Experiment Tidak Manusiawi

Malam itu sunyi banget. Hanya suara detik jam yang terdengar di kamar Liora. Cahaya bulan masuk samar-samar lewat jendela, bikin bayangan-bayangan aneh di dinding. Liora tidur pulas di tempat tidurnya, wajahnya tenang tanpa beban.

Di luar, dua orang berpakaian serba hitam bergerak dengan lincah. Jaket hitam menutupi tubuh mereka, dan topeng menutupi wajahnya, cuma menyisakan mata yang tajam mengawasi. Mereka menyelinap melewati pagar rumah dengan mudah, kayak bayangan yang nggak terlihat.

Pintu belakang nggak dikunci. Mereka masuk tanpa suara, langkahnya ringan kayak kucing. Menyusuri lorong menuju kamar Liora, mereka berhenti sejenak memastikan keadaan aman. Salah satu dari mereka membuka pintu kamar dengan hati-hati.

Di dalam, Liora masih terlelap. Nafasnya teratur, nggak menyadari bahaya yang mendekat. Mereka berdua saling pandang dan mengangguk. Salah satunya mengeluarkan kain dengan cairan penenang. Dengan gerakan cepat, mereka menutup mulut dan hidung Liora dengan kain itu.

Liora terkejut sebentar, matanya terbuka setengah, tapi cairan itu bekerja cepat. Ia kembali tak sadarkan diri. "Ayo, angkat dia pelan-pelan," bisik salah satu dari mereka.

Dengan hati-hati, mereka mengangkat tubuh Liora. Telinga kelincinya yang imut bergerak perlahan, Mereka memastikan nggak ada suara atau barang yang terjatuh. Setelah itu, mereka keluar dari rumah menuju mobil hitam yang terparkir nggak jauh.

Di dalam mobil, salah satu dari mereka mengikat kain ke mulut Liora. "Biar aman aja, siapa tahu dia bangun di tengah jalan," katanya singkat.

Mesin mobil dinyalakan. Mereka meluncur pelan meninggalkan perumahan, menyusuri jalanan kota yang sepi. Lampu-lampu jalanan bikin bayangan bergerak di dalam mobil, memberikan suasana misterius.

Beberapa waktu kemudian, mereka sampai di gedung megah dengan nama **Genovate** yang terpampang jelas di atasnya. Mereka masuk lewat pintu samping yang dijaga ketat. "Target sudah kita bawa," lapor salah satu dari mereka lewat interkom.

Di dalam, **Dr. Eleric** dan kepala perusahaan sudah menunggu dengan senyum puas. "Bagus, kalian berhasil membawanya tanpa masalah," ujar kepala perusahaan sambil menepuk tangan.

Dr. Eleric mendekati Liora yang masih pingsan. "Akhirnya, subjek utama kita ada di tangan. Penelitian ini akan membawa kita ke level yang berbeda," katanya dengan mata berbinar.

Mereka membawa Liora menuju sebuah ruangan khusus. Di tengah ruangan itu ada kapsul transparan dengan teknologi canggih. Tanpa basa-basi, mereka menidurkan Liora di dalamnya. Kapsul itu nggak berisi air, tapi penuh dengan sensor dan kabel-kabel yang terhubung ke mesin-mesin besar.

"Pastikan semua sistem berjalan dengan baik. Saya nggak mau ada kesalahan sedikit pun," perintah Dr. Eleric kepada timnya.

"Siap, Dokter!" jawab mereka serempak.

Setelah semuanya siap, kapsul itu ditutup perlahan. Suara desis mekanik terdengar saat segel kapsul terkunci rapat. Liora terbaring di dalam, masih dalam keadaan tidak sadar. Wajahnya terlihat tenang, kontras dengan situasi yang sebenarnya.

Kepala perusahaan menatap kapsul itu dengan ekspresi penuh ambisi. "Dengan ini, kita akan mengubah dunia. Liora adalah kunci dari semuanya," ujarnya.

Dr. Eleric mengangguk setuju. "Penelitian kita akan sukses besar. Ini adalah langkah awal menuju masa depan yang lebih cemerlang."

Mereka berdua tersenyum licik, sementara di luar, malam semakin larut.

Pagi itu, Nadira terbangun dengan perasaan aneh. Biasanya, aroma roti panggang dan suara gaduh Liora sudah memenuhi rumah.

Tapi kali ini, sunyi. "Liora ?" panggilnya sambil mengetuk pintu kamar putrinya.

Tidak ada jawaban.

Perasaan cemas mulai merayapi Nadira. Ia membuka pintu kamar Liora perlahan. Tempat tidurnya rapi, seolah tak disentuh semalaman. "Liora? Kamu di mana?" tanyanya, meski tahu jawabannya nihil.

Panik, Nadira segera mengambil ponselnya dan menelepon Arya. "Mas, Liora nggak ada di kamar! Aku nggak tahu dia ke mana!" suaranya terdengar gemetar.

Arya yang sedang dalam perjalanan ke kantor langsung terdiam. "Apa? Tenang dulu, mungkin dia keluar sebentar," ucapnya mencoba menenangkan, meski hatinya sendiri resah.

"Tapi semua barangnya masih di sini, dan dia nggak bilang apa-apa," balas Nadira dengan suara serak.

Arya menghela napas berat. "Baik, aku akan pulang sekarang."

Sesampainya di rumah, Arya segera memeriksa seluruh sudut rumah, berharap menemukan Liora sembunyi di suatu tempat. Tapi hasilnya nihil. "Ini nggak beres," gumamnya sambil mengepalkan tangan.

Pikirannya langsung tertuju pada Dr. Elric. "Sial!" makinya dalam hati. Tanpa membuang waktu, Arya menuju kantor polisi. Ia harus memastikan sesuatu.

Di kantor polisi, Arya langsung menemui petugas yang menangani kasus Genovate. "Pak, saya mau pastikan, Dr. Elric dan yang lainnya masih di ruang interogasi, kan?" tanyanya dengan nada tegas.

Petugas itu tampak gugup. "Ehm, Pak Arya... kami minta maaf. Tadi malam mereka berhasil meloloskan diri."

"Apa?!" Arya hampir tak percaya. "Bagaimana bisa kalian lengah seperti itu?!"

"Kami juga masih menyelidiki, Pak. Sepertinya ada bantuan dari dalam," jawab petugas dengan kepala tertunduk.

Arya meninju meja dengan keras. "Berarti selama ini, Dr. Elric telah beraksi lagi. Pantas saja banyak desas-desus melonjak dari Genovate," gumamnya dengan nada kesal.

Tanpa pikir panjang, Arya segera menghubungi Veiya, kondektur keamanan Fopuveria Foundation. "Veiya, aku butuh bantuanmu sekarang juga. Liora hilang, dan aku yakin Genovate ada di balik ini. Kirim Liberty Phantom secepatnya!"

Di sisi lain, di laboratorium rahasia Genovate, eksperimen gila itu dimulai. Kapsul tempat Liora terbaring mulai menyala, lampu-lampu indikator berkedip cepat. Tubuh Liora mengejang, napasnya tersengal.

Dr. Elric mengamati layar monitor dengan tatapan dingin. "Kenapa hasilnya selalu gagal?" gerutunya sambil mengusap dagu. "Kita butuh lebih banyak energi!"

Seorang asisten mendekat dengan ragu. "Dokter, kalau kita tingkatkan lagi, resikonya terlalu besar. Subjek bisa..."

"Saya tidak peduli!" potong Dr. Elric dengan tajam. "Lakukan apa yang saya perintahkan!"

Asisten itu menelan ludah, lalu kembali ke panel kontrol. Ia menaikkan level energi, dan mesin-mesin mulai berdengung lebih keras.

Liora merintih kesakitan. Dalam ketidaksadarannya, ia merasakan penderitaan yang luar biasa.

Sementara itu, Liberty Phantom telah bergerak. Empat agen terbaik mereka berpencar menjadi dua tim. Tim pertama, Kael dan Mira, ditugaskan untuk melumpuhkan keamanan Genovate. Tim kedua, Rey dan Sora, fokus mencari dan menyelamatkan Liora.

Di koridor gelap Genovate, Kael dan Mira bergerak cepat. "Kita harus hati-hati, mereka punya sistem keamanan canggih," bisik Mira.

Kael mengangguk. "Tenang aja, aku udah hack sistem mereka. Tapi kita nggak punya banyak waktu."

Dua penjaga muncul di depan mereka. Tanpa banyak basa-basi, Kael melumpuhkan salah satunya dengan pukulan ke leher, sementara Mira menjatuhkan yang lain dengan tendangan ke kepala.

"Clear," ucap Kael.

Di sisi lain, Rey dan Sora berhasil menemukan ruang kontrol utama. Mereka menyelinap masuk dan melihat Dr. Elric yang sedang sibuk dengan monitornya.

"Itu dia," bisik Sora.

Rey mengangguk. "Kita harus bertindak cepat."

Namun sebelum mereka bergerak, seorang wanita cantik dengan rambut panjang menahan langkah mereka. Matanya tajam, dan senyum sinis terulas di bibirnya. "Mau ke mana kalian?"

Rey terkejut. "Siapa kamu?"

"Aku? Cukup panggil aku Seraphine," jawabnya sambil mengeluarkan pisau berkilauan. "Sayangnya, kalian nggak akan bisa lewat sini."

Tanpa peringatan, Seraphine menyerang. Gerakannya cepat dan mematikan. Rey dan Sora bertahan dengan susah payah.

"Kuat banget dia!" seru Sora sambil menghindari serangan.

"Fokus, kita harus mengalahkannya," balas Rey.

Sementara itu, Kael dan Mira berhasil mencapai ruang eksperimen. Mereka melihat Liora terbaring di dalam kapsul.

"Astaga, itu dia!" ujar Mira.

Kael segera mencoba membuka kapsul, tapi sistem terkunci. "Sial, kodenya rumit banget."

"Kamu bisa hack kan?" tanya Mira dengan cemas.

"Berikan aku waktu," jawab Kael sambil mengetik cepat di perangkatnya.

Dr. Elric menyadari kehadiran mereka. "Apa yang kalian lakukan di sini?!"

Mira mengarahkan pistolnya. "Akhir dari rencana jahatmu, Dokter."

Dr. Elric tertawa sinis. "Kalian pikir bisa menghentikanku? Aku sudah terlalu dekat dengan kesuksesan!"

Ia menekan tombol di tangannya, dan alarm berbunyi nyaring. Pintu-pintu otomatis mulai tertutup.

"Kita terjebak!" seru Mira.

Kael masih fokus pada hack-nya. "Tahan sebentar lagi!"

Kembali ke Rey dan Sora, pertarungan dengan Seraphine semakin sengit. "Dia nggak bisa dikalahkan dengan cara biasa," ujar Sora.

Rey tersenyum tipis. "Kalau begitu, kita pakai cara luar biasa."

Mereka berdua mengeluarkan gadget khusus. Dengan gerakan cepat, mereka mengaktifkannya dan melemparkannya ke arah Seraphine.

"Apa ini?" Seraphine bingung sejenak, tapi terlambat. Gadget itu meledak dan menghasilkan medan magnet yang melumpuhkan gerakannya.

"Tidak!" teriaknya sambil jatuh terjerembab.

"Maaf ya, kami nggak punya waktu," kata Rey sambil melewati tubuhnya.

Mereka berdua berlari menuju ruang eksperimen.

Di dalam, Kael berhasil membuka kapsul. "Yes! Berhasil!"

Liora terjatuh ke dalam pelukan Mira. "Hey, kamu baik-baik saja?" tanya Mira lembut.

Liora membuka matanya perlahan. "Siapa... kalian?"

"Kami di sini untuk menyelamatkanmu," jawab Kael.

Dr. Elric panik melihat rencananya hancur. "Tidak! Kalian tidak boleh membawanya pergi!"

Ia mengeluarkan senjata dan menembakkannya ke arah mereka. Kael dan Mira berlindung sambil membawa Liora.

Rey dan Sora tiba tepat waktu. "Dokter gila, permainanmu selesai!" seru Rey sambil menembakkan peluru bius ke arah Dr. Elric.

Dr. Elric terjatuh, tak sadarkan diri.

"Kita harus keluar sekarang!" ujar Sora.

Mereka berempat membawa Liora keluar dari fasilitas itu. Di luar, helikopter Fopuveria sudah menunggu. Mereka segera naik dan terbang menjauh.

Di dalam helikopter, Liora duduk sambil menatap kosong. "Apa yang sebenarnya terjadi?"

Kael duduk di sampingnya. "Tenang, semuanya sudah aman sekarang. Kami akan menjelaskan semuanya."

Liora menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Aku takut..."

Mira menggenggam tangannya. "Kamu aman bersama kami."

Sementara itu, di rumah, Nadira menangis bahagia mendengar kabar bahwa Liora telah diselamatkan. Arya memeluk istrinya. "Semua akan baik-baik saja."

"Terima kasih, Ya-ALLAH, Engkau Menyelamatkan Nyawa Putriku," ucap Nadira sambil menghapus air mata.

Pagi itu, Liora membuka matanya perlahan.

Ruangan yang asing membuatnya bingung sejenak, tapi kemudian ia menyadari bahwa ia berada di perusahaan Fopuveria Foundation. Veiya, wanita dengan aura tegas namun ramah, duduk di sampingnya.

"Hai, Liora. Gimana perasaanmu sekarang?" tanya Veiya sambil tersenyum tipis.

Liora mengusap kepalanya yang masih sedikit pusing. "Aku... agak bingung sih. Apa yang sebenarnya terjadi?"

Veiya menghela napas. "Kamu diculik oleh Genovate. Mereka mencoba melakukan eksperimen padamu. Untungnya, kami berhasil menyelamatkanmu tepat waktu."

Liora terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi tersebut. "Kenapa mereka mengincar aku?"

"Sebenarnya, itu yang ingin aku tanyakan padamu. Apakah kamu pernah merasa ada yang aneh atau mungkin mengetahui sesuatu tentang diri kamu yang membuat mereka tertarik?" Veiya menatap Liora dengan serius.

Sebelum Liora sempat menjawab, pintu ruangan terbuka. Arya muncul dengan wajah cemas. "Liora!"

"Ayah!" Liora segera bangkit dan berlari memeluk Arya. Pelukan mereka erat, seolah tak ingin terpisahkan lagi.

"Aku sangat khawatir," ucap Arya sambil mengusap punggung putrinya.

"Maaf, Ayah. Aku nggak tahu kenapa semua ini terjadi," suara Liora bergetar.

Veiya berdiri. "Baiklah, sepertinya kalian butuh waktu berdua. Aku akan kembali ke tugas. Kalau ada apa-apa, hubungi aku ya."

"Terima kasih banyak, Veiya," kata Arya dengan tulus.

Veiya mengangguk dan keluar dari ruangan.

***

Di sisi lain, di laboratorium Genovate, suasana mencekam. Kepala Genovate, seorang pria dengan tatapan dingin dan sikap otoriter, menatap Dr. Elric yang tergeletak di lantai. "Kamu gagal total!" teriaknya dengan nada marah.

Dr. Elric yang baru sadar dari pingsannya mencoba bangkit, tapi sebelum sempat berdiri, sebuah tendangan keras menghantam perutnya. "Ugh!" Ia terjatuh lagi, wajahnya meringis kesakitan.

"Bodoh! Karena kelalaianmu, proyek kita terancam!" Kepala Genovate mendekati Dr. Elric, lalu tanpa ampun mencabik-cabik kerah jasnya, menariknya mendekat. "Kamu tahu berapa kerugian yang kita alami?!"

Dr. Elric hanya bisa terdiam, matanya menunduk.

Tiba-tiba, Sheraphine muncul dengan tubuh penuh luka. "Tuan, maafkan saya. Ini bukan sepenuhnya salah Dr. Elric," ujarnya dengan suara lemah.

Kepala Genovate menoleh dengan tatapan membara. "Kamu juga gagal melindungi fasilitas kita!"

"Saya sudah berusaha sebisa mungkin..." sebelum Sheraphine menyelesaikan kalimatnya, sebuah tendangan keras menghantam dadanya. Tubuhnya terlempar ke belakang, menabrak dinding dengan keras.

"Saya tidak butuh alasan!" teriaknya.

Sheraphine tergeletak tanpa bergerak. Napasnya terhenti. Keheningan memenuhi ruangan.

Para staf yang menyaksikan adegan itu hanya bisa menelan ludah, takut menjadi sasaran amarah berikutnya.

Kepala Genovate menghela napas berat, mencoba menenangkan diri. "Kita tidak boleh berhenti di sini. Cari cara lain agar eksperimen ini bisa berjalan. Apapun caranya!" perintahnya tegas.

***

Sementara itu, di perusahaan Fopuveria, Arya dan Liora duduk berdua di ruang tamu yang nyaman. "Liora, Ayah ingin kamu lebih berhati-hati mulai sekarang," ucap Arya sambil menatap mata putrinya.

Liora mengangguk pelan. "Iya, Ayah. Tapi... kenapa mereka mengincar aku?"

Arya ragu sejenak. "Ada sesuatu tentang dirimu yang spesial. Telinga kelinci itu bukan sekadar anomali genetika biasa. Ada potensi besar yang mereka inginkan."

"Apa maksud Ayah?" Liora semakin bingung.

"Nanti Ayah akan jelaskan lebih detail. Sekarang yang terpenting adalah keselamatanmu. Kita harus memastikan kamu selalu dalam pengawasan."

Liora menunduk. "Aku nggak bisa terus-terusan hidup seperti ini. Aku punya aktivitas, punya teman-teman, dan... subscribeku juga menunggu."

Arya tersenyum tipis. "Ayah mengerti. Kita akan cari solusi terbaik. Mungkin sementara waktu, kamu bisa istirahat dulu dari aktivitas online-mu."

Liora menghela napas. "Baiklah."

***

Malam harinya, Arya mengantar Liora pulang dengan mobil sedan harian mereka. Suasana di dalam mobil cukup hening, hanya terdengar alunan musik jazz yang menenangkan.

"Bagaimana perasaanmu sekarang ?" tanya Arya sambil melirik ke arah Liora.

"Masih agak lelah ayah, tapi aku baik-baik saja," jawabnya sambil tersenyum tipis.

Sesampainya di rumah, Liora segera masuk ke kamarnya. Ia mengambil ponsel dan mulai mengetik pesan untuk para subscribernya. Di **Gram**, ia menulis: *"Hai semua, maaf aku nggak bisa live untuk sementara waktu. Ada urusan mendadak yang harus aku selesaikan. Stay tuned ya!"*

Di **Whits**, ia mengabari teman-teman dekatnya tentang kondisinya. Sementara di **Xixi**, ia membuat postingan singkat dengan foto sambil mengedipkan mata: *"Miss you guys! Doain aku ya!"*

Setelah semuanya selesai, Liora merasa sedikit lega. "Semoga mereka nggak terlalu khawatir," pikirnya.

Ia kemudian mengambil laptopnya dan berjalan menuju kamar ibunya. Mengetuk pintu pelan, ia memanggil, "Bu, boleh aku masuk?"

Nadira membuka pintu dengan senyum lembut. "Tentu saja, Sayang. Ada apa?"

Liora menggigit bibirnya. "Aku... boleh tidur sama Ibu malam ini? Aku nggak mau sendirian."

Nadira meraih bahu Liora dan memeluknya. "Tentu saja boleh. Ibu juga kangen tidur bareng kamu."

Mereka berdua masuk ke kamar. Liora meletakkan laptopnya di meja samping. "Aku mungkin akan nonton film sebentar sebelum tidur. Ibu nggak keberatan kan?"

"Tidak sama sekali. Malah Ibu mau ikutan nonton," jawab Nadira sambil tersenyum.

Mereka berdua duduk di tempat tidur, menikmati film komedi yang ringan. Tawa mereka memenuhi ruangan, mengusir perasaan cemas yang sempat menghantui.

Sementara itu, di luar rumah, pengawasan diperketat. Beberapa petugas keamanan berpakaian sipil berjaga-jaga di sekitar area. Arya memastikan bahwa kali ini, tidak akan ada lagi ancaman yang bisa membahayakan keluarganya.

***

Di tempat lain, Kepala Genovate duduk di balik meja kerjanya, menatap layar komputer dengan tatapan tajam. "Kita harus bergerak lebih cerdas," ujarnya kepada dirinya sendiri. "Kalau cara frontal tidak berhasil, kita akan bermain dengan strategi."

Ia mengirim pesan kepada seseorang dengan inisial **X**. *"Aku butuh bantuanmu. Siapkan rencana untuk mendapatkan subjek dengan cara apapun. Pastikan tidak ada jejak."*

Balasan singkat masuk. *"Dimengerti. Akan segera ditindaklanjuti."*

Senyum licik terulas di wajahnya. "Permainan baru saja dimulai."

***

Kembali ke rumah Liora, film yang mereka tonton sudah hampir selesai. Liora merebahkan kepalanya di bahu ibunya. "Bu, terima kasih ya. Aku merasa lebih tenang sekarang."

Nadira mengelus rambut putrinya. "Ibu selalu ada untukmu, Sayang. Kamu anak Ibu satu-satunya. Kebahagiaanmu adalah prioritas Ibu."

Liora menutup matanya. "Aku sayang Ibu."

"Ibu juga sayang kamu."

Malam itu, Liora tertidur dengan perasaan hangat dan aman.

Pagi itu, Arya sudah siap berangkat ke kantor. Ia mengenakan jas lab putihnya, menandakan betapa seriusnya proyek yang sedang dikerjakannya di **Fopuveria Foundation**. "Sayang, Ayah berangkat dulu ya," ucapnya sambil mencium kening Liora yang masih duduk di meja makan.

"Iya, Ayah. Hati-hati di jalan," balas Liora dengan senyum manis.

Setelah Arya pergi, Liora melanjutkan sarapannya. Pikirannya masih terbayang kejadian beberapa hari lalu, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Hari ini harus produktif," gumamnya sambil memasukkan piring kotor ke sink.

Sementara itu, di laboratorium Fopuveria Foundation, Arya tenggelam dalam tumpukan data dan sampel genetika. Proyek yang sedang dikerjakannya bukan main-main—ini bisa jadi kunci untuk menyembuhkan penyakit genetik langka dan membawa perubahan besar bagi dunia medis. "Jika berhasil, ini akan jadi terobosan besar," pikirnya sambil mengetik hasil observasi terbaru.

Di ruangan lain, Veiya sibuk dengan proyek teknologinya. "Oke, tinggal kalibrasi RAM dan sinkronisasi chipset," ujarnya sambil mengetuk-ngetuk layar hologram di depannya. Ponsel terbaru yang sedang dirakitnya bukan ponsel biasa. Dengan kemampuan menjalankan game berat tanpa lag, dan kontrol penuh dari perusahaan untuk menjaga performa, ini bisa jadi revolusi di dunia gaming mobile.

"Nah, kalau ini sukses, gamer di seluruh dunia bakal seneng banget," senyum Veiya penuh kepuasan.

***

Di rumah, Liora sudah bersiap-siap untuk live streaming. Ia mengenakan headset dan memastikan avatarnya tampil sempurna di layar. "Oke, let's go!" katanya sambil menekan tombol **Start Streaming**.

"Hello hello! Apa kabar semuanya?" sapa Liora dengan ceria. Chat langsung dibanjiri komentar dari para subscriber setianya.

"Finally live lagi!"

"Kami kangen kamu, Lio!"

"Kenapa kemarin nggak live?"

Liora tertawa kecil. "Maaf ya kemarin aku nggak live, soalnya ada urusan keluarga yang nggak bisa ditinggalin."

Sebenarnya, ia nggak mau menceritakan kejadian sebenarnya. Terlalu rumit dan bisa bikin subscribernya khawatir.

Live streaming berjalan lancar. Liora bermain game seru, bercanda dengan penonton, dan sesekali menjawab pertanyaan mereka. Tapi tiba-tiba, ada satu komentar yang bikin dia freeze sejenak.

**"Nikmati kesenanganmu, subjek penelitianku. Kau akan mengubah dunia bersama kami."**

Mata Liora membesar. Jantungnya berdetak lebih cepat. "Apa-apaan nih?" pikirnya. Komentar itu cepat tenggelam di antara ribuan chat lain, tapi cukup untuk membuatnya gelisah.

Para subscriber lain juga menyadari keanehan itu.

"Eh, siapa tuh? Creepy banget."

"Admin, tolong ban orang tadi dong!"

"Toxic banget sih."

Liora berusaha mengendalikan diri. "Hehe, abaikan aja ya guys. Mungkin orang iseng," ujarnya sambil tersenyum paksa.

Mereka pun kembali fokus ke game. Namun, kekhawatiran masih menghantui pikirannya.

Menjelang akhir live, Liora memutuskan untuk menutup dengan suasana yang lebih positif. "Oke deh, sebelum kita akhiri, ada yang mau aku sampaikan nih," katanya dengan nada manja.

"Apa tuh?"

"Kasih tahu dong!"

Liora mendekatkan wajah avatarnya ke kamera. "Makasih banyak ya buat kalian yang selalu support aku. Kalian the best deh!" ujarnya sambil mengedipkan mata dan membuat gesture heart dengan tangannya.

Chat langsung meledak.

"Kyaaa!"

"Liora imut banget!"

"Aku nggak kuat nih!"

Setelah itu, ia menutup live streamingnya. "Wah, capek juga ya," gumamnya sambil meregangkan badan.

***

Sore harinya, Liora duduk di teras sambil menikmati teh hangat. Pikirannya kembali teringat komentar aneh tadi. "Apa mungkin Genovate masih mengincarku?" batinnya cemas.

Ia memutuskan untuk menghubungi Veiya. "Halo, Vei? Aku mau ngomong sesuatu."

Di seberang sana, suara Veiya terdengar ramah. "Hai, Lio! Ada apa?"

"Tadi pas live, ada yang komentar aneh gitu. Kayaknya ngancam aku deh."

"Hmm, bisa kamu kirim capture komentarnya ke aku?"

"Oke, bentar ya." Liora segera mengirim screenshot komentar tersebut.

Setelah beberapa saat, Veiya menjawab. "Ini kayaknya serius. Aku akan coba lacak akun ini. Kamu hati-hati ya. Jangan sendirian kalau ke mana-mana."

"Iya, makasih ya, Vei."

"Nggak masalah. Keep me updated."

Liora menutup telepon dan menghela napas panjang. "Kenapa sih nggak bisa tenang sebentar aja," keluhnya.

***

Di tempat lain, di sebuah ruangan gelap dengan layar monitor berisi kode-kode rumit, seseorang tersenyum melihat layar. "Liora, kamu nggak akan bisa lari dari kami," bisiknya sambil mengetik cepat di keyboard.

***

Malam harinya, Arya pulang lebih awal dari biasanya. "Ayah datang!" serunya sambil membuka pintu.

"Eh, Ayah. Kok tumben cepat pulang?" tanya Liora sambil menghampiri.

"Ayah mau habiskan waktu bareng keluarga. Lagi pula, ada yang mau Ayah bicarakan."

Mereka duduk di ruang tamu bersama Nadira. "Ada apa, Mas?" tanya Nadira dengan lembut.

Arya menghela napas. "Aku rasa kita perlu meningkatkan keamanan. Genovate kemungkinan masih bergerak di balik layar."

Liora menunduk. "Aku juga merasa begitu, Yah. Tadi pas live, ada yang komentar aneh."

Arya menatap putrinya dengan serius. "Kamu nggak apa-apa?"

"Iya, tapi aku udah kasih tahu Veiya. Katanya dia akan lacak akunnya."

"Baguslah kalau begitu. Tapi tetap, kita harus waspada."

Malam itu, mereka bertiga menghabiskan waktu bersama, menonton film dan bercerita. Meski bayang-bayang ancaman masih ada, kebersamaan keluarga memberikan rasa aman bagi Liora.

***

Esok paginya, Liora memutuskan untuk mengambil hari libur. "Mungkin lebih baik aku nggak live dulu," pikirnya.

Sementara itu, di Fopuveria Foundation, Arya dan Veiya berdiskusi di ruang meeting. "Aku udah lacak akun yang mengirim komentar ke Liora," ujar Veiya sambil menampilkan data di layar.

"Dan hasilnya?" tanya Arya dengan tegang.

"Akun itu menggunakan VPN dan proxy berlapis. Tapi ada jejak digital yang mengarah ke server Genovate."

Arya mengepalkan tangan. "Mereka benar-benar nggak menyerah."

"Kita perlu strategi baru. Mungkin kita bisa bikin umpan untuk menjebak mereka."

Arya mengangguk. "Aku setuju. Kita bisa manfaatkan teknologi terbaru kita."

***

Di sisi lain, Genovate terus merencanakan langkah berikutnya. Kepala Genovate duduk di balik meja dengan senyum licik. "Kita harus bermain lebih cerdas. Jika tidak bisa mendapatkannya dengan paksa, kita dekati dia dengan cara halus."

Seorang pria misterius masuk ke ruangan. "Saya siap menjalankan misi ini."

"Bagus. Anda tahu apa yang harus dilakukan."

***

Beberapa hari kemudian, Liora menerima email dari seseorang yang mengaku sebagai fans beratnya. Isi emailnya sangat sopan dan mengagumi karya-karya Liora. "Kamu memberi inspirasi bagi banyak orang, termasuk saya," tulisnya.

Liora tersenyum membaca email itu. "~~" pikirnya.

Pagi itu, Liora sedang duduk di kafe favoritnya sambil menikmati secangkir latte art berbentuk kelinci.

Suara musik jazz yang lembut menemani suasana santainya.

Ia merasa lebih baik setelah beberapa hari mencoba melupakan kejadian-kejadian aneh yang menimpanya. "Hari ini harus dinikmati," gumamnya sambil tersenyum.

Seorang pria tampan dengan senyum ramah mendekatinya. "Maaf, kamu Liora kan? Vtuber yang terkenal itu?"

Liora menoleh. "Eh, iya betul. Ada apa ya?"

"Saya Davin. Saya penggemar berat kamu. Boleh duduk sebentar ?" tanyanya sopan.

"Silakan," Liora menunjuk kursi di depannya.

Mereka pun mulai mengobrol. Davin sangat asyik diajak bicara, humoris, dan tampak tulus. Liora merasa nyaman, bahkan mereka bertukar kontak untuk mungkin bertemu lagi. "Senang bisa kenal kamu, Davin," ucap Liora saat mereka berpisah.

Tanpa disadari, pertemuan itu adalah awal dari rencana licik Genovate.

---

Malam harinya, Liora menerima pesan dari Davin. "Hey, mau ketemu lagi besok? Ada tempat seru nih."

Liora berpikir sejenak. "Boleh juga, dimana?"

"Datang aja ke alamat yang aku kirim. Kamu pasti suka," balas Davin dengan emotikon senyum.

Keesokan harinya, Liora tiba di lokasi yang dijanjikan. Tempatnya cukup sepi, sebuah bangunan dengan desain modern minimalis. "Kok aneh ya tempatnya?" pikirnya.

Saat memasuki bangunan, tiba-tiba aroma aneh tercium. Kepalanya mulai pusing. "Apa ini...?" Liora jatuh tak sadarkan diri.

---

Di laboratorium Genovate, Elgarda, kepala pengurus yang terkenal kejam, tersenyum puas melihat Liora tertidur di dalam kapsul kaca. "Akhirnya, subjek utama kita kembali," ujarnya dengan nada dingin.

Tanpa membuang waktu, ia memulai eksperimen genetika kecantikan. "Kali ini, kita akan meningkatkan potensimu ke level maksimal," kata Elgarda sambil mengatur panel kontrol.

Cairan berwarna ungu mulai mengisi kapsul.

Tubuh Liora bereaksi, sedikit mengejang. Prosesnya tampak menyakitkan, namun Elgarda tidak peduli. "Kecantikan sempurna membutuhkan pengorbanan," gumamnya.

---

Sementara itu, di perusahaan Fopuveria Foundation, alarm darurat berbunyi. Veiya segera memeriksa sumbernya. "Tidak! Liora diculik lagi!" teriaknya.

Arya yang berada di ruangan yang sama segera bangkit. "Kita harus bertindak sekarang!"

"Liberty Phantom sudah siap. Kita akan mengirim tim terbaik," jawab Veiya dengan tegas.

Empat anggota Liberty Phantom—Kael, Mira, Rey, dan Sora—segera bersiap. Dengan perlengkapan canggih dan strategi matang, mereka menuju markas Genovate.

---

Di perusahan Genovate, eksperimen mencapai puncaknya.

Di dalam kapsul, perubahan pada Liora mulai terlihat. Wajahnya semakin cantik dengan aura yang memukau.

Telinga kelincinya berubah menjadi lebih mungil dan manis.

Elgarda tertawa puas. "Luar biasa! Ini melebihi ekspektasi!"

Namun kegembiraannya tak berlangsung lama. Sistem keamanan menunjukkan adanya penyusup. "Apa? Siapa yang berani masuk ke sini?" geramnya.

---

Liberty Phantom berhasil menyelinap masuk dengan memanfaatkan celah keamanan. "Kita harus bergerak cepat," bisik Kael.

"Ruang eksperimen ada di lantai paling bawah. Ayo!" ajak Mira.

Mereka bergerak lincah, melumpuhkan penjaga satu per satu tanpa menimbulkan alarm. Namun, di koridor terakhir, mereka dihadang oleh pasukan elit Genovate.

"Berhenti di situ! Kalian tidak akan bisa lewat!" teriak salah satu pasukan sambil mengarahkan senjata.

Rey tersenyum tipis. "Sepertinya kita harus sedikit berisik."

Pertarungan pun tak terelakkan. Suara tembakan dan benturan terdengar di seluruh area. Kael dan Sora menahan serangan depan, sementara Mira dan Rey mencari jalan lain menuju ruang eksperimen.

"Cover aku!" seru Kael sambil mengaktifkan perisai energi.

Sora melompat dan melumpuhkan dua musuh dengan tendangan berputar. "Cepat, waktu kita nggak banyak!"

---

Di dalam ruang eksperimen, Elgarda semakin panik. "Amankan subjeknya! Jangan biarkan mereka mengambilnya!"

Beberapa ilmuwan mencoba memindahkan kapsul, tapi terlalu berat. Saat itulah, Mira dan Rey berhasil masuk.

"Minggir atau kami akan bertindak tegas!" ancam Mira sambil mengarahkan senjata.

Elgarda mundur selangkah. "Kalian pikir bisa menang di sini?"

Tiba-tiba, pintu lain terbuka dan masuklah pasukan tambahan Genovate.

Rey memasang posisi siap tempur. "Mira, kamu urus Liora. Aku tahan mereka!"

Mira berlari menuju kapsul dan mulai membuka sistem pengunci. "Tenang, Liora. Aku akan membawamu keluar."

Kapsul terbuka, dan Liora terjatuh ke pelukan Mira. "Ugh... Siapa...kamu?" tanya Liora lemah.

"Aku teman. Kita harus cepat pergi dari sini," jawab Mira lembut.

---

Di luar, Kael dan Sora masih bertarung sengit. "Mereka banyak banget!" keluh Sora sambil menangkis serangan.

"Terus bertahan! Mira dan Rey butuh waktu!" balas Kael.

Rey mulai kewalahan dengan jumlah musuh. "Mira, cepatlah!"

Dengan Liora di punggungnya, Mira mencoba mencari jalan keluar. Namun, Elgarda menghadangnya dengan senjata laser di tangan.

"Kamu tidak akan membawa pergi subjek berharga kami!"

Mira menatap tajam. "Dia bukan objek! Dia manusia!"

Elgarda menembak, tapi Mira berhasil menghindar. Balas menembak, Mira mengenai senjata Elgarda, membuatnya terlempar.

"Kamu akan menyesal!" teriak Elgarda kesal.

---

Mira berhasil keluar dan bergabung dengan Kael dan Sora. "Aku punya Liora. Ayo kita pergi!"

"Baik, mari kita mundur!" seru Kael.

Namun, pasukan Genovate semakin banyak mengepung. Situasinya makin genting.

"Kita harus buka jalan!" ujar Sora. Ia kemudian melempar granat asap, menciptakan kebingungan di antara musuh.

Dengan momentum itu, mereka berlari menuju titik evakuasi. Di ujung koridor, sebuah helikopter sudah menunggu.

"Naik cepat!" teriak pilotnya.

Mereka berhasil masuk, tetapi tembakan masih menghujani mereka. "Angkat segera!" perintah Kael.

Helikopter lepas landas, meninggalkan markas Genovate di bawah.

---

Di dalam helikopter, Liora mulai sadar sepenuhnya. "Dimana aku?"

Kael tersenyum. "Kamu aman sekarang. Kami dari Liberty Phantom, dikirim untuk menyelamatkanmu."

Liora meraba telinga kelincinya yang kini lebih mungil dan cantik. "Apa yang terjadi padaku?"

Mira menatapnya dengan sedih. "Mereka melakukan eksperimen padamu. Tapi tenang, kita akan cari cara untuk mengembalikan semuanya."

Liora meneteskan air mata. "Aku lelah dengan semua ini."

Kael meletakkan tangan di bahunya. "Kamu tidak sendirian. Kita akan hadapi ini bersama."

---

Sesampainya di perusahaan Fopuveria, Arya dan Veiya sudah menunggu dengan cemas.

"Liora!" Arya memeluk putrinya erat. "Maafkan Ayah yang tidak bisa melindungimu."

Liora menangis di pelukan ayahnya. "Ayah, aku takut."

"Semua sudah berlalu. Kamu aman sekarang," ucap Arya menenangkan.

Veiya mendekat. "Kita harus segera memeriksa kondisinya. Mungkin masih ada efek dari eksperimen mereka."

Liora mengangguk lemah. "Baik."

---

Sementara itu, di perusahaan Genovate, Elgarda marah besar. "Kalian semua tidak berguna!" bentaknya pada para bawahannya. "Tapi ini belum berakhir. Kita akan mendapatkan dia kembali, apapun caranya."

Seorang ilmuwan mendekat dengan ragu. "Tuan, mungkin kita bisa mencari subjek lain?"

Elgarda menatap tajam. "Tidak! Dia satu-satunya yang memiliki potensi sempurna. Siapkan rencana baru!"

---

Di perusahaan Fopuveria, setelah serangkaian pemeriksaan, Veiya memberi kabar baik. "Untungnya, efek eksperimen mereka tidak membahayakan nyawamu. Tapi perubahan fisikmu mungkin permanen."

Liora menyentuh telinga kelincinya. "Jadi, aku akan seperti ini selamanya?"

Arya menghela napas. "Maaf, Sayang."

Liora tersenyum tipis. "Gapapa ayah."

Mira mendekat. "Kamu kuat, Liora. Kami akan selalu ada untuk membantumu."

Liora menatap tim keamanan liberty phantom. "Terima kasih. Aku beruntung memiliki kalian."

Pagi itu, Liora bangun lebih awal dari biasanya.

Jam di dinding menunjukkan pukul 04.30. "Waktunya olahraga pagi biar badan fit," gumamnya sambil meregangkan tubuh.

Setelah mengenakan pakaian olahraga yang nyaman, ia keluar rumah dengan semangat.

Udara pagi terasa segar, dengan embun yang masih menempel di dedaunan.

Jalanan sepi, hanya terdengar kicauan burung yang merdu. Liora mulai berlari kecil menuju taman dekat rumahnya.

Namun, tanpa disadari, sepasang mata mengawasinya dari kejauhan. Di tikungan sepi, sebuah van hitam berhenti tiba-tiba. Sebelum Liora sempat bereaksi, dua orang bertopeng keluar dan menyergapnya.

"Heh ?! Apa-apaan ini ?!" Liora terkejut, mencoba melawan. Tapi mereka bergerak cepat, menutup mulutnya dengan kain dan mengikat tangannya. "Lepasin aku!" teriaknya tertahan.

Mereka menyeret liora dengan kasar ke dalam van.

Pintu tertutup, dan van melaju kencang meninggalkan area tersebut. Liora mencoba berteriak, tapi suaranya tertahan. Matanya melotot, penuh ketakutan.

---

Di sebuah laboratorium rahasia, Elgarda, kepala pengurus Genovate, menatap Liora yang tertidur di dalam kapsul transparan. "Akhirnya, kita bisa melanjutkan eksperimen ini," ujarnya dengan senyum dingin.

Para ilmuwan sibuk mengatur peralatan canggih di sekitarnya. "Kali ini, kita akan meningkatkan genetikanya ke level yang lebih tinggi," kata salah satu ilmuwan sambil memeriksa data di monitor.

Cairan berwarna biru muda mulai mengisi kapsul. Tubuh Liora diselimuti oleh cahaya lembut. "Proses regenerasi sel berjalan dengan sempurna," ucap ilmuwan lain dengan nada kagum.

Teknologi mutakhir digunakan untuk memodifikasi gen Liora, memperkuat kecantikannya secara alami. Sel-sel kulitnya direvitalisasi, memberikan kilau sehat dan bercahaya. Rambutnya menjadi lebih lembut dan berkilau. Mata Liora tampak lebih bersinar dengan warna yang memikat.

"Ini luar biasa! Hasilnya melebihi ekspektasi," seru Elgarda sambil menatap data yang muncul di layar.

---

Sementara itu, di rumah, Nadira mulai merasa cemas. Sudah pukul 07.00, tapi Liora belum juga pulang. "Biasanya nggak selama ini," pikirnya. Ia mencoba menghubungi ponsel Liora, tapi tidak ada jawaban.

Perasaan khawatir semakin besar. Nadira segera menelepon Arya. "Mas, Liora nggak pulang-pulang sejak pagi. Aku nggak bisa hubungi dia," ucapnya panik.

"Apa? Tenang dulu, Sayang. Aku akan segera pulang," jawab Arya dengan nada serius.

Setibanya di rumah, Arya langsung mengambil tindakan. "Ini pasti ulah Genovate lagi," geramnya. "Aku akan hubungi Veiya dan mengirim tim Liberty Phantom."

Veiya menjawab panggilan Arya dengan cepat. "Aku mengerti," ujarnya tegas.

Selain itu, beberapa mata-mata bersenjata dengan kemampuan sniping juga disiapkan. "Kita akan menyisir area sekitar dan mencari jejak apa pun," kata Veiya.

Nadira tidak tinggal diam. "Aku juga akan mencari ke tempat-tempat yang biasa dia kunjungi," ujarnya dengan tekad.

---

Malam harinya, eksperimen di Genovate mencapai puncaknya. Kapsul tempat Liora berada mulai terbuka perlahan. Asap tipis mengepul saat cairan di dalamnya menguap.

Liora membuka matanya perlahan. Pandangannya masih buram, tapi ia bisa merasakan perubahan dalam dirinya. Tubuhnya terasa lebih ringan, kulitnya terasa halus, dan rambutnya jatuh dengan indah di bahunya.

Elgarda mendekatinya dengan senyum puas. "Selamat datang kembali, Liora," sapanya lembut.

"Siapa kamu ? Di mana aku ?" tanya Liora bingung.

"Kamu berada di tempat yang akan mengubah hidupmu, Kami hanya membantu mengeluarkan potensi terbesarmu," jawab Elgarda sambil menatapnya.

"Aku mau pulang," ucap Liora tegas.

Elgarda tertawa kecil. "Tentu saja. Kami akan mengantarmu kembali."

Ia memberi isyarat kepada para ilmuwan. "Bawa dia kembali ke kotanya. Pastikan dia tiba dengan selamat."

Liora dibimbing keluar dari ruangan itu. Meski masih bingung, ia merasa lega akan segera pulang.

---

Di sisi lain, Liberty Phantom terus berusaha mencari jejak Liora.

"Sinyal terakhir menunjukkan aktivitas tidak biasa di area ini," kata salah satu anggota sambil memeriksa alat pelacak.

"Tim sniper sudah berada di posisi strategis. Jika ada pergerakan mencurigakan, mereka akan melaporkan," tambah anggota lain.

Nadira dan Arya menyebar foto Liora ke berbagai tempat, berharap ada yang melihatnya.

---

Saat mobil yang membawa Liora mendekati kota asalnya, Liberty Phantom menerima laporan. "Ada kendaraan mencurigakan menuju ke arah kita."

"Siap-siap. Mungkin itu target kita," perintah ketua tim.

Ketika mobil itu berhenti di sebuah jalan sepi, Liora diturunkan dengan hati-hati. "Sampai di sini saja. Selamat tinggal, Liora," ucap salah satu ilmuwan sebelum masuk kembali ke mobil dan pergi.

Liora menatap sekeliling dengan bingung. "Apa yang sebenarnya terjadi?"

Tiba-tiba, Liberty Phantom muncul dari balik bayangan. "Liora! Kamu nggak apa-apa?" tanya seorang anggota sambil mendekat.

"Kalian siapa ?" Liora terkejut.

"Kami dari Liberty Phantom. Kami dikirim untuk menyelamatkanmu," jawabnya.

Liora menghela napas lega. "Aku... aku ingin pulang."

---

Mereka segera mengantar Liora ke rumahnya. Nadira yang melihat kedatangan putrinya langsung berlari dan memeluknya erat. "Syukurlah kamu selamat!"

"Ibu... aku kangen," Liora membalas pelukan itu dengan air mata di pipinya.

Arya mendekat. "Maafkan Ayah yang tidak bisa melindungimu. Apa yang mereka lakukan padamu ?"

Liora menggeleng. "Aku nggak tahu, Rasanya semua seperti mimpi, ayah"

---

Malam itu, Liora duduk di depan cermin di kamarnya. Ia memperhatikan bayangannya sendiri. Wajahnya tampak lebih berseri, matanya lebih bercahaya, dan rambutnya lebih indah dari sebelumnya.

"Apa ini efek dari eksperimen mereka?" pikirnya.

Meski perubahan itu membuatnya tampak lebih cantik, tapi Liora merasa ada yang hilang. "Apakah aku masih menjadi diriku sendiri ?"

---

Sementara itu, di markas Genovate, Elgarda menatap layar monitor dengan senyum misterius.

"Eksperimen ini berhasil, Sekarang, kita tinggal menunggu efek selanjutnya."

Seorang ilmuwan mendekat. "Apakah bijak membiarkan dia pergi begitu saja, Tuan ?"

Elgarda menoleh. "Tentu saja. Dengan begitu, kita bisa melihat hasilnya dalam lingkungan alaminya. Ini akan memberikan data yang lebih akurat."

---

Keesokan harinya, Liora mencoba menjalani aktivitas seperti biasa.

Ia memutuskan untuk melakukan live streaming lagi. "Hai semua !, Maaf kemarin aku nggak sempat live. Kangen banget sama kalian!" sapanya dengan ceria.

Para subscriber langsung memenuhi kolom chat.

"Liora, kamu terlihat berbeda hari ini!"

"Wah, makin cantik aja!"

"Ada yang baru nih ?"

Liora tersenyum. "Ah, masa sih? Mungkin karena efek lampu aja kali ya."

Live streaming berjalan lancar. Namun, di antara ribuan komentar positif, ada satu yang membuatnya berhenti sejenak.

"Bagaimana rasanya menjadi versi terbaik dari dirimu?"

Liora terdiam. "Apa maksudnya ?" pikirnya. Tapi ia segera mengabaikannya dan melanjutkan live dengan penuh semangat.

---

Setelah selesai, Liora merasa ada yang mengganjal. Ia memutuskan untuk menemui Arya dan Nadira. "Ayah, Ibu, aku merasa ada yang aneh."

"Apa itu, Sayang?" tanya Nadira lembut.

Liora menceritakan perasaannya, tentang perubahan yang ia alami dan kekhawatirannya.

Arya mendengarkan dengan seksama. "Mungkin kita perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut."

---

Mereka menghubungi Veiya dan tim medis dari Fopuveria Foundation.

Setelah serangkaian tes, hasilnya keluar.

"Secara fisik, kamu dalam kondisi optimal. Tidak ada tanda-tanda bahaya," jelas Veiya.

"Tapi perubahan ini... apakah akan berdampak jangka panjang?" tanya Liora khawatir.

"Kami akan terus memantau kondisimu. Yang terpenting sekarang adalah kamu menjaga keseimbangan antara tubuh dan pikiranmu," jawab Veiya dengan senyum menenangkan.

---

Malam harinya, Liora duduk di kamarnya.

"Apapun yang terjadi, aku harus tetap menjadi diriku sendiri," gumamnya.

Ponselnya bergetar. Pesan dari salah satu subscriber setianya. "~~"

Liora tersenyum lalu membalas pesan subscriber. "~~."

Di suatu tempat, Elgarda menatap layar dengan data-data yang terus bergerak.

"Liora, kamu adalah kunci dari sains, Aku akan menjadikanmu subsjek yang sangat sempurna."