III - Universum

Apa itu alam semesta? Bagaimana itu ada? Kenapa itu bisa stabil? Sepertinya baru kali ini aku benar-benar mempertanyakan definisinya ... Ucap Zero di dalam benaknya.

.

.

.

.

.

.

Start of Third-Person PoV

༺–·—————————————————·–༻

"Oke ..." kata Zero, tatapannya masih tertuju pada Aster di depannya.

"Kau sudah paham kan?" tanya Aster.

Tidak meyakinkan. Lihat wajahnya itu ... Sedikit kesal, sang pemilik manik biru tengah-malam mengerutkan alisnya.

"Ah ... iya, kurasa ..."

Penjelasanku sia-sia ...

Menghela napas pasrah, Aster kemudian bertanya lagi, "Apa kau punya kertas?"

"Tidak," jawabnya sembari menggelengkan kepala.

Tak lanjut berbicara, Aster merentangkan tangan kanannya 180 derajat ke kanan. Telapak tangannya hilang, ketika portal mini berbentuk segitiga biru muda muncul.

Terkejut?

Mata violet itu melebar tak percaya. Sungguh, orang— tidak, sosok di depannya ini suka sekali mengerjainya. Zero beralih menatap dari tangan ke wajah. Raut wajahnya menyeringai seperti memberikan pernyataan; Terkejut?

"Kamu bilang, aku bukan manusia, tapi lihat sekarang, apa yang kau lakukan saat ini bahkan melebihi kemampuan manusia." Zero memasang wajah datarnya sembari berkata.

Pada saat yang sama, Aster telah menarik tangannya keluar. Sebuah buku yang agak tebal dan sebuah pena di atasnya mendarat ke meja. Rupanya, portal segitiga tadi merupakan tempat penyimpanan. Entah berapa batas maksimal barangnya, itu jelas sangat berguna.

"Siapa bilang aku manusia?" sarkasnya.

"... Aku, mengiramu."

"..."

Aster tak lagi menanggapinya, dia membuka buku agak tebal itu. Dengan judul yang bertuliskan "Ápeiron Universum" atau berarti "Alam Semesta yang Tak Terbatas" Zero menebak itu adalah buku yang dia beli. Benarkah itu?

Tidak.

Lalu, apa jawabannya?

Itu adalah buku berisi informasi semesta yang Aster tulis dari hasil pencarian dan kesimpulannya sendiri. Tentu saja, dia baru membuatnya setelah tiba di Bumi. Sekarang dia masih menulisnya dan menambah beberapa fakta yang belum dia tahu.

Aster mengangkat tangannya untuk membuka halaman pertama.

[ Ápeiron Universum

Astherion E. ]

"Apa itu?" Si rambut hitam melihat penasaran buku yang dibuka Aster.

"Informasi semesta, aku menulisnya sendiri."

"Oh, kamu merangkumnya?" tanya Zero.

"Tidak, aku hanya menatapnya dan itu jadi seketika."

"Oke, oke."

Oh ... sepertinya dia marah ... Keduanya — nada bicara dan bagaimana dia menatapku, begitu mencekam. Dalam kegelisahan, Zero menelan ludah gugup.

Seraya nuansa beralih, Zero mengangkat suaranya, "Sebutan bintang jatuh itu benar atau tidak?"

Zereth Obscior, bukankah katanya dia makhluk luar bumi? Dia juga terlempar ... Jadi, seharusnya dia sudah tahu pengetahuan ini ... Gumam Aster dalam benaknya.

"Seperti yang aku jelaskan tadi, batuan kecil angkasa yang jatuh ke permukaan sering disebut sebagai bintang jatuh, tapi itu salah. Coba kau bayangkan, matahari jatuh ke bumi, apa yang akan terjadi?" jelasnya singkat.

"Bumi dan seisinya hancur," jawab Zero.

"Ya sudah, itu tahu." Setelah itu, Aster menatap lurus mata violet dalam diam.

Bak mengerti, Zero langsung berkata, "Nama yang benar adalah meteorit. Lalu, sebutan bintang jatuh salah, karena itu bebatuan angkasa?"

"Nomor dua benar, jelaskan lagi nomor satu." singkat Aster.

Dia terhenti sejenak, tampak berpikir, lalu baru berujar, "Batuan luar angkasa yang ukurannya 'kecil' adalah meteoroid. Lalu, yang terbakar di atmosfer disebut meteor, dan meteorit, batuan angkasa yang sudah jatuh ke bumi. Seingatku begitu, apakah aku benar?"

"Benar." Aster menganggukkan kepalanya mantap, terlihat kembali bersemangat. Setelah itu membuka suara, "Apakah kamu masih memiliki pertanyaan lagi?"

"Tentu saja, banyak."

Aster tahu, dia tidak mungkin hanya tahu sedikit tentang alam semesta. Hal itu membuat Aster ingin menguak lebih jauh, sedalam apa dia telah menyelam. Dia kemudian berujar, "Sebutkan hal yang sudah kau tahu, semuanya kalau perlu."

"Tidak banyak. Hanya perbedaan meteor/rit/roid, lubang hitam, planet asalku, bintang, nebula, planet-planet di tata surya ini, sekilas teori big bang, dan pengertian alam semesta secara ilmiah."

"Ada lagi?" tanya Aster.

"Tidak, benar-benar hanya itu ..."

Tanpa alasan yang jelas, si surai putih berdiri dari duduknya. Dia berjalan menuju Zero yang duduk di hadapannya. Dengan buku "Ápeiron Universum" pada tangan kanannya, dia berhenti tepat di depannya.

Zero mengubah posisi duduknya segera, menghadap Aster. Entah apa yang mendorongnya, dia memegang tangan kanan yang lain.

Aku tahu tujuannya buku, tapi kenapa dia justru memegang tanganku?

"Aku akan membantumu ... tapi ajari aku."

"..."

Dia menarik tangan kanan Aster yang masih memegang buku, sekarang dia bisa melihat visual buku itu dengan jelas. 5 detik berlalu, dia mengalihkan perhatiannya ke manik biru tengah-malam Aster, "Ajari aku tentang alam semesta ini."

Sungguh, hanya itu?

"Dengan senang hati," seringaian kemenangan sekaligus keheranan menghiasi wajahnya. Aster langsung menarik tangannya paksa, melepaskan tangan Zero. Dia kemudian berkata, "Ayo, ikut aku."

"Ke mana?"

Seperti tadi, tapi Aster mengangkat tangan kirinya. Sebuah portal segitiga yang 'menelan' telapak tangannya muncul lagi. Namun, setelah menariknya kembali, tidak ada barang terlihat yang dia ambil.

"Apa yang kau ambil? Kenapa itu transparan?" tanya Zero penasaran.

"Tidak, aku menekan tombol."

Tombol? Untuk apa?

Aster berjalan menuju bagian rak buku tertentu. Belum setengah jalan, dia berhenti, dia menoleh sedikit ke belakang, "Berdirilah, sini."

Dia segera bangkit dari duduknya, dan lanjut berjalan cepat, mengejar langkah yang lain. Zero yang penasaran hanya mengikuti perkataan Aster. Ia tidak tahu, apa lagi yang akan membuatnya terkejut. Tidak pula tahu jumlah rahasianya. Hal yang pasti, dia hanya ingin mempelajari semesta dengannya.

Seseorang di depan rak buku mengarahkan tangannya untuk menyentuh salah satu buku. Manik midnight blue itu membaca dengan cermat nama-nama buku di situ.

"Misteri Kosmos."

Ketemu. Batin Aster.

Dengan menghiraukan keberadaan Zero sejenak, dia menarik buku itu seperti membuka ruang rahasia di film-film.

Tak ada yang terjadi.

Tidak ada rak buku yang menggeser sendiri lalu terbuka. Tidak ada rak buku yang terbuka sedikit seperti pintu. Aster menurunkan tangannya setelah mengembalikan buku ke tempat semula. Dia memundurkan kakinya selangkah.

Sring!

Suatu lingkaran biru muda dengan simbol-simbol aneh terukir persis seperti goresan tangan. Itu muncul di bawah kaki Aster dan rak buku depannya. Tak ada satu detik, hal itu langsung berubah menjadi 'penutup rak buku.'

Satu bagian penuh rak buku yang salah satu buku di dalamnya Aster pegang sekarang berubah menjadi warna biru muda. Bukan sekedar mengganti warna suatu barang, itu justru lebih mirip sebuah penghalang. Atau, mungkin bisa disebut sebagai "penyusup" dari bagian rak buku.

Aster menolehkan kepalanya untuk melihat Zero, seringaian di bibirnya kali ini tampak sangat berbeda.

Mungkin karena dari tadi dia terlihat marah? Zero mulai berspekulasi dengan dirinya sendiri.

"Ayo masuk, 'ku jelaskan nanti di dalam," katanya.

Si pemilik netra violet tertegun sejenak seraya menjawab, "Oke."

Aku masih tidak mengerti ...

Cling!

Dalam sekejap, Aster hilang setelah memasukkan sebelah tangannya. Mengetahui hal itu, Zero pun ikut melakukannya.

Perpustakaan ... juga?

Manik violet indahnya itu mengobservasi sekitar. Rak penuh buku, sebuah meja, dan dua kursi. Hanya itu saja, tidak ada hal yang lain. Dia menatap Aster yang sedang mengambil buku-buku tertentu, hingga duduk di atas kursi.

.

.

.

Halaman demi halaman dia buka. Merasa aneh, dia menatap kursi di depannya. Masih kosong.

Dia mendongakkan kepalanya untuk melihat Zero, "Apa yang kau lakukan? Cepat duduklah, atau kau mau melihat-lihat dulu buku di sini?"

Seketika tersentak dari lamunannya, dia cepat-cepat membalas, "Ah, tidak!"

"Jadi, bagaimana aku harus membantumu?" pemilik netra violet bertanya ketika Aster sibuk 'membaca sekilas buku.'

Tanpa mengalihkan pandangannya, dia menjawab, "Dari 3 buku di meja, bacalah dulu dari yang "Alam Semesta vI"."

Baru saja membuka halaman judul, Zero sudah bertanya lagi, "Ada namamu di sini— apakah kau juga menulis ini?"

"Ah, iya ... versi lama." si surai putih mencuri pandang untuk melihat halaman pertama bukunya, "Setiap topik yang berbeda aku tulis di buku yang berbeda, dan ... itu salah satunya. Kalau kamu mau mempelajari alam semesta, kau harus mengetahui definisinya dulu."

"Setiap topik?" netra violet itu sekilas menampilkan keheranan. "Kenapa kamu tidak asal menuliskannya saja? Seperti, menjadikan informasi-informasi yang baru kamu dapat langsung ditulis dan tidak perlu mengurutkannya. Bukankah ini akan menyusahkanmu?" tanyanya.

Alih-alih mendengar keseluruhannya, Aster hanya mendengar poin pentingnya, "Sangat. Aku memang mengelompokkan topik-topik ini, tapi untuk informasi yang baru aku tulis di "Ápeiron Universum"."

"Oh."

.

.

.

Apa itu alam semesta? Bagaimana itu ada? Kenapa itu bisa stabil? Sepertinya baru kali ini aku benar-benar mempertanyakan definisinya ... Ucap Zero di dalam benaknya.

Srek!

[ Alam semesta (universum) atau jagat raya adalah semua hal yang mencakup ruang dan waktu, serta materi, energi, planet, bintang, galaksi, dan hukum-hukum fisika yang mengaturnya. Alam semesta adalah segala sesuatu yang ada, baik yang terlihat maupun tidak. ]

Entah sudah berapa lama waktu berlalu, tiba-tiba Zero sudah mencapai halaman tengah. Dia mengubah perhatiannya pada sosok misterius yang dia bahkan tidak tahu asal-usulnya — Aster.

Sebelum dia membaca buku itu, Aster sedang duduk sambil membaca buku yang ditaruh di meja. Akan tetapi, sekarang dia justru tertidur. Kepalanya terjatuh di tengah halaman buku yang terbuka.

Dia benar-benar tertidur?

"Aster?"

"Astherion?"

"Uh," Aster yang sudah mengenakan kacamata tak-tahu-kapan mengangkat kepalanya yang terasa berat.

Terserang kepanikan, Zero segera bangkit dari duduknya dan menaruh tangan kanannya di kepala Aster untuk menyangganya. Sementara Aster yang masih setengah bangun berusaha membuka matanya. Sang pemiliki tatapan violet menggunakan tangan satunya untuk melepaskan kacamata itu.

"... Ada ... a—pa ...?" tanya si rambut putih.

"Tidak-tidak, tidak ada. Tidurlah kembali. Ah iya, di mana kamu tidur?"

"Hm? Untuk ... apa?"

Zero menghela napas sejenak sebelum berkata, "Istirahatlah sebentar."

Tidak bisa tetap di tempat, Zero berjalan ke arah Aster tanpa melepaskan tangannya yang menopang kepala Aster.

Sesuatu mendorong Aster untuk membuka matanya. Dia kembali duduk tegak. Entah sadar atau tidak, Aster berpesan, "Aku tidur sebentar."

Zero menganggukkan kepalanya.

"Oh, urutan bacanya ... alam semesta vI, vII, dan vIII. Angka di buku perhitungannya sama dengan angka Romawi di Bumi."

Setelah mengatakan itu, si pemilik tatapan midnight blue berdiri dari duduknya.

"... Oke."

Si Aster yang setengah sadar hanya diam sembari memasukkan tangannya ke segitiga misterius biru muda. Persis seperti tadi, sebuah pintu biru muda — persegi panjang — muncul dengan posisi berdiri. Dia langsung melangkahkan kakinya ke dalam tanpa basa-basi.

༺–·—————————————————·–༻

End of Third-Person PoV

To be continued

#—· Alam Semesta (universum) atau jagat raya, adalah seluruh ruang dan waktu beserta segala materi, energi, planet, bintang, galaksi, dan hukum-hukum fisika yang mengaturnya.