Kein berdiri di depan altar batu hitam, napasnya masih berat setelah pertarungan melawan penjaga terakhir. Di atas altar, Artefak Takdir melayang, memancarkan cahaya keemasan yang terasa menyentuh setiap sudut lembah. Aura yang terpancar darinya begitu kuat, seperti sebuah magnet yang menarik siapa saja untuk mendekat.
Namun, Kein tak segera melangkah. Ia berdiri diam, menatap artefak itu dengan ragu. Mira, yang berdiri di sisinya, juga merasakan hal yang sama. Mereka tahu bahwa perjalanan ini belum benar-benar selesai.
"Kein," suara Mira terdengar lembut, namun penuh kekhawatiran. "Kau yakin ini yang kau cari? Aku bisa merasakan sesuatu yang... salah. Artefak ini tidak hanya memberikan kekuatan, tapi juga menyimpan kutukan."
Kein mengangguk pelan. "Aku tahu. Tapi aku tidak punya pilihan. Jika artefak ini benar-benar bisa mengubah takdir, aku harus mencobanya. Ini satu-satunya cara untuk mengakhiri penderitaan ini."
Kedatangan Musuh Baru
Namun, sebelum Kein dapat melangkah lebih dekat, sebuah suara menggema di lembah itu. Suara berat yang penuh dengan kekuatan, seperti guruh yang mengguncang bumi.
"Berhenti di situ."
Kein dan Mira segera memutar badan, bersiap menghadapi ancaman baru. Dari balik kabut di ujung lembah, muncul seorang pria bertubuh besar dengan rambut putih panjang dan mata merah menyala. Dia mengenakan baju zirah hitam yang tampak seperti diukir dari kegelapan itu sendiri. Di tangannya, ia memegang tombak besar yang memancarkan aura kematian.
"Siapa kau?" tanya Kein, meskipun ia sudah bisa merasakan bahwa pria ini bukanlah lawan biasa.
Pria itu menyeringai, menunjukkan taringnya yang tajam. "Aku adalah Valdar, penjaga sejati Artefak Takdir. Kau sudah sejauh ini, tetapi langkahmu berhenti di sini."
Kein mengangkat pedangnya, sementara Mira segera bersiap dengan mantra sihirnya. "Kalau begitu, kita harus melewatimu."
Valdar tertawa dingin. "Kau berpikir bisa mengalahkanku? Kalian berdua hanyalah anak kecil yang bermain-main dengan api."
Pertarungan Dimulai
Valdar bergerak lebih cepat dari yang mereka duga. Dalam sekejap, dia melompat ke udara, tombaknya meluncur dengan kekuatan yang cukup untuk membelah tanah di bawahnya. Kein dan Mira melompat ke sisi yang berlawanan, menghindari serangan itu dengan susah payah.
"Dia terlalu cepat!" Mira berteriak sambil meluncurkan sihir es ke arah Valdar.
Namun, Valdar hanya mengayunkan tombaknya, menghancurkan sihir itu seperti kaca yang pecah. "Kekuatan seperti itu tidak cukup untuk menyentuhku."
Kein maju dengan cepat, menyerang Valdar dengan pedangnya. Namun, tombak Valdar selalu berhasil menangkis serangannya, bahkan memaksa Kein mundur dengan setiap benturan.
"Dia tidak hanya kuat," pikir Kein, menahan tubuhnya yang mulai lelah. "Dia juga sangat terlatih. Setiap gerakannya direncanakan dengan sempurna."
Strategi Baru
Mira, yang memperhatikan dari kejauhan, menyadari sesuatu. "Kein, kita tidak bisa melawan dia dengan kekuatan mentah! Kita harus memanfaatkan kecepatannya!"
Kein mengangguk, memahami maksud Mira. Dia mulai mengubah taktiknya, mengalihkan perhatian Valdar dengan serangan-serangan cepat yang tidak mematikan, sementara Mira mempersiapkan mantra besar dari kejauhan.
Namun, Valdar juga bukan musuh yang mudah ditipu. Dia menyadari apa yang sedang mereka lakukan dan mulai menyerang dengan lebih agresif. Tombaknya menciptakan ledakan-ledakan energi setiap kali menghantam tanah, memaksa Kein dan Mira untuk terus bergerak.
"Cepat, Mira!" teriak Kein, menahan serangan Valdar dengan susah payah.
Mira akhirnya selesai dengan mantranya. Sebuah lingkaran sihir besar muncul di udara, memancarkan cahaya putih yang menyilaukan. "Kein, jauhkan dia dari altar!"
Kein segera memahami rencana Mira. Dengan gerakan cepat, dia menyerang Valdar dari samping, memancing pria itu untuk menjauh dari altar. Valdar mengejarnya, tombaknya berayun dengan kekuatan destruktif.
"Sekarang, Mira!" teriak Kein.
Mira meluncurkan mantranya. Cahaya dari lingkaran sihir itu melesat ke arah Valdar, menciptakan ledakan besar yang mengguncang lembah. Asap dan debu memenuhi udara, membuat semuanya sulit terlihat.
Kemenangan yang Tak Lengkap
Kein berdiri di tengah asap, mencari Valdar dengan tatapan waspada. Namun, yang dia temukan hanyalah tombak besar yang tertancap di tanah. Tubuh Valdar telah menghilang, seperti ditelan oleh energi ledakan.
"Kita berhasil?" Mira mendekati Kein dengan hati-hati.
Kein mengangguk pelan, meskipun dalam hatinya dia tahu ini belum benar-benar selesai. "Kita telah mengalahkannya untuk sekarang. Tapi aku yakin dia akan kembali."
Mereka berdua berjalan menuju altar, di mana Artefak Takdir masih melayang, tidak terpengaruh oleh ledakan atau pertempuran. Kein berhenti di depan altar, menatap artefak itu dengan tatapan serius.
"Ini dia," gumamnya. "Jawaban untuk semua pertanyaanku."
Namun, saat dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh artefak itu, sebuah suara lain terdengar, lebih lembut tetapi penuh kekuatan.
"Apakah kau benar-benar siap menerima takdir yang akan datang?"
Kein membeku, tatapannya beralih ke Mira, tetapi Mira juga terlihat bingung. Suara itu tidak berasal dari mana pun, seolah-olah langsung berbicara ke dalam pikirannya.
Pilihan yang Berat
Artefak Takdir mulai memancarkan cahaya yang lebih terang, dan bayangan-bayangan mulai terbentuk di sekitarnya. Bayangan itu menunjukkan masa lalu Kein, perjuangan dan kesalahannya, serta masa depan yang penuh dengan ketidakpastian.
"Kau mencari jalan untuk mengubah takdirmu, tetapi setiap perubahan membawa konsekuensi. Apa kau siap untuk menghadapi apa pun yang terjadi?" suara itu kembali bertanya.
Kein menatap bayangan-bayangan itu dengan cermat. Dia melihat orang-orang yang pernah dia kenal, tempat-tempat yang pernah dia kunjungi, dan keputusan-keputusan yang telah dia buat.
"Aku tidak tahu," jawab Kein akhirnya. "Tapi aku tidak bisa berhenti di sini. Jika ada kesempatan untuk memperbaiki semuanya, aku akan mengambilnya."
Artefak itu bersinar lebih te
rang, dan seketika lembah itu diselimuti cahaya putih.