Keajaiban

Di ruangan laboratorium yang dingin dan steril, Liora terbaring di dalam kapsul transparan. Cahaya neon berpendar di sekitarnya, memantulkan bayangan wajahnya yang tenang namun pucat. Para ilmuwan berpakaian jas lab putih sibuk memantau layar monitor yang menampilkan data vitalnya.

"Mari kita mulai tahap pertama," ujar salah satu ilmuwan dengan nada serius. Ia menyesuaikan beberapa tombol pada panel kontrol. "Genetika kecantikan yang bertahan selamanya siap disuntikkan."

Cairan berwarna ungu muda mulai mengalir melalui selang tipis menuju kapsul. Dalam sekejap, cairan itu menyelimuti tubuh Liora, menyerap ke dalam pori-porinya. Wajahnya tampak lebih bersinar, garis-garis halus memudar, memberikan kesan awet muda yang tak ternilai.

"Langkah berikutnya, peningkatan kecerdasan tanpa batas," kata ilmuwan lain sambil mempersiapkan serum berwarna biru terang. "Kita harus hati-hati dengan dosisnya."

Serum tersebut disuntikkan melalui sistem infus yang terhubung ke kapsul. Di layar monitor, gelombang otak Liora menunjukkan aktivitas yang meningkat drastis. "Luar biasa! Neuron-neuronnya bereaksi positif," seru salah satu ilmuwan dengan mata berbinar.

Namun, proses tersebut tidak berjalan mulus. Tiba-tiba, alarm berbunyi. "Ada lonjakan energi! Tegangan listrik meningkat!" teriak teknisi sambil mengetik cepat di keyboard.

"Kita harus menstabilkannya," perintah ilmuwan utama. "Tingkatkan sengatan listrik secara bertahap, jangan sampai melebihi batas aman."

Asap mulai menyelimuti kapsul, memberikan kesan dramatis sekaligus mengkhawatirkan. Di dalamnya, tubuh Liora sedikit mengejang, namun wajahnya tetap tenang seolah dalam tidur lelap.

Sementara itu, di sisi lain kota, perusahaan **Genovate** masih terus mencari jejak Liora. Para ilmuwan mereka merasa kehilangan aset berharga.

"Kita tidak bisa membiarkan mereka mengambil alih proyek ini," ujar Dr. Reinhardt dengan nada marah. "Liora adalah kunci dari penelitian kita."

"Kami sudah mengerahkan tim untuk melacaknya, Dok. Tapi sampai sekarang belum ada petunjuk," jawab asistennya dengan wajah tegang.

Di tempat lain, tim **Liberty Phantom**, **Sniper Group**, dan **Agenviula** bekerja tanpa lelah. Mereka menyisir setiap sudut kota, memeriksa rekaman CCTV, dan mewawancarai saksi mata.

Rey, anggota Sniper Group, menghampiri Veiya. "Kami menemukan jejak kendaraan mencurigakan di dekat studio tari tempat Liora terakhir kali terlihat."

"Bagus. Kita harus bergerak cepat," balas Veiya dengan tegas.

Kabar menghilangnya Liora juga tersebar luas. Di media sosial, tagar #FindLiora menjadi trending topic. Rekan-rekan Vtuber-nya, termasuk Hana dan Giselle, turut menyebarkan informasi dan doa untuk keselamatan Liora.

Isabella, kepala agensi **Lololope**, tak tinggal diam. "Kita harus melakukan sesuatu. Liora adalah bagian dari keluarga kita," ujarnya dalam rapat darurat.

***

Kembali ke laboratorium, proses eksperimental pada Liora mencapai puncaknya. Asap di sekitar kapsul perlahan menghilang, memperlihatkan sosok Liora yang kini tampak berbeda.

"Lihat! Transformasinya berhasil!" seru salah satu ilmuwan dengan kagum.

Kulit Liora bersinar dengan kemilau alami, matanya tertutup namun memancarkan aura ketenangan. Rambutnya menjadi lebih lembut dan berkilau. Tubuhnya menunjukkan vitalitas yang sempurna.

"Data vital stabil. Aktivitas otak menunjukkan peningkatan signifikan," lapor teknisi.

Pria misterius yang menculik Liora masuk ke ruangan tersebut. Ia menatap Liora dengan ekspresi campuran antara penyesalan dan kepuasan.

"Sudah selesai?" tanyanya singkat.

"Ya, prosesnya berhasil dengan sempurna. Dia sekarang menjadi versi terbaik dari dirinya," jawab ilmuwan utama dengan bangga.

Pria itu menghela napas. "Baiklah. Sesuai perintah, aku akan membawanya kembali ke kota."

"Tetap waspada. Pastikan tidak ada yang mencurigai," pesan ilmuwan tersebut.

***

Malam itu, mobil Alphard hitam melaju perlahan memasuki kota. Liora terbaring di kursi belakang, masih tak sadarkan diri. Pria itu menepikan mobil di sebuah halte bus yang sepi, tak jauh dari area pencarian tim penyelamat.

Dengan hati-hati, ia membantu Liora turun dan mendudukkannya di bangku halte. "Maafkan aku. Semoga kamu bisa melanjutkan hidupmu dengan lebih baik," bisiknya sebelum kembali ke dalam mobil.

Mobil itu melaju pergi, meninggalkan Liora yang mulai menggerakkan kelopak matanya. Perlahan, ia membuka mata dan melihat sekeliling dengan kebingungan.

"Di mana aku?" tanyanya pelan.

Sementara itu, tak jauh dari sana, tim **Liberty Phantom** mendeteksi aktivitas aneh di area tersebut.

"Rey, ada sinyal energi tidak biasa di dekat sini," lapor salah satu anggota tim.

"Segera kita periksa!" perintah Rey.

Mereka bergerak cepat menuju halte bus tersebut. Saat tiba, mereka melihat sosok perempuan duduk sendirian.

"Astaga, itu Liora!" seru Veiya dengan mata terbelalak.

Mereka mendekat dengan hati-hati. Liora menoleh dan melihat mereka dengan tatapan bingung namun tenang.

"Kalian... siapa.. ?" tanyanya.

"Tenang, Liora. Kami dari Liberty Phantom. Kami di sini untuk membantumu," jawab Veiya dengan suara lembut.

Liora mencoba mengingat. "Liberty Phantom...?, Kenapa aku di sini?"

"Kamu menghilang selama beberapa hari. Orang tuamu sangat khawatir," jelas Rey.

Perlahan, ingatan Liora mulai kembali.

"Aku... merasa aneh," ujarnya sambil menatap tangannya sendiri.

"Kita perlu membawamu ke tempat yang aman," kata Veiya. "Nanti kita jelaskan semuanya."

Mereka segera menghubungi Nadira dan Arya. "Kami menemukan Liora. Dia dalam kondisi baik," lapor Veiya melalui telepon.

"Syukur alhamdulillah! Di mana kalian sekarang?" tanya Nadira dengan suara bergetar.

"Kami akan segera membawanya pulang."

Setelah ditemukannya Liora oleh tim **Liberty Phantom**, mereka segera membawanya ke perusahaan **Fopuveria Foundation**.

Sesampainya di sana, suasana sudah sangat ramai.

Puluhan reporter berkumpul di depan gedung, kamera dan mikrofon siap untuk menangkap setiap detik momen penting ini.

"Di sini, cepat !" seru salah satu anggota **Agenviula**, membuka jalan melalui kerumunan wartawan.

Veiya, pemimpin **Liberty Phantom**, berjalan di depan sambil mengawal Liora yang tampak lelah dan kebingungan.

"Bagaimana kondisi Liora saat ini ?" teriak seorang reporter, mikrofon diarahkan ke Veiya.

"Apakah ini terkait dengan kasus penculikan ?" tanya yang lain.

Veiya berhenti sejenak. Dengan tenang, ia menjawab, "Kami akan memberikan pernyataan resmi nanti. Mohon berikan kami ruang untuk memastikan Liora mendapatkan perawatan yang dibutuhkan."

Di dalam gedung, Isabella, kepala agensi **Lololope**, sudah menunggu dengan wajah penuh kekhawatiran. Begitu melihat Liora, ia berlari menghampiri.

"Liora! Kamu baik-baik saja?" tanyanya sambil memegang bahu Liora.

Namun, Liora hanya menatapnya dengan mata kosong. Bibirnya bergerak seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tak ada kata yang keluar.

Rekan-rekan Vtuber dari agensi juga berdatangan. Hana, Giselle, dan lainnya mengelilingi Liora dengan wajah cemas.

"Lio, ini aku Hana. Kamu ingat aku kan?" tanya Hana dengan suara lembut.

"Kenapa dia diam saja?" bisik Giselle kepada Isabella.

Isabella menggeleng pelan. "Aku juga tidak tahu. Mungkin dia masih shock."

Di sisi lain ruangan, Nadira, ibu Liora, datang tergesa-gesa. Matanya membesar saat melihat putrinya. "Liora?" panggilnya pelan.

Liora menoleh. Nadira terkejut melihat perubahan drastis pada wajah dan tubuh putrinya. Kulitnya bersinar, rambutnya lebih berkilau, dan auranya begitu mempesona. Seperti melihat orang lain yang mirip dengan Liora, namun jauh lebih sempurna.

"Liora, ini Ibu," ujarnya sambil mendekat.

Liora menatap ibunya, matanya berkaca-kaca. "Ibu..." ucapnya lirih.

Nadira memeluknya erat. "Syukurlah kamu selamat. Ibu sangat khawatir," katanya sambil menahan air mata.

Di tengah momen haru itu, Veiya mendekati mereka. "Bu Nadira, ada hal yang perlu saya sampaikan," katanya dengan nada serius.

Nadira melepaskan pelukannya. "Ada apa, Veiya?"

"Kami menemukan bahwa Liora telah mengalami perubahan akibat zat sains yang diberikan padanya. Ini menyebabkan transformasi fisik dan mungkin juga mental," jelas Veiya.

Nadira terpana. "Maksudmu, perubahan pada Liora ini karena...?"

"Ya, tapi berdasarkan analisis awal, zat tersebut tidak berbahaya. Namun, kami perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan kondisinya," jawab Veiya.

Arya, ayah Liora, yang baru saja tiba setelah menerima kabar, mendengar percakapan tersebut. "Apa yang sebenarnya terjadi pada putri kami?" tanyanya dengan nada cemas.

"Kami masih menyelidiki, Pak Arya. Yang jelas, pelaku penculikan harus segera kita lacak dan tangkap," tegas Veiya.

Suasana di dalam gedung **Fopuveria Foundation** semakin ramai. Wartawan masih menunggu di luar, berharap mendapatkan informasi terbaru. Beberapa anggota **Liberty Phantom** dan **Agenviula** memberikan pernyataan singkat untuk meredakan spekulasi yang beredar.

"Prioritas kami saat ini adalah memastikan keselamatan Liora dan menangkap pelaku di balik semua ini," ujar Rey di depan kamera.

Di dalam, Liora dibawa ke ruang istirahat. Isabella menemani Nadira dan Arya, sementara rekan-rekan Vtubers lainnya menunggu dengan sabar.

"Kalian semua bisa pulang dulu. Kami akan mengabari jika ada perkembangan," kata Isabella kepada mereka.

"Tapi kami ingin berada di sini untuk Liora," kata Hana dengan wajah sedih.

Isabella tersenyum tipis. "Aku mengerti, tapi biarkan Liora istirahat dulu. Dia butuh waktu."

Setelah rekan-rekannya pulang, Liora dibawa ke kamar istirahat yang tenang. Nadira duduk di samping tempat tidur, membelai rambut putrinya dengan lembut.

"Istirahatlah, Sayang. Ibu ada di sini," ucapnya dengan suara menenangkan.

Liora menatap ibunya. "Bu, aku merasa aneh. Seperti ada yang berbeda dalam diriku."

Nadira tersenyum lembut. "Semua akan baik-baik saja. Kita akan melalui ini bersama."

Di luar kamar, Arya berdiskusi dengan Veiya dan timnya. "Apakah ada kemungkinan efek samping dari zat tersebut?" tanyanya khawatir.

"Kami akan melakukan tes lebih lanjut. Namun, sejauh ini kondisi Liora stabil," jawab Veiya.

"Siapa pun yang melakukan ini pada putri kami harus bertanggung jawab," kata Arya dengan tegas.

"Kami sepenuhnya setuju. Tim kami sedang bekerja keras untuk melacak pelaku," janji Veiya.

Malam semakin larut, namun suasana di **Fopuveria Foundation** masih ramai. Beberapa wartawan tetap bertahan, berharap mendapatkan berita eksklusif. Anggota keamanan memastikan tidak ada yang masuk tanpa izin.

Di kamar, Liora mulai terlelap dengan ibunya di sisinya. Nadira menatap wajah putrinya yang kini tampak berbeda namun tetap anaknya.

"Apa pun yang terjadi, Ibu akan selalu di sampingmu," bisiknya.

***

Keesokan harinya, Liora terbangun dengan perasaan sedikit lebih tenang. Cahaya matahari masuk melalui jendela, memberikan kehangatan. Nadira masih tertidur di kursi samping tempat tidur.

"Ibu..." panggil Liora pelan.

Nadira terbangun. "Selamat pagi, Sayang. Bagaimana perasaanmu?"

"Sedikit lebih baik, Bu. Tapi aku masih bingung dengan semua ini."

"Kita akan mencari tahu bersama. Jangan khawatir."

Tak lama kemudian, Isabella dan Veiya masuk ke kamar. "Maaf mengganggu, tapi kami perlu melakukan beberapa pemeriksaan," kata Veiya dengan sopan.

Liora mengangguk. "Baik, aku siap."

Selama pemeriksaan, Liora menunjukkan peningkatan di berbagai aspek—kecerdasan, kekuatan fisik, dan lain-lain. Hal ini membuat tim medis terpana.

"Ini luar biasa. Tapi kita harus memastikan semuanya dalam batas aman," kata salah satu dokter.

Setelah selesai, Liora duduk bersama Nadira, Arya, Isabella, dan Veiya di ruang pertemuan kecil.

"Jadi, apa yang terjadi padaku?" tanya Liora dengan nada serius.

Veiya menjelaskan dengan hati-hati. "Kamu telah diberikan zat tertentu yang mengubah struktur genetikmu. Ini membuatmu memiliki kemampuan di atas rata-rata."

"Apakah aku akan hidup seperti ini selamanya ?" tanya Liora.

"Sepertinya demikian. Tapi kami akan terus memantau kondisimu."

Liora terdiam sejenak. "Apakah aku masih bisa menjalani hidup normal?"

"Tentu saja, Sayang. Kami akan mendukungmu," kata Nadira sambil menggenggam tangan putrinya.

Isabella menambahkan, "Kamu selalu menjadi bagian dari keluarga **Lololope**. Kami akan ada untukmu."

Liora tersenyum tipis. "Terima kasih semuanya. Aku akan berusaha menjalani ini dengan baik."

Pagi itu, suasana di **Fopuveria Foundation** masih ramai banget. Wartawan dari berbagai stasiun TV dan media online udah berkerumun di depan gedung, siap dengan kamera dan mikrofon mereka. Mereka semua pengen dapetin berita terbaru tentang Liora, gadis yang sempat menghilang dan kini kembali dengan penampilan yang makin mempesona.

Di dalam gedung, Liora duduk di ruang istirahat bersama Isabella, kepala agensi **Lololope**. Wajah Liora terlihat tenang, tapi ada sedikit kecemasan di matanya.

"Jadi gini, sebelum kamu tampil di depan media, aku mau ngomong sesuatu," kata Isabella sambil memegang tangan Liora.

"Apa tuh, Kak?" tanya Liora penasaran.

"Untuk menjaga privasimu, aku udah minta ke semua reporter dan pembawa berita untuk nggak mencantumkan nama asli kamu. Mereka akan pakai nama lain selama wawancara nanti," jelas Isabella.

Liora mengangguk lega. "Wah, makasih ya, Kak. Soalnya aku belum siap kalau identitasku diketahui publik."

"Tenang aja. Aku juga udah pastiin kalau mereka nggak akan tanya hal-hal yang bikin kamu nggak nyaman," tambah Isabella sambil tersenyum.

"Terus, nama yang akan dipakai apa ya?"

"Kita sepakat pakai nama **Luna** buat kamu. Gimana, suka nggak?"

Liora tersenyum tipis. "Suka kok. Simpel dan enak didengar."

"Oke, kalau gitu kita siap-siap ya. Mereka udah nunggu di ruang konferensi."

Sebelum keluar, Isabella memastikan penampilan Liora. "Kamu kelihatan cantik banget hari ini. Ingat, tetap tenang dan jawab pertanyaan dengan jujur, tapi sesuai batas ya."

"Siap, Kak."

Mereka berdua berjalan menuju ruang konferensi. Begitu pintu dibuka, kilatan lampu kamera langsung menyambut. Liora sempat terkejut, tapi Isabella menepuk pundaknya, memberi dukungan.

"Selamat pagi, teman-teman media. Terima kasih sudah hadir hari ini," sapa Isabella dengan tenang. "Sebelumnya, kami ingin mengingatkan bahwa demi privasi, kami akan menggunakan nama **Luna** untuk menyebut narasumber kami."

Para wartawan mengangguk, menghargai permintaan tersebut.

"Baiklah, kita mulai sesi wawancaranya. Silakan yang mau bertanya," lanjut Isabella.

Seorang reporter TV mengangkat tangan. "Luna, bagaimana perasaan kamu setelah kembali dari kejadian ini?"

Liora mengambil napas dalam. "Saya bersyukur bisa kembali dan bertemu dengan keluarga serta teman-teman lagi. Ini semua berkat dukungan dari banyak pihak."

Reporter lain menyusul, "Bisakah kamu ceritakan apa yang sebenarnya terjadi selama menghilang?"

Liora menatap Isabella sejenak sebelum menjawab. "Maaf, untuk saat ini saya belum bisa menceritakan detailnya. Saya masih dalam proses pemulihan dan menyerap semua yang terjadi."

Seorang jurnalis wanita bertanya, "Kami melihat ada perubahan signifikan pada penampilan kamu. Apakah itu terkait dengan kejadian kemarin?"

Liora tersenyum tipis. "Ya, ada beberapa perubahan yang saya alami. Namun, saya harap bisa kembali beraktivitas seperti biasa secepatnya."

Isabella menambahkan, "Kami harap teman-teman media memahami situasinya dan memberikan ruang bagi Luna untuk beradaptasi."

Wartawan lainnya bertanya, "Apa rencana kamu ke depannya? Apakah akan kembali ke dunia Vtuber?"

Liora mengangguk. "Saya sangat rindu berinteraksi dengan para subscriber saya. Setelah semuanya stabil, saya berencana untuk kembali."

Sesi wawancara berlangsung lancar. Liora menjawab pertanyaan dengan hati-hati, tetap menjaga batas privasi yang telah disepakati. Isabella selalu siap memberi intervensi jika ada pertanyaan yang dirasa terlalu pribadi.

Sementara itu, di luar gedung, acara TV tentang "Anak Perusahaan Sains Terkenal" mulai disiarkan. Layar-layar lebar di pusat kota menayangkan berita tentang Luna, gadis misterius dengan bakat dan kecantikan luar biasa. Topik ini jadi viral, dibicarakan di mana-mana.

"Siapa sebenarnya Luna? Gadis yang menghebohkan dunia sains dan hiburan," ujar presenter di salah satu stasiun TV.

Di rumah, orang-orang membicarakan Luna. "Eh, kamu lihat berita tentang Luna nggak? Katanya dia punya kemampuan khusus," ujar seorang ibu pada tetangganya.

"Serius? Wah, menarik banget tuh!"

Di media sosial, tagar #WelcomeBackLuna menjadi trending. Para fans dan netizen berbondong-bondong memberikan dukungan dan harapan baik.

Setelah sesi wawancara selesai, Liora kembali ke ruang istirahat. Wajahnya menunjukkan kelegaan.

"Bagus banget tadi, kamu keren," puji Isabella sambil memberikan botol air mineral.

"Makasih, Kak. Aku sempat gugup, tapi beruntung semuanya lancar," jawab Liora sambil meneguk air.

Tak lama, teman-teman Vtubernya muncul. Hana berlari kecil menghampiri, memeluk Liora dengan hangat. "Lio! Kami kangen banget!"

Liora tertawa kecil. "Aku juga kangen kalian. Maaf bikin khawatir ya."

Giselle mengedipkan mata. "Kamu bikin kejutan besar nih. Tapi yang penting kamu baik-baik aja."

Mereka mengobrol dengan akrab, suasana kembali ceria.

Di sisi lain, Nadira dan Arya memperhatikan dari kejauhan. "Senang lihat Liora bisa tersenyum lagi," ujar Nadira dengan mata berkaca-kaca.

"Iya, semoga setelah ini semuanya kembali normal," balas Arya sambil merangkul istrinya.

Malam harinya, Liora dan keluarganya menonton siaran ulang acara TV yang membahas tentang dirinya. Meskipun menggunakan nama samaran, mereka tahu bahwa yang dibicarakan adalah Liora.

"Hebat ya, kamu jadi inspirasi banyak orang," kata Nadira sambil tersenyum bangga.

"Ah, Ibu bisa aja," Liora tersipu.

"Yang terpenting, kamu tetap rendah hati dan terus berkarya," tambah Arya.

"Siap, Ayah!"

Sementara itu, Isabella mengadakan pertemuan dengan tim agensi. "Kita harus siap dengan lonjakan popularitas Luna. Pastikan semua jadwal dan kontrak sesuai dengan keinginannya," instruksinya.

"Baik, Kak Isabella. Kami akan koordinasi dengan tim lainnya," jawab salah satu staff.

Isabella mengangguk. "Ingat, prioritas utama adalah kesejahteraan Luna."

***

Larut malam, Liora merebahkan diri di tempat tidurnya. Banyak hal yang terjadi hari ini, tapi ia merasa tenang. Pesan-pesan dukungan dari para fans memenuhi ponselnya.

"Terima kasih atas dukungannya, teman-teman. Aku akan segera kembali!" tulisnya di media sosial.

Sebelum tidur, ia menatap dinding-dinding kamar, Liora memejamkan mata.

Pagi itu, suasana kota bener-bener heboh. Layar-layar besar di pusat perbelanjaan menampilkan berita yang sama di setiap channel. Di layar, seorang presenter berita dengan gaya khasnya, suara lantang dan ekspresif, menyampaikan kabar yang jadi topik hangat seluruh negeri.

"Selamat pagi, pemirsa setia! Saya, **Rico Pratama**, akan menemani Anda dengan berita terbaru dan paling hot hari ini," sapanya sambil tersenyum lebar. "Kasus penculikan Luna, putri dari perusahaan sains terkenal, akhirnya menemui titik terang!"

Di belakangnya, tampak cuplikan video berbagai tim penyelamat yang berjibaku mencari jejak Luna. Helikopter berputar di langit, petugas dengan seragam lengkap menyisir area, dan kerumunan wartawan yang berdesakan mencari informasi.

"Luna, gadis muda berbakat yang dikenal karena kecantikannya dan prestasinya di dunia sains, dilaporkan hilang tiga hari yang lalu," lanjut Rico dengan nada serius. "Setelah pencarian intensif, akhirnya dia berhasil ditemukan oleh tim gabungan tadi malam."

Layar menampilkan rekaman saat Luna dibawa ke dalam gedung, dikelilingi oleh petugas keamanan. Wajahnya sedikit tertutup, tapi aura kecantikannya tetap terpancar.

"Walaupun detail penyelamatannya masih dirahasiakan, kabar baiknya Luna dalam kondisi selamat dan sehat," tambah Rico sambil menghela napas lega. "Kita semua tentu berharap dia bisa pulih dari trauma dan kembali berkarya."

Di sebuah warung kopi dekat pasar, para tetangga berkumpul sambil menikmati sarapan. Obrolan mereka nggak jauh-jauh dari berita tentang Luna.

"Eh, Pak Budi, udah dengar belum tentang Luna yang akhirnya ketemu?" tanya Bu Siti sambil menyeruput teh hangatnya.

"Udah, Bu Siti! Tadi pagi nonton beritanya di TV. Syukurlah anak itu selamat," jawab Pak Budi sambil mengangguk.

"Anaknya cantik banget ya, pantes aja banyak yang khawatir," tambah Mbak Wati yang duduk di sebelah mereka.

"Betul banget! Katanya dia juga jenius di bidang sains. Masih muda tapi prestasinya luar biasa," kata Pak Dedi sambil mengunyah gorengan.

"Semoga pelakunya cepat tertangkap. Ngeri banget sekarang, anak-anak muda jadi target penculikan," ujar Bu Siti sambil geleng-geleng kepala.

"Makanya, kita harus lebih waspada. Jaga anak-anak kita baik-baik," balas Pak Budi dengan nada serius.

Di meja lain, sekelompok remaja asyik membahas Luna juga.

"Bro, liat nggak sih Luna itu cakep banget? Kayak bidadari turun dari langit," kata Andi sambil menunjukkan foto Luna di ponselnya.

"Iya, men! Gue follow akun fanbase-nya. Followersnya langsung naik drastis sejak berita penculikan itu," balas Rian sambil tertawa kecil.

"Eh, tapi jangan cuma liat dari penampilannya aja. Dia kan juga pintar. Gue dengar dia pernah menang lomba sains internasional," tambah Dika dengan nada kagum.

"Respect deh! Semoga dia cepat pulih dan balik berkarya lagi," ujar Andi.

Di sekolah-sekolah, para siswa membicarakan Luna di sela-sela pelajaran.

"Kak, Luna itu alumni sekolah kita ya?" tanya seorang siswi kepada guru mereka.

"Bukan, tapi dia pernah jadi pembicara di seminar kita tahun lalu," jawab gurunya sambil tersenyum.

"Oh iya! Pantesan wajahnya familiar. Orangnya ramah banget waktu itu," kenang siswi lain.

"Benar. Luna jadi inspirasi buat kita semua. Semoga setelah ini dia bisa datang lagi ke sekolah kita ya," harap sang guru.

Sementara itu, di media sosial, hastag #WelcomeBackLuna dan #JusticeForLuna jadi trending topic. Netizen dari seluruh negeri menyuarakan dukungan dan harapan mereka.

Seorang influencer terkenal, **Alya Putri**, memposting di akun pribadinya: "Kabar baik tentang Luna membuat hari ini lebih cerah! Semoga dia kuat dan tetap semangat. Kita semua mendukungmu! 💖"

Komentar-komentar positif pun membanjiri postingan tersebut.

"Setuju banget! Luna adalah inspirasi buat banyak orang."

"Kita tunggu karya-karyamu selanjutnya, Luna!"

"Semoga pelakunya segera ditangkap dan dihukum setimpal!"

Di kantor-kantor, para karyawan juga tak ketinggalan membahas hal ini saat istirahat makan siang.

"Pak Anton, gimana pendapat Bapak tentang kasus Luna?" tanya Rina sambil membuka bekal makan siangnya.

"Menurut saya, ini jadi peringatan bahwa keamanan pribadi sangat penting, apalagi bagi orang-orang terkenal," jawab Pak Anton sambil menyeduh kopi.

"Betul, Pak. Tapi kita senang karena dia sudah ditemukan selamat," tambah Budi, rekan mereka.

"Semoga media juga menghormati privasinya dan nggak terlalu menekan dia dengan pertanyaan-pertanyaan yang sensitif," ujar Rina dengan prihatin.

Di tempat lain, sebuah keluarga sedang menonton berita di TV.

"Bu, lihat deh! Luna muncul lagi di TV," seru anak perempuan itu sambil menunjuk layar.

"Iya, Nak. Cantik sekali ya dia. Kamu harus rajin belajar biar bisa seperti Luna," ucap ibunya sambil tersenyum.

"Aku pasti bisa, Bu! Luna jadi inspirasiku," balasnya dengan semangat.

Kembali ke studio berita, Rico Pratama menutup laporannya dengan pesan positif.

"Pemirsa, mari kita doakan yang terbaik untuk Luna. Semoga kasus ini menjadi pelajaran bagi kita semua tentang pentingnya keamanan dan kepedulian terhadap sesama. Saya Rico Pratama, sampai jumpa di berita selanjutnya."

Layar berganti ke iklan, tapi perbincangan tentang Luna terus berlanjut di mana-mana. Dari kota besar hingga desa terpencil, semua orang merasa terhubung oleh kisahnya. Semangat kebersamaan dan harapan baik terpancar di setiap sudut negeri.

---

Di malam harinya, ketika aktivitas mulai mereda, banyak orang masih membicarakan Luna di berbagai platform. Diskusi hangat terjadi di forum online, grup chat, dan komunitas.

"Eh, ada teori konspirasi nih tentang siapa dalang di balik penculikan Luna," tulis seseorang di forum.

"Ah, jangan percaya gosip nggak jelas. Yang penting sekarang dia udah selamat," balas pengguna lain.

"Setuju. Kita doakan aja Luna bisa cepat pulih dan kembali berkarya," tulis yang lain.

Perbincangan dan berita tentang Luna ternyata nggak cuma jadi topik hangat di kalangan masyarakat biasa, tapi juga sampai ke telinga kelompok mafia paling kejam di dunia, yang dikenal dengan nama **Venom Syndicate**. Kelompok ini terkenal dengan kekejaman dan kekuasaannya yang luas di dunia bawah tanah.

Pemimpinnya adalah seorang wanita yang ditakuti banyak orang, **Valeria Nightshade**, sosok perempuan tergalak dan tanpa ampun.

Di markas rahasia mereka, Valeria duduk di atas singgasananya yang mewah namun penuh aura mengintimidasi. Mata tajamnya menatap layar besar yang menayangkan berita tentang Luna. Tangannya yang berhiaskan cincin berlian mengetuk-ngetuk sandaran kursi dengan irama pelan.

"Menarik," gumamnya sambil menyunggingkan senyum tipis. "Gadis ini tiba-tiba muncul dan menjadi sorotan semua orang."

Ia memanggil salah satu tangan kanannya, pria berpostur tegap bernama **Dante**. "Dante, cari semua informasi tentang Luna. Aku ingin tahu siapa dia sebenarnya," perintah Valeria dengan suara dingin.

"Siap, Boss," jawab Dante sambil segera bergegas menjalankan tugasnya.

Selama beberapa jam, Dante mencoba mencari informasi melalui berbagai sumber: internet, jejaring sosial, hingga jaringan bawah tanah mereka. Namun, hasilnya nihil. Ia kembali menghadap Valeria dengan ekspresi sedikit gugup.

"Maaf, Boss. Kami tidak menemukan apa pun tentang Luna. Identitasnya seolah-olah disembunyikan dengan sangat rapi," lapornya.

Valeria mengernyitkan alis. "Tidak mungkin. Tidak ada yang bisa bersembunyi dari Venom Syndicate."

"Kami sudah mencoba semua cara, bahkan menghubungi informan di berbagai negara. Tapi tidak ada jejak yang bisa diikuti," tambah Dante.

Valeria menatap layar berita yang masih menayangkan cuplikan Luna. "Semakin sulit ditemukan, semakin menarik. Terus selidiki. Gunakan semua sumber daya yang kita punya," ujar Valeria dengan nada tegas.

"Baik, Boss. Kami akan berusaha lebih keras," Dante membungkuk hormat sebelum pergi.

***

Sementara itu, di sisi lain, para fans Liora mulai gelisah. Sudah beberapa hari sejak Liora terakhir kali mengunggah video di Tube, dan mereka merindukan konten-konten barunya. Di forum-forum fans, diskusi ramai berlangsung.

"Guys, kok Liora belum upload lagi ya? Ada yang tahu nggak kenapa?" tanya pengguna **@LioraLovers**.

"Aku juga bingung nih. Biasanya dia rutin banget upload," balas **@BunnyAddict**.

"Jangan-jangan Liora lagi sakit? Semoga nggak apa-apa," tambah **@ConcernedFan**.

Namun, ada juga yang mulai berspekulasi. "Eh, kalian sadar nggak sih? Wajah Luna dan Liora mirip banget. Mungkin aja mereka orang yang sama," ujar **@ConspiracyGuy**.

"Iya ya! Aku tadi lihat berita tentang Luna, langsung kepikiran Liora," respon **@ObsessedFan**.

"Eh, jangan asal ngomong deh. Belum tentu mereka orang yang sama. Lagian bahaya tau nyebarin info kayak gitu," tegur **@VoiceOfReason**.

"Bener tuh. Jangan sebar hoax, nanti jadi fitnah," tambah **@EthicalFan**.

Sayangnya, beberapa orang mulai membuat video konspirasi di Tube, mencoba mengaitkan identitas Liora dan Luna. Video-video tersebut menyebar cepat, menampilkan perbandingan foto dan suara antara keduanya.

Namun, pihak keamanan **Cyber Crime** segera bertindak. Mereka menyadari potensi bahaya dari penyebaran informasi pribadi tersebut. Tim mereka bekerja keras menghapus video-video tersebut dari internet.

"Tim, kita harus bergerak cepat. Video-video ini melanggar privasi dan bisa membahayakan pihak yang bersangkutan," kata **Andi**, salah satu anggota tim Cyber Crime.

"Siap, Bang! Kita sudah tarik beberapa video dari platform utama," lapor **Mira**, rekannya.

"Bagus. Terus pantau dan laporkan jika ada konten serupa yang muncul lagi," perintah Andi.

Di kalangan fans, mereka mulai menyadari hilangnya video-video tersebut.

"Eh, kok video konspirasi tentang Liora dan Luna hilang ya?" tanya **@ConspiracyGuy**.

"Mungkin di-take down karena melanggar aturan. Lagian nggak etis juga nyebarin info pribadi orang lain," jawab **@VoiceOfReason**.

"Bener tuh. Mending kita dukung Liora dengan cara yang positif aja," tambah **@EthicalFan**.

***

Di tempat lain, Liora duduk bersama Isabella dan tim keamanan di ruangan tertutup. Wajahnya tampak sedikit tegang.

"Untung semua video itu sudah dihapus. Kita harus lebih waspada," kata Isabella sambil menatap Liora dengan mata penuh perhatian.

Liora menghela napas. "Aku nggak nyangka bakal sampai sejauh ini. Aku nggak mau fansku terlibat masalah gara-gara aku."

"Kita akan pastikan identitasmu tetap aman. Tim keamanan juga sudah meningkatkan perlindungan," ujar **Veiya**, perwakilan dari Liberty Phantom.

"Tapi kita punya masalah lain," tambah Veiya dengan ekspresi serius. "Informasi dari intelijen kami mengatakan bahwa **Valeria Nightshade** dari Venom Syndicate tertarik padamu."

Liora terdiam sejenak. "Kenapa dia tertarik padaku?"

"Belum jelas. Mungkin karena perhatian media yang besar terhadapmu membuatnya penasaran," jawab Veiya.

Isabella menepuk bahu Liora. "Jangan khawatir. Kita akan lakukan segala cara untuk melindungimu."

***

Di markas Venom Syndicate, Valeria menerima laporan terbaru dari Dante.

"Boss, kami masih belum menemukan informasi lengkap tentang Luna. Tapi ada satu hal menarik. Ada seorang Vtuber bernama Liora yang menghilang dari dunia maya pada waktu yang sama dengan kemunculan Luna," lapor Dante sambil menunjukkan data di tablet.

Valeria menatap foto-foto Liora. "Hmm, menarik. Ada kemiripan yang signifikan."

"Dugaan kami, mereka mungkin orang yang sama," tambah Dante.

Valeria tersenyum sinis. "Kalau begitu, kita punya target baru. Cari tahu lebih lanjut tentang Liora dan hubungannya dengan Luna. Jangan sampai ada yang terlewat."

"Siap, Boss."

***

Situasi semakin rumit bagi Liora. Selain harus beradaptasi dengan perubahan dalam dirinya, kini ada ancaman dari Venom Syndicate yang mengincarnya. Namun, dukungan dari keluarga, teman-teman, dan tim keamanan membuatnya merasa tidak sendirian.

"Kita harus lebih hati-hati mulai sekarang," kata Isabella saat pertemuan tim.

"Setuju. Semua harus waspada dan selalu berkoordinasi," tambah Veiya.

Liora mengangguk. "Aku akan mengikuti semua arahan. Terima kasih sudah selalu mendukungku."

Di media sosial, para fans memilih untuk menghentikan spekulasi dan fokus mendukung Liora.

"Yuk, kita jangan sebarkan rumor yang nggak jelas. Lebih baik kita tunggu kabar resmi dari Liora," tulis **@VoiceOfReason** di forum.

"Setuju! Kita dukung dia dengan cara yang positif," balas **@EthicalFan**.

"Kami selalu menunggumu, Liora! Semoga kamu baik-baik aja," tambah **@LioraLovers**.

Di dalam gedung megah Genovate yang terpampang jelas di pintu masuk, suasana sedang tegang. Di ruang rapat utama, sembilan ilmuwan perempuan berkumpul mengelilingi meja oval besar. Mereka adalah otak-otak brilian di balik proyek-proyek rahasia Genovate. Dari yang paling junior hingga senior, mereka adalah:

1. Amara, ilmuwan pemula yang baru bergabung.

2. Bianca, spesialis genetika tingkat awal.

3. **Celina**, ahli biokimia muda dengan ide-ide segar.

4. **Diana**, neuroscientist berpengalaman.

5. **Elara**, pakar bioinformatika yang cerdas.

6. **Fiona**, ahli imunologi dengan reputasi internasional.

7. **Gwen**, molekular biologist senior.

8. **Helena**, genetis terkemuka dengan banyak publikasi ilmiah.

9. **Isolde**, saintis veteran yang memimpin banyak proyek sukses.

Di ujung meja, berdiri **Dr. Elric**, Di sampingnya, **Elgarda**, kepala Genovate

"Baiklah, kita mulai rapatnya," kata Elgarda dengan suara tegas. "Situasinya semakin rumit. Liora telah ditemukan oleh pihak lain, dan eksperimen kita terhenti. Apa penjelasan kalian?"

Helena melirik rekan-rekannya sebelum berbicara. "Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melacak keberadaan Liora, tapi keamanan mereka sangat ketat. Sulit untuk menembus sistem mereka tanpa terdeteksi."

"Alasan klasik," tukas Elgarda sinis. "Kita adalah Genovate! Seharusnya tidak ada yang bisa menghalangi kita."

Diana angkat bicara dengan nada tenang. "Mungkin kita perlu mempertimbangkan pendekatan lain. Alih-alih mengejar Liora, kita bisa fokus mengembangkan penelitian dari data yang sudah kita miliki."

Amara, yang masih muda dan semangat, menambahkan, "Saya setuju. Lagipula, risiko terlalu besar jika kita terus memaksa."

Dr. Elric menatap tajam ke arah Amara. "Kamu belum mengerti betapa pentingnya subjek ini. Liora adalah kunci dari semuanya."

Bianca mencoba menengahi. "Dokter, kami semua paham pentingnya Liora. Tapi keamanan dan keberlanjutan proyek juga harus dipertimbangkan."

Elara membuka laptopnya, menampilkan grafik dan data. "Kami telah menganalisis sampel sebelumnya. Ada kemungkinan kita bisa mereplikasi efeknya tanpa harus langsung melibatkan Liora."

Fiona mengangguk. "Benar. Dengan teknologi CRISPR terbaru, kita bisa menyunting gen sesuai kebutuhan."

Elgarda menghela napas panjang. "Semua teori ini bagus, tapi kita butuh hasil nyata. Waktu kita terbatas."

Isolde, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. "Mungkin kita harus mencari subjek lain. Terlalu fokus pada satu target membuat kita kehilangan peluang lain."

Gwen menimpali, "Tapi tidak ada subjek lain yang memiliki kompatibilitas sebaik Liora."

Suasana semakin memanas. Argumen dan pendapat saling bertabrakan. Dr. Elric menepuk meja dengan keras, membuat semua terdiam.

"Cukup! Kita tidak akan mundur hanya karena hambatan kecil. Kita akan terus mencoba mendapatkan Liora kembali. Saya akan mengatur tim khusus untuk ini."

Amara terlihat khawatir. "Tapi, Dokter, bukankah itu terlalu berbahaya? Jika kita ketahuan, bisa hancur reputasi kita."

Elgarda menatap tajam ke arah Amara. "Reputasi? Yang kita kejar adalah kemajuan sains dan kekuasaan. Risiko adalah bagian dari permainan."

Para ilmuwan saling bertukar pandang. Beberapa dari mereka mulai meragukan arah yang diambil oleh pimpinan mereka.

***

Sementara itu, di tempat lain, di sebuah ruangan gelap dengan cahaya redup, para anggota **Venom Syndicate** berkumpul.

Valeria duduk di kursi utama, dikelilingi oleh anggota intinya: **Dante**, **Lucia**, **Marco**, **Sophia**, dan **Raven**.

"Kalian sudah mendengar tentang Luna?" tanya Valeria sambil memutar cincin di jarinya.

Lucia mengangguk. "Ya, Boss. Kami sudah mencoba mencari informasi lebih lanjut, tapi data tentangnya sangat minim."

Marco menambahkan, "Ada kemungkinan dia terkait dengan organisasi sains besar. Mungkin kita bisa memanfaatkannya."

Valeria tersenyum tipis. "Tentu saja. Gadis ini bisa menjadi aset berharga. Jika kita berhasil merekrutnya atau setidaknya memanfaatkan kemampuannya, kekuatan kita akan semakin tak tertandingi."

Sophia yang terkenal dengan kecerdasannya berkata, "Tapi kita harus berhati-hati. Pihak lain juga mengincarnya. Genovate, misalnya."

Dante menimpali, "Kita bisa bekerjasama dengan Genovate, atau malah menjatuhkan mereka dan mengambil alih proyek mereka."

Raven yang biasanya pendiam, akhirnya berbicara. "Informasi adalah kunci. Kita perlu agen infiltrasi untuk mendapatkan data lebih lanjut."

Valeria mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. "Baik. Dante, atur tim untuk menyusup ke Genovate. Cari tahu apa yang mereka ketahui tentang Luna. Sophia, kamu urus jaringan informasi kita. Pastikan kita selalu selangkah lebih maju."

"Siap, Boss," jawab mereka serempak.

Valeria menatap ke arah jendela, melihat kota yang gemerlap di malam hari. "Dunia ini penuh dengan peluang. Kita hanya perlu mengambil apa yang seharusnya menjadi milik kita."

***

Kembali ke Genovate, setelah perdebatan panjang, para ilmuwan bubar dengan perasaan campur aduk. Amara menghampiri Celina di lorong.

"Kamu merasa ada yang aneh dengan semua ini?" tanya Amara pelan.

Celina menatapnya. "Maksudmu?"

"Aku mulai ragu dengan tujuan kita. Apa benar yang kita lakukan ini demi kebaikan sains?"

Celina menghela napas. "Aku juga berpikir begitu. Tapi kita terikat kontrak. Sulit untuk keluar sekarang."

"Haruskah kita mencari bantuan dari luar?" usul Amara dengan mata penuh harap.

"Berbahaya. Tapi mungkin itu satu-satunya cara untuk menghentikan ini," jawab Celina sambil berpikir keras.

Di sisi lain gedung, Dr. Elric dan Elgarda berdiskusi tertutup.

"Kita tidak bisa membiarkan ilmuwan-ilmuwan muda itu merusak rencana kita," ujar Elgarda dingin.

"Setuju. Kita harus mengawasi mereka. Jika perlu, eliminasi ancaman dari dalam," balas Dr. Elric tanpa ragu.

"Kita juga harus waspada terhadap Venom Syndicate. Mereka mulai mencampuri urusan kita."

"Biarkan mereka mencoba. Kita punya sumber daya yang tak kalah hebat," jawab Dr. Elric dengan senyum licik.

***

Di tengah intrik dan konspirasi yang terjadi.

Amara dan Celina memutuskan untuk mengambil risiko.

Mereka harus melakukan sesuatu sebelum semuanya terlambat. "Kita harus menghubungi seseorang di luar," kata Amara penuh tekad.

"Siapa yang bisa kita percaya?" tanya Celina.

Amara teringat cerita tentang **Liberty Phantom**. "Mungkin mereka bisa membantu."

"Baik, kita harus bergerak cepat dan hati-hati," setuju Celina.

Di malam yang gelap tanpa bintang, **Venom Syndicate** bergerak dalam bayangan. Mereka adalah bayangan dari bayangan, tak terlihat dan tak terdengar. Misi mereka jelas: menyusup ke **Genovate** dan **Liberty Phantom**, mencuri informasi penting, dan jika perlu, mengeliminasi siapa pun yang menghalangi.

**Dante**, tangan kanan **Valeria Nightshade**, memimpin tim elitnya. Dengan serangkaian identitas palsu yang sempurna, mereka berhasil masuk ke dalam Genovate sebagai konsultan keamanan dari perusahaan fiktif.

Di lobi Genovate, resepsionis menyapa mereka dengan ramah. "Selamat malam, ada yang bisa dibantu?"

Dante tersenyum tipis. "Kami dari **Aegis Security**, ada janji dengan Dr. Elric pukul 20.00."

"Ah, ya. Silakan naik ke lantai 15, ruangan nomor 1507," jawab resepsionis tanpa curiga.

Mereka memasuki lift, dengan tenang namun penuh kewaspadaan. **Lucia**, ahli IT mereka, membuka tablet dan mulai meretas sistem internal Genovate.

"Semua kamera sudah di-loop. Kita punya waktu 30 menit sebelum sistem reset," bisik Lucia.

"Bagus. Kita harus bergerak cepat," balas Dante.

Sesampainya di lantai 15, mereka berpencar sesuai rencana. **Marco** dan **Raven** menuju ruang server, sementara Dante dan Lucia menuju kantor Dr. Elric.

Di ruang server, Marco memasang perangkat kecil di salah satu terminal. "Dengan ini, kita bisa akses semua data mereka secara remote," katanya sambil menyeringai.

Raven mengawasi pintu, siap dengan peredam suara di tangannya. "Cepat sedikit, kita nggak punya banyak waktu."

Tiba-tiba, seorang teknisi Genovate masuk. "Eh, kalian siapa?" tanyanya curiga.

Tanpa ragu, Raven bergerak secepat kilat. Sebuah pukulan tepat di leher membuat teknisi itu pingsan seketika. "Maaf, Bro. Nggak bisa ada saksi," ujarnya dingin.

Sementara itu, di kantor Dr. Elric, Dante dan Lucia berhasil membuka brankas rahasia. Di dalamnya terdapat dokumen-dokumen penting tentang proyek genetika Liora.

"Lihat ini. Mereka bahkan punya sampel DNA," bisik Lucia.

Dante mengambil semuanya. "Ambil juga hard disknya. Kita nggak boleh meninggalkan jejak."

Saat mereka hendak pergi, alarm berbunyi. "Sial ! Sistemnya mendeteksi akses ilegal," seru Lucia panik.

"Tenang. Ikuti plan B," kata Dante sambil menekan tombol di jam tangannya.

Seluruh gedung tiba-tiba mengalami pemadaman listrik. Lampu-lampu mati, dan hanya lampu darurat yang menyala redup.

"Ini kesempatan kita. Ayo keluar!" komando Dante.

Mereka berempat kembali berkumpul di titik pertemuan. Dengan sigap, mereka memasuki tangga darurat dan meluncur turun tanpa suara.

Di luar gedung, sebuah van hitam sudah menunggu. Mereka masuk dan van itu melaju pergi sebelum petugas keamanan menyadari apa yang terjadi.

"Mission accomplished," ujar Dante dengan puas.

***

Di sisi lain, anggota Venom Syndicate lainnya, **Sophia** dan **Raven**, ditugaskan untuk menyusup ke markas **Liberty Phantom**. Mereka tahu bahwa organisasi ini tidak mudah ditembus, tapi mereka sudah menyiapkan segala sesuatunya.

Menyamar sebagai kurir, mereka berhasil masuk ke area luar markas. "Paket untuk Mr. Rey," ujar Sophia sambil menunjukkan kotak besar.

Petugas keamanan memeriksa daftar. "Nggak ada jadwal pengiriman hari ini."

"Ah, mungkin ada miskomunikasi. Tapi ini barang penting, urgent banget," Sophia memasang wajah meyakinkan.

Saat petugas lengah, Raven yang bersembunyi di belakang melumpuhkannya dengan suntikan bius. "Cepat, sebelum ada yang lihat!"

Mereka masuk ke dalam gedung, bergerak dengan cepat dan efisien. Target mereka adalah ruang intelijen di lantai tiga.

Namun, Liberty Phantom bukan organisasi sembarangan. **Kael**, salah satu anggota terbaik, menyadari ada yang tidak beres. "Ada aktivitas mencurigakan di lantai dasar," lapornya melalui interkom.

Rey, pemimpin tim malam itu, segera mengerahkan anggota untuk waspada. "Semua unit, siaga satu!"

Sophia dan Raven sadar bahwa penyamaran mereka terbongkar. "Kita harus beralih ke rencana C," bisik Raven.

Mereka melemparkan granat asap ke koridor, menciptakan kekacauan. Dalam kabut asap, mereka bergerak lincah seperti bayangan.

Di salah satu lorong, mereka berhadapan dengan **Mira**, anggota Liberty Phantom yang gesit dan tangguh.

"Kalian siapa?" tantang Mira sambil mengangkat senjatanya.

"Sayangnya, bukan waktunya perkenalan," jawab Sophia dengan senyum sinis.

Pertarungan sengit pun terjadi. Sophia melancarkan serangan dengan pisau lipatnya, sementara Mira menghindar dengan cekatan. Di sisi lain, Raven terlibat duel dengan **Sora**, anggota lain yang tak kalah hebat.

Suara tembakan dan benturan memenuhi ruangan. Namun, Venom Syndicate telah mempersiapkan segala sesuatunya. Dengan taktik licik, mereka berhasil mengisolasi tiga anggota Liberty Phantom di ruangan terpisah.

Dalam pertempuran terakhir, Sophia dan Raven bekerja sama melawan **Liam**, **Tara**, dan **Noah**. Meskipun anggota Liberty Phantom berjuang keras, mereka kalah jumlah dan kurang persiapan.

"Maaf, ini bukan personal," ujar Raven sebelum melancarkan serangan terakhirnya.

Ketiga anggota Liberty Phantom terjatuh, tak berdaya. Sophia menghela napas. "Kita harus pergi sekarang. Backup mereka pasti segera datang."

Mereka meninggalkan markas dengan cepat, meninggalkan kekacauan dan kerugian besar bagi Liberty Phantom.

***

Berita tentang serangan itu segera menyebar di kalangan internal Liberty Phantom. Rey dan Veiya tiba di lokasi dengan wajah muram.

"Kita kehilangan tiga anggota terbaik kita," ujar Rey dengan nada berat.

"Kita nggak bisa membiarkan ini terjadi lagi. Venom Syndicate sudah keterlaluan," balas Veiya dengan tatapan tajam.

Di sisi lain, Genovate juga panik setelah mengetahui bahwa data penting mereka dicuri. Elgarda marah besar. "Siapa yang berani mencuri dari kita?"

Dr. Elric mencoba menenangkan. "Kita akan melacak mereka. Saya yakin ini ulah Venom Syndicate."

Elgarda mengepalkan tangannya. "Kalau begitu, kita serang balik. Kita tunjukkan siapa yang berkuasa."

***

Di markas Venom Syndicate, Valeria menerima laporan dari Sophia dan Raven.

"Bagus sekali. Kalian melakukan pekerjaan yang memuaskan," puji Valeria dengan senyum puas.

"Kami berhasil mendapatkan akses ke sistem mereka. Informasi tentang Liora dan rencana mereka ada di tangan kita sekarang," lapor Sophia.

Valeria menatap layar yang menampilkan data-data penting. "Dengan ini, kita bisa mengendalikan permainan. Liora akan menjadi milik kita."

Dante menambahkan, "Tapi kita harus waspada. Mereka pasti akan melakukan perlawanan."

"Biarkan mereka mencoba. Kita selalu selangkah di depan," balas Valeria dengan percaya diri.

***

Rey mengumpulkan timnya. "Kita tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut. Kita harus menggali informasi lebih lanjut tentang Venom Syndicate dan menghentikan mereka."

Veiya mengangguk. "Setuju. Kita harus melindungi Liora dan membalas apa yang mereka lakukan pada kita."

Para anggota Liberty Phantom yang tersisa saling menatap.