Ancaman

Sesaat setelah Tyrell dan Arthur membalikkan badan, tanpa mereka sadari, sosok itu—manusia kucing—mengaktifkan kemampuan [Shadow Step]. Dalam sekejap, ia melesat tanpa suara, Bahkan udara di sekitarnya tertarik mengikuti pergerakannya, membentuk hembusan angin tipis yang hanya terasa oleh mereka yang cukup peka.

Namun Tyrell... dengan cepat—sepersekian detik, matanya menangkap bayangan gelap yang meluncur cepat. Nalurinya bereaksi lebih cepat, ketika jarak antara mereka menyempit menjadi sekitar sepuluh meter, Tyrell dengan cepat mengangkat tangan kanannya, menciptakan pusaran kecil di udara—sebuah lubang hitam buatan yang terbuka dengan diam, nyaris tak mengeluarkan suara. Itu adalah [Wormhole].

Sang manusia kucing, yang terlalu fokus dengan targetnya, tak sempat memperpendek jarak. Dalam sekejap, tubuhnya tersedot ke dalam wormhole itu. Tidak ada suara teriakan, hanya suara angin yang terdengar seperti bisikan penyesalan.

Tetapi... wormhole itu bukanlah sembarang portal acak. Tyrell menghubungkannya ke satu lokasi yang sangat spesifik. Tempat yang hanya ia kenal. Tempat sunyi dan asing bagi siapapun yang tidak siap: Transcendence Branch.

Tempat suci... atau mungkin tempat terbuang.

Tempat itu bukan bagian dari dunia biasa. Tidak ada langit secara harfiah, tidak ada tanah dalam pengertian. Hanya kekosongan yang tak memiliki warna namun terlihat seperti hitam kelam, garis-garis bercahaya pun berputar lambat seperti orbit ilusi. Di tempat itu, waktu tidak berjalan seperti seharusnya. Cahaya muncul dan menghilang dalam probabilitas acak. Setiap perubahan kecil di sana memengaruhi tubuh, emosi, bahkan ingatan, untuk mahluk yang belum mencapai tingkat penciptaan.

Dan saat ini... di sanalah sang manusia kucing berada.

.

.

.

Di Transcendence Realm of Gods…

"Ap—Apa-apaan ini... Di mana aku?" gumam manusia kucing itu dengan suara yang tak terdengar.

Seolah melangkah ditempat. Walaupun bisa bernafas, Nafasnya berat. Matanya terbuka lebar, menatap kekosongan di sekelilingnya. Kegelapan di tempat ini bukan sekadar tidak ada cahaya—tapi seperti sesuatu yang hidup, yang menyerap keberadaan.

Ia mencoba meluaskan pandangannya, namun tidak ada sudut acuan untuk jadi referensi. Tak ada langit, tak ada tanah, tak ada arah. Hanya kehampaan pekat yang seolah menyelimuti seluruh kesadarannya. Setiap langkah yang diambil terasa tak berarti—seperti berjalan di ruang tanpa batas, tanpa tujuan.

"Sebenarnya... apa yang dia lakukan padaku barusan?" suaranya menggema, namun anehnya, gema itu hanya kembali sekali.

Tubuhnya mulai merasakan ketidaknyamanan. Suatu sensasi yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya—bukan rasa sakit, tapi seperti… disesuaikan secara paksa oleh hukum yang tidak dia mengerti.

Dan kemudian, sesuatu muncul.

Cahaya tiba-tiba muncul di hadapannya, berputar sangat cepat. Awalnya hanya titik kecil, lalu memanjang menjadi garis, lalu mengecil kembali menjadi titik. Cahaya itu terus berdenyut, berkedip seperti jantung mekanis dari dimensi asing. Iramanya tak menentu, namun seperti memiliki makna yang tak bisa dijelaskan dengan logika.

Manusia kucing itu menyipitkan mata, berusaha memahami. Tapi semakin lama dia menatap, tubuhnya mulai terasa… berbeda. Ia melihat tangannya, dan matanya melebar karena ngeri.

Jari-jarinya bergetar, bukan karena takut… tapi karena perlahan menyatu dengan ruang. Kulitnya berkedip, bergelombang mengikuti aliran cahaya yang ia lihat sebelumnya. Seolah tempat ini mencoba mendekomposisi dirinya menjadi bagian dari “realitas” mereka.

"Apa-apaan ini… tubuhku... ini bukan ilusi…" bisiknya. Keringat dingin mulai menetes di dahinya, mengalir tanpa henti.

Kemudian… matanya tertarik ke atas. Atau mungkin ke bawah. Sulit untuk mengartikan arah di tempat ini. Tapi satu hal yang pasti—dia melihatnya.

Sebuah lubang hitam raksasa mengambang di kejauhan, dikelilingi oleh pusaran lengkungan ruang yang mengerikan. Cahaya melengkung di sekitar lubang itu, seolah waktu sendiri menolak untuk mendekat. Batas antara keberadaan dan kehampaan begitu tipis, dan dia tahu, hanya dengan satu langkah salah... dia bisa lenyap. Bukan mati. Tapi dihapus.

Seketika itu juga, suara di sekitarnya menghilang.

Bukan menjadi hening... tapi menjadi sunyi absolut. Suasana yang bahkan tak memberi ruang bagi detak jantungmu sendiri untuk terdengar.

Tempat ini... bukan sekadar kegelapan.

Ini adalah dimensi yang sudah tidak lagi tunduk pada konsep seperti waktu, gravitasi, atau suara. Bahkan cahaya pun tampak seperti makhluk asing yang tersesat di antara realitas yang retak.

Manusia kucing itu akhirnya menyadari… Tyrell telah mengirimnya ke tempat yang tidak seharusnya dikunjungi makhluk hidup.

Tanah di bawah kakinya—yang awalnya seperti platform melayang—mulai berputar perlahan. Garis-garis putih yang terukir di atasnya mulai berubah warna menjadi hitam... lalu kembali menjadi putih… dan terus begitu, berulang. Seolah permukaan itu bernapas.

Namun napasnya bukan napas kehidupan. Melainkan ritme eksistensi dari tempat yang bahkan dewa sekalipun mungkin enggan menginjakkan kaki.

Tubuhnya bergetar semakin keras. Karena tempat ini perlahan memaksa pikirannya untuk menyesuaikan diri. Struktur otaknya, persepsi, bahkan memori… terasa seperti sedang disusun ulang agar bisa “dipahami” oleh realitas ini. Sesuatu yang tidak semestinya dialami oleh makhluk mortal

"Aku harus keluar dari sini…" bisiknya.

Namun bagaimana?

Tidak ada portal. Tidak ada celah. Tidak ada arah. Tidak ada kekuatan teleportasi yang dapat digunakan. Energi magis di tempat ini tidak ada… mana biasa pun tidak eksis atau mungkin... tidak dapat dia pahami. Layaknya hukum sihir yang ditulis ulang, dan dia tidak tau cara menggunakannya

Yang lebih buruk, bahkan eksistensinya terasa seperti mulai larut.

Dia tidak tahu apakah ia akan bisa bertahan di sini dalam satu jam, satu menit, atau bahkan satu detik lagi.

Dan di saat itu juga... sesuatu membisikkan kata-kata di pikirannya.

Kau adalah makhluk asing di antara harmoni. Kenapa kau diizinkan masuk...?

Suara itu tidak terdengar di telinga, tapi langsung menghantam jiwanya. Suara yang begitu purba dan agung, seolah berasal dari tempat di luar segala batas nalar. Ia jatuh berlutut, tubuhnya menggigil.

“Pergilah… atau kau akan disesuaikan.”

"A—apa maksudnya 'disesuaikan'!?" teriak manusia kucing itu, tapi tak ada suara keluar dari mulutnya.

Sunyi.

Kosong.

Dan saat ia menatap lagi ke arah lubang hitam itu… lubangnya membesar. Pusaran ruang di sekitarnya menguat, membentuk pola spiral tak terhingga yang memantulkan cahaya seperti cermin retak. Garis-garis di bawahnya kini menyatu, mengarah ke pusat gravitasi tersebut.

Ia sadar.

Tempat ini tidak pernah dimaksudkan untuk menahannya… tapi untuk menghapusnya dari realitas, sedikit demi sedikit, sampai yang tersisa hanyalah konsep samar yang tidak lagi bisa disebut 'makhluk hidup'.

.

.

.

.

Kembali ke tempat Tyrell dan Arthur…

Hembusan angin kencang menyapu rerumputan di sekitar jalan berbatu, membuat debu dan daun-daun kering beterbangan sesaat… lalu semuanya kembali hening. Angin itu tidak seperti angin biasa. Terlalu cepat. Terlalu tiba-tiba. Dan yang paling aneh—terlalu mendadak menghilang begitu saja.

Arthur mengedarkan pandangannya, kebingungan. "Baru saja... seperti ada sesuatu melaju sangat cepat lewat sini… terus hilang begitu aja… Kau ngerasa juga?"

Tyrell berdiri beberapa langkah di depannya, masih dengan senyum simpul yang agak canggung, seperti seseorang yang baru saja melakukan sesuatu tanpa berpikir terlalu panjang.

"Yah, tadi itu hampir saja…" ucap Tyrell sambil menggaruk bagian belakang kepalanya.

"Tapi… kenapa dia tiba-tiba ngebut ke arah kita, ya? Hmm… aneh juga."

Arthur menyipitkan matanya. "Dia? Maksudmu... siluman kucing tadi?"

Tyrell mengangguk. "Iya. Sepertinya dia melesat ke arah kita pakai semacam teknik cepat gitu. Instingku bilang itu Shadow Step atau semacamnya…"

Arthur mengangkat alis. "Lalu?"

"Makanya aku cepet-cepet buka portal buatan… dan woosh! Aku kirim dia entah ke mana," jawab Tyrell sambil menirukan gerakan tangan seperti mendorong seseorang ke dalam lubang.

Arthur menghela napas panjang. "Jadi... kau sendiri nggak tahu dia sekarang ada di mana?"

Tyrell mengangkat bahu, masih dengan ekspresi setengah serius setengah bercanda. "Kurang lebih gitu. Tapi tempatnya… bukan tempat biasa sih."

"Astaga, kau asal kirim begitu aja?"

"Aku panik juga tadi, dia cepat banget. Lagian, dia kayaknya niat nyerang. Aku pikir daripada dia sampai nyakar kita, mending aku teleport dia ke tempat yang... ya begitulah."

Arthur menghela napas lagi. Lebih berat dari yang tadi. "Kau... kadang bener-bener gila."

.

.

.

Dalam perjalanan menuju Mansion…

Langit mulai menguning, menandakan matahari akan segera tenggelam. Tyrell dan Arthur berjalan tanpa banyak bicara—masih dengan keanehan dari insiden sebelumnya mengendap di kepala mereka.

Namun langkah mereka tiba-tiba terhenti saat mendengar suara gaduh dari balik tikungan.

Tyrell menyipitkan mata. "Kau dengar itu?"

Arthur mengangguk pelan. "Iya... kayak suara orang ribut."

Saat mereka mendekat dengan hati-hati, pandangan mereka tertuju pada seorang wanita dengan pakaian lusuh dan tubuh yang tampak lelah, mendorong sebuah gerobak yang sudah reyot. Di sekelilingnya, lima—tidak, enam orang bandit dengan pakaian acak-acakan dan senjata seadanya tampak mengepungnya. Salah satu dari mereka tertawa keras sambil merampas isi dari gerobaknya—sepertinya berisi barang tak dikenal seperti buku dan beberapa karung kecil.

Wanita itu mencoba melindungi barang-barangnya, tapi satu dorongan kasar dari salah satu bandit membuatnya jatuh tersungkur ke tanah.

Tyrell terkejut dan menyipitkan mata, gerakannya langsung terhenti. Sambil melirik sekilas ke arah Arthur, ia bertanya dengan nada tenang, namun tajam, "Apa kita perlu membantunya?"

Arthur, masih menatap situasi di depan mereka, "Kita lihat dulu... siapa tahu bukan urusan kita."

Tyrell menghela napas pelan, lalu mengangkat tangannya sedikit. Dalam diam, ia membentuk sebuah perisai tak kasatmata di sekitar mereka berdua—[Vector Shield].

Sebuah lapisan tak terlihat mulai terbentuk, membungkus tubuh mereka dari kepala hingga kaki. Bukan hanya sekadar pelindung dari serangan fisik, [Vector Shield] juga memiliki fungsi yaitu menghapus seluruh aroma dan jejak mana dari dalam perisai, membuat keberadaan mereka seolah-olah menghilang dari persepsi biasa—baik manusia maupun binatang buas.

.

Di tengah jalan tanah yang mulai dilahap senja, sebuah ketegangan memuncak.

Seorang wanita dengan pakaian compang-camping tengah mendorong gerobak tua yang tampak berat—isi gerobaknya dibungkus dengan kain kasar, menutupi sesuatu yang tampaknya penting baginya.

Namun, langkahnya terhenti.

Sekelompok bandit telah menghadang jalan itu. Enam orang dengan wajah buas dan senjata seadanya mengepungnya, dan di tengah mereka, pemimpin bandit itu melangkah maju dengan senyum menyeringai cabul. Tangannya menodongkan sebilah belati ke arah wanita tersebut, ujungnya bergetar sedikit karena napasnya yang kasar.

"Sebagai gantinya," ucapnya dengan nada menjijikkan, "tinggalkan saja gerobak itu. Atau... kami juga bisa 'menikmati' tubuhmu yang cantik itu."

Wanita itu tidak menunjukkan rasa takut. Malah sebaliknya, ia mendesis sambil menatap tajam, ekspresi wajahnya penuh jijik.

"Tsk… Kalian cuma penjahat kelamin yang bisa bertarung sedikit, lalu sok merasa paling kuat di dunia. Menjijikkan."

Wajah pemimpin bandit langsung berubah murka. Namun sebelum ia sempat bergerak, si wanita mengangkat tangannya, dan seketika semburan api melingkari tubuhnya.

[Fire Covalence]Mana Chain Tingkat 1.

Lidah-lidah api muncul dari udara kosong, membentuk pusaran merah-oranye yang mengelilingi tubuhnya. Tanpa peringatan, api itu melesat seperti ular ke arah para bandit!

Ledakan terjadi!

Para bandit terpelanting sejauh lima meter—beberapa menabrak pohon, lainnya jatuh tersungkur di tanah.

Namun, pemimpinnya berhasil menangkis serangan itu dengan teknik pertahanan aura. Tanpa ragu, ia melesat ke depan dengan kecepatan tinggi. Dagger-nya menyala dengan aura merah gelap—Aura Tingkat-1—dan diarahkan langsung ke jantung wanita itu.

Tapi…

[Haste] dan [Zoomer]Mana Chain Tingkat-2.

Gerakan wanita itu berubah jadi kilatan cahaya. Dalam sekejap, tubuhnya melesat ke kiri, menghindari serangan tersebut dengan kecepatan luar biasa. Dari posisi barunya, ia meluncurkan bola api kecil lainnya—[Flame], Mana Chain Tingkat-1—tepat ke arah bandit itu.

Sang bandit membalas dengan melempar Dagger-nya yang terikat rantai, tapi serangannya meleset. Saat dia menarik senjatanya kembali…

"Sial!" ketika menyadari wanita itu kini muncul tepat di belakangnya—entah bagaimana.

Tanpa memberinya waktu berpikir, wanita itu memperkuat tubuhnya dengan [Strength +10] —Mana Chain Tingkat-1. Tinju menyala api menghantam punggung bandit itu dengan kekuatan mengerikan.

DUARR!

Tubuh pemimpin bandit itu terlempar ke depan dan menghantam tanah. Ia tidak pingsan, tapi tubuhnya tidak bergerak.

Alih-alih membunuh mereka, wanita itu hanya menghela napas. Ia menarik tali dari dalam gerobaknya—tampaknya sudah ia siapkan—dan mulai mengikat semua bandit satu per satu ke pohon-pohon di sekitar.

Meski keringat menetes dari dahinya dan napasnya berat, matanya tetap tajam.

Namun tiba-tiba ia berhenti mengikat.

Tubuhnya menoleh pelan ke arah semak-semak. Keheningan berlangsung beberapa detik… lalu dia menatap lurus—ke arah Tyrell dan Arthur yang sejak tadi mengamati dari kejauhan di balik [Vector Shield].

Mereka terkejut, terutama Arthur. “Dia menyadari kita?” bisiknya.

Tyrell tersenyum kecil. "Sepertinya begitu."

Sang wanita menatap mereka tanpa berkata-kata, hanya menajamkan pandangan.

Arthur menatap pertarungan yang baru saja selesai dengan sorot kagum. “Wow, Tyrell... dia cukup kuat juga. Dan dari tadi dia nggak pakai senjata apapun. Apa dia penyihir, ya?”

Tyrell mengangguk pelan, masih mengamati wanita itu yang kini tengah mengikat bandit-bandit yang tersisa. “Sepertinya sih iya... tapi yang bikin aku penasaran, dari tadi dia sadar kita lagi ngawasin dia. Padahal kita udah di balik [Vector Shield], yang bahkan nyembunyiin aroma tubuh juga.”

Tiba-tiba, si wanita mengangkat tangan dan menunjuk tepat ke arah tempat mereka bersembunyi.

“Kalian yang di balik bayangan itu,” suaranya lantang. “Sebaiknya keluar sekarang... sebelum aku ledakkan tempat kalian berdiri.”

Arthur tertawa kecil, agak canggung. “Hahaha... ya udah, Tyrell. Kita tunjukkan aja diri kita.”

Tyrell menghela napas, masih tampak bingung. “Aneh... padahal gak mungkin dia bisa melihat kita secara normal. Apa dia pakai semacam deteksi sihir?”

Mereka berdua akhirnya keluar dari persembunyian. Pelindung [Vector Shield] pun perlahan memudar seperti kabut menghilang. Cahaya sore menerpa tubuh mereka saat mereka melangkah mendekat.

Wanita itu menatap mereka dengan tatapan setengah kaget, setengah kagum. “Apa-apaan itu barusan...? Ada support magic seperti itu? Atau itu semacam teknik baru?”

Arthur yang kini berdiri tegak, menatapnya dengan serius. Senyumnya masih ada, tapi nadanya dingin saat berkata, “Aku kasih tahu satu hal. Lebih baik kau gak usah cerita ke siapa pun tentang apa yang baru saja kau lihat. Karena temanku ini nggak suka masalah yang nggak perlu... dan kalau kau nyebarin hal ini, mungkin aku sendiri yang harus turun tangan.”

Wanita itu menegang sejenak. Wajahnya tidak berubah, tapi matanya menunjukkan bahwa dia sedang mencerna situasi.

Dalam hati, ia bergumam, “Dua orang ini... jelas bukan orang biasa. Aura mereka... tidak seperti Hunter pemula. Untuk sekarang, lebih baik aku nurut dulu.”

Dia lalu mengangguk pelan. “Baiklah. Aku juga nggak punya alasan buat menyebarkan hal ini. Lagipula, aku sendiri... belum terlalu dikenal di wilayah ini.”

Tyrell menatapnya, lalu bertanya dengan nada datar, “Siapa kau sebenarnya? Aku lihat kamu pakai sihir dengan sangat fleksibel, bahkan levelnya lumayan tinggi. Apa kau juga seorang Hunter?”

Wanita itu menurunkan pandangannya sebentar sebelum menjawab, “Bukan. Aku bukan Hunter. Dan... sebaiknya kalian juga nggak perlu tahu aku siapa. Kecuali kalian ingin ikut terseret dalam masalah yang ku bawa.”

Arthur cepat menimpali sambil menyilangkan tangan. “Oh tenang saja. Kami juga tidak ingin mencari masalah baru...”

Tyrell menyeringai kecil. “Iya, kita sama-sama gak ingin tambah rumit.”

Tapi kemudian, Tyrell menyelipkan sebuah pengakuan yang membuat wanita itu terdiam beberapa detik.

“Oh iya... sebenarnya aku bukan penyihir.”

Wanita itu menatap Tyrell dengan ekspresi terkejut, bahkan sedikit curiga. “Apa? Kalau begitu, apa yang barusan kau lakukan tadi—pelindung tak terlihat itu? Itu bukan sihir?”

Tyrell menggeleng pelan, matanya tenang. “Bukan sihir... atau mungkin belum bisa disebut sihir. Orang-orang di sini mungkin menyebutnya begitu, tapi bagiku, itu hanya kemampuan bawaan. Aku bahkan tidak punya Mana.”

Kata-kata itu membuat suasana sedikit hening. Arthur hanya melipat tangan, diam, membiarkan percakapan mengalir. Wanita itu mengangkat alis, matanya sedikit menyipit. “Kau serius bilang begitu pada orang asing?”

“Aku sadar risikonya,” balas Tyrell santai. “Tapi, seseorang pernah mengatakan hal yang sama padaku sebelumnya. Dan aku masih hidup sampai sekarang.”

Wanita itu melipat tangannya, ekspresi awalnya yang tajam kini berubah jadi lebih tenang. “Kalau begitu, kau harus lebih hati-hati. Dunia ini bukan tempat yang ramah bagi mereka yang... ‘berbeda’. Tapi aku bisa melihat, Kau memang bukan orang biasa. Kau kuat.”

Tyrell mengangkat bahu. “Aku juga gak tahu batas kekuatanku. Tapi seseorang bilang... kekuatanku setara dengan Rank Master.”

Ucapan itu membuat wanita itu terpaku sejenak. Setelah beberapa detik, dia mengangguk kecil, seperti akhirnya menemukan jawaban dari teka-teki yang membingungkannya sejak awal. “Pantas saja... jadi kalian ini Veteran?”

Tyrell hampir tersedak mendengarnya. “Eh? Veteran? Tidak, tidak. Kita baru jadi Hunter kemarin.”

Wanita itu kembali terkejut, matanya membulat. “Baru... kemarin? Astaga... pantas saja aku gak bisa membaca konsep kekuatanmu. Jadi ini... kekuatan bawaan?”

Arthur, yang sejak tadi hanya mendengarkan, akhirnya bersuara sambil menunjuk ke arah Tyrell. “Iya, yang setara Master cuma dia. Aku? Aku baru Rank B. Biasa aja.”

Wanita itu mengangguk, tapi jelas masih menyimpan banyak pertanyaan. “Aneh... rank kalian berbeda, tapi kalian jelas satu tim. Biasanya selisih rank seperti itu bisa merepotkan dalam misi gabungan... Tapi kalian justru terlihat saling melengkapi.”

Arthur menatap sekeliling, seolah menyadari bahwa terlalu banyak percakapan penting terjadi di tempat terbuka seperti ini. “Sebaiknya kita teruskan pembicaraan di tempat yang lebih aman. Guild Mansion, misalnya.”

Wanita itu mengangguk pelan. “Maksudmu... kota elf?”

Arthur menjawab, “Iya.”

Wanita itu tampak berpikir sebentar, lalu menoleh ke gerobaknya. “Baiklah, aku akan ikut. Aku juga berencana menjual beberapa barang ini. Kota elf seharusnya punya pasar yang layak.”

Dengan mata heran, Tyrell berkata, "Lalu itu gerobak mu gimana? ditinggal saja? kulihat barang-mu masih banyak disana?.."

Wanita itu menjawab, "Tidak juga, sebenarnya barang penting itu sedang aku pegang sekarang." sambil memperlihatkan tangannya.

Tyrell menepuk tangan sekali, lalu berkata, “Kalau begitu, mendekatlah ke arahku. Kita langsung pindah ke sana.”

Wanita itu terkejut. “Kau bisa teleportasi?”

Tyrell hanya tersenyum. “Sebenarnya lebih dari itu... aku pun tak tau jika ini bisa disebut Teleportasi?”

Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, Tyrell mengaktifkan kemampuan perpindahannya. Angin di sekeliling mereka mulai berputar pelan, membentuk pusaran halus. Tanah di sekitar kaki mereka bergetar ringan. Arthur juga belum terbiasa dengan perasaan ini, dan wanita itu sempat kehilangan keseimbangannya, terkejut oleh perubahan tekanan udara yang tiba-tiba.

Swuuuuushhh.......

Dalam sekejap, ketiganya menghilang dari tempat itu, meninggalkan hutan.

  1. Skill ini membuat pengguna bisa melewati langkah yang dibutuhkan untuk sampai dalam jarak tertentu dalam sekilas, misalnya awalnya butuh 20 langkah untuk melesat tapi dengan [Shadow Step] kurang dari 5 langkah, tergantung tingkat skill pengguna.
  2. Kemampuan antardimensi milik Tyrell yang diperoleh dichapter-chapter sebelumnya.