Rapat

POV Sherly

Pagi itu, aku merasa sedikit lebih segar setelah beristirahat cukup. Seperti biasa, aku memulai hari dengan rutinitas yang tidak banyak berubah. Menyusun jadwal, mengecek email, dan mempersiapkan laporan yang harus diselesaikan. Namun, ada satu hal yang berbeda pagi ini. Aku menerima pesan dari Pak Ariel.

Pesannya singkat, namun cukup jelas. Pak Ariel meminta aku untuk mempersiapkan rapat dengan bagian IT. Rapat tersebut akan membahas integrasi sistem baru yang akan diterapkan di perusahaan. Sebelum rapat dengan tim IT, aku diminta untuk mengidentifikasi terlebih dahulu kebutuhan dari tim keuangan. Artinya, aku harus bertemu dengan mereka, merangkum hasilnya, dan menyampaikan informasi tersebut pada tim IT. Tentu, aku langsung merasa sedikit tegang memikirkan bagaimana aku akan menyampaikan kebutuhan teknis yang harus dipahami oleh tim IT agar sistem baru itu benar-benar kompatibel dengan infrastruktur yang ada.

Aku pun memulai hari dengan rapat kecil bersama tim keuangan, berusaha menggali informasi sebanyak mungkin tentang apa saja yang mereka butuhkan dari sistem baru ini. Setelah beberapa jam berdiskusi, aku berhasil menyusun ringkasan yang cukup jelas dan terstruktur. Dengan laporan tersebut, aku langsung menuju ruang rapat di lantai atas.

Begitu aku sampai, aku merasa sedikit gugup, meskipun rapat ini bukan sesuatu yang asing lagi bagiku. Aku sudah terbiasa berbicara di depan orang banyak dan mengatur berbagai hal dengan tim, tapi entah kenapa kali ini aku merasa lebih berat. Mungkin karena ini adalah pertama kalinya aku mengadakan rapat untuk menyampaikan kebutuhan teknis yang lebih mendalam, dan tentu saja, ini rapat yang melibatkan tim IT. Aku ingin memberikan yang terbaik, namun dalam hatiku, ada rasa khawatir apakah semua akan berjalan sesuai harapan.

Aku duduk di meja rapat, mempersiapkan segala sesuatu yang perlu aku sampaikan, sambil menunggu tim IT datang. Beberapa menit berlalu, dan aku melihat seorang perwakilan anggota tim IT masuk ke ruangan. Namun, yang membuat aku terkejut adalah, yang datang bukan hanya sembarang orang, tetapi Juan.

Juan? Perwakilan tim IT yang ditunjuk oleh kepala teknisi? Aku sedikit terkejut, meskipun berusaha untuk tetap tenang. Aku tidak tahu apa yang membuatnya dipilih untuk menghadiri rapat kali ini, namun dia tentu bukan orang asing bagiku.

Aku sedikit terdiam saat dia memasuki ruangan, dan dia pun terlihat sedikit kikuk, seolah sama terkejutnya. "Oh, Sherly," katanya, suaranya sedikit tergagap. "Selamat pagi."

Aku membalasnya dengan senyuman, mencoba meredakan rasa canggung yang tiba-tiba muncul. "Selamat pagi, Juan. Ternyata kamu yang ditunjuk mewakili tim IT," jawabku sambil sedikit tertawa ringan, berusaha mencairkan suasana.

"Ya, sepertinya begitu," jawabnya, lalu tersenyum kaku. "Pak Dani memintaku untuk datang hari ini."

Kami berdua saling menatap sejenak, masih agak kikuk, tetapi beberapa detik kemudian kami berdua sudah bisa tertawa kecil, meredakan ketegangan yang sempat muncul. Memang, meskipun kami sudah sering berinteraksi di kantor, ini pertama kalinya kami bekerja bersama dalam rapat yang lebih formal. Tak lama, kami pun mulai berbicara tentang topik utama rapat, dan aku berusaha untuk tetap fokus meskipun suasana sedikit aneh pada awalnya.

Kami mulai rapat dengan Juan yang mendengarkan penjelasan singkat mengenai kebutuhan dari tim keuangan. Aku menyampaikan poin-poin penting yang telah aku rangkum sebelumnya, menjelaskan bagaimana sistem baru ini diharapkan bisa mendukung berbagai proses yang ada di keuangan, serta bagaimana kompatibilitas teknisnya sangat penting.

Juan mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk, dan memberikan pertanyaan yang cermat. Aku merasa sedikit lega karena dia tampak sangat profesional dalam memahami kebutuhan tim keuangan dan mendalami setiap detail yang aku jelaskan. Suasana rapat pun terasa lebih lancar dari yang aku bayangkan.

Namun, yang membuat aku sedikit bingung adalah bagaimana Juan begitu fokus pada setiap kata yang aku ucapkan. Dia tidak hanya mencatat dengan serius, tetapi juga memberikan perhatian penuh. Setiap kali aku menjelaskan hal teknis, dia akan mengalihkan pandangannya dari catatan dan menatapku langsung, seolah berusaha untuk memahami setiap detailnya.

Setelah beberapa waktu, rapat pun mulai berlanjut. Aku merasa sedikit lebih rileks, meskipun kehadiran Juan membuat suasana menjadi lebih... intens. Dia benar-benar mendengarkan dengan penuh perhatian, bahkan untuk hal-hal kecil yang aku sebutkan.

"Jadi, Sherly, kalau misalnya ada masalah dengan sistem yang baru nanti, siapa yang akan jadi kontak pertama?" tanya Juan, suaranya tenang, namun aku bisa merasakan ada ketertarikan dalam cara dia bertanya.

Aku tersenyum, sedikit terkejut dengan pertanyaannya yang mendalam. "Mungkin kita bisa bekerja sama dengan tim IT untuk memastikan semuanya berjalan lancar. Pak Ariel biasanya akan memimpin jika ada masalah besar yang perlu segera diselesaikan," jawabku, berusaha tetap fokus pada topik pembicaraan.

Juan mengangguk, dan kami melanjutkan percakapan tentang rincian teknis. Namun, suasana semakin terasa ringan ketika Juan mulai berbicara lebih personal. "Sherly," katanya dengan nada lebih santai. "Kamu sepertinya sangat sibuk belakangan ini. Banyak hal yang harus diselesaikan, ya?"

Aku sedikit terkejut dengan arah percakapan yang mulai berubah. Juan tampaknya ingin tahu lebih banyak tentang aku. "Ya, memang. Rasanya akhir-akhir ini pekerjaan semakin padat. Tapi itu biasa di kantor seperti ini," jawabku, mencoba menjaga percakapan tetap profesional meskipun aku merasa sedikit canggung.

"Aku paham. Kadang, kita memang terlalu fokus pada pekerjaan sampai lupa untuk merawat diri sendiri, kan?" Juan melanjutkan, sambil tersenyum lembut. "Aku sendiri juga sering merasa seperti itu. Tapi, menurutku, kau terlihat bisa mengatasi semuanya dengan baik."

Aku hanya bisa tersenyum kecil. Juan memang orang yang tahu cara membuat percakapan terasa lebih nyaman. Seiring berjalannya waktu, aku merasa semakin nyaman berbicara dengannya. Dia selalu mendengarkan dengan seksama dan memberikan respons yang membuatku merasa dihargai. Tanpa sadar, aku mulai membuka diri sedikit demi sedikit.

"Kadang memang ada momen di mana segala sesuatu terasa begitu menumpuk," jawabku perlahan. "Tapi aku mencoba untuk tetap fokus dan tidak terlalu terbebani. Semua orang pasti punya tantangannya masing-masing, kan?"

Juan terdiam sejenak, mungkin terkejut mendengar pernyataanku. Namun, dia segera menjawab dengan lembut, "Aku mengerti. Kadang hidup memang memberikan kita ujian yang tidak mudah, Sherly. Tapi aku yakin kau bisa melewatinya. Kau terlihat kuat, dan itu yang membuatku sangat mengagumi caramu menjalani semuanya."

Aku merasa sedikit terharu dengan kata-kata Juan. Dia tidak hanya mendengarkan, tetapi juga memberiku dukungan moral yang aku butuhkan. Dalam beberapa menit percakapan, aku merasa seolah dia benar-benar memahami apa yang aku rasakan.

Tapi, meskipun aku merasa nyaman berbicara dengannya, ada sesuatu yang menggangguku. Kenapa Juan tiba-tiba begitu perhatian? Apakah dia memang hanya sekadar peduli, atau ada alasan lain yang lebih dalam? Aku mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya dan tetap menjaga profesionalisme.

Setelah rapat selesai, aku mengucapkan terima kasih kepada Juan atas kerjasamanya. Kami berdua meninggalkan ruang rapat dengan perasaan yang campur aduk. Aku merasa lega bahwa rapat berjalan lancar, namun ada sedikit rasa bingung mengenai perasaan yang muncul setelah percakapan panjang itu.

Mungkin aku terlalu cepat menyimpulkan, atau mungkin Juan memang hanya ingin menjadi teman kerja yang baik. Tapi, aku tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa dia mulai menunjukkan perhatian lebih terhadap diriku. Aku berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya, tapi perasaan itu tetap mengganggu aku.

Aku berharap Pak Ariel bisa segera kembali, karena ada banyak hal yang masih perlu dibahas. Namun, untuk sekarang, aku hanya bisa berharap semuanya akan berjalan dengan baik, dan bahwa aku bisa terus menjalani pekerjaanku dengan baik.