Jadi Siapa 'Dewa'-nya..

Tanah itu diam seolah menjadi saksi bisu, bekas pertarungan singkat—dan tak ada tanda-tanda perlawanan. Di tengah area terbuka yang masih dipenuhi sisa energi sihir, tergeletak sesosok mayat raksasa. tubuhnya empat kali lebih besar dari gajah Afrika dewasa, dan meskipun tak bernyawa, kehadirannya masih menimbulkan tekanan luar biasa. Dia adalah Emperor Goblin—yang bahkan disebut setara class S. Kini, dia diam. Mati.

Portal melayang diam di samping mayat itu, berputar lambat dengan aura ungu gelap yang tak wajar. Energinya bergetar, dingin dan tidak berasal dari dunia ini. Setiap orang yang melihatnya bisa merasakan naluri mereka menjerit untuk mundur.

Charles berdiri terpaku, matanya membelalak, tidak percaya dengan pemandangan yang ada di hadapannya. “Apa-apaan ini?! Kenapa dia sudah mati…” ucapnya dengan suara merinding.

Chloe berlutut di samping tubuh sang Emperor, telapak tangannya menyentuh kulit dingin namun keras bagaikan baja. Sorot matanya tajam namun penuh kegelisahan, dan suaranya keluar pelan, “Sepertinya Emperor Goblin ini mati dengan sekali serang.” Nada bicaranya bergetar.

Arthur berdiri membatu, pikirannya dipenuhi rasa tak percaya. Dalam diam, ia menelan ludah sambil menatap tubuh raksasa itu. "(Apa itu yang bernama Emperor Goblin? Itu sangat besar... sepertinya besarnya sekitar empat kali gajah Afrika dewasa... Mungkin ini alasan kenapa dia setara empat orang Class A, seperti yang dikatakan Pak Calvin...)" pikirnya, hatinya semakin dicekam oleh bayangan kekuatan yang mampu merobohkan monster sebesar itu dalam satu serangan.

Chloe kembali berdiri perlahan, memandangi sekeliling dengan waspada. “Juga… sepertinya yang membunuhnya hanya meninggalkannya tanpa menjarah isi tubuhnya,” gumamnya lebih pelan, nyaris seperti bisikan. “Lebih baik kita ambil bagian pentingnya lalu pergi dari sini... karena sepertinya dia mati oleh serangan sihir semacam Instant Death... entahlah. Yang pasti, orang yang membunuh Emperor Goblin dalam sekali serang... pasti sangat berbahaya.”

Langkah-langkah pelan terdengar di belakang mereka, suara gesekan sepatu dengan tanah dan serpihan batu. Tyrell berdiri sekitar sepuluh meter di belakang tubuh Emperor Goblin, matanya mengamati sekeliling dengan tajam, seperti membaca rahasia yang tersembunyi dalam bayangan.

“Mungkinkah ada orang lain selain kita yang datang ke sini lebih dulu dan membunuhnya?” gumamnya pelan, tapi jelas. Matanya berpindah ke portal yang berputar lambat di samping mayat itu. “Dan yang lebih penting... bagaimana bisa ada portal terbuka di sebelahnya?”

Dua suara pecah secara bersamaan, menggema di tengah suasana mencekam yang belum sepenuhnya mereka pahami.

“Portal??” ucap Chloe dan Charles serentak, seolah baru menyadari keanehan yang berdiri diam di sebelah tubuh monster kolosal itu.

Arthur mengangkat alis, sedikit terkejut mendengar nada kebingungan dari dua rekan barunya. Ia menatap mereka sejenak sebelum bertanya balik dengan nada heran, “Hmmm? Kalian tidak tahu Portal?”

Chloe menyilangkan tangan, ekspresinya menunjukkan campuran antara kebingungan dan sedikit frustrasi. “Tidak. Yang kami tahu bukannya itu adalah Gateway?”

Tyrell yang berdiri di sisi lain mayat, membisu, spontan pikirannya bekerja cepat menyerap informasi baru itu. "(Jadi di sini... nama Portal berubah menjadi Gateway...)" gumamnya dalam hati, mencatat perbedaan terminologi yang bisa jadi lebih penting daripada yang terlihat.

Suasana menjadi sedikit lebih tenang, namun mereka tetap waspada karena misteri yang belum terpecahkan.

Arthur mengalihkan perhatian, mencoba mendistraksi fokus kelompok.

“Ngomong-ngomong,” katanya sembari menatap Charles dan Chloe, “siapa nama kalian berdua? Lalu, apakah kalian sudah mempersiapkan untuk membunuh makhluk ini?”

Charles mengangguk ringan, mencoba menenangkan dirinya meski sorot matanya masih gelisah. “Namaku Charles dan dia Chloe... karena kalian ikut serta, kami jadi semakin yakin akan kemenangan...” Suaranya merendah di akhir kalimat, dan ia menatap tubuh Emperor Goblin dengan kerutan di dahi. “Tapi... apa yang sebenarnya terjadi di sini?”

Chloe tidak langsung menjawab, matanya sibuk menelusuri bagian dada makhluk raksasa itu. Lalu, tanpa memalingkan pandangan, ia berbicara dengan nada tegas. “Daripada kalian kebingungan terus seperti itu, kenapa tidak kemari bantu aku mencari Reinforced Stone di mayat ini?”

Tyrell mengangguk pelan, menghampiri tubuh Emperor Goblin sambil menurunkan pandangannya ke kulit tebal. “Baiklah, tapi... bagian mana itu berada?”

Chloe menjawab sambil menyentuh bagian dada kanan dari makhluk itu, menggeser sisik tebal dengan teliti. “Di mana saja. Karena itu secara acak ada di seluruh bagian tubuhnya... biasanya ada di sebelah kanan jantungnya.”

Cahaya matahari yang sedikit menembus celah-celah bulan di langit terasa redup, seakan enggan mencampuri urusan manusia yang sedang mengupas tubuh makhluk besar yang sudah tak bernyawa. Chloe, dengan ketenangan seorang pemburu berpengalaman, memotong bagian kaki mayat Emperor Goblin menggunakan belatinya, Gerakannya cepat namun terkontrol.

Sementara itu, Tyrell berdiri di sisi lain, tak mengeluarkan sepatah kata pun saat mengangkat tangan dan menciptakan sebuah pedang yang terbakar dengan nyala api redup namun jelas. Pedang itu tak muncul melalui apa pun—ia hanya ada, tercipta dari manipulasi Tyrell dan kekuatan yang seolah bukan milik dunia ini. Hanya Arthur yang sempat menyaksikan keajaiban tersebut secara langsung, walaupun tidak mengatakan apa-apa.

Dengan tenang, Tyrell mulai membelah bagian tangan kanan mayat itu, lalu bergerak menuju dada, menebas sisi kanan dada yang melindungi organ vital. Dari balik daging dan tulang keras yang dibuka paksa itu, sebuah cahaya samar mulai bersinar. Ia menyentuh sumbernya dan menariknya keluar—sebuah batu yang tampak terang perlahan dan kembali meredup secara konstan, menyimpan sebuah kekuatan yang terlihat seperti akan meledak kapan saja jika sembarang 

“Hei, ini kah barang yang kalian cari,” ucap Tyrell sambil mengangkat batu tersebut agar cahaya dari permukaannya dapat terlihat dengan jelas oleh semua orang.

Chloe mendekat dengan cepat, matanya terkejut begitu melihat batu itu. “Wah, itu bercahaya... Ini kedua kalinya kulihat Blessed Reinforced Stone,” katanya dengan suara penuh kekaguman, seolah mengagumi benda yang lebih berharga dari emas.

Tyrell mengangguk ringan, tak puas terhadap temuan itu. “Yasudah, ini kalian ambil saja. Kami berdua tidak membutuhkannya.”

Chloe menerima batu itu dengan penuh rasa syukur, lalu mengalihkan pandangan ke arah mereka berdua, memperhatikan lebih seksama. “Terima kasih... Tapi aku tidak melihat perlengkapan senjata apa pun di antara kalian... Apa kalian Hunter tipe Mage?” Ia sedikit memiringkan kepala, heran. “Karena mereka tidak menggunakan senjata terkecuali senjata buff seperti tongkat untuk menambah kecepatan Rapalan mereka... karena Mage harus merapal untuk mengeluarkan efek sihir.”

Arthur, yang sejak tadi lebih banyak memperhatikan, akhirnya menjawab dengan tenang. “Sepertinya aku tipe Mage.” Ia melirik Tyrell di sampingnya sejenak, sebelum bergumam dalam hati "(...tapi aku tidak pernah merapal untuk itu. Aku hanya perlu memikirkan aliran mana dan mengeluarkannya.)" Namun ia memilih untuk tidak mengatakannya keras-keras.

Tatapannya kembali tertuju pada Tyrell, lalu berkata, “Tapi temanku di sebelah sana itu bisa mengeluarkan sihir dan bisa menggunakan pedang juga... Kalau itu apa sebutannya?”

Chloe menatap Tyrell penuh rasa ingin tahu, sebelum berkata dengan nada kagum, “Wow, seorang Magic Swordsman. Cukup langka untuk menemukan Magic Swordsman di sini.”

"(Aku? Seorang Magic Swordsman?)" gumam Tyrell dalam pikirannya. Ada keraguan yang bertentangan di benaknya, bukan karena ia tak percaya, tetapi karena sesuatu yang lebih dalam, lebih berat. "(Kurasa tidak sesimpel itu... Aku punya memori yang melampaui ini, tapi aku tidak bisa mengingatnya sedikit pun... selain kejadian waktu itu. Seperti ada sesuatu yang besar... yang sedang menahanku untuk mengingat semuanya.)"

Dengan pandangan kosong sesaat, Tyrell mengangkat tangan kanannya. Di sana, perlahan tapi pasti, api mulai membentuk sebuah bilah. Tidak seperti senjata biasa, pedang ini tidak ditempa dari logam—ia murni energi, nyala yang berwujud, sempurna dan stabil seperti besi yang diberkati oleh dunia itu sendiri.

“Aku menggunakan pedang biasa untuk menebas seperti umumnya... tapi aku lebih suka menggunakan pedang ini,” ucapnya asal.

Dan saat pedang itu terbentuk sepenuhnya—Swuuuusshhh!—hembusan angin hebat menyapu tempat itu. Tanah bergetar halus, dan atmosfer seolah berubah. Tidak ada sihir tambahan apapun.

Charles dan Chloe mundur setapak tanpa sadar. Sorot mata mereka penuh keterkejutan dan rasa segan.

“Apa-apaan itu...” suara Chloe tersedak, gemetar di antara rasa kagum dan ngeri. “Ternyata kau... seorang Unranked Master... Jika bukan, tidak mungkin bisa membuat sesuatu sehebat ini.”

Charles, yang lebih mudah terpukau, melangkah maju sambil menunjuk ke arah hutan gelap di kejauhan. “Wow... itu sangat indah. Aku penasaran seberapa besar kerusakan kalau kau tebas ke arah sana.” Ujung jarinya mengarah ke Corrupted Forest, wilayah yang bahkan para Hunter kelas A enggan jelajahi tanpa persiapan.

Chloe dengan cepat menoleh, heran. “Bukankah itu Corrupted Forest? Apa tidak apa-apa jika terbakar?!”

Namun Charles hanya tersenyum kecil dan menjawab santai, “Tidak apa-apa. Itu sudah terpisah jauh dari Crimson Forest.”

Tyrell hanya memandang ke arah hutan tersebut sejenak. Tak ada ekspresi berlebihan, tak ada ambisi, hanya tatapan datar yang menyiratkan keheningan. Lalu, dengan satu gerakan halus yang nyaris seperti melukis di udara—ia mengayunkan pedangnya.

Tebasan itu pelan. Ringan. Hanya mengeluarkan suara api yang lembut. Tapi justru karena kelembutannya, kehancuran yang terjadi setelahnya terasa jauh lebih mencekam.

Api membentuk garis horizontal yang mengular sejauh mata memandang, membelah udara dan langsung menyambar ujung terdekat dari Corrupted Forest. Seketika, deretan pohon tua yang menebarkan aura jahat mulai terbakar, tidak hanya secara fisik, tapi juga secara esensial. Kabut gelap yang biasanya menyelimuti hutan itu buyar seolah terhapus, dan aura busuknya terkoyak oleh api yang bukan sembarang nyala—api itu terasa memiliki kehendak mutlak.

Suara hempasan itu... bukan hanya angin.

Saat Tyrell mengayunkan pedang apinya, dunia seperti menahan napas. Dalam sepersekian detik, sebuah badai lahir—bukan dari langit, tapi dari ujung pedangnya.

Swuuuuuuuusssssshhhhhhhhhh!!!

Tebasan itu hampir merobek realitas ke arah utara. Tanah berguncang, dan udara terdorong dengan kekuatan yang menciptakan tornado kolosal di kejauhan. Langit berubah kelam. Ribuan pohon di sepanjang jalur itu—membentang sejauh ribuan kilometer—terbelah lurus, seperti dipotong oleh tangan pencipta itu sendiri. Tidak ada api yang membakar. Tidak ada abu. Hanya kehampaan rapi yang tercipta oleh satu gerakan.

Tebasan itu melesat jauh, menembus hutan, melampaui pegunungan, dan melesat ke langit. Bahkan setelah mencapai luar atmosfer, ia baru benar-benar berhenti—terhalang oleh kehampaan ruang hampa yang tidak bisa dilalui energi biasa. Dan meski tanpa kebakaran, efeknya mengguncang daratan utara. Makhluk-makhluk supranatural berhamburan, gelombang kejut merusak habitat, dan pada akhirnya, menyebabkan kekacauan di seluruh Benua Utara.

Dan Tyrell hanya berdiri di sana, tanpa ekspresi. Seolah semua itu... tidak berarti.

Chloe terjatuh ke belakang, mulutnya terbuka lebar. "A-Astagaaa... Api-nya bahkan... bahkan tidak sempat menyambar dan semuanya sudah terbelah..."

Charles juga mematung. “Astaga… ternyata kau… benar-benar seorang master.”

Namun Tyrell tidak menikmati pujian. Pandangannya tajam, dan suaranya terdengar dingin seperti dia telah disakiti oleh ratusan anak panah.

“Lupakan itu,” ucapnya pelan dan tegas. “Dan jangan katakan pada siapa pun bahwa akulah penyebabnya. Hanya Arthur dan kalian berdua yang tahu... Jika sampai tersebar, berarti kalian yang membocorkannya.”

Nada suaranya tidak keras, tapi memberi peringatan pada diri mereka berdua. Tidak ada ancaman di sana, tapi... tekanan batinnya cukup untuk membuat siapa pun berpikir dua kali.

Chloe buru-buru mengangguk. “T-Tenang saja. Rahasia di sini aman terkendali.”

Charles menelan ludah dan tertawa kecut. “Tak perlu khawatir... Aku akan menjaga rahasia yang terjadi di sini. Lagi pula... aku akan mati kalau berhadapan denganmu.”

Arthur, yang sejak tadi diam, hanya tersenyum tipis dan menepuk bahu Tyrell. “Yasudah. Sudahi dulu pembicaraan kalian. Sekarang... ayo kita masuk ke dalam Gateway itu.”

Keheningan menyelimuti mereka sejenak, sebelum langkah kaki mendekati. Di hadapan mereka, portal yang disebut Gateway seperti memanggil takdir mereka satu per satu.

Gateway itu berdengung pelan, denyut cahayanya seperti napas makhluk hidup. Chloe menatap Tyrell penuh keyakinan—dan sedikit ketegangan.

"Jadi... karena sepertinya kamu yang paling kuat di sini, Tyrell, kamu masuk duluan dan amankan tempat di dalam sana. Tapi..." Ia menoleh cepat pada Arthur, "kami belum melihat kemampuanmu, Arthur."

Arthur menyilangkan tangan, matanya masih mengamati gerakan Gateway yang berputar lembut. “Tidak perlu. Nanti saja. Karena dia,” katanya sambil mengangguk ke arah Tyrell, “Jauh lebih kuat dariku. Dan itu... bahkan belum batasnya.”

Tyrell tak banyak bicara. Ia hanya mengangguk singkat, dan berjalan maju tanpa ragu. "Ok, aku masuk sekarang."

Dan ia pun melangkah.

Begitu melewati lapisan cahaya, dunia berubah. Gelap.

Bukan sekadar kegelapan biasa, tapi gelap yang dalam—gelap yang menelan warna, cahaya, dan waktu. Tidak ada suara. Tidak ada bentuk. Tidak ada dasar. Udara seperti berhenti berputar. Namun anehnya, Tyrell tetap tenang, seolah tubuhnya sudah akrab dengan kehampaan seperti ini.

Ia mengangkat tangannya dan mencoba membuat reaksi api. Tidak muncul. Bukan karena kekuatannya tidak mampu—tapi... karena ruang ini berbeda.

"(Hmm... tidak bisa dengan metode biasa,)" pikirnya.

Tanpa ragu, ia membentuk Plasma Api. Panas ekstrem muncul dalam bentuk bola api biru keputihan, namun Tyrell segera memutar energinya dengan [Particle Rotation], memaksa hawa panas itu mengalir ke arah sebaliknya—menjauh dari tubuhnya. Angin seolah berputar sendiri di sekelilingnya, membentuk ruang aman di tengah ancaman suhu mematikan.

Namun... tetap tidak terlihat apapun.

“Kenapa masih tidak terlihat...?” gumamnya pelan. “Padahal aku sudah menyalakan api...”

Saat itulah matanya mulai berubah sedikit.

Retina-nya terasa berdenyut. Ada energi yang seolah bangkit dari tidur dalam dirinya, bukan dari sihir atau teknik—melainkan sesuatu yang mengenal tempat ini.

Matanya menyala samar. Dan tiba-tiba... ia bisa melihat.

Bentang ruangan itu tidak kosong. Di sekelilingnya, tersembunyi oleh kegelapan imajinatif, berdiri pilar-pilar batu kuno. Dinding-dinding yang tidak terlihat oleh cahaya biasa. Simbol-simbol bersinar dengan aliran yang familiar.

Dan kemudian... rasa itu.

Energi yang menari di udara. Bukan milik monster. Bukan milik iblis. Tapi sesuatu yang... mengenal dirinya.

Tyrell menyipitkan mata, suaranya hampir berbisik.

“Energy familiar... yang terasa tidak asing ini…?”

Matanya perlahan menangkap sosok samar yang berdiri jauh di dalam kegelapan.

Seseorang... atau sesuatu... telah menunggu di dalam sini.

Tyrell mengerutkan kening.

Ada sesuatu di udara ini… bukan hanya kegelapan biasa. Ia mengangkat tangan kirinya dan mulai berusaha mengendalikan energi asing yang berputar samar di sekitarnya—energi itu dingin, tajam, seperti bisikan dari dunia terlarang.

Demonic Energy.

Ia mengumpulkannya, lalu menyatukannya dengan Plasma Api dari tangannya yang lain. Kedua energi itu bertabrakan—berdesis dan berputar liar.

Swuuuuuuussssshhhhh

Dalam sekejap, api itu berubah.

Plasma yang semula terang membara kini menjadi [Dark Plasma]—lebih terang, namun tidak menyilaukan, memancarkan aura yang tenang namun mengancam. Api itu dikelilingi pusaran aura hitam pekat, seperti kabut dari dimensi lain yang tak bisa dijelaskan dengan hukum fisika biasa.

Cahaya dari Dark Plasma menyebar perlahan.

Akhirnya… tempat itu mulai terlihat.

Ternyata Tyrell berdiri di ruang kosong—ruang hitam tak berdasar, dengan satu Pilar Besar menjulang di depannya, berdiri sendiri di tengah pusaran alur Demonic Energy yang berputar seperti spiral di langit.

Tyrell menyipitkan mata.

“Kenapa cuma sekitar saja yang terlihat…” gumamnya. “Sepertinya aku harus membuatnya lebih besar.”

Ia menyalurkan lebih banyak energi, memperluas area nyala plasma hingga memancar seperti matahari kecil yang gelap. Suasana berubah. Cahaya itu mengungkap pemandangan yang tak masuk akal:

Di kejauhan, muncul sebuah Bintang—besar seperti Matahari—menggantung di ujung Pilar.

Namun anehnya, langit di sekitarnya dipenuhi ribuan bintang kecil, semuanya bersinar namun tidak seperti langit malam biasa.

Tyrell berdiri seolah-olah di tengah ruang angkasa, namun tanpa gravitasi, tanpa tekanan, dan tanpa hukum logika. Tempat ini... bukan ruang biasa. Ini bukan semesta. Ini bukan dunia. Tapi juga bukan ilusi.

Dan saat ia menyadari perubahan di matanya, Tyrell dengan sadar menyalurkan Demonic Energy ke dalam pupil-nya.

Sekejap mata—pupil matanya berubah menjadi warna ungu pekat, memantulkan nyala bintang dan kegelapan bersamaan. Dunia di sekitarnya berguncang pelan. Dalam sekejap... ia bisa melihat aliran baru.

Aliran Chaos Energy.

Sangat kacau. Tidak berpola. Tapi jelas... hidup. Seolah memiliki kehendaknya sendiri. Energi itu menari di udara, menyusup di antara bintang dan membelit Pilar.

Tyrell terdiam.

Tempat ini... tampak mengenalnya.

Dan kekuatan di balik ruang ini… menanti sesuatu dari dirinya.

Langkah Tyrell terhenti di tengah kehampaan yang mulai membentuk lanskap seperti ruang angkasa—namun anehnya, tak ada gravitasi, tak ada suara, tak ada waktu. Hanya ia dan Pilar tunggal yang menjulang dari dasar tak terlihat ketika sosok samar itu perlahan menghilang. Saat Dark Plasma menyala di telapak tangannya, perlahan dunia yang sunyi itu mulai bergema.

Suara yang bukan suara. Seolah berasal dari ruang itu sendiri. Dalam. Bergema. Mengguncang jiwa.

"SEPERTINYA KEPUTUSANKU BENAR MENGIRIMMU KE TRANSCENDENCE BRANCH..."

Tyrell menegakkan tubuhnya. Matanya menyapu sekeliling. Tidak ada sosok, tidak ada bentuk. Tapi dia tahu—sesuatu yang sangat kuat sedang mengamatinya.

"AKU TIDAK BISA MENGETAHUI APA YANG KAU LAKUKAN... DAN SIAPA DIRIMU SEBENARNYA..."

"PADAHAL AKULAH PENCIPTA DUNIA INI, DAN TAK ADA SATUPUN YANG DAPAT TERSEMBUNYI DARI PENGLIHATANKU."

Tyrell mengerutkan kening. Udara terasa berat meski tak ada tekanan. Ia menarik napas pelan, lalu berkata nyaris tanpa sadar:

"Pantas saja aku merasa aneh... Kenapa sebuah Portal bisa mengirimku ke tempat seperti ini. Ini pasti ada kaitannya dengan seorang Supreme Being..."

Begitu kalimat itu terucap, getaran energi di sekelilingnya berubah. Suara itu menjadi lebih tajam, lebih tertarik.

"KAU... MENYEBUT SUPREME BEING?"

"TIDAK ADA ENERGI TERDETEKSI DARI TUBUHMU. KAU BAGAIKAN KEKOSONGAN. NAMUN... KAU MENGANCAM. SEPERTINYA KAU ADALAH KEBERADAAN YANG BERBAHAYA."

Cahaya mendadak berkedip. Lalu muncul sesosok Avatar. Transparan. Berbentuk manusia, namun tubuhnya diliputi pusaran energi berwarna kelam yang terus berubah bentuk. Chaos Energy. Hidup, liar, dan tak terkendali.

Tyrell memandangi sosok itu, diam. Tapi pikirannya berputar cepat.

"(Itu bukan Demonic Energy... tapi sangat mirip. Tidak stabil. Tak terkendali. Seolah... energi itu menolak untuk diatur. Tapi jika aku bisa mengendalikannya... maka—)"

Seketika, sosok itu membalas... bukan dengan kemarahan, melainkan keterkejutan yang lebih dalam.

"BAHKAN AKU TIDAK TAHU APA YANG KAU PIKIRKAN..."

Dan untuk pertama kalinya, makhluk itu—Supreme Being pencipta dunia—menunjukkan sesuatu yang langka dalam eksistensinya.

Kekhawatiran.

Tanpa ragu, Tyrell pun mengulurkan tangan kirinya pelan, merasakan Chaos Energy yang berputar liar di sekitar Avatar sang Supreme Being. Anehnya, energi itu terasa... familiar. Bukan sesuatu yang asing, seolah dirinya dan kekacauan itu sudah saling mengenal sejak lama.

Tanpa kesulitan yang berarti, Tyrell mulai mengendalikan energi kacau tersebut. Avatar yang tadinya tampak gagah dan kokoh kini mulai memudar, seperti gambar yang terhapus oleh cahaya. Lalu, Tyrell menyatukan energi itu dengan Dark Plasma miliknya.

Reaksi yang muncul mengejutkan. Warna api gelap itu perlahan berubah menjadi putih bersih—namun tetap menyala abadi. Api yang tidak padam, tidak menyilaukan, dan terasa seperti kekuatan yang netral.

“Sepertinya... aku baru saja menemukan elemen dan teknik baru,” gumam Tyrell.

“Mari kita uji coba.”

Ia membentuk [Eternal Flame] itu menjadi panah kecil. Jari-jarinya mencengkeram panah itu sebentar, lalu melesatkan dengan teknik Extreme Vector Manipulation. Kecepatan panah itu melejit—melesat secepat suara—hingga menghantam Avatar Supreme Being.

BRUAAKHH!

Seketika Avatar itu menghilang dari hadapan Tyrell, seolah tak pernah ada.

"HEI–HEI! KENAPA KAU MENYERANGKU?!" Suara menggema kembali, kali ini terdengar lebih... kesal.

“Itu hanya Avatar-mu kan? Aku tidak menyerangmu. Lagipula aku bahkan tidak tahu kau ada di mana, dan bagaimana cara menyerangmu langsung,” jawab Tyrell datar.

"BERARTI KAU BERNIAT MENYERANGKU?!"

“Iya,” jawab Tyrell cepat, tanpa ragu.

"UNTUK SEKARANG... SAMPAI SINI DULU. KITA AKAN BERTEMU LAGI KALAU KAU BUAT KEKACAUAN DI DUNIAKU!"

Tyrell menyipitkan mata. “Bagaimana bisa bertemu lagi, kalau aku bahkan belum pernah bertemu denganmu?”

"YANG BICARA ITU AKU, LEWAT AVATAR ATAU APOSTLE-KU. TAPI YA—AKULAH PENCIPTA DUNIA YANG KAU BUAT KACAU TADI!"

Tyrell mengangkat bahu. “Hmm... oke. Kalau begitu, keluarkan aku dari sini.”

"TIDAK BISA."

“Kenapa? Bukankah kau Maha Kuasa?” ucap Tyrell.

"AKU MAHAKUASA... HANYA DI DUNIA YANG AKU CIPTAKAN. TAPI DUNIA YANG KAU PIJAK SEKARANG INI—ADALAH DUNIA FONDASI. DASAR DARI SEGALA DIMENSI DI MULTI-SEMESTA. DAN BAHKAN AKU TIDAK MENCIPTAKANNYA. SAAT AKU MUNCUL... DUNIA INI SUDAH ADA."

  1. Tier: Void
    Tipe: Konsep Absolut – Penghapusan Fundamental
    Efek: Menghapus konsep kehidupan dari fondasi metafisik tertinggi, melintasi semua lapisan eksistensi.
    Deskripsi:
    "A single command — and all things forget how to live."
    Skill ini menargetkan dan menghancurkan elemen "kehidupan" yang tertanam dalam struktur dasar Sephirot, yaitu pohon konsep universal yang menopang eksistensi seluruh makhluk hidup. Instant Death tidak hanya membunuh tubuh—namun menghapus kemampuan realita untuk mengingat bahwa ‘hidup’ pernah ada.
    Skill ini melewati semua bentuk pertahanan, baik fisik, spiritual, hingga hukum realita, karena ia bukan menyerang makhluk—melainkan ide tentang kehidupan itu sendiri.
  2. Seorang yang bertingkat 'Master' namun tidak memasukkan dirinya sendiri dalam jajaran itu, tingkat 'Master' berarti masuk dalam top terkuat suatu negara/kerajaan kecil.
  3. Teknik yang Tyrell buat saat chapter 'Serpihan Kekuatan', itu terdiri dari putaran api yang dilakukan berulang oleh Tyrell, membuat suhu nya naik drastis dengan batas yang belum diketahui.
  4. Kondisi tercapai akibat gabungan dari 2 materi yang berlawanan Gelap dan Terang, yaitu {Plasma} dan kegelapan dari {Demonic Energy{
  5. Tidak lain dan bukan adalah bentuk atau perwujudan dari kekosongan 'awal', yang tidak ada apapun selain kekosongan dan materi yang berlawanan dengan dunia.
  6. Sebuah alam tempat para Supreme Being bertempat, berisi probabilitas tak hingga yang dapat membuat hampir seisi Alam itu hanya terdapat beberapa Supreme Being dengan jarak yang sampai beda dimensi. Namun berbeda dengan Alam sebenarnya para Supreme Being, [Transcendence Branch] tempat dimana ketika mahluk mortal mengalami kenaikan ke Alam yang lebih tinggi maka mereka akan masuk ke dalam [Transendence Branch], yang dimana para Supreme Being tidak bisa sembarangan mengatur di tempat itu.
  7. diciptakan pertama kali persis saat ini oleh Tyrell sendiri, dengan gabungan 2 materi yang sebenarnya tidak akan pernah bisa menyatu, materi jahat [Demonic Energy] dengan materi kosong [Chaos Energy].
  8. merupakan Tahap lanjutan dari [Vector Manipulation], yang memungkinkan Tyrell untuk mengendalikan momentum dan percepatan suatu hal menjadi sangat ekstrim 'hingga ke tingkat kecepatan cahaya'