Refleksi Kehidupan

Pagi-pagi banget, Liora bangun dengan perasaan tenang. Jam di dinding menunjukkan pukul 03.30. "Waktunya mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa," gumamnya sambil tersenyum tipis.

Dengan langkah pelan, ia menuju kamar mandi untuk mengambil air wudu.

Setelah membersihkan diri dengan tertib, Liora merasakan kesejukan air yang menyentuh kulitnya, memberikan kesegaran tersendiri. Niat untuk beribadah terucap dalam hati, memantapkan langkahnya untuk melaksanakan sholat malam.

Selesai berwudu, Liora mengenakan mukena putihnya yang bersih. Di ruang sholatnya yang sederhana namun nyaman, ia menunaikan Sholat Tahajjud dengan khusyuk. Setiap gerakan—dari takbir, ruku', sujud, hingga salam—dilakukan dengan penuh penghayatan. Hatinya terasa damai, seolah semua beban hilang sejenak.

Setelah selesai, Liora menengadahkan tangan, berdoa dengan sepenuh hati. "Ya Allah, Engkaulah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Engkaulah yang menciptakan alam semesta ini. Tolong ridhoi setiap langkahku untuk menjalani kehidupan ini. Tolong permudahkan kehidupanku dan lindungilah diriku dari bahaya yang mengancam di dunia ini."

Air mata perlahan menetes di pipinya. Ia merasakan kedamaian yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Kemudian, ia mengambil Al-Qur'an dari rak buku. Duduk bersila, Liora mulai membaca Juz 15 dengan khusyuk. Setiap lantunan ayat membawa ketenangan dalam hatinya, membuatnya semakin dekat dengan Sang Pencipta.

Beberapa ayat yang dibacanya menceritakan tentang keagungan Allah, kisah para nabi, serta petunjuk hidup bagi manusia. Liora merenungkan maknanya, menghayati setiap kalimat yang ia baca. "Betapa kecilnya diri ini di hadapan-Mu, Ya-ALLAH.. ," bisiknya.

Setelah selesai mengaji, Liora kembali mengambil wudu untuk menunaikan Sholat Subuh.

Langit di luar mulai menunjukkan semburat cahaya fajar. Ia melaksanakan sholat dengan penuh keikhlasan, berharap mendapatkan keberkahan di hari yang baru.

Selesai sholat, Liora menuju kamar mandi. Air hangat mengalir, membasuh seluruh tubuhnya. "Segarnya," ujarnya sambil tersenyum. Usai mandi, ia mengenakan pakaian olahraga favoritnya—kaos putih dan celana training hitam. Rambutnya diikat ekor kuda, memberi kesan sporty namun tetap manis.

Di meja makan, sarapan sederhana sudah menantinya. Sepiring roti panggang dengan selai stroberi dan segelas jus jeruk. "Enak nih, nutrisi pagi," katanya sambil menikmati hidangannya.

"Waktunya olahraga," Liora meregangkan tubuhnya sejenak sebelum keluar menuju taman belakang rumah. Udara pagi yang segar menyambutnya. Ia mulai jogging ringan mengelilingi taman, menikmati kicauan burung dan suasana yang masih sepi.

Setelah pemanasan, ia melanjutkan dengan beberapa gerakan stretching dan yoga. "Harus tetap fit biar aktivitas lancar," gumamnya sambil melakukan pose downward dog.

Selesai berolahraga, Liora kembali ke dalam rumah. Hari ini, ia berencana melanjutkan eksperimen ilmiahnya. Di laboratorium mini miliknya, peralatan sudah tertata rapi. "Oke, let's get started!"

Ia fokus pada tanaman hibrida yang sedang dikembangkannya. "Kalau berhasil, tanaman ini bisa tumbuh dua kali lebih cepat dengan nutrisi yang lebih sedikit," jelasnya pada diri sendiri. Ia mencampurkan beberapa larutan organik ke dalam media tanam, kemudian mencatat reaksinya.

Tak hanya itu, Liora juga mengamati perkembangan beberapa hewan kecil seperti kelinci dan guinea pig. Ia meneliti pola makan mereka dengan memberikan variasi pakan sehat. "Menarik banget, mereka lebih aktif dengan diet ini," ujarnya sambil mencatat hasil pengamatannya.

Waktu berlalu tanpa terasa. Matahari sudah mulai condong ke barat. "Wah, udah sore aja. Saatnya bersantai dengan teman-teman online," pikirnya sambil membereskan peralatan.

Di kamar, Liora menyiapkan peralatan live streamingnya. Kali ini, ia memilih avatarnya yang lebih casual tanpa tema sains. "Hai hai semuanya! Kangen nggak nih ?" sapanya ceria saat live dimulai.

"Kuy ASMR~" ucap liora dengan bersemangat.

Para subscriber langsung memenuhi kolom chat.

"Kangen banget, Lio!"

"Finally, ASMR time!"

"Kamu makin cantik deh hari ini."

Liora tertawa kecil. "Ah masa sih?~" Ia mulai sesi ASMR dengan suara lembut, membacakan cerita pendek yang menenangkan. Sesekali, ia memainkan beberapa suara seperti gemericik air dan gesekan kertas yang membuat suasana semakin rileks.

"Suaramu menangkan banget, aku jadi ngantuk nih," tulis salah satu subscriber.

"Bagus dong, berarti sukses bikin kalian rileks," balas Liora sambil tersenyum.

Sesi live berlangsung hangat. Ia bercanda, berbagi cerita ringan, dan menjawab pertanyaan yang masuk. "Kalian memang terbaik deh! Terima kasih sudah selalu support aku," ujarnya dengan tulus.

Menjelang malam, Liora menutup live streamingnya. "Oke teman-teman, segitu dulu ya. Jangan lupa istirahat yang cukup dan jaga kesehatan. See you next time!"

Setelah mematikan perangkat, Liora meregangkan tubuh. "Hari yang panjang tapi menyenangkan," gumamnya.

Ia membersihkan diri dan berganti pakaian tidur yang nyaman. Setelah memastikan alarm sudah disetel untuk esok hari, Liora merebahkan diri di tempat tidur. "Semoga mimpi indah," bisiknya ke diri sendiri sambil menutup mata.

Perlahan, liora mulai terlelap.

Pagi itu, alarm berbunyi nyaring di kamar Liora. Dengan mata masih setengah tertutup, ia meraba-raba meja samping tempat tidurnya untuk mematikan alarm. "Aduh, masih ngantuk banget," gumamnya sambil menguap lebar.

Namun, sebelum sempat merebahkan diri lagi, pintu kamarnya terbuka dengan keras. "Liora! Sudah jam berapa ini?!" suara ibunya, Nadira, menggema memenuhi ruangan.

Liora terkejut, matanya langsung terbuka lebar. "Eh, Ibu? Ada apa sih pagi-pagi udah heboh?" tanyanya sambil mengusap mata.

Nadira berdiri dengan tangan di pinggang, alisnya berkerut. "Kamu lupa ya? Hari ini giliran kamu bersih-bersih rumah! Lihat tuh, lantai masih kotor, piring menumpuk di dapur, dan kamu masih bermalas-malasan di tempat tidur?"

"Waduh, maaf Bu, aku ketiduran," jawab Liora dengan suara pelan.

"Ketiduran terus! Kamu ini gimana sih? Mau jadi apa kalau begini terus? Ibu capek ngingetin kamu terus-menerus! Apa harus Ibu pasang alarm di setiap sudut rumah biar kamu ingat tugasmu?"

Liora hanya bisa menunduk, merasa bersalah. "Iya, Bu. Maaf. Aku langsung kerjain sekarang," ujarnya sambil bangkit dari tempat tidur.

"Nggak cukup cuma minta maaf! Tunjukkan dengan tindakanmu! Kalau nggak segera, Ibu potong uang jajan kamu bulan ini!"

Mendengar itu, Liora terperanjat. "Jangan dong, Bu! Aku janji bakal beresin semuanya sekarang juga!"

"Cepat kerjakan! Jangan banyak alasan!" Nadira kemudian keluar dari kamar, masih dengan wajah kesal.

Dengan wajah lesu dan mata yang masih berat, Liora berjalan menuju kamar mandi. "Ya ampun, pagi-pagi udah kena semprot. Padahal tadi malam tidurnya juga kemaleman," gumamnya sambil mencuci muka.

Tanpa banyak basa-basi, ia segera mengambil sapu dan mulai membersihkan lantai ruang tamu. Baru setengah jalan, tiba-tiba terdengar suara bel pintu.

"Siapa sih pagi-pagi gini?" pikirnya. Ia meletakkan sapu dan berjalan menuju pintu.

Saat pintu dibuka, seorang kurir berdiri sambil membawa beberapa kotak besar. "Selamat pagi, Mbak Liora ya?" sapa kurir tersebut dengan ramah.

"Iya, betul. Ada apa ya, Mas?"

"Ini paket pesanannya. Mohon tanda tangannya di sini." Ia menyerahkan papan elektronik untuk ditandatangani.

Liora melihat label di kotak-kotak itu dan matanya langsung berbinar. "Wah, akhirnya datang juga! Mikroskop elektron, kromatografi gas, spektrometer massa, dan lainnya!" serunya dalam hati.

"Baik, terima kasih ya, Mas," ucapnya setelah menandatangani.

"Sama-sama, Mbak. Semoga harinya menyenangkan!" Kurir itu kemudian pergi setelah menyerahkan semua paket.

Liora membawa kotak-kotak itu masuk ke dalam rumah dengan susah payah. "Berat juga ya," ujarnya sambil menaruh kotak terakhir di lantai ruang tamu.

Namun, ia teringat tugasnya yang belum selesai. "Aduh, nanti dimarahin Ibu lagi kalau belum beres bersih-bersihnya." Akhirnya, ia menunda keinginannya untuk membuka paket dan kembali melanjutkan membersihkan rumah.

Ia menyapu seluruh ruangan, mengepel lantai hingga bersih mengkilap. Setelah itu, Liora mencuci piring yang menumpuk di dapur. "Kenapa sih piringnya banyak banget?" keluhnya sambil menggosok piring dengan cepat.

Tidak hanya itu, ia juga membersihkan kamar mandi, merapikan kamar tamu, dan mengelap jendela. Sesekali, ia mengelap keringat yang mengalir di dahinya. "Capek juga ya kerjaan rumah tangga," pikirnya.

Waktu berlalu, matahari sudah mulai condong ke barat. Liora akhirnya menyelesaikan semua tugasnya. Ia merebahkan diri di sofa ruang tamu, menghela napas panjang. "Fiuh, akhirnya selesai juga."

Tanpa disadari, kelelahan membuatnya tertidur. Wajahnya terlihat damai, meski beberapa helai rambut menempel di pipinya karena keringat.

***

Tak terasa, senja berganti malam. Liora terbangun karena getaran ponsel di saku celananya. "Hmm, siapa yang menelepon malam-malam begini?" gumamnya sambil mengucek mata.

Dilihatnya layar ponsel, nomor tak dikenal muncul. "Halo, dengan Liora di sini," sapanya.

"Selamat malam, Liora. Saya Pak Budi, kepala sekolah dari SMA Cahaya Cendekia," suara di seberang terdengar formal namun ramah.

"Oh, selamat malam, Pak! Ada apa ya?"

"Saya ingin berbicara sebentar mengenai ketrampilan dan minat Anda. Kami melihat bahwa Anda memiliki potensi besar, terutama dalam bidang sains."

"Wah, terima kasih, Pak. Saya senang mendengarnya."

"Kami ingin mengundang Anda untuk bergabung kembali ke sekolah dan mengikuti program unggulan kami. Bagaimana menurut Anda?"

Liora terdiam sejenak. "Ini kesempatan yang bagus," pikirnya. "Tentu saja, Pak. Saya sangat tertarik."

"Bagus. Kami berharap Anda bisa mulai masuk pada tanggal 17 Maret 2022. Apakah itu memungkinkan?"

"Tentu, Pak. Saya akan siapkan semuanya."

"Baiklah kalau begitu. Terima kasih atas waktunya, Liora. Sampai jumpa di sekolah."

"Terima kasih kembali, Pak. Sampai jumpa."

Setelah menutup telepon, Liora tersenyum lebar. "Asik! Akhirnya bisa sekolah lagi dan belajar lebih banyak."

***

Malamnya, Liora memutuskan untuk live streaming seperti biasa. Ia menyiapkan avatarnya dan mulai menghubungkan semua peralatan. "Semoga malam ini berjalan lancar," ujarnya sambil memasang headset.

"Hey hey! Selamat malam semua!" sapanya dengan ceria saat live dimulai.

"Hola, Liora!"

"Kangen nih!"

"Main game apa malam ini?"

Liora tertawa kecil. "Kita bakal main game baru yang lagi hype banget! Siap-siap ya!"

Ia mulai bermain dengan semangat, tenggelam dalam permainan yang menegangkan. Namun, di tengah fokusnya, tanpa sengaja ia menekan tombol yang salah.

"Loh, kok..." Ia terkejut melihat layar monitor. Wajah dan tubuh aslinya muncul di layar streaming, menggantikan avatarnya. "Astaga!" desisnya panik.

Waktu seakan berjalan lambat. Selama tiga puluh detik, wajah aslinya terpampang jelas di depan ribuan penonton. Liora dengan cepat mencari tombol untuk mengembalikan avatar virtualnya.

"Eh, maaf guys! Tadi ada sedikit error," ujarnya gugup sambil berusaha tersenyum.

Kolom chat langsung meledak dengan komentar.

"Eh, itu wajah aslimu?"

"Wow, cantik banget ternyata!"

"Glitch terbaik tahun ini!"

Liora berusaha tetap tenang. "Hehe, iya nih software-nya lagi nge-bug. Tapi tenang aja, udah balik normal kok. Lanjut main ya!"

Ia mencoba mengalihkan topik dengan bercanda dan fokus kembali pada permainan. Meski hatinya masih berdebar kencang, ia berusaha profesional hingga live streaming berakhir.

Setelah selesai, ponselnya berdering. Nama Nina, perwakilan agensinya, muncul di layar. "Wah, pasti bakal dimarahin," gumamnya.

"Hallo, Kak Nina," sapanya pelan.

"Liora, kamu sadar nggak barusan kamu bikin kesalahan besar?" suara Nina terdengar tegas.

"Maaf, Kak. Tadi aku nggak sengaja salah pencet tombol."

"Nggak sengaja? Kamu harus lebih hati-hati! Ini bisa berdampak pada privasimu dan juga citra agensi kita!"

"Iya, Kak. Aku benar-benar minta maaf. Ke depannya aku akan lebih teliti."

Nina menghela napas. "Baiklah, tapi pastikan ini nggak terulang lagi ya. Besok kita harus bahas ini lebih lanjut."

"Baik, Kak. Terima kasih."

Setelah panggilan berakhir, Liora merasa lelah. "Hari yang panjang," ujarnya sambil meregangkan tubuh.

Ia pergi ke kamar mandi, mencuci muka untuk menyegarkan diri. Menatap cermin, ia melihat bayangan dirinya dengan mata yang sedikit sembab. "Mungkin aku butuh istirahat."

Liora berjalan menuju kamar tidurnya, merebahkan diri di atas kasur yang empuk. "Semoga besok lebih baik," pikirnya sambil menutup mata.

Perlahan, ia terlelap dalam kesunyian malam.

Pagi-pagi banget, Liora terbangun sebelum alarmnya berbunyi. Langit di luar masih gelap, matahari belum menampakkan sinarnya. "Waktunya mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa," gumamnya sambil tersenyum tipis.

Dengan langkah tenang, ia menuju kamar mandi untuk berwudu. Air dingin menyentuh kulitnya, memberikan kesegaran tersendiri. Usai berwudu, ia mengenakan mukena putihnya yang bersih. Di ruang sholat yang sederhana namun nyaman, Liora menunaikan sholat Tahajjud dengan khusyuk. Setiap gerakan dan bacaan dilalui dengan penuh penghayatan.

Selesai sholat, ia mengambil Al-Qur'an dari rak buku. Suaranya lembut saat melantunkan ayat-ayat suci, membuat hatinya terasa damai. Setelah mengaji beberapa juz, waktu Subuh pun tiba. Liora kembali berwudu dan menunaikan sholat Subuh dengan tenang.

Selesai salam, ponselnya bergetar di samping sajadah. Nama **Nina** terpampang di layar. "Pagi-pagi udah nelpon, ada apa ya?" pikirnya.

"Halo, Kak Nina," sapa Liora dengan ramah.

"Hai, Lio. Maaf ganggu pagi-pagi gini. Kak Isabella minta kamu datang ke kantor agensi hari ini. Ada yang perlu dibicarakan," ujar Nina dengan nada serius.

Liora menghela napas pelan. "Oh, begitu ya. Baiklah, aku akan ke sana secepatnya."

"Terima kasih ya. Sampai jumpa nanti."

"Ya, sampai ketemu, Kak Nina." Liora menutup telepon dengan sopan.

"Duh, pasti soal kejadian kemarin," gumamnya sambil bangkit berdiri. Ia melipat mukenanya dengan rapi dan menyimpannya kembali.

Merasa butuh menyegarkan pikiran sebelum berangkat, Liora memutuskan untuk berolahraga sebentar. Ia mengganti pakaian dengan tank top hitam dan celana olahraga. Rambutnya diikat ekor kuda, memberi kesan sporty.

Keluar ke halaman belakang, ia terkejut melihat sebuah objek besar yang tak biasa. "Eh? Itu... Large Hadron Collider?" matanya membesar melihat alat sains besar tergeletak di sana.

"Astaga, gimana bisa sampai di sini?" Ia mendekati alat tersebut, mencoba memastikan bahwa matanya tidak salah. Setelah diperhatikan, ternyata itu adalah paket terakhir dari alat sains yang ia pesan sebelumnya.

"Jadi ini yang datang kemarin. Kok ditaruh di sini sih?" Liora menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Nanti aja diberesinnya."

Merasa waktu semakin mepet, ia memutuskan untuk mandi lagi dan bersiap-siap. Di dalam lemari, ia memilih blus putih bermotif sederhana dan memadukannya dengan rok selutut berwarna pastel. Penampilannya terlihat sopan namun tetap modis.

Sebelum keluar, ia memesan **GOLEBA CAR** melalui aplikasi di ponselnya. Tak lama kemudian, mobil datang menjemput. Sopirnya adalah seorang pria paruh baya dengan senyum ramah.

"Selamat pagi, Mbak Liora ya?" sapanya.

"Iya, Pak. Pagi juga," balas Liora sambil masuk ke dalam mobil.

Perjalanan menuju kantor agensi terasa menyenangkan. Sopir GOLEBA tersebut, Pak Dedi namanya, bercerita tentang pengalaman lucunya selama menjadi driver. Liora tertawa mendengar ceritanya tentang penumpang yang tertidur sampai ngorok, atau yang salah masuk mobil karena mirip dengan mobil lain.

"Seru juga ya pengalaman Bapak," ujar Liora sambil tersenyum.

"Iya, Mbak. Setiap hari ada aja cerita baru. Tapi yang paling penting, penumpang nyaman selama di perjalanan."

"Setuju, Pak. Terima kasih ya udah bikin perjalanan saya jadi nggak ngebosenin."

"Sama-sama, Mbak."

Sesampainya di depan gedung agensi **Lololope**, Liora turun dan berpamitan. "Makasih banyak ya, Pak Dedi. Hati-hati di jalan."

"Siap, Mbak Liora. Semoga harinya menyenangkan!"

Masuk ke dalam gedung, suasana terasa sedikit berbeda. Beberapa staff menatapnya dengan ekspresi campuran antara simpati dan kekhawatiran. "Apa aku sebegitu bermasalahnya?" pikir Liora.

Di depan ruang meeting, Isabella sudah menunggunya dengan tangan bersilang di dada. Tatapannya tegas dan wajahnya serius.

"Selamat pagi, Kak Isabella," sapa Liora dengan sopan.

"Masuklah," jawab Isabella singkat sambil membuka pintu.

Setelah duduk, Isabella langsung memulai pembicaraan. "Liora, kamu tahu kenapa aku memanggilmu ke sini?" tanyanya dengan nada datar.

Liora menunduk. "Iya, Kak. Mengenai kejadian kemarin saat live streaming."

"Benar. Kamu sadar kalau kelalaianmu memperlihatkan wajah aslimu bisa berdampak besar pada privasimu dan citra agensi kita?"

"Saya mengerti, Kak. Saya benar-benar minta maaf. Itu murni ketidaksengajaan."

Isabella menghela napas. "Kamu harus lebih berhati-hati. Dunia internet itu kejam. Sekali saja privasimu terbuka, akan sulit untuk menutupinya kembali."

"Saya paham, Kak. Saya akan lebih waspada ke depannya," jawab Liora dengan nada lembut sambil tersenyum tipis.

Melihat respon Liora yang tulus, wajah Isabella mulai melunak. "Baiklah. Aku menghargai sikapmu yang bertanggung jawab. Tapi ingat, jangan sampai terulang lagi."

"Siap, Kak. Terima kasih atas pengertiannya."

Setelah suasana tegang itu, Isabella mengubah topik. "Bagaimana kalau kita pergi keluar sebentar? Aku rasa kita butuh sedikit waktu untuk refleksi."

Liora terkejut. "Eh, keluar ke mana, Kak?"

"Aku tahu tempat bagus untuk bersantai dan merenung. Ayo, anggap saja ini ajakan dari seorang teman."

"Baiklah kalau begitu," jawab Liora dengan senyum lega.

Mereka berdua kemudian pergi ke sebuah taman kota yang indah, dengan danau kecil di tengahnya dan pepohonan rindang di sekeliling. Isabella membeli dua gelato dari penjual keliling.

"Nih, rasakan gelato terbaik di kota ini," kata Isabella sambil menyerahkan satu pada Liora.

"Wah, makasih, Kak!"

Mereka duduk di bangku taman, menikmati es krim sambil melihat anak-anak bermain dan burung-burung yang terbang di atas danau.

"Kadang kita perlu meluangkan waktu seperti ini, jauh dari kesibukan dan tekanan," ujar Isabella sambil menatap langit.

"Iya, Kak. Rasanya tenang banget di sini," balas Liora.

Isabella menoleh padanya. "Kamu tahu, Lio, aku sebenarnya sangat peduli padamu. Bukan hanya sebagai talent di agensi, tapi juga sebagai adik."

Liora terharu mendengarnya. "Terima kasih, Kak. Saya juga merasa beruntung bisa berada di bawah bimbingan Kakak."

"Mari kita terus bekerja sama dan saling mendukung, ya."

"Siap, Kak!"

Setelah puas bersantai di taman, Isabella mengajak Liora ke sebuah kafe bernuansa vintage. Mereka menikmati teh herbal sambil berbagi cerita hidup.

"~~," pesan Isabella.

Liora mengangguk. "~~"

Menjelang malam, Isabella menawarkan untuk mengantar Liora pulang.

"Biar aku yang antar. Lagipula, aku penasaran dengan rumahmu."

"Wah, boleh banget, Kak. Tapi rumah saya biasa saja lho," ujar Liora sambil tersenyum.

Mereka naik ke dalam mobil **Alphard** milik Isabella yang mewah dan nyaman. Di perjalanan, mereka bercanda dan tertawa, membuat suasana menjadi hangat.

Sesampainya di depan rumah Liora, Isabella menatap sekeliling. "Rumah yang nyaman. Pantas kamu betah di sini."

"Terima kasih, Kak. Mau mampir dulu?"

"Mungkin lain kali. Sudah malam juga. Yang penting kamu istirahat ya."

"Baik, Kak Isabella. Makasih banyak untuk hari ini. Saya benar-benar menghargainya."

"Sama-sama, Lio. Ingat, kalau ada apa-apa, jangan ragu untuk hubungi aku."

"Siap, Kak. Hati-hati di jalan ya."

Setelah Isabella pergi, Liora masuk ke dalam rumah dengan perasaan lega. "~~," gumamnya.

Tanpa menunda, ia langsung menuju kamar tidurnya. Setelah berganti pakaian tidur, ia merebahkan diri di atas kasur yang empuk. Rasa lelah perlahan menghilang, digantikan oleh rasa tenang.

akhirnya liora terlelap dalam tidur yang nyenyak.

---

Pagi itu, sinar matahari masuk melalui celah tirai kamar Liora, membangunkannya dengan lembut. Ia meregangkan tubuhnya sambil menguap kecil. "Wah, tidurku nyenyak banget," gumamnya. Hari ini, ia merasa semangat banget karena ada sesuatu yang ditunggu-tunggu.

Setelah bangun, Liora menuju ruang tamu. Matanya berbinar melihat tumpukan kotak besar yang menunggu untuk dibuka. "Yes! Akhirnya alat-alat sainsku datang semua," serunya dengan antusias.

Ia menghampiri tumpukan kotak tersebut yang berisi:

- **Mikroskop Elektron**

- **Kromatografi Gas dan Cair**

- **Scanning Tunneling Microscope**

- **Sekuenasi Genomik**

- **Large Hadron Collider**

Liora tertawa kecil sambil menggelengkan kepala saat melihat kotak bertuliskan **Large Hadron Collider**. "Gila, nggak nyangka beneran datang juga. Tapi kok bisa ya alat sebesar ini dikirim ke rumahku?" tanyanya pada diri sendiri.

Dengan semangat, ia mulai unboxing satu per satu alat tersebut.

**1. Mikroskop Elektron**

Pertama, Liora membuka kotak mikroskop elektron. Alat ini memungkinkan pengamatan objek pada skala nanometer dengan resolusi tinggi. "Dengan ini, aku bisa melihat struktur sel tanaman dan hewan secara detail," ujarnya.

Setelah memasang alat tersebut di meja khusus, ia mengambil sampel daun dari tanaman eksperimennya. Dengan hati-hati, ia menyiapkan preparatnya dan meletakkannya di dalam mikroskop.

Saat mengamati, ia terkesima. "Wow, detail banget! Ini kloroplasnya, dinding selnya, dan bahkan organel-organel kecil lainnya terlihat jelas." Ia mencatat setiap pengamatannya di buku jurnal.

**2. Kromatografi Gas dan Cair**

Selanjutnya, ia membuka kotak kromatografi gas dan cair. Alat ini digunakan untuk memisahkan dan menganalisis komponen kimia dalam sampel. "Pas banget buat menganalisis kandungan nutrisi dalam tanaman dan efeknya pada hewan percobaanku," kata Liora.

Ia menyiapkan ekstrak dari tanaman dan memasukkannya ke dalam alat tersebut. Setelah menjalankan prosesnya, hasilnya muncul di monitor dalam bentuk grafik.

"Hmm, kandungan flavonoidnya meningkat. Mungkin ini yang menyebabkan pertumbuhan tanaman jadi lebih cepat," gumamnya sambil menganalisis data.

**3. Scanning Tunneling Microscope (STM)**

Berikutnya adalah Scanning Tunneling Microscope. Alat ini memungkinkan visualisasi permukaan material hingga ke tingkat atom. "Ini sih keren banget! Bisa lihat susunan atom secara langsung," ujarnya dengan mata berbinar.

Liora menyiapkan sampel logam khusus yang ingin ia teliti. Setelah mengatur peralatannya, ia mulai proses scanning. "Astaga, ini beneran susunan atomnya! Lihat deh pola kristalnya," katanya takjub.

Ia mengambil screenshot dari layar dan mencetaknya. "Bisa jadi bahan presentasi nih," pikirnya.

**4. Sekuenasi Genomik**

Kemudian, ia membuka perangkat sekuenasi genomik. "Dengan alat ini, aku bisa membaca urutan DNA dari tanaman dan hewan percobaanku," ujarnya senang.

Ia mengekstrak DNA dari sampel tanaman dan hewan, lalu memasukkannya ke dalam mesin sekuenasi. Proses ini memakan waktu beberapa jam. "Sambil nunggu hasilnya, aku bisa lanjut unboxing alat terakhir," katanya.

**5. Large Hadron Collider (Versi Mini)**

Liora tertawa kecil saat membuka kotak terakhir.

Ternyata ada Large Hadron Collider versi mini

"Ya Allah, ternyata ada yang versi mini juga," ujarnya sambil tertawa.

Meski mini, alat ini tetap canggih dan memungkinkan simulasi percepatan partikel dalam skala kecil. "Menarik nih buat eksperimen fisika partikel sederhana," katanya.

Ia memasang alat tersebut di ruangan khusus. Dengan hati-hati, ia mengatur parameternya. "Oke, kita coba percepat partikel dan lihat interaksinya," ujar Liora.

Setelah menjalankan simulasi, hasil data muncul di layar. "Keren ! Pola-pola ini menunjukkan interaksi partikel yang sesuai dengan teori," katanya puas.

**Eksperimen Hingga Larut Malam**

Waktu terus berjalan. Liora begitu asyik dengan alat-alat barunya hingga tak sadar langit mulai gelap.

Kembali ke hasil sekuenasi genomik, ia melihat urutan DNA tanaman dan hewannya. "Menarik! Ada mutasi kecil yang mungkin berpengaruh pada pertumbuhan mereka," gumamnya sambil mencatat detailnya.

Kemudian, ia kembali ke mikroskop elektron untuk mengamati sampel hewan kecil, seperti larva serangga. "Aku penasaran dengan struktur tubuh mereka setelah diberi nutrisi khusus," ujarnya.

Pengamatan menunjukkan perubahan signifikan pada ukuran sel dan struktur jaringan. "Wah, mungkin nutrisi dari tanamanku punya efek lebih besar dari yang aku kira," pikirnya.

Tak hanya itu, Liora juga mencoba menggunakan kromatografi untuk menganalisis sampel udara di sekitar tanamannya. "Mungkin mereka mengeluarkan senyawa volatil yang berpengaruh pada lingkungan sekitarnya," kata Liora.

Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan senyawa organik tertentu. "Menarik banget! Ini bisa jadi bahan penelitian lanjutan."

**Larut Dalam Penelitian**

Saking fokusnya, Liora sampai lupa waktu. Jam menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Matanya sudah mulai lelah, tapi semangatnya masih membara.

"Aku coba satu eksperimen lagi deh," ujarnya sambil mengambil kopi dingin dari kulkas.

Ia kembali ke Scanning Tunneling Microscope untuk melihat efek panas pada struktur material. Dengan hati-hati, ia memanaskan sampel logam dan mengamati perubahan strukturnya.

"Wow, terbentuk pola baru di permukaannya. Ini bisa jadi terobosan dalam ilmu material," katanya dengan semangat.

**Akhirnya Beristirahat**

Akhirnya, rasa lelah mulai mengalahkan semangatnya. Liora meregangkan tubuhnya yang pegal. "Aduh, punggungku kaku juga ya," keluhnya sambil tertawa kecil.

Ia melihat jam dan terkejut. "Ya ampun, udah jam setengah dua pagi! Pantesan ngantuk banget."

Dengan hati-hati, ia mematikan semua peralatan dan merapikan meja kerjanya. "Besok aku lanjut lagi. Masih banyak hal yang bisa dieksplorasi," ujarnya sambil tersenyum puas.

Sebelum tidur, Liora menuliskan jurnal harian mengenai semua temuan dan perasaannya hari itu. "Hari ini produktif banget. Semoga besok bisa lebih banyak lagi yang aku pelajari," tulisnya.

Setelah itu, ia menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan gosok gigi. "Seger banget," katanya.

Ia pun merebahkan diri di tempat tidur, menarik selimut hingga sebatas dada. "Mimpi indah, Liora," bisiknya pada diri sendiri sambil memejamkan mata.

Tak butuh waktu lama, ia pun tertidur pulas.

Pagi itu, Liora bangun dengan semangat yang membara. Matahari baru saja terbit, memberikan cahaya keemasan yang menyinari kamarnya. "Hari ini waktunya lanjut penelitian genetika!" ujarnya sambil tersenyum lebar.

Setelah mandi dan sarapan ringan, ia segera menuju laboratorium mini di kamarnya. Meja kerjanya dipenuhi dengan peralatan canggih yang baru saja di-unboxing kemarin. Mikroskop elektron, kromatografi gas dan cair, hingga sekuenasi genomik siap digunakan.

Liora menatap layar komputernya yang menampilkan data-data sebelumnya. "Oke, fokus ke percampuran genetika hewan dan tumbuhan," gumamnya. Ia terinspirasi untuk meneliti kemungkinan rekayasa genetika yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia dan lingkungan.

Ia mengambil sampel sel tumbuhan, tepatnya dari tanaman eksperimentalnya yang tumbuh subur di sudut kamar. "Kamu bakal jadi pionir nih," katanya sambil mengelus daun hijau yang berkilauan. Kemudian, ia mengambil sampel sel telur dari hewan mamalia kecil, seperti tikus putih yang dirawatnya dengan baik.

Dengan hati-hati, Liora mengekstrak inti sel dari kedua sampel tersebut. Menggunakan teknik fusi sel, ia mencoba menggabungkan materi genetika tumbuhan dan hewan. "Kalau berhasil, mungkin kita bisa menciptakan organisme hibrida yang punya keunggulan kedua spesies," pikirnya penuh harap.

Prosesnya rumit dan memerlukan ketelitian tinggi. Liora mengamati setiap tahap melalui mikroskop elektron. "Wah, ini terlihat menjanjikan," ujarnya ketika melihat tanda-tanda keberhasilan fusi sel.

Tak terasa, waktu berlalu dengan cepat. Matahari sudah mulai condong ke barat. "Pindah ke luar ruangan ah, biar nggak jenuh," katanya. Ia membawa beberapa peralatan penting ke taman belakang rumahnya.

Di sana, ia melanjutkan penelitiannya dengan percobaan lain. Kali ini, ia mencoba percampuran gen antara tanaman herbal dengan sel bakteri yang bermanfaat. Tujuannya adalah menciptakan tanaman yang mampu memproduksi antibiotik alami.

"Kalau berhasil, ini bisa jadi terobosan besar di dunia medis," ujarnya sambil memasukkan sampel ke dalam alat sekuenasi genomik portabel. Ia menunggu hasilnya sambil duduk di ayunan, menikmati angin sore yang sejuk.

Ponselnya berbunyi, menandakan hasil analisis sudah keluar. "Cepat juga," katanya sambil membuka file yang dikirimkan ke perangkatnya. Matanya berbinar-binar melihat data yang muncul.

"Yes! Ada indikasi gen bakteri berhasil terintegrasi dengan gen tanaman," serunya kegirangan. Ia segera mencatat hasil tersebut ke dalam jurnal penelitiannya.

Malam mulai tiba, tapi semangat Liora belum padam. Kembali ke kamarnya, ia melanjutkan pengamatan terhadap sel hibrida yang dibuatnya tadi pagi. Menggunakan Scanning Tunneling Microscope, ia melihat struktur molekuler dari sel tersebut.

"Menakjubkan! Interaksi antara DNA hewan dan tumbuhan mulai terlihat harmonis," ujarnya dengan penuh kekaguman. Ia memutuskan untuk mengkultur sel tersebut dalam medium khusus, berharap akan ada perkembangan lebih lanjut.

Waktu menunjukkan pukul 23.00. "Masih ada beberapa jam lagi sebelum aku benar-benar capek," gumamnya sambil meregangkan tubuh. Ia menyeduh secangkir teh herbal untuk menjaga konsentrasinya.

Selanjutnya, Liora mencoba simulasi menggunakan perangkat Large Hadron Collider versi mini. Meskipun bukan untuk keperluan fisika partikel murni, alat ini ia modifikasi untuk melihat pengaruh energi tinggi terhadap mutasi genetik.

"Dengan sedikit peningkatan energi, mungkin aku bisa mempercepat proses evolusi sel ini," pikirnya. Ia mengatur parameter alat tersebut dengan hati-hati. Saat proses berjalan, ia mengamati perubahan yang terjadi pada sampel.

"Wow, ada peningkatan aktivitas enzimatik!" serunya saat melihat data real-time. Ia mencatat setiap perubahan, tak ingin melewatkan detail apapun.

Jam sudah menunjukkan pukul 01.30 dini hari. Mata Liora mulai terasa berat, tapi ia masih ingin memastikan semuanya berjalan dengan baik. "Oke, terakhir aku cek hasil kultur sel hibrida tadi," ujarnya sambil berjalan ke inkubator.

Ia membuka inkubator dengan hati-hati. Di dalamnya, terdapat cawan petri berisi sel-sel yang tampak berkembang. "Tidak mungkin! Mereka berhasil membelah diri dengan stabil," katanya hampir tak percaya.

Dengan cepat, ia mengambil sampel dan mengamatinya di bawah mikroskop. "Struktur selnya konsisten, tidak ada tanda-tanda abnormal," ujarnya lega. Ini adalah pencapaian besar dalam penelitiannya.

Akhirnya, jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Liora menghela napas panjang. "Kayaknya cukup untuk hari ini. Badan juga butuh istirahat," katanya sambil tersenyum puas.

Sebelum tidur, ia menyusun semua data dan mencadangkannya ke beberapa perangkat penyimpanan. "Jaga-jaga kalau terjadi sesuatu," pikirnya.

Setelah merapikan laboratoriumnya, Liora menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Air hangat yang mengalir membantu merelaksasi otot-ototnya yang tegang.

Mengenakan piyama kesayangannya, ia merebahkan diri di tempat tidur. "Hari yang melelahkan tapi penuh dengan hal-hal keren," gumamnya sambil menatap langit-langit kamar.

Ia menutup mata.

Pagi itu, sinar matahari masuk melalui celah tirai kamar Liora, membangunkannya dengan lembut. Ia meregangkan tubuh sambil menguap kecil. "Wah, tidur nyenyak banget," gumamnya sambil tersenyum tipis.

Setelah mandi dan mengenakan kaos oversized serta celana pendek favoritnya, Liora turun ke dapur. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi ruangan. "Pagi, Bu!" sapanya ceria kepada ibunya, Nadira, yang sedang menyiapkan sarapan.

"Selamat pagi, Sayang. Sarapan dulu ya biar energimu penuh," balas Nadira sambil menyodorkan sepiring roti dan selai stroberi.

"Makasih, Bu. Hari ini banyak yang mau aku kerjain," ujar Liora sambil mengoleskan selai ke rotinya.

"Penelitian lagi?" tanya Nadira sambil duduk di seberang meja.

"Iya, Bu. Aku lagi semangat banget lanjutin eksperimen genetikku."

"Jangan lupa istirahat ya. Jangan terlalu forsir diri."

"Siap, Bu!" Liora menghabiskan sarapannya dengan cepat.

Selesai makan, ia kembali ke kamar untuk mempersiapkan diri. Dia menyalakan laptop dan memeriksa jadwal hari ini. "Oke, fokus ke penelitian genetik hewan dan tumbuhan," katanya sambil mengetik beberapa catatan.

Ia menuju laboratorium mini yang ada di sudut kamarnya. Meja kerjanya dipenuhi dengan alat-alat canggih yang baru saja di-unboxing beberapa hari lalu. Mikroskop elektron, kromatografi gas dan cair, hingga perangkat sekuenasi genomik siap digunakan.

Liora mengambil sampel sel tumbuhan dari tanaman eksperimennya. "Kamu bakal jadi pionir nih," ujarnya sambil tersenyum. Lalu, ia mengambil sel telur dari tikus putih yang dirawatnya dengan hati-hati. "Maaf ya, ini demi ilmu pengetahuan."

Dengan teliti, ia mulai proses percampuran genetik. Menggunakan mikropipet, ia mengekstrak inti sel tumbuhan dan memasukkannya ke dalam sel telur hewan yang sudah diambil inti selnya. "Semoga kali ini berhasil," gumamnya penuh harap.

Selanjutnya, ia menempatkan sel hasil fusi ke dalam inkubator. "Kita tunggu perkembanganmu," katanya sambil menutup pintu inkubator.

Waktu berlalu, Liora tidak hanya duduk diam. Ia melanjutkan dengan melakukan analisis pada sampel sebelumnya menggunakan kromatografi gas dan cair. "Wah, kandungan senyawa aktifnya meningkat signifikan," ujarnya saat melihat hasil grafik di layar monitor.

Sorenya, Liora merasa butuh udara segar. Ia memutuskan untuk pindah ke taman belakang rumah. Di sana, ia membawa beberapa peralatan portabel dan melanjutkan eksperimennya. Suara burung dan angin sepoi-sepoi membuat suasana menjadi lebih menyenangkan.

Dia mengambil beberapa daun dari tanaman herbal dan mulai mengekstraksi senyawa alaminya. "Siapa tahu bisa dikembangkan jadi obat herbal baru," pikirnya. Dengan menggunakan perangkat sekuenasi genomik portabel, ia menganalisis struktur DNA dari tanaman tersebut.

Tak terasa, langit mulai meredup. Liora melihat jam di pergelangan tangannya. "Wah, udah jam tujuh malam. Tapi kayaknya masih sanggup lanjut," katanya sambil tersenyum tipis.

Kembali ke kamar, ia mengecek inkubator. "Hmm, ada perkembangan nih." Melalui mikroskop elektron, ia mengamati sel hasil fusi yang tampak mulai membelah. "Ini keren banget!"

Dia mencatat semua temuan tersebut di jurnal digitalnya. "Kalau terus begini, mungkin aku bisa mempresentasikannya di konferensi ilmiah," khayalnya sambil tertawa kecil.

Malam semakin larut, tapi Liora masih tenggelam dalam dunianya. Kopi hangat di cangkirnya sudah dingin, tapi semangatnya belum padam. "Oke, coba kita analisis interaksi genetiknya menggunakan perangkat Scanning Tunneling Microscope," ujarnya.

Saat mengamati, matanya berbinar-binar. "Struktur DNA-nya mulai menunjukkan pola hibridisasi yang stabil. Ini luar biasa!"

Pukul dua dini hari, Liora akhirnya merasa lelah. Ia meregangkan tubuhnya yang pegal. "Wah, nggak kerasa udah jam segini. Harus istirahat nih."

Sebelum tidur, ia memastikan semua peralatan sudah dimatikan dan sampel-sampelnya tersimpan dengan aman. "Besok kita lanjut lagi," katanya sambil menutup pintu laboratoriumnya.

Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian tidur, Liora merebahkan diri di atas kasur.

Dua tahun berlalu dengan cepat. Liora masih ingat saat pertama kali ia mulai serius dengan penelitiannya, tenggelam dalam dunia genetika yang penuh misteri dan potensi tak terbatas. Sekarang, di tanggal 1 Januari 2024, ia melihat ke belakang dan tersenyum bangga terhadap semua pencapaian yang telah diraihnya.

Selama dua tahun terakhir, Liora berhasil membuat terobosan besar dalam bidang genetika. Dengan menggabungkan DNA tumbuhan dan hewan, ia menciptakan organisme hibrida yang memiliki keunggulan unik. Salah satu hasil penelitiannya yang paling menonjol adalah **Florafelis**, sebuah spesies kucing yang memiliki kemampuan fotosintesis layaknya tumbuhan.

"Bayangkan, kucing yang bisa menghasilkan energinya sendiri dari sinar matahari!" seru Liora saat presentasi di depan para ilmuwan Fopuveria Foundation. "Ini bisa mengurangi kebutuhan mereka akan makanan dan menjadi solusi bagi hewan peliharaan di daerah terpencil."

Tak hanya itu, Liora juga berhasil mengembangkan tanaman padi yang tahan hama tanpa perlu pestisida. Dengan memasukkan gen tertentu dari spesies serangga, tanaman tersebut mampu menghasilkan zat yang membuat hama enggan mendekat. Hal ini berdampak besar pada sektor pertanian, khususnya di negara-negara berkembang.

Media pun mulai melirik keberhasilan Liora. Beberapa artikel sains internasional menyoroti penelitiannya sebagai terobosan yang akan mengubah dunia. "Ilmuwan Muda dengan Visi Besar: Liora dan Revolusi Genetika" begitu judul salah satu artikel di majalah terkenal.

Meski sibuk dengan penelitiannya, Liora tidak melupakan aktivitasnya sebagai Vtuber. Ia tetap rutin melakukan live streaming, berbagi pengetahuan sains dengan cara yang menyenangkan. Hal ini membuatnya memiliki basis penggemar yang besar dan setia.

---

Tanggal 1 Januari 2024, bertepatan dengan ulang tahun Liora yang ke-20. Pagi itu, ia terbangun dengan perasaan hangat. "Hari ini ulang tahunku," gumamnya sambil tersenyum. Ia membuka tirai kamarnya dan melihat matahari terbit dengan indahnya. "Semoga hari ini menyenangkan."

Setelah mandi dan mengenakan dress favoritnya, Liora turun ke ruang tamu. Ia terkejut melihat rumahnya kosong. "Kok sepi banget? Ibu? Ayah?" panggilnya. Tidak ada jawaban.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Pesan dari ibunya:

*"Liora Sayang, tolong datang ke Fopuveria Foundation sekarang ya. Ada yang ingin kami tunjukkan."*

Dengan rasa penasaran, Liora segera memesan **GOLEBA CAR** dan menuju ke kantor Fopuveria Foundation.

Sesampainya di sana, suasana tampak sepi. "Aneh, biasanya ramai," pikirnya.

Saat masuk ke dalam gedung, tiba-tiba lampu dinyalakan dan terdengar suara ramai. "Happy Birthday, Liora!" teriak semua orang serentak.

Liora terkejut sekaligus bahagia. Ayah dan ibunya muncul dari kerumunan, mendekatinya sambil membawa kue ulang tahun besar dengan lilin berbentuk angka 20.

"Selamat ulang tahun, Sayang!" ucap Nadira sambil memeluk putrinya.

"Semoga semua impianmu tercapai," tambah Arya dengan senyum bangga.

Air mata bahagia membasahi pipi Liora. "Terima kasih banyak! Kalian mengadakan ini semua untukku?"

"Tentu saja," jawab Veiya yang muncul dari belakang. "Setelah semua kerja kerasmu, kamu pantas mendapatkan perayaan yang spesial."

Ruangan dihiasi dengan dekorasi warna-warni, balon, dan foto-foto perjalanan Liora selama dua tahun terakhir. Meja panjang penuh dengan berbagai makanan lezat, mulai dari hidangan tradisional hingga makanan internasional.

Teman-teman dari Fopuveria Foundation, termasuk tim Liberty Phantom, hadir meramaikan acara. "Nggak nyangka ya, si ilmuwan muda kita udah genap 20 tahun," canda Kael sambil menyerahkan hadiah.

"Terima kasih, Kael! Apa ini?" tanya Liora penasaran.

"Buka aja nanti. Tapi petunjuknya, itu bakal berguna untuk eksperimen barumu," jawab Kael dengan wink nakal.

Acara berlangsung meriah. Ada penampilan musik akustik dari beberapa karyawan, permainan seru, dan tentu saja sesi foto-foto yang tak terhindarkan. Liora tak henti-hentinya tersenyum, merasa sangat dihargai dan dicintai.

Di salah satu sudut, Isabella, kepala agensi Lololope, datang menghampiri. "Selamat ulang tahun, Liora. Semoga semakin sukses dan bahagia."

"Terima kasih banyak, Kak Isabella! Senang melihatmu di sini," balas Liora tulus.

"Kamu tahu, kami semua bangga padamu. Teruslah berkarya dan jangan lupa menjaga kesehatan."

"Akan aku ingat, Kak."

Malam semakin larut, tapi semangat pesta belum padam. Mereka menyalakan kembang api di halaman gedung, menerangi langit malam dengan warna-warni yang indah.

"Ini untuk impian dan harapan kita ke depan!" teriak Rey sambil mengangkat gelasnya.

"Cheers!" semua orang bersorak.

Setelah kembang api selesai, satu per satu tamu mulai berpamitan. "Liora, selamat ulang tahun sekali lagi ya. Istirahat yang cukup," pesan Mira sambil memeluknya.

"Terima kasih, Mira. Sampai jumpa besok!"

Akhirnya, hanya tersisa Liora bersama keluarga dan beberapa staf yang masih merapikan tempat acara.

"Ayah, Ibu, terima kasih banyak atas hari yang luar biasa ini," ucap Liora sambil memeluk kedua orang tuanya.

"Kamu pantas mendapatkannya, Sayang," jawab Arya lembut.

"Betul, kami selalu mendukungmu apa pun yang terjadi," tambah Nadira.

Setelah semua selesai, mereka pulang ke rumah. Di perjalanan, Liora merasa sangat bersyukur. "Aku beruntung punya keluarga dan teman-teman seperti mereka," pikirnya.

Sesampainya di rumah, Liora merasa lelah namun bahagia. Ia masuk ke kamarnya, menaruh semua hadiah di meja, dan merebahkan diri di tempat tidur.

Sambil menatap langit-langit, ia merenung. "Apa lagi yang bisa aku capai ke depannya? Semoga aku bisa terus memberikan yang terbaik."

Perlahan, matanya mulai terpejam. "Terima kasih, Tuhan, atas semua yang telah Engkau berikan," bisiknya sebelum akhirnya terlelap dalam tidur yang nyenyak.