ujung kaki, sekarang berdiri di depan tubuh tak sadarkan diri Joshua. Dari sepatunya dan pinggulnya yang familiar, Queenta tahu bahwa ini adalah bagian tubuh Ressa.

"Hahh.."

Siapa yang akan mengira bahwa Joshua akan pingsan begitu saja?

Dengan ekspresi keberatan, Queenta mengangkat Joshua dengan gaya pengantin dan meletakkannya di sofa di dalam ruangan sebelum berurusan dengan sepasang kaki yang akan melarikan diri dari tempat kejadian.

Senyuman dingin terlihat di wajah cantik Queenta saat dia melepaskan sabuknya dan mengikat sepasang kaki Ressa dengan erat dan mengikat ujung lainnya ke kaki meja.

"..."

Bagus. Dia benar-benar harus mengerjakan ini semua sendirian.