Lorong yang mereka lalui terasa tenang, hanya ditemani suara langkah kaki dan angin lembut dari jendela kecil di sisi koridor. Di ujung lorong, mereka tiba di depan sebuah pintu dengan plakat logam kecil bertuliskan: No One Could Beat the Dragon
Resepsionis wanita itu berhenti di depan pintu dan menunjuk dengan isyarat tangannya yang halus.
"Sebelah sini," ucapnya singkat.
Arthur menoleh pada Tyrell, lalu melangkah lebih dekat. "Ayo," katanya dengan suara pelan, setengah gugup tapi bersemangat.
Namun sebelum mereka mendorong pintu, Arthur menoleh kembali, merasa ada yang janggal.
"Apa anda tidak ikut masuk?" tanyanya pada sang resepsionis.
Wanita itu menggeleng ringan, senyumnya tidak berubah. "Tidak, saya serahkan pendaftarannya pada orang di dalam bernama Calvin."
"Baiklah, terima kasih," jawab Arthur sopan, sebelum akhirnya mendorong daun pintu kayu itu perlahan.
Arthur dan Tyrell melangkah masuk ke dalam ruang pendaftaran, disambut aroma tinta, kertas tua, dan kayu yang sedikit mengelupas di sudut ruangan. Ruangan itu cukup luas dan penuh dengan tumpukan catatan. Di tengah ruangan, seorang pria paruh baya duduk di balik meja besar, menulis dengan pena bulu dalam keheningan yang hanya dipecah oleh gesekan lembut ujung pena terhadap kertas.
Arthur dan Tyrell saling pandang sejenak, lalu Arthur melangkah maju dengan sopan.
"Permisi, apa Anda Tuan Calvin?" tanyanya, mencoba terdengar percaya diri.
Pria itu melirik perlahan, sorot matanya tenang dan tajam di balik kacamata bundar nya.
"Hmmm, iya? Apa kalian pendaftar baru?" tanyanya sambil meletakkan pena ke tempat tinta.
"Iya, kami ingin jadi petualang agar bisa mengambil misi," jawab Arthur.
"Baiklah... kemari kalian." Calvin menunjuk ke arah sebuah ruang kecil di sisi kanan, tampaknya ruangan pengujian sederhana. "Siapa dulu di antara kalian yang mau tes?"
Tyrell menoleh pada Arthur, dan sebelum ia sempat berbicara, Tyrell berkata, "Kau dulu, Arthur."
Arthur mengangguk pelan, menelan ludah dengan gugup. "Baiklah. Apa yang harus saya lakukan?"
Di tengah ruangan yang sederhana namun tampak kokoh, Calvin berdiri dan mulai menjelaskan dengan nada datar tapi penuh otoritas.
"Kau harus mendengarkan baik-baik..." katanya, sembari berjalan ke arah sisi ruangan yang tertata rapi dengan perlengkapan uji coba. Ia berhenti di depan sebuah pilar kristal yang berpendar lembut — sebuah hologram berbentuk manusia, nyaris transparan namun terasa padat oleh aura sihir yang terpancar darinya.
"Pengujian di Guild ini memiliki tiga tes," lanjut Calvin sambil menunjuk pada sebuah rak kecil yang memajang pedang-pedang kayu. "Yang pertama adalah tes fisik. Kalian harus menyerang sekuat mungkin pada hologram ini menggunakan pedang kayu tersebut. Kalian diberi tiga kesempatan. Setelah itu, aku akan menghitung rata-rata kerusakan dari pukulan kalian."
Arthur menatap pedang kayu itu dengan sedikit gugup, tapi juga penasaran. Meskipun tampak biasa, pedang itu tampaknya telah dipakai berkali-kali, permukaannya sedikit aus dan menyimpan bekas luka dari banyak calon petualang sebelum mereka.
"Yang kedua adalah tes Mana atau Sihir," lanjut Calvin, kini menatap Arthur dengan lebih dalam. "Kau harus menunjukkan semua kreasi sihir yang bisa kau lakukan — apapun itu. Jika sihirmu bertipe projectile atau throwable, kau bisa melemparkannya ke arah hologram ini. Ia mampu menghitung semua kerusakan yang diterima tanpa menimbulkan dampak nyata. Jadi jangan khawatir, kau bisa menyerang sekuat yang kau mampu."
Ia kemudian mengangkat tangan dan mulai menjelaskan peringkat berdasarkan skor.
"Dan ini adalah klasifikasinya:
0 hingga 150 poin: Class E
150 hingga 500 poin: Class D
500 hingga 5000 poin: Class C
5000 hingga 25000 poin: Class B"
Calvin menoleh sedikit, matanya menyipit seperti hendak mengukur kemampuan Arthur hanya dari sorot matanya saja.
"Tapi... jika kau sudah memiliki Stats Window, kami bisa mengecek Class-mu secara langsung. Kau hanya perlu memunculkan Stats Window agar bisa dilihat orang lain dengan mengatakan kata: 'Authorize'."
Hening sejenak menyelimuti ruangan. Semua terasa seperti awal dari perjalanan panjang. Arthur menarik napas dalam-dalam, menyadari bahwa ujiannya bukan sekadar fisik atau sihir, tapi juga tentang keberanian menghadapi dunia yang belum ia pahami sepenuhnya.
"Wow, panjang juga penjelasannya..." gumam Arthur sembari menarik napas pendek.
"Baiklah, aku akan memukul hologram itu dulu."
Langkahnya ringan, tapi sorot matanya penuh tekad saat ia melangkah menuju rak di sudut ruangan. Di sana, terbaring deretan pedang kayu — sederhana, masing-masing menyimpan bekas semangat dari ratusan ujian sebelumnya. Arthur mengambil salah satunya, merasakannya di genggaman. Kayunya agak kasar, tapi cukup seimbang.
Lalu, ia memejamkan mata sejenak dan mengarahkan aliran mananya ke dalam pedang. Dalam sekejap, bilah kayu itu memancarkan cahaya kebiruan yang lembut dan intens, seperti cahaya bintang yang terkonsentrasi di satu titik.
Tyrell menyipitkan mata, memperhatikan pancaran itu. "Hmm... dia bisa mengalirkan mana ke senjata kayu. Menarik."
Arthur kemudian mengambil posisi. Ia menyesuaikan kaki dan pundaknya, lalu menarik pedangnya ke belakang, siap untuk menghantam hologram kristal yang berdiri diam di depannya.
Calvin mengangkat tangan, memberi isyarat, dan mulai menghitung.
"Satu... dua... tiga..."
BOOOM!
Suara yang terdengar lebih mirip dentuman batu raksasa yang dihantam petir menggema di seluruh ruangan. Gelombang kecil angin terdorong dari titik tebasan, membuat jubah Calvin berkibar tipis.
Hologram berpendar sedikit, menyesuaikan diri setelah menerima serangan tersebut. Kemudian angka muncul di udara, membentuk digit bercahaya.
"509 skor kerusakan fisik!" seru Calvin dengan mata sedikit membulat. Nada suaranya menunjukkan kekaguman yang tidak bisa ia sembunyikan.
Arthur sedikit terkejut sendiri, lalu tersenyum tipis. "Sepertinya pedangnya bagus juga."
"Mantap, Arthur," ujar Tyrell sambil menyilangkan tangan dan tersenyum bangga, meski wajahnya tetap datar seperti biasa.
Arthur kembali berdiri, kali ini dengan posisi menusuk. Kakinya ditarik sedikit ke belakang, sementara tangan kanannya menggenggam erat pedang kayu yang masih menyala kebiruan. Matanya menatap tajam ke arah hologram, seolah bayangan musuh nyata sedang berdiri di depannya.
"Siap?" tanya Calvin sambil mengangkat tangan.
Arthur mengangguk.
"Satu... dua... tiga..."
WUUUUSSSSHHHH!
Udara seperti terbelah oleh dorongan tajam. Pedang kayu itu menusuk dengan kecepatan tinggi, membentuk suara seretan angin yang membuat ruangan terasa seperti sedang dihempas badai kecil. Kilatan cahaya biru melesat dan menancap tepat ke pusat hologram.
Sesaat, ruang menjadi sunyi.
Lalu, hologram berpendar kuat, dan angka besar menyala di udara:
2445 SCORE
Calvin melotot, nyaris tak percaya. "Gila... yang satu ini benar-benar Critical! Apa kau yakin kau pemula?"
Arthur terdiam sejenak, lalu tertawa kecil. "Astaga... aku sendiri tidak menyangka. Mungkin saja serangan tadi bisa mengalahkan seseorang dari Class C."
Calvin ikut tertawa, kali ini dengan nada kagum yang tulus. "Hahaha, itu mungkin saja. Tapi ingat, kemenangan di dunia nyata bukan cuma soal angka. Seberapa mahir kau mengendalikan skill dan membaca situasi... itu yang akan menentukan hidup dan matimu."
Tyrell mengangguk kecil dari belakang, mengamati temannya. "Kelihatannya aku harus serius juga nanti," pikirnya.
"Baiklah, aku akan memberikan serangan terakhir," ujar Arthur sambil menghapus keringat dari dahinya. Nafasnya mulai berat—entah karena tegang atau karena sebelumnya dia mengerahkan terlalu banyak mana.
Kali ini, dia tidak mengisi pedangnya dengan mana. Dia hanya mengulang gerakan tebasan pertama, tanpa kekuatan tambahan, hanya mengandalkan tenaga fisiknya saja.
"Satu... dua... tiga..." Calvin menghitung dengan suara lantang.
SWOOSH
Pedang kayu itu menebas hologram, cukup kuat, tapi tak sekuat sebelumnya. Tak ada cahaya biru, tak ada tekanan udara yang menderu. Hanya suara kayu mengenai cahaya holografik.
Beberapa detik kemudian, skor muncul.
601 SCORE
Calvin mencatat hasilnya. "Baiklah... kamu menyelesaikan tes pertama dengan total 1185 skor. Itu berarti, rata-rata seranganmu adalah 1185... Kelas C!"
Arthur tersenyum kecut. "Tidak apa-apalah... walau cuma Class C."
Namun Calvin memandangnya dengan serius, bahkan sedikit tak percaya Arthur terlihat kurang puas.
"Apa maksudmu? Kau sangat hebat sebagai pemula! Biasanya, pemula hanya dapat Class E. Bahkan banyak yang gagal. Tapi kau? Langsung lompat ke Class C. Itu sudah luar biasa!"
Arthur hanya tertawa kecil, lalu melirik ke arah Tyrell. Tapi dalam hati... (Ini belum apa-apa... dibanding saat aku melihat naga itu...)
Bayangan seekor naga raksasa muncul sekelebat dalam pikirannya—matanya yang menyala, napasnya yang membakar udara, dan tekanan luar biasa yang membuat lututnya hampir tak mampu berdiri.
Tyrell sempat meliriknya, ia mengerti yang dirasakan Arthur.
Tapi tiba-tiba Arthur berbicara, terlihat sedikit gugup.
"Eh... eee, maaf pak. Tapi... katanya kalau sudah punya Stats Window, maka Class-nya akan langsung disesuaikan dengan Stats Window, kan?" Arthur tersenyum kaku, sedikit berkeringat.
Calvin terkejut sebentar, lalu mengangguk. "Oh! Iya, betul. Kalau begitu, saya akan langsung mengkualifikasikan Class-mu berdasarkan data dari Stats Window."
Arthur hanya membalas dengan senyum canggung.
"Baik, sekarang kita lanjut ke tes kedua," ujar Calvin sambil berdiri. Ia menunjuk ke kursi di depan mejanya.
"Silakan duduk di sini atau ngapain bebas, dan tunjukkan semua bentuk sihir yang bisa kau ciptakan. Tak perlu ditahan, tunjukkan semuanya. Kalau itu sihir proyektil, bisa langsung ke hologram tadi. Jangan khawatir, sistemnya akan membaca dan mencatat semua jenis kerusakan."
Arthur menelan ludah, lalu duduk perlahan di kursi tersebut.
Tangannya mulai gemetar pelan. "Apa aku bisa... mengontrol ini? Jangan sampai aku meledakkan ruangan..." pikirnya.
Tyrell yang berdiri di belakang hanya menyilangkan tangan sambil menonton. (Kalau dia kehilangan kontrol... ruangan ini bisa jadi kawah)
Calvin menyiapkan alat pemindai dan menunggu dengan penuh perhatian. "Baiklah Arthur, saatnya... tunjukkan sihirmu."
Arthur membuat pusaran air di kedua tangannya, arusnya berputar dengan cepat dan stabil, dari kecil hingga membesar kepadatan air yang melingkar di telapak tangannya. Wajahnya fokus, terlihat gugup.
Kemudian, tangan kirinya mulai membentuk panah air, ramping dan tajam, mengambang.
Di tangan kanan, ia menciptakan bola air berukuran kepala manusia yang berputar sangat cepat, seperti menyimpan tekanan yang bisa meledak kapan saja.
Mata Calvin terbuka lebar-lebar.
"Astaga... kau bahkan bisa melakukan Dual Casting? Ini bukan kemampuan biasa... sepertinya negeri ini kedatangan jenius baru!" katanya sambil setengah berdiri dari kursinya.
Arthur buru-buru menggeleng, wajahnya agak merah. "Anda tidak perlu terlalu memuji saya..." Nada suaranya rendah dan malu.
(Aku tahu... di luar sana masih banyak monster yang lebih kuat. Bahkan... Tyrell sendiri masih misterius bagiku) pikirnya dalam hati.
Calvin hanya tertawa ringan. "Hahaha, kerendahan hatimu sangat bagus. Tapi bakatmu ini tidak bisa disembunyikan."
Ia kembali duduk dan mulai mencatat sesuatu di kertas laporan. "Kalau seperti ini... aku tidak perlu menyuruhmu menyerang dengan sihir. Aku sudah melihat cukup. Kau lulus."
"Sudah diputuskan. Kau resmi Class C. Dan dengan kekuatan seperti ini, aku yakin... dalam beberapa hari lagi, kau bisa naik ke Class B. Jangan sia-siakan potensimu."
Arthur menerima pujian itu dengan sedikit tidak enak hati, lalu menoleh ke Tyrell.
Tyrell hanya tersenyum kecil dan menepuk pundaknya. "Bagus juga... tapi jangan lupa siapa yang akan mengalahkanmu nanti."
Arthur tertawa kecil. "Haha, mustahil aku bisa melawanmu."
"Baiklah...... sekarang giliran kau yang test," Calvin menunjuk ke Tyrell.
"Eh, sudah selesai ya? Baiklah."
Tyrell mengambil pedang kayu dari rak dan berjalan ke arah hologram. Ia berdiri diam sejenak, lalu memejamkan mata. Udara di sekitarnya mulai berubah. Angin halus mulai berputar di sekitar tubuhnya, lalu mengalir ke pedang yang ia genggam. Ujung pedang mulai tampak tajam, seolah bukan lagi kayu, tetapi seperti logam ringan yang diselimuti aura tajam tak terlihat.
Lalu... nyala api muncul perlahan dari sisi pedang. Bukan api yang membakar, tapi nyala terarah—terkendali, seperti bara yang patuh pada kehendaknya.
Hawa ruangan mulai memanas. Bahkan Arthur yang berdiri tak jauh merasa kulitnya seperti tertusuk udara panas.
“Ingat ya!! Serang dengan kekuatan penuh!” teriak Calvin dari samping.
Tyrell mengangguk, lalu mengangkat pedangnya perlahan. Matanya menatap lurus ke target.“(Aku harus membelokkan partikel ini, ini... juga yang ini... lalu...)”
Angin dan api yang mengalir bersatu pada satu titik di pedang. Setelah beberapa detik konsentrasi mendalam—Tyrell akhirnya mengayun.
"Baiklah...... sekarang giliran kau yang test," suara Calvin menggema, jari telunjuknya mengarah pada Tyrell.
Senyap sejenak menyelimuti ruangan. Namun tanpa ragu, Tyrell menanggapinya, "Eh sudah selesai ya, baiklah," ujarnya dengan nada santai, namun ada sorot berbeda di matanya—tajam, tenang, dan penuh kesiapan.
Langkah Tyrell bergema ringan dan tegas saat ia maju ke depan benda itu. Cahaya hologram di depannya berpendar lembut, menunggu. Di tangannya, pedang kayu sederhana tampak tak berarti, tapi hanya bagi yang tak tahu apa yang mampu ia lakukan dengannya.
"Ingat ya!! Serang dengan kekuatan penuh!" teriakan Calvin memecah konsentrasi sesaat, namun Tyrell sudah fokus sepenuhnya.
Udara di sekitarnya mulai berubah. Nyaris tak kasatmata, tapi terasa jelas—aliran energi mulai berkumpul. Tyrell menyalurkan manipulasi udara ke sepanjang bilah kayu, dan seketika itu juga, aura pedangnya berubah. Bilah kayu yang kasar dan ringan itu perlahan memancarkan kekuatan baru: ketajaman yang tak berasal dari logam, melainkan dari tekanan udara yang dipadatkan dengan presisi ekstrim.
Lalu muncullah api. Lidah-lidah merah-oranye menyelimuti bilah itu, menari tanpa membakar. Hawa panas mulai memenuhi ruangan, membuat keringat mengalir di pelipis para pengamat, membuat udara terasa berat dan mencekam.
Dalam pikirannya, Tyrell menghitung. (Aku harus membelokkan partikel ini, ini, juga Struktur yang ini.......... lalu.....)
Kesadarannya menyelam dalam struktur udara dan energi, memanipulasinya seakan semesta menjadi mainan dalam genggamannya.
Dan akhirnya, ia bergerak.
Satu ayunan.
Satu hantaman.
Pedang kayunya yang terbalut angin dan api menghantam hologram itu dengan seluruh kekuatan, bukan hanya fisik, tapi juga kehendak.
Dalam sekejap—