"Barang-barangnya sudah sampai belum sih?" Pegawai lain di sebelahnya yang sedang minum teh pucuk sambil bersandar ke pagar lantai dua ruang istirahat, mengangkat kedua bahunya. Manajer di divisi keuangan sedang pergi bersama asistennya, sehingga terjadi keterlambatan barang masuk ke gudang.
Tiara menghela nafas dan menerima teh pucuk yang disodorkan padanya oleh rekan kerjanya yang juga sedang menunggu kepastian barang di ruang istirahat.
"Mr Wang seharusnya lebih tegas dengan mereka." Sambil membuka segel tutup teh pucuk, Tiara mengeluh karena barang sudah telat setengah jam dari perjanjian. Divisi lain sedang sibuk dengan dateline mereka masing-masing, apalagi dengan pesanan berjumlah 50 ribu dalam empat bulan membuat orang-orang sampel dan produksi sedang bekerja layaknya mesin.
"Aku jadi kasihan dengan bagian produksi."
Rika, rekan kerja Tiara, mengungkapkan rasa simpatinya saat melihat anak-anak produksi yang kebanyakan adalah fresh graduate berlalu lalang di lapangan yang sangat luas itu sambil membawa banyak barang di tangan mereka. Tiara melirik sekilas figur anak-anak rekrutan baru dan memalingkan wajahnya.
"Ya setidaknya gaji mereka dua kali lipat dari kita."
"Haha, benar."
Rika yang sudah menghabiskan minumannya melakukan peregangan dan saat melihat dua truk besar memasuki gerbang pabrik, ekspresi lelah terpampang di wajahnya. "Aku pergi dulu, Tiara. Siapa tahu Mr Wang akan me-notice diriku jika aku bekerja sangat keras."
"Ya, jika dia me-notice mu kamu akan jadi simpanan kelima."
Seakan tidak peduli, Rika bersenandung saat dia meraih topi dan buku pendataan barang miliknya lalu keluar ruangan. Tiara hanya mencibir karena Rika tampak biasa saja dan tidak marah padahal orang itu selalu sensitif soal masalah internal pabrik yang disebabkan oleh Direktur.
Aku sangat lelah. Batin Tiara sebelum dia duduk di atas kursi dan mengeluarkan handphone miliknya yang memiliki case awan biru dan bulan sabit. Lebih baik bersantai selagi dia bisa, lagipula bagian pendataan lapangan sudah diurus oleh Rika, dia akan melakukan bagian input data saja.
Saat sedang men-scroll media sosial-nya, tiba-tiba pengingat tahunan menyala tepat di pukul delapan ini.
[Pengingat 06/05/2024
08.00-09.00
Acara : Ulang tahun Ressa! :D]
"..."
Dia lupa soal ini karena dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
Dengan menggigit bagian bawah bibirnya, Tiara menekan notifikasi dari kalender handphone miliknya. Saat dibuka, terlihat langsung foto ulang tahun seseorang yang dihadiri oleh tiga orang perempuan dan satu laki-laki. Yang berulang tahun ada di tengah sambil memegang mini cake yang dibuat sendiri oleh Tiara.
"Ah.. Ressa.."
Tiara menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan, menenangkan dirinya yang tiba-tiba merasa emosional. Dia tidak bisa berhenti merasakan rasa sedih yang mendalam saat teringat ulang tahun sahabatnya.
Rasa bahagia dan haru bahwa sahabat sudah bertambah satu tahun di tahun yang baru sudah menghilang sepenuhnya, digantikan rasa sedih kehilangan yang mendalam.
Sudah tiga tahun berlalu tapi hatinya tetap berada di tiga tahun yang lalu.
Seharusnya hari itu adalah hari dimana semua persiapan untuk wisuda sudah selesai. Siapa yang menyangka apa yang Tiara dapatkan di pagi hari saat acara wisuda adalah sahabatnya meninggal dunia secara mengenaskan?
Sebelum Tiara semakin kalut dalam pikirannya, suara notifikasi dari Whatsapp memecah lamunan dan membuatnya kembali ke dunia nyata.
[Ernayaaa : Teman-teman, nanti sore mau kunjung ke Ressa?]
"Ah."
Grup persahabatan mereka tidak pernah dibubarkan bahkan setelah salah satu personil sudah meninggalkan dunia ini, bahkan, nomor pesan Ressa Tiara bintang semua agar dia bisa membacanya mau itu penting atau tidak penting disaat dia merindukan kehadiran sahabatnya.
Erna yang mengirim pesan di grup adalah teman baik Ressa lainnya, hubungannya tidak sebaik antara Tiara dan Ressa, namun Erna masih masuk ke dalam lingkaran pertemanan Ressa saat masuk SMK ini. Tiara hanya membaca pesan dari Erna dan menunggu yang lainnya menjawab.
[Thoriqunnah : Yuk, aku dah izin bos seminggu lalu]
[Ernayaaa : Gila, gercep banget. Kayak gue dong, masih pengangguran]
[Thoriqunnah : Pengangguran kok bangga]
[Ernayaaa : Ngapa? Ngajak berantem? Sini]
Tiara terkekeh geli saat melihat dua temannya masih bersikap sama seperti saat masih sekolah dulu. Erna dan Thoriq tidak pernah berubah, itu membuatnya lega. Saat Tiara akan ikut nimbrung, seseorang sudah mengirimkan pesan baru.
[Yunita : Masih pagi gini lho dah ribut]
[Ernayaaa : Hai teman senasib]
[Yunita : Senasib apaan? Aku dah kerja ya]
[Thoriqunnah : Wkwkwkwk, kasian. Pengangguran sendiri ya kak @Ernayaaa?]
[Ernayaaa : Dihhhh, sialan kalian ya. Ga setia kawan]
[Yunita : Siapa juga yang mau nemenin kamu nganggur?]
[Ernayaaa : Awas ya kalian. Aku nge LC kalian yang ketar-ketir]
[Thoriqunnah : Ketar-ketir karena lo ga laku? Wkwk]
[Ernayaaa : Tai]
Saat semua orang aktif di grup, Tiara tersenyum. Mereka semua mengosongkan jadwal sore di tanggal hari ini untuk mengunjungi makam Ressa secara rutin. Terkadang bukan hanya saat ulang tahun, disaat mereka kebetulan libur dan sedang berkumpul, mereka akan menyempatkan diri mengunjungi Ressa.
Tiara senang saat melihat semua orang tetap berteman bahkan setelah tiga tahun berlalu. Bahkan dengan Yunita yang bekerja full time sebagai asisten manajer, Thoriq yang kerja remote sebagai virtual assistant, atau Erna yang masih menganggur sampai sekarang.
[Tiararaya : Jam tiga kayak biasanya?]
Setelah dirinya mengirim pesan, orang-orang segera membalasnya secara bersamaan.
[Thoriqunnah : Yo'i]
[Ernayaaa : Yuppp]
[Yunita : Iya]
"Woi, Tiaraaaaa!!"
Belum sempat Tiara ingin mengatakan sesuatu yang lain ke teman-temannya, suara nyaring Rika terdengar dari lapangan, mengejutkannya sampai hampir saja dia menjatuhkan handphone di tangannya. Untung saja refleksnya cepat, dan Tiara hanya bisa mengelus dada setelah berhasil menyelamatkan handphone miliknya dari lantai yang kasar dan keras.
"Tiara??"
Suara familiar membuatnya menoleh ke samping dan menemukan Thoriq berdiri sambil memegang secangkir teh. Tiara reflek melihat ke bawah saat menyadari ada yang tidak beres dari Thoriq. Saat ini laki-laki itu memakai kemeja putih dengan dasi berwarna hitam sementara celana pendek setengah paha di bawah.
"..."
Saat menyadari jika Tiara melihat ke bawah, Thoriq menggunakan tangannya yang kosong untuk menutupi bagian pahanya yang terlihat. Dia bahkan hampir menjatuhkan cangkir tehnya karena rasa malu yang dia rasakan.
"Jangan lihat! Ga sopan!"
"Bukan salahku!" Tiara membuang muka ke samping dengan canggung, sementara Thoriq langsung berbalik badan hanya untuk menemukan Erna masih memakai piyama dengan rambut berantakan serta muka bantal.
"Woah, putih mulus banget pahamu."
"Jangan liat woi!"
Thoriq menatap tajam Erna yang hanya membalas dengan seringaian. Bahkan dia harus mengatakan 'diam ga kamu', agar Erna tidak akan mengatakan hal lain di situasi ini. Tiara yang masih menatap arah lain menemukan kehadiran orang yang familiar dari arah yang dia lihat.
"Apa-apaan??"
Yunita mendekati Tiara dan yang lain dengan ekspresi aneh.
Dia tidak terlalu peduli dengan Erna yang masih memakai piyama dan berpenampilan berantakan seperti baru bangun tidur. Yunita lebih penasaran bagaimana bisa Thoriq berpenampilan rapi cuma bagian atasnya sementara bagian bawah dia hanya menggunakan celana pendek setengah paha. Bahkan terlihat jelas dia memakai Pomade rambut.
"Kalian mau threesome?"
Thoriq yang sudah melihat Erna dan Tiara tidak terkejut sama sekali saat melihat ada Yunita juga, orang yang paling pendiam di kelas mereka dulu tapi yang paling out of the box pertanyaan maupun pola pikirnya.
Threesome apaan. Thoriq rasanya ingin mengeluarkan air mata imajinasi saat dia tidak punya harga diri di depan ketiga teman perempuannya. Erna mengucek matanya yang masih terlihat ngantuk dan mendekati Thoriq.
"Yuk Thoriq."
"Yak yuk yak yuk matamu." Ucap Thoriq sambil mengambil dua langkah jauh dari Erna. Tiara yang didekati Thoriq hanya bisa menghela nafas dan menyuruh mereka berhenti. "Daripada mikirin penampilan Thoriq, lebih penting kita bahas kok kita bisa ada di tempat ini."
Saat Tiara menyinggung tempat dimana mereka berada, Erna, Thoriq dan Yunita melihat sekeliling dan baru menyadari bahwa mereka ada di dalam aula sekolah mereka. Tidak ada cahaya disini namun mereka bisa melihat dengan jelas. Lima kursi tertata rapi di tengah dan di dinding depan terdapat banner besar yang dipaku di kedua sisi ruangan.
[Pelepasan Kelas XII SMK Rangka Raya Tahun ajaran 2020/2021]
"Kok?"
Itu adalah banner yang digunakan saat pelepasan mereka. Lengkap dengan aksesoris pendukung seperti vas bunga palsu di kedua sisi, mikrofon, dan sebagainya.
"Ini bukan mimpi kan?"
Thoriq tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Apa mereka benar-benar ada di sekolah? Kenapa bisa? Dia bahkan ingat jelas bahwa dia sedang berjalan keluar dari dapur setelah membuat secangkir teh manis sebelum berbicara dengan klien dari luar negeri karena dia bekerja remote sebagai virtual assistant sebuah perusahaan besar di luar negeri.
Sementara itu, Yunita yang matanya lebih jeli karena memakai kacamata, terkejut saat menyadari bahwa nama mereka masing-masing terpampang di bagian belakang kursi yang berjajar di tengah ruang aula yang luas ini.
Erna. Yunita. Pak Marno. Tiara. Thoriq.
"Guys.. itu nama kita kan?" Ucap Yunita sambil menunjuk bagian belakang kursi. Masing masing dari mereka mengecek dan menemukan apa yang Yunita katakan. Erna mundur ke belakang saat dia merasa takut dengan apa yang terjadi disini. "Hei.. kita sebenarnya ada dimana? Kenapa kalian semua ada disini?"
"Tenang Erna, kami beneran manusia kok."
Erna menginjak kaki Thoriq dengan sandal swallow miliknya. "Ga usah bikin aku makin takut ya!"
"Aduh. Berat banget sih kamu. Kamu gemukan ya?"
"Bajingan--"
Tiara membiarkan keduanya bertengkar dan mendekati Yunita yang paling waras selain dirinya disini. "Apa Pak Marno juga disini?"
Sebelum Yunita bisa menjawab apa yang ditanyakan oleh Tiara, suara dari arah belakang mereka semua membuat semua mata menoleh ke belakang. Suara tenang dan berat yang sudah tidak pernah mereka dengarkan lagi sejak hari kelulusan serta setelah kematian Ressa.
"Anak-anak?"
Dia disana, berdiri dengan mengenakan pakaian kasual. Namun sesuatu membuat mereka hampir teriak saat ada hal yang tak disangka muncul dari belakang Pak Marno.
"H-Hantu?!" Satu-satunya yang bisa mengeluarkan suara adalah Thoriq, yang takut dengan hal berbau supranatural.
Seorang siswi yang memakai pakaian OSIS berdiri di belakang Pak Marno berlumuran darah segar dari bagian dada sampai ke rok abu-abu yang siswi itu kenakan. Wajahnya yang cantik namun pucat serta tanpa ekspresi membuat bulu kuduk Erna dan Tiara berdiri.
Thoriq sudah mundur ketakutan sementara Yunita memperbaiki posisi kacamatanya dengan santai seakan sudah tahu bahwa itu bukan hantu setelah melihat siswi itu memiliki bayangan.
"Um, Halo kakak-kakak."
Siswi yang dikira hantu itu adalah Queenta yang memakai seragam berlumuran darah lagi karena merasa memakai tanktop menemui kakak kelas sangat tidak sopan, terlebih setelah melihat reaksi Joshua yang masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk pintu dahulu.
Queenta mengamati keempat mantan siswa siswi sekolah ini dan menemukan bahwa hanya dua saja yang berpenampilan tidak rapi. Bahkan dia salah fokus saat melihat bagian bawah Thoriq yang hanya memakai celana pendek setengah paha tapi setelan kemeja lengkap dengan dasi rapi. Mulus sekali pahanya, batin Queenta.
Sebelum Thoriq bisa mengatakan kepada Queenta untuk tidak jelalatan ke bagian bawahnya karena itu tidak sopan, Pak Marno sudah berkomentar.
"Woah, ya ampun Thoriq, paha kamu mulus banget."
"Pfft--"
Erna sudah tertawa lepas, Yunita hanya tersenyum, Tiara berpura-pura tidak dengar sementara Queenta speechless.
Thoriq hanya bisa menahan air matanya agar tidak tumpah karena dibully sejak kemunculannya disini, bahkan guru BK nya pun ikut-ikutan. Dengan berat hati dia menyisip secangkir teh hangat yang sejak tadi dia bawa. Ngeteh aja lah anj, semua orang kek tai. Begitulah kira-kira isi hati Thoriq saat ini.