Bab 11. The Graduation (9)

"Jadi dia kabur saat mendengar nama Erna dan Pak Marno?" Thoriq menyisip teh hangatnya lagi dan melirik Erna. Saat ini hanya dirinya dan Tiara yang melirik, sisanya melihat ke arah Erna terang-terangan.

Apalagi Yunita yang sampai memperbaiki posisi kacamatanya dan Pak Marno yang mengerutkan kening sampai kedua alisnya menyatu.

"Kenapa dengan nama saya?" Tanya Pak Marno kepada Queenta.

Saat orang tua itu bertanya, tidak ada yang berani menjawab. Yakali mereka bilang karena Ressa suka dengan anda, karena itu dia bereaksi saat mendengar nama anda disebut. Mereka masih harus menjaga martabat dan nama baik Ressa di mata Pak Marno ya. Sementara itu, Yunita menyikut Tiara dan berbisik dengan volume yang sangat sangat rendah.

Untung saja Tiara adalah orang dengan pendengaran paling baik di antara yang lain, jadi dia bisa menangkap apa yang disampaikan oleh Yunita.

Kelebihan Queenta ada di matanya, karena itu dia tidak bisa menangkap apa yang dikatakan oleh Yunita kepada Tiara. Tentu itu terjadi karena dia sendiri, tapi dia punya Sistem sekarang.

Sistem tidak perlu disuruh, sudah mengerti apa yang harus dia lakukan. Setelah mendengarkan, dia menyampaikannya kepada Queenta.

``Yunita menanyakan masalah Erna ke Tiara. Tiara jawab dia tidak tahu.``

Queenta tidak merubah ekspresi di wajahnya saat mendengar laporan dari Sistem. Dia bisa melihat kebingungan di wajah Pak Marno, keraguan di wajah Tiara, kegelisahan di Erna, serta wajah tanpa ekspresi dari Thoriq dan Yunita. Entah kenapa Queenta merasa tampaknya Thoriq sedikit berbeda.

Pria itu melirik Erna lagi namun sekarang dengan pandangan aneh sebelum mendekati Yunita dan Tiara. Sementara Erna hanya menatap lantai sejak tadi, tampak gelisah jika ada yang akan mengajaknya berbicara.

Tiara tidak tahan dengan atmosfer seperti ini, jadi dia menggandeng Yunita dan tersenyum, mencoba memecah keheningan ini.

"Kalau begitu ayo duduk yuk, yuk."

Yunita membaca situasi dengan baik, jadi dia menggandeng Thoriq juga yang. "Ayo duduk juga Pak Marno. Ada nama kita masing-masing di setiap kursi."

"..."

Queenta diam saja di posisinya dan melihat Erna yang mengikuti kelompok di posisi paling belakang. Dia dengan tidak nyaman duduk di sebelah orang yang paling mencurigainya.

Erna. Yunita. Pak Marno. Tiara. Thoriq.

Itu adalah urutan kursi penonton.

Yunita menyilangkan tangan dan kaki, menoleh ke Erna dan bertanya sesuatu.

"Apa ada sesuatu yang terjadi di antara kamu dan Ressa sebelum Ressa meninggal?"

Pertanyaannya yang blak-blakan langsung menjadi pusat perhatian yang lainnya. Pak Marno yang ada di sebelah kanan Yunita membelalak dan melihat ke arah Erna. Tiara tiba-tiba saja gugup karena dia tidak tahu ini akan mengarah kemana, sementara Thoriq hanya menyisip tehnya dan memangku cangkirnya sambil melihat ke arah Erna.

"A-Apa?"

Reaksi Erna sangat aneh untuk orang yang paling berisik dan tak tahu malu di antara orang lain di circle pertemanan Ressa. Apalagi dengan penampilannya yang paling berantakan daripada yang lainnya, membuatnya lebih mencolok. Yunita memperbaiki posisi kacamatanya dan menatap tajam Erna.

"Ada sesuatu yang kamu sembunyikan, bukan?"

"Aku tidak menyembunyikan apapun!"

Erna berdiri tiba-tiba, mengagetkan yang lain. Pak Marno bahkan reflek memegang dadanya saking kagetnya dia dengan reaksi Erna. Merasakan bahwa situasi akan memburuk jika dia tidak segera menghentikannya sekarang, Pak Marno membuka mulutnya untuk menenangkan Erna. "Tenanglah Erna. Jika tidak ada apa-apa, tidak perlu bereaksi seperti ini."

Niat Pak Marno bagus, tidak seperti guru BK yang lain yang harus menjaga perasaan murid-muridnya dengan memihak salah satu terutama anak kesukaannya, Pak Marno selalu menetapkan konsep adil. Dia akan mengatakan hal yang sama yang dia rasa benar baik kepada murid perempuan ataupun laki-laki.

Tidak perlu bereaksi berlebihan jika kamu benar tidak melakukan sesuatu. Itulah yang Pak Marno sampaikan.

Tiara tenang saat mendengar apa yang dikatakan oleh Pak Marno. Terkadang Yunita terlalu serius, mungkin ini hanya kesalah pahaman. Bukankah yang penting disini adalah bahwa kita akan melihat Ressa kembali?

Bukannya tenang, Erna malah bereaksi lebih parah daripada sebelumnya. Dia menggertakkan giginya dan langsung menuding Pak Marno.

"Jangan berpura-pura polos disini, Pak! Saya hanya melakukan apa yang anda perintahkan!"

Yunita yang melihat Erna berani melakukan itu kepada guru mereka, berdiri dan menampar tangan Erna yang menunjuk ke Pak Marno dengan tidak hormat. "Jangan bertindak tidak sopan seperti itu, Erna! Apa maksudmu dengan itu?"

Seakan tidak peduli bahwa tangannya sudah ditampar, Erna melempar pandangan merendahkan ke Yunita yang berdiri di depannya, menghalangi Erna untuk melihat Pak Marno yang tepat berada di belakang. Sekarang Erna mendorong Yunita yang memasang ekspresi tidak suka di wajahnya dengan kasar.

"Kamu, kamu juga! Kamu tidak pernah suka dengan Ressa! Kamu selalu bilang padaku kalau kamu iri dengannya, dan ingin dia menyingkir dari jalanmu!"

Yunita yang kehilangan keseimbangan segera ditahan oleh Tiara yang dengan gerakan cepat mendorong punggung Yunita agar tidak terjatuh ke belakang. Thoriq yang melihat Erna juga meledak ke Yunita, tidak terima dan segera memegang bahu Yunita yang terlalu shock untuk bereaksi.

"Apa yang kamu..."

Thoriq segera menyela Yunita dan menatap tajam pada Erna. "Apa yang kamu katakan? Yunita itu temanmu dan Ressa! Mana mungkin dia begitu!"

Saat Thoriq membelanya, Erna tertawa mengejek. Dia melihat ke arah Yunita dengan kilatan mata tajam seakan tatapannya bisa menembus atau malah menyiratkan bahwa dia akan menyakiti perempuan berkacamata tersebut. Tanpa memperdulikan penampilan bahkan ekspresinya, dia sekarang menyerang Thoriq yang membela Yunita.

"Kamu juga! Aku tahu kamu pernah diam-diam mengoleksi foto bugil Ressa dan menyebarnya ke grupmu!"

"Apa maksudmu, dasar cewek gila! Jangan tuduh yang aneh-aneh"

Erna menyeringai dan tangannya memegang pergelangan tangan Thoriq di kerah piyama miliknya, "Apa? Mau pukul? Sini! Aku mengatakan apa adanya!"

"DIAM!"

Saat pria itu mencengkram kerah piyama Erna, tidak ada yang menghentikannya selain Tiara yang terlihat sangat kacau. Dia terus meneriakkan kata 'berhenti!' ke Thoriq dan mencoba menyuruh yang lain untuk menghentikan Thoriq melukai Erna.

Yunita yang paling memakai logika di circle pertemanan mereka memalingkan wajahnya ke samping, Pak Marno yang Tiara kenal sebagai guru yang jujur dan perhatian hanya melihat tanpa terlihat ingin melerai.

Tiara menggigit bibir bawahnya mencoba menahan tangis.

Ada apa dengan sahabat-sahabatnya? Bukankah kalian menyayangi Ressa sama sepertinya? Mengapa jadi seperti ini?

Apakah ini alasan mengapa mereka tidak terlihat antusias bertemu dengan Ressa lagi? Kenapa mereka semua malah...

"Kumohon berhenti..."

Dia tidak bisa menangis saat ini. Tiara merasa dia tidak pantas menangis setelah mengetahui semua yang dilakukan oleh orang-orang yang dia percayai kepada sahabatnya. Mengingat semua kata-kata yang dilontarkan oleh Erna hanya membuatnya merasa sesak napas dan sedih. Dia marah kepada dirinya yang tidak mengetahui apa-apa soal ini.

"..."

Queenta melihat adegan itu dari jarak cukup jauh dan berbicara dengan Joshua melalui bantuan Sistem di kepalanya.

"Joshua, kamu melihatnya?"

'`Aku dengar.. mereka semua gila kecuali Tiara.. aku tidak percaya aku memanggil mereka kesini.`'

Saat merasa bahwa akan ada sesuatu yang penting terjadi, Queenta meminta Sistem untuk entah bagaimana caranya agar Joshua bisa menonton ini juga. Sistem menggunakan mata kiri Queenta dan menghubungkannya dengan mata Joshua sehingga laki-laki yang sedang mencari keberadaan Ressa di kamar mandi perempuan bisa melihat apa yang Queenta lihat dan dengar.

"Siapa yang akan menyangka plot twist ini, huh?" Perempuan itu hanya menghela nafas dan melihat ke arah lain, merasa jijik melihat pertengkaran yang tidak jauh dari posisinya.

Siapa yang menyangka ini? Tentu tidak ada.

Joshua yang bersandar ke dinding kamar mandi bagian perempuan di lantai 1 tidak bisa tidak terkejut saat reaksi Queenta lebih acuh daripada dia kira. Laki-laki itu berpikir bahwa semua orang disana kecuali Tiara akan mendapatkan tinju khas ala Queenta yang sakitnya bisa bikin masuk UGD.

Perempuan yang kadang kelihatan punya anger issue dengannya itu terdengar tenang-tenang saja, Joshua memutuskan untuk bertanya.

'`Kamu kelihatan biasa saja?`'

Queenta mengangkat bahunya. "Saat mengamati mereka, aku sudah merasa ada yang aneh. Aku kaget beneran waktu tahu semuanya terlibat hal -hal jelek kecuali Tiara."

Sejujurnya dia kesini dan bukan Joshua selain untuk membuat Joshua terbiasa mengatasi hal beginian, dia ingin melihat reuni yang mengharukan, melihat betapa senang orang-orang ini bertemu sahabat dan murid kesayangan kembali setelah tiga tahun terlewati. Queenta menghela nafas panjang tanda dia kecewa dengan apa yang dia temukan disini.

"Pantas saja tidak ada yang seantusias Tiara."

'`Pak Marno juga..`' ucap Joshua dengan lirih.

Queenta memahami sentimen Joshua dan menyilangkan tangannya. "Jangan terlalu bawa perasaan."

Matanya kembali melihat ke kelompok yang tampak memiliki suasana yang buruk di kursi masing-masing. Semuanya sudah kembali ke tempat duduk masing-masing, Pak Marno dan Erna tampak biasa saja, Yunita tampak tidak peduli, Thoriq kembali menghabiskan teh yang tidak ada habisnya, sementara hanya Tiara yang menangis.

Queenta melihat kedua bahu perempuan itu bergetar karena menahan agar dia tidak bersuara saat menangis.

Queenta mendengar samar-samar suara Tiara, tapi dia tidak perlu mendekat untuk tahu apa yang dikatakan oleh Tiara di situasi ini. Dia hanya membiarkannya. Tidak ada yang bisa dilakukan juga.

Queenta punya prioritas saat ini karena ini sudah keluar dari rencananya menonton adegan menyentuh.

"Joshua, cepat temukan Kak Ressa."

'`Kamu kira aku tidak mencoba sejak tadi? Aku bahkan masuk area terlarang toilet perempuan.`'

"Woah."

Joshua yang mendengar kata 'woah' dari Queenta menghela nafas saat dia membuka satu persatu pintu toilet, dan saat pintu di pojok dia buka, dia melempar hpnya ke depan saat dia terkejut melihat Ressa duduk di atas toilet dengan kepala tertunduk.

'`AAGHHH!!`'

DUAG!!

Queenta memiliki senyuman tipis saat dia mendengar suara teriakan Joshua dan suara benda keras mengenai sesuatu yang keras juga.

"Dah ketemu ya, selamat."