Setelah perjalanan panjang melewati lembah gelap dan menaklukkan penjaga Artefak Takdir, Kein dan Mira menemukan diri mereka di dataran bersalju yang luas. Angin dingin menggigit kulit mereka, sementara salju terus turun dengan deras, menciptakan tirai putih yang mengaburkan pandangan.
Mereka berdiri di depan sebuah kastil besar yang terbuat dari es murni. Bentuknya memancarkan keindahan yang tak tertandingi, tetapi juga terasa dingin dan mengancam.
"Kita sudah dekat," kata Kein, menggenggam erat pedangnya yang mulai tertutup lapisan es tipis.
"Apakah ini tempat yang disebut dalam legenda?" tanya Mira sambil memperbaiki mantel bulunya.
Kein mengangguk. "Kastil Es Abadi, tempat Sang Ratu Es berkuasa. Dia adalah penghalang terakhir sebelum kita benar-benar bisa menggunakan Artefak Takdir."
Mira memandang kastil itu dengan tatapan serius. "Ratu Es… Dia dikatakan sebagai salah satu penyihir terkuat dalam sejarah. Apa kau yakin kita bisa mengalahkannya?"
Kein hanya tersenyum tipis, meskipun dia juga merasa gugup. "Tidak ada pilihan lain. Kita harus mencoba."
Pertemuan dengan Sang Ratu Es
Mereka memasuki kastil dengan hati-hati. Lorong-lorongnya dipenuhi pilar-pilar es yang memantulkan cahaya samar dari kristal di langit-langit. Udara di dalam terasa lebih dingin, membuat napas mereka terlihat seperti uap.
Di ujung lorong utama, mereka menemukan sebuah aula besar. Di tengah aula itu berdiri seorang wanita dengan kecantikan yang luar biasa. Rambutnya putih seperti salju, mengalir lembut di punggungnya. Matanya biru seperti lautan beku, memancarkan aura yang dingin namun mempesona. Dia mengenakan gaun panjang berwarna biru muda yang dihiasi dengan kristal es, dan di tangannya, dia memegang tongkat yang tampak seperti terbuat dari es murni.
"Selamat datang, pengunjung tak diundang," suara Sang Ratu Es menggema di ruangan itu. "Kau telah mengganggu wilayahku, dan sekarang kau ingin merebut Artefak Takdir? Kau sungguh berani."
Kein maju selangkah, mengangkat pedangnya. "Kami tidak punya pilihan. Jika kau menghalangi kami, maka aku akan melawanmu."
Sang Ratu Es tersenyum dingin. "Melawan aku? Hanya dua manusia kecil? Sungguh lucu."
Dia mengangkat tongkatnya, dan salju di sekeliling mereka mulai berputar, menciptakan badai es yang mengguncang ruangan itu.
Pertarungan Dimulai
Kein dan Mira segera bergerak. Kein maju dengan cepat, mencoba menyerang Sang Ratu Es dengan pedangnya. Namun, sebelum dia bisa mendekat, dinding es muncul di depannya, memblokir serangannya.
Mira melancarkan serangan sihir api, tetapi Sang Ratu Es hanya mengayunkan tongkatnya, menciptakan perisai es yang memadamkan api itu dengan mudah.
"Kau harus berusaha lebih keras dari itu," kata Sang Ratu Es sambil meluncurkan gelombang es ke arah mereka.
Kein melompat ke samping, menghindari serangan itu, sementara Mira menciptakan perisai sihir untuk melindungi dirinya. Namun, dingin yang ekstrem mulai mengurangi stamina mereka.
"Dia terlalu kuat," kata Mira, suaranya terdengar gemetar karena dingin.
Kein menggertakkan giginya. "Kita harus menemukan kelemahannya."
Serangan Balasan
Kein mencoba mengamati gerakan Sang Ratu Es. Dia menyadari bahwa kekuatan utama ratu itu berasal dari tongkat esnya. Tanpa tongkat itu, dia mungkin tidak bisa menggunakan sihirnya dengan sempurna.
"Mira, fokus pada tongkatnya!" teriak Kein.
Mira mengangguk dan mulai melancarkan serangan bertubi-tubi ke arah Sang Ratu Es, mencoba memaksa ratu itu untuk mempertahankan diri. Sementara itu, Kein bergerak mengitari ruangan, mencari celah untuk menyerang.
Sang Ratu Es tertawa kecil, menikmati usaha mereka yang tampak sia-sia. "Kalian berpikir bisa mengalahkanku dengan strategi murahan seperti itu? Sungguh menyedihkan."
Namun, Kein akhirnya menemukan kesempatan. Ketika Sang Ratu Es sibuk menangkis serangan Mira, Kein melompat ke arah ratu itu dengan kecepatan penuh. Dengan satu ayunan kuat, dia berhasil mengenai tongkat es itu, membuatnya terlempar dari tangan ratu.
Perubahan Pertarungan
Sang Ratu Es terkejut, tetapi dia segera mundur dan melancarkan serangan tanpa tongkatnya. Es mulai mencuat dari lantai, mencoba menghentikan Kein dan Mira.
Namun, tanpa tongkat, kekuatannya jauh berkurang. Kein dan Mira mulai menekan ratu itu, memaksanya terus mundur.
"Ini belum selesai!" seru Sang Ratu Es, matanya bersinar dengan cahaya biru. Dia mengangkat kedua tangannya, menciptakan badai salju yang lebih besar dari sebelumnya.
Ruangan itu mulai bergetar, dan kristal-kristal es jatuh dari langit-langit. Kein dan Mira terpaksa berlindung di balik pilar-pilar es, mencoba menghindari serangan itu.
"Mira, ini saatnya!" seru Kein.
Mira mengangguk, mengerahkan seluruh energinya untuk menciptakan bola api besar. Dia meluncurkannya ke arah Sang Ratu Es dengan kekuatan penuh. Bola api itu menghantam badai salju, menciptakan ledakan besar yang mengguncang seluruh ruangan.
Ketika asap dan salju mulai mereda, mereka melihat Sang Ratu Es terjatuh ke lututnya. Tubuhnya terlihat lemah, dan aura dinginnya mulai memudar.
Kemenangan yang Berharga
Kein berjalan mendekati Sang Ratu Es dengan hati-hati, pedangnya masih terangkat. Namun, ratu itu hanya menatapnya dengan tatapan dingin yang penuh kebencian.
"Kau pikir ini adalah akhir?" katanya dengan suara pelan. "Artefak Takdir tidak akan memberikanmu apa yang kau inginkan. Kau hanya akan menemukan kehancuran."
Kein tidak menjawab. Dia hanya menurunkan pedangnya, membiarkan ratu itu perlahan-lahan menghilang menjadi serpihan es yang tertiup angin.
Mira mendekat, wajahnya tampak lega tetapi juga lelah. "Apa kau yakin ini keputusan yang benar?"
Kein menatap altar es di ujung ruangan, di mana artefak itu melayang dengan cahaya yang lebih terang dari sebelumnya. "Aku tidak tahu," katanya pelan. "Tapi aku harus mencoba."