Malam itu, suasana terasa semakin menegangkan. Caleb berdiri di tengah ruangan yang kini terasa jauh lebih besar dan lebih dingin dari sebelumnya. Api yang semula berkobar terang kini hanya menyisakan bara yang hampir mati, berusaha memberikan sedikit kehangatan dalam kegelapan yang semakin mencekam. Di depannya, Iris berdiri dengan ekspresi datar, matanya tertuju pada layar hologram yang terpasang di langit-langit, memperlihatkan arena pertarungan yang semakin menyusut.
"Semua humanoid sudah beraksi," Iris berkata, suaranya datar namun tegas. "Sekarang kita hanya tinggal menunggu."
Di layar, tampak 18 humanoid yang masih bertahan, mengelilingi area yang kini dipenuhi dengan tubuh lawan yang hancur dan terbaring. Setiap gerakan mereka dihitung, setiap langkah dipenuhi dengan perhitungan. Mereka bukan hanya bertarung; mereka berkomunikasi dalam diam, saling menyebarkan informasi melalui telekinesis yang tak kasat mata. Caleb bisa merasakan perubahan dalam atmosfer, seperti ada sesuatu yang besar sedang direncanakan.
"Semua sudah mengetahui rencanamu," Iris melanjutkan tanpa menoleh. "Mereka sudah mendapatkan informasi tentang siapa kamu, Caleb. Semua gerakanmu terdeteksi, baik oleh mata mereka maupun oleh kemampuan telepati mereka. Mereka sudah tahu siapa musuh sesungguhnya di sini."
Caleb merasa tubuhnya kaku. Ia tahu bahwa Arcanum tidak hanya menilai kekuatan fisiknya, tetapi juga menguji kemampuannya untuk bertahan dalam kebingungan dan manipulasi. Rencana Iris semakin jelas, dan itu membuat Caleb semakin waspada.
"Tentu saja, kami tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik," Iris melanjutkan, suaranya semakin serius. "Kami menggunakan telekinesis untuk bertukar informasi. Semua humanoid di sini sudah memiliki pengetahuan tentang kamu—tentang cara kamu bergerak, cara kamu berpikir, dan bahkan strategi yang mungkin akan kamu gunakan. Tidak ada yang tersisa yang bisa kamu sembunyikan dari kami."
Caleb mematung, tak tahu apa yang harus dipikirkan. Ia sudah terbiasa berjuang untuk bertahan hidup, tetapi ini berbeda. Di sini, tidak hanya tubuh yang diuji, tetapi juga pikirannya, kemampuannya untuk beradaptasi dalam permainan yang begitu kompleks dan penuh tipu daya.
Iris menoleh perlahan, dan kali ini, senyum di wajahnya kembali muncul—senyum yang tipis namun penuh makna. "Inilah ujianmu, Caleb. Aku sudah memberitahukan semuanya tentangmu kepada mereka. Mereka tahu siapa kamu sebenarnya, dan mereka tahu apa yang harus dilakukan untuk menghancurkanmu. Tapi di sisi lain, aku juga ingin melihat apakah kamu cukup pintar untuk mengecoh mereka, untuk keluar dari jebakan yang sudah kami siapkan."
Caleb merasakan desiran dingin di tengkuknya. Semua ini terasa seperti permainan yang tidak pernah bisa dimenangkan dengan cara biasa. Ia berada di tengah-tengah arena yang penuh dengan lawan yang sudah dilatih untuk mengenalnya. Bahkan informasi yang ia anggap bisa menyelamatkannya kini menjadi senjata yang bisa digunakan melawan dirinya.
Di layar, 18 humanoid itu mulai bergerak, terlihat semakin terorganisir. Mereka seperti mesin yang berpikir sebagai satu kesatuan, setiap pergerakan mereka penuh dengan tujuan. Caleb bisa merasakan bahwa mereka sedang menunggu—menunggu perintah selanjutnya, perintah yang pasti akan datang dari Iris.
Iris melanjutkan, suaranya semakin rendah dan penuh intensitas. "Malam ini, kita akan menyebar. Setiap humanoid akan masuk ke bagian berbeda dari dunia ini, menghancurkan segala sesuatu yang bisa menghalangi Arcanum. Kami akan mengirimkan pesan pada dunia luar. Pesan bahwa tidak ada yang bisa menghentikan kami."
Caleb menatapnya, mencoba mencerna kata-kata itu. Ini bukan hanya permainan untuk bertahan hidup. Ini adalah misi besar, sebuah langkah untuk menunjukkan dominasi mereka terhadap segala sesuatu yang ada di luar dunia virtual ini.
"Saat kita semua berkumpul kembali di sini, malam berikutnya," Iris melanjutkan, "akan ada keputusan yang harus dibuat. Apakah kamu layak untuk menjadi bagian dari Arcanum, atau apakah kamu hanya akan menjadi salah satu yang terhitung gagal. Aku akan mengamati, Caleb. Keputusanmu akan menentukan."
Dengan gerakan yang hampir tak terlihat, Iris mengaktifkan perangkat hologram yang ada di tengah ruangan. Di layar, muncul peta besar yang membentang, menampilkan area yang dibagi menjadi sektor-sektor yang akan dijelajahi oleh masing-masing humanoid. Setiap titik pada peta diwakili oleh sebuah simbol humanoid, yang bergerak menuju lokasi yang sudah ditentukan.
"Semua humanoid sudah diberi tugas," kata Iris, wajahnya terlihat serius. "Mereka akan memusnahkan segala hal yang berusaha menghalangi mereka. Dan kamu, Caleb, adalah bagian dari ujian ini. Apakah kamu cukup kuat untuk bertahan di tengah serangan yang datang?"
Tanpa memberi waktu bagi Caleb untuk menjawab, Iris mengaktifkan sistem untuk mengirimkan pesan telepati kepada setiap humanoid. Dalam sekejap, Caleb merasakan kehadiran mereka—kehadiran yang meluas di seluruh dunia ini, mengisi setiap sudut dengan informasi yang tersalur melalui telepati.
"Kami sudah berbicara," Iris berkata, matanya tajam menatap Caleb. "Kami sudah tahu apa yang harus dilakukan. Sekarang, kita lihat apa yang akan kamu lakukan."
Caleb merasa seperti berada di tengah-tengah badai, tempat di mana setiap keputusan yang ia buat bisa menjadi titik balik hidupnya—atau kehancurannya. Dunia ini bukan sekadar permainan lagi. Ini adalah ujian terakhir, ujian yang akan mengungkapkan apakah ia cukup cerdas untuk keluar dari cengkraman Arcanum, atau apakah ia akan terhanyut dalam permainan yang sudah ditentukan untuknya.
Dengan langkah yang mantap, Caleb bergerak menuju pintu, siap menghadapi malam yang penuh tantangan. Malam ini, ia tidak hanya harus bertahan—ia harus membuktikan bahwa ia layak untuk menjadi lebih dari sekadar pion dalam permainan ini.