Bayang bayang yang mengikuti

Malam mulai turun, membawa kegelapan yang lebih tebal dari biasanya. Eryan berdiri di depan pintu rumah yang runtuh, memandangi gerimis yang semakin deras. Suasana desa yang dulunya ramai kini terasa sepi, bahkan sunyi. Semua orang di sini tampak melupakan kisah-kisah lama, termasuk kisah tentang dirinya dan adiknya. Tapi Eryan tahu, ini bukan akhir dari perjalanan mereka. Takdir mereka telah digariskan, dan ia tidak bisa lari dari itu.

Sambil menekan rasa bingungnya, Eryan melangkah ke dalam rumah yang penuh kenangan itu. Dinding-dinding kayu yang dulu kokoh kini retak dan rapuh. Setiap langkah yang diambilnya membuat suara lantai yang berderit, seakan menegaskan bahwa masa lalu itu semakin jauh. Di tengah ruangan, Eryan melihat sebuah meja kayu tua yang dulu sering digunakan oleh ayahnya untuk menulis. Di atas meja itu, terdapat sebuah buku tua yang sudah terlepas beberapa halamannya. Eryan meraihnya dan membuka buku itu.

"Apakah kamu mencari ini?" suara itu kembali terdengar, dan kali ini lebih dekat.

Eryan menoleh, melihat gadis yang ia temui tadi berdiri di pintu. Wajahnya terlihat lebih serius daripada sebelumnya, dan tatapannya lebih tajam. Tanpa berkata apa-apa, gadis itu berjalan mendekat dan memandang buku di tangan Eryan.

"Apa maksudmu?" tanya Eryan dengan suara pelan, namun tegas.

"Buku itu milik ayahmu," jawab gadis itu. "Dan jika kamu ingin mengetahui lebih banyak tentang apa yang terjadi, kamu harus mulai memahami apa yang ada di dalamnya."

Eryan mengernyitkan keningnya, membuka halaman-halaman yang sudah lapuk. Di dalam buku itu, tertulis catatan-catatan yang membingungkan, yang tampaknya mencatat berbagai eksperimen yang dilakukan oleh ayahnya, Lord Kaelen. Ada banyak simbol dan kata-kata yang tidak dikenali Eryan, namun satu hal yang pasti—semuanya berhubungan dengan dirinya dan Elyon.

"Tapi kenapa ayahku melakukan ini?" tanya Eryan, merasa marah dan bingung sekaligus. "Apa yang sebenarnya dia inginkan dari kami?"

Gadis itu hanya mengangguk pelan, seolah memahami perasaan Eryan. "Apa yang dilakukan ayahmu lebih dari sekadar eksperimen. Ini adalah rencana besar yang melibatkan lebih banyak orang daripada yang kamu tahu. Ini bukan hanya tentang kalian berdua. Ini adalah tentang dunia."

"Dunia?" Eryan terkejut. "Apa maksudmu?"

Gadis itu terdiam sejenak, seakan berpikir keras. "Saatnya kamu mengetahui kebenaran. Takdirmu sudah terikat, dan tidak ada yang bisa menghentikan apa yang telah dimulai. Tapi ingat, Eryan, perjalananmu belum berakhir. Kamu harus memilih dengan bijak."

Sebelum Eryan bisa menanggapi lebih lanjut, gadis itu sudah menghilang ke dalam kegelapan malam, meninggalkan Eryan dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.

---

Sementara itu, di istana yang jauh di atas bukit, Elyon berada di ruang pribadi ayahnya. Lord Kaelen duduk di kursi besar, menatap peta besar yang terhampar di depan mereka. Peta itu menggambarkan wilayah luas yang penuh dengan garis-garis dan simbol aneh, yang tampak seperti perencanaan strategis besar.

"Ayah, apa sebenarnya yang kita rencanakan?" Elyon bertanya, suaranya penuh kebingungan. "Kenapa saya harus mengikuti semua ini? Kenapa kita harus jauh-jauh memisahkan diri dari Eryan?"

Lord Kaelen menatap anaknya dengan mata yang tajam, seolah menilai apakah Elyon benar-benar siap untuk mendengar jawaban. "Ini bukan tentang Eryan, Elyon," jawabnya dengan suara tenang. "Ini tentang kontrol, tentang kekuatan yang lebih besar daripada yang bisa kamu bayangkan. Apa yang kita lakukan adalah bagian dari sebuah rencana besar yang tidak bisa kamu pahami sepenuhnya sekarang. Tapi kamu akan mengerti, ketika waktunya tiba."

"Kontrol?" Elyon bertanya lagi, mencoba memahami apa yang dimaksud ayahnya.

"Ya. Dunia ini penuh dengan kekuatan yang tersembunyi, Elyon. Dan kamu, kamu adalah kunci untuk membuka kunci itu. Apa yang kamu jalani sekarang hanyalah permulaan dari sebuah perjalanan yang akan membawamu ke tempat yang lebih tinggi. Kamu harus siap untuk mengambil kendali, untuk memimpin, dan untuk membuat keputusan yang mungkin tidak selalu mudah."

Elyon merasa ada sesuatu yang mengganjal di dadanya. Ada banyak hal yang belum ia mengerti, dan semakin ia mendengarkan ayahnya, semakin ia merasa terperangkap dalam sebuah permainan yang lebih besar daripada yang ia duga.

"Dan Eryan?" tanya Elyon.

"Ada takdirnya sendiri," jawab Lord Kaelen. "Dia bukan bagian dari rencanamu. Tapi kamu akan melihatnya lagi, dan saat itu terjadi, kamu harus siap."

Elyon meninggalkan ruang itu dengan perasaan yang berat. Semakin ia mendalami rencana ayahnya, semakin ia merasa bahwa kebenaran yang selama ini ia cari mungkin jauh lebih kelam daripada yang ia bayangkan.