WebNovelOk..35.29%

5. I feel a little excited.

Kek biasa.

K membuka matanya perlahan, menatap langit-langit kamar dengan wajah yang masih setengah ngantuk. Suara burung dari luar jendela terdengar samar-samar, seperti mengisyaratkan pagi sudah datang. Ia bangkit dari tempat tidur, menggaruk kepala sambil menguap panjang. Hari lain di akademi, pikirnya sambil meraih handuk di kursi sebelah tempat tidurnya.

Setelah mandi dan berpakaian, K berjalan menuju dapur. Kakeknya, seorang pria tua dengan rambut putih yang mengenakan kemeja sederhana, sedang duduk di meja makan sambil menyeruput kopi hangat.

"Pagi, K," sapa kakeknya tanpa mengalihkan pandangan dari koran.

"Pagi, Kek," jawab K sambil duduk. Di depannya sudah ada semangkuk nasi dan lauk sederhana. Ia mulai makan dengan perlahan.

"Jangan terlalu serius di akademi. Nikmati saja waktumu di sana," kata kakeknya, menyelipkan nasihat seperti biasa.

K mengangguk, meskipun ia tahu nasihat itu hampir tidak relevan untuknya. Setelah selesai sarapan, ia berpamitan dan berjalan menuju akademi.

Begitu K masuk ke dalam kelas, suasana sudah ramai. Beberapa murid duduk di meja mereka, sementara yang lain berdiri di sekitar, sibuk berbicara. Brandon dan Fritz sedang membicarakan sesuatu tentang pertandingan basket yang mereka lihat semalam, sementara Julia dan Julian duduk berdampingan di depan, membahas gaya rambut terbaru.

Nobu, seperti biasa, duduk di kursinya dengan sikap santai, sementara Chloe duduk tidak jauh darinya dengan wajah yang datar.

K duduk di tempat biasanya di pojok kelas, menatap keramaian dengan ekspresi kosong. Loomian yang melihatnya langsung berjalan menghampirinya.

"Pagi, K. Kau terlihat... lebih ngantuk dari biasanya," kata Loomian sambil duduk di meja sebelahnya.

"Memang selalu begitu," jawab K singkat.

"Kau tahu, aku merasa hari ini akan menarik. Aku mendengar desas-desus bahwa kita akan ada pelajaran olahraga," kata Loomian dengan antusias.

"Baguslah," jawab K dengan nada datar.

Di tengah kelas, Brandon mengetuk meja Fritz.

"Hei, Fritz, apa kau siap untuk olahraga nanti?"

Fritz mengangguk. "Tentu saja. Kalau ada pertandingan, aku pasti menang."

Julia mendengar pembicaraan mereka dan ikut menyela.

"Jangan terlalu percaya diri, Fritz. Kau mungkin menang di basket, tapi olahraga lain belum tentu."

"Kau mau bertaruh?" tanya Fritz dengan senyum lebar.

"Tidak perlu. Aku hanya memperingatkanmu agar tidak besar kepala," balas Julia dengan nada dingin.

Ane dan Cramaric sedang berbicara di sisi lain kelas.

"Aku harap olahraga hari ini bukan sesuatu yang sulit," kata Ane sambil menggigit kukunya.

"Kenapa? Bukankah kau cukup atletis?" tanya Cramaric.

Ane menggeleng. "Aku lebih suka sihir. Olahraga terlalu melelahkan."

Cramaric tertawa kecil. "Kau lucu. Tapi aku yakin kau bisa melakukannya."

Di dekat mereka, Eno sedang melamun sambil memegang sehelai daun kecil yang entah darimana ia dapatkan. Nobu, yang duduk di dekatnya, menatapnya dengan alis terangkat.

"Hei, Eno, apa kau sedang mencoba berbicara dengan daun itu?" tanya Nobu dengan nada mengejek.

Eno menoleh pelan, lalu menjawab dengan serius, "Tidak. Aku hanya memikirkan betapa kuatnya tanaman ini bisa tumbuh di kondisi apapun."

Nobu terdiam sejenak, lalu tertawa keras. "Kau benar-benar aneh!"

Chloe duduk dengan tenang, memperhatikan diskusi di sekelilingnya. Sesekali ia melirik Nobu yang masih tertawa, lalu ke arah Fritz dan Brandon yang mulai memperebutkan siapa yang paling kuat dalam olahraga.

Loomian yang melihat Chloe duduk sendiri, mendekatinya.

"Hei, Chloe. Kau kelihatan tenang seperti biasa," katanya dengan senyum.

"Haruskah aku ikut berisik seperti mereka?" balas Chloe dingin.

"Tidak, tentu tidak. Tapi kau tahu, sedikit obrolan tidak akan menyakitimu," kata Loomian.

Chloe hanya mengangguk pelan, menolak untuk melanjutkan percakapan.

Suasana kelas tiba-tiba berubah ketika pintu kelas terbuka. Ibu Yang, guru olahraga mereka, masuk dengan senyum lebar. Ia membawa clipboard dan peluit yang menggantung di lehernya.

"Selamat pagi, anak-anak!" serunya dengan ceria.

"Pagi, Bu!" jawab beberapa murid serempak, sementara yang lain hanya menggumamkan jawaban mereka.

"Hari ini kita akan melakukan sesuatu yang menyenangkan. Ayo, semuanya, berbaris di lapangan olahraga. Jangan ada yang tertinggal!"

Para murid mulai berdiri dan berjalan keluar kelas, beberapa masih melanjutkan obrolan mereka. Nobu berjalan di belakang sambil melipat tangannya, terlihat tidak terlalu antusias, sementara Fritz dan Brandon berjalan di depan, terlihat sangat bersemangat.

"Olahraga apa yang akan kita lakukan, Bu?" tanya Julia saat mereka berjalan menuju lapangan.

"Sabar dulu. Kalian akan tahu sebentar lagi!" jawab Ibu Yang dengan senyum misterius.

Pagi di kelas C dimulai dengan suara gemuruh para murid. Mereka sudah bersemangat sejak Ibu Yang mengumumkan bahwa hari ini pelajaran olahraga akan diadakan. Suasana kelas berubah menjadi arena diskusi tanpa aturan. Beberapa murid sibuk berbicara, beberapa lainnya saling berteriak menawarkan diri untuk menjadi satu tim.

Di tengah keributan itu, K duduk di mejanya dengan wajah datar, memperhatikan hiruk-pikuk di sekitarnya. Nobu, yang duduk tidak jauh dari K, menyandarkan kakinya ke meja sambil tertawa kecil, menikmati kekacauan.

"Baiklah, cukup ributnya!" suara Ibu Yang memecah kehebohan. Ia berdiri di depan kelas dengan clipboard di tangannya. "Kita akan bermain voli hari ini, jadi aku butuh kalian semua untuk membentuk dua tim. Setiap tim berisi enam orang."

"Dua tim? Mudah!" teriak Brandon dari bangkunya. "Aku langsung pilih Fritz, Julia, Julian, dan Loomian! Sisanya terserah."

Fritz, yang duduk di belakang Brandon, tertawa. "Aku setuju! Dengan kita di satu tim, pasti kita menang."

"Eh, tunggu sebentar!" Nobu bangkit dari kursinya dengan ekspresi kesal. "Siapa yang bilang kau bisa langsung memilih seperti itu?!"

"Iya benar," Chloe menimpali dengan nada dingin, meskipun dia tetap duduk tenang. "Seharusnya kita diskusi dulu."

"Oke, oke, tenang semuanya," kata Ibu Yang sambil memukul clipboard ke telapak tangannya. "Karena kalian ribut, aku akan memutuskan saja. Brandon, kau tetap di tim satu bersama Fritz, Julia, Julian, dan Loomian."

"Siap, Bu!" jawab Brandon penuh semangat.

"Dan untuk tim kedua, ada K, Nobu, Chloe, Ane, Eno, dan Cramaric," lanjut Ibu Yang.

Nobu berdiri dengan sikap penuh percaya diri. "Hah, tim kita pasti lebih kuat. Jangan menangis saat kalah nanti, Fritz."

Fritz membalas dengan senyum menyeringai. "Lihat saja nanti, Nobu. Aku harap kau siap untuk dihancurkan."

Ane terlihat bingung sambil mengangkat tangannya. "Tunggu, Bu... apakah aku benar-benar harus bermain? Aku kurang pandai dalam olahraga, terutama voli."

"Tidak ada alasan!" kata Ibu Yang tegas. "Kita di sini untuk belajar bekerja sama, bukan hanya menang."

Loomian mendekati Fritz sambil tertawa kecil. "Tim kita sepertinya sudah kuat. Aku yakin Nobu akan mengamuk kalau kalah nanti."

Julia memutar matanya. "Nobu memang selalu begitu. Tapi aku penasaran bagaimana K akan bermain. Dia kelihatan tidak terlalu peduli."

Di sisi lain, Cramaric melompat kecil sambil berkata kepada K, "Hei, K, kau tahu cara bermain voli kan? Tolong bantu aku nanti!"

K hanya menatapnya sebentar sebelum mengangguk kecil. "Aku akan mencoba."

Eno, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Kita harus punya strategi. Nobu mungkin kuat, tapi voli adalah permainan tim. Kalau kita tidak kompak, kita akan kalah."

Nobu menepuk bahu Eno dengan keras. "Strategi? Tidak perlu! Aku akan hancurkan mereka sendirian."

Chloe mendesah pelan. "Kau terlalu percaya diri, Nobu. Jangan sampai kita kalah karena kebodohanmu."

Keributan di kelas belum mereda meskipun pembagian tim sudah selesai. Brandon masih berdiskusi dengan Fritz tentang siapa yang akan menjadi spiker utama di tim mereka, sementara Nobu sibuk memprovokasi tim lawan.

"Aku yakin aku bisa mengalahkan kalian semua, bahkan kalau aku sendirian," kata Nobu dengan sombong.

Fritz menjawab dengan nada menantang. "Ayo kita buktikan nanti di lapangan. Jangan hanya omong besar."

Ane menarik lengan Chloe. "Chloe, kau benar-benar yakin bisa bermain? Aku sedikit takut kalau aku tidak bisa membantu tim kita."

Chloe menatap Ane dengan tatapan dingin namun menenangkan. "Tenang saja. Aku akan menjaga pertahanan."

Cramaric berbisik kepada K, "Hei, K, menurutmu kita bisa menang?"

K menatap Cramaric sejenak sebelum berkata singkat, "Tidak tahu. Tapi kita lihat saja nanti."

Julia berjalan ke arah Nobu dan berkata dengan nada menggoda, "Hei, Nobu. Jangan terlalu sombong, ya. Aku akan memastikan kau tidak menang mudah."

Nobu tertawa keras. "Kita lihat saja nanti, Princess. Kau mungkin kaya, tapi kekayaanmu tidak berguna di lapangan."

Brandon memperhatikan percakapan mereka dari jauh sambil berkata kepada Fritz, "Sepertinya Nobu benar-benar bersemangat kali ini."

"Bagus. Semakin semangat, semakin menyenangkan mengalahkannya," jawab Fritz sambil tersenyum.

Loomian mencoba mencairkan suasana dengan berkata, "Hei, bagaimana kalau kita semua bersenang-senang saja? Tidak perlu terlalu serius."

"Serius atau tidak, kami tetap akan menang," kata Julian yang akhirnya buka suara.

Setelah semua diskusi selesai, Ibu Yang kembali berdiri di depan kelas dan berkata, "Baiklah, anak-anak. Kalian sudah tahu tim masing-masing, kan? Bersiaplah, dan kita akan mulai pertandingan di lapangan sebentar lagi."

Semua murid segera bersiap-siap, beberapa masih melanjutkan obrolan mereka sambil berjalan keluar kelas. Nobu dan Fritz terlihat saling melirik dengan tatapan menantang, sementara Ane dan Eno berbicara pelan, mencoba menyusun strategi sederhana.

Di tengah semuanya, K berjalan dengan tenang, tidak terlalu memikirkan pertandingan yang akan datang. Baginya, ini hanya pelajaran olahraga biasa, meskipun suasana di kelas sudah seperti persiapan perang.

Perjalanan ke Lapangan: Awal Keributan

Rombongan kelas C mulai turun dari lantai tiga ke lapangan olahraga. Suasana sudah mulai riuh, lebih seperti rombongan anak-anak yang berangkat piknik daripada kelas yang hendak menjalani pelajaran olahraga.

"Woy, cepetan jalan! Kita keburu tua nih!" teriak Nobu dari depan, memimpin seperti biasa. Dia menoleh ke belakang, menatap tim Fritz yang berjalan santai.

Fritz hanya mengangkat bahu sambil tersenyum, "Santai aja, Nobu. Nanti kau juga kalah, kok. Mau buru-buru buat apa?"

"Kalah? Dari kau? Di mimpi kali," balas Nobu sambil tertawa keras. "Tim kalian itu isinya pemain cadangan semua. Ngapain aku takut?"

"Hah?! Siapa yang kau bilang pemain cadangan, Nobu?!" suara tinggi Julia memecah suasana. Dia melangkah cepat mengejar Nobu, wajahnya memerah karena emosi.

Nobu hanya menatapnya dengan ekspresi sok tenang. "Ya, siapa lagi? Lihat aja, dari cara jalanmu aja udah kelihatan. Pasti di lapangan cuma jadi penonton."

Julia menunjuk wajah Nobu dengan telunjuknya, nyaris mengenai hidungnya. "Kalau aku bikin kau kalah nanti, jangan nangis, ya!"

"Nangis? Hahaha!" Nobu tertawa terbahak-bahak. "Kau pikir aku takut sama anak manja seperti kau? Bawa semua perhiasanmu, mungkin itu bisa bantu timmu menang."

Sementara itu, di belakang mereka, Brandon mendekati Fritz. "Hei, Fritz. Kau yakin kita bisa menang? Nobu itu kayak nggak pernah berhenti ngomong."

Fritz mengangguk tenang. "Santai aja, Brandon. Orang yang banyak omong biasanya paling lemah."

Julian, yang berjalan di sebelah Fritz, ikut nimbrung. "Tapi kita nggak boleh remehkan dia juga. Nobu itu memang sombong, tapi dia juga kuat."

"Santai, santai. Kalau dia kuat, kita lebih kuat. Kita tim terbaik di sini," kata Loomian dengan nada percaya diri.

Di sisi lain, Ane yang berjalan di tim K tampak gelisah. "Kenapa sih Nobu harus provokatif banget? Aku jadi makin takut main nanti."

Chloe menoleh dengan pandangan datar. "Biarkan saja dia. Itu cara dia untuk bikin lawan kehilangan fokus. Kau fokus saja pada permainanmu sendiri."

Eno menepuk pundak Ane, "Iya, Ane. Tenang aja. Kalau kita kalah, aku bakal tanggung jawab, kok."

"Eh? Kok malah jadi tanggung jawabmu, Eno?" tanya Ane bingung.

Cramaric yang berjalan paling belakang langsung memotong. "Udahlah, kita main aja santai. Aku udah lama nggak olahraga, jadi ini sekalian buat pemanasan. Jangan sampai kita terlalu serius."

"Betul. Dan Nobu, tolong diam sebentar," K akhirnya buka suara dengan nada datar. "Kita bahkan belum sampai lapangan."

Nobu hanya menoleh dan tersenyum licik. "Santai aja, K. Provokasi itu seni. Kalau mereka udah emosi, itu setengah kemenangan buat kita."

Begitu sampai di lapangan, semua murid langsung bersiap-siap. Beberapa murid seperti Brandon dan Fritz melakukan peregangan, sementara yang lain masih sibuk berdebat. Nobu, tentu saja, tidak bisa berhenti memancing keributan.

"Fritz, kau yakin mau jadi kapten tim? Jangan-jangan kau cuma jadi penonton nanti."

Fritz menatap Nobu sambil tersenyum tipis. "Kalau aku jadi penonton, itu karena timku terlalu bagus. Kita nggak butuh aku untuk menang."

Nobu berpura-pura terkejut. "Wah, sombong sekali! Jangan sampai nanti kau malah jadi beban, ya."

Julia, yang sejak tadi masih kesal, langsung menyela. "Nobu, kau ini kenapa suka sekali merendahkan orang lain? Memangnya timmu sudah pasti menang?"

"Tentu saja," jawab Nobu santai. "Kau lihat siapa yang ada di timku? Ada aku, Chloe, K... ya, udah pasti menang lah."

"Tunggu dulu," potong Julian sambil melipat tangan. "Kau terlalu meremehkan kami, Nobu. Kau tahu Fritz itu punya refleks yang bagus, kan? Dan aku sendiri cukup jago sebagai setter."

"Hah, setter? Kalau kau setter, aku spiker terkuat sepanjang masa," ledek Nobu.

Brandon, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Denger, Nobu. Kita ini mau olahraga, bukan mau debat. Bisa nggak kau diam sebentar?"

Nobu mengangkat bahu. "Santai, Brandon. Aku hanya bikin suasana jadi lebih hidup. Kalau kau nggak tahan panas, keluar aja dari dapur."

Loomian mendekati tim K dengan senyum ceria. "Hei, kalian jangan terlalu serius, ya. Ingat, ini cuma permainan."

Cramaric membalas dengan tawa kecil. "Kau benar, Loomian. Tapi coba bilang itu ke Nobu."

Chloe, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Loomian, kau terlalu baik. Kau harus lebih kompetitif kalau ingin menang."

Loomian hanya mengangguk sambil tetap tersenyum. "Mungkin kau benar. Tapi aku lebih suka melihat semua orang bersenang-senang."

Di sisi lain, Ane mendekati Fritz. "Fritz, kau yakin timmu bisa menang? Kalian kelihatannya terlalu percaya diri."

Fritz menatap Ane dengan tenang. "Kepercayaan diri adalah langkah pertama menuju kemenangan. Jangan terlalu meremehkan kami."

Setelah beberapa menit penuh dengan perang kata-kata dan provokasi, Ibu Yang akhirnya berdiri di tengah lapangan. "Cukup semua! Kalau kalian habiskan waktu untuk bicara, kapan kita mulai bermain?"

Nobu mengangkat tangan. "Bu, saya hanya memastikan mereka tahu siapa yang akan menang."

"Kalau kau menang, buktikan di lapangan, bukan dengan mulut," balas Ibu Yang tegas.

Semua murid akhirnya berhenti bicara, meskipun suasana masih penuh dengan tatapan penuh tantangan. Mereka semua sudah bersiap-siap untuk pertandingan, tetapi suasana tegang antara dua tim tetap terasa jelas.

Semua murid berkumpul di sekitar net voli. Tim 1 yang terdiri dari Fritz, Brandon, Froze, Julia, Julian, dan Loomian berdiri di sisi kiri lapangan, sedangkan Tim 2 yang berisi Nobu, K, Chloe, Ane, Eno, dan Cramaric di sisi kanan. Suasana tegang tapi penuh antisipasi.

"Oke, siapa yang mau serve dulu?" tanya Ibu Yang dari pinggir lapangan.

Fritz, kapten Tim 1, mengangkat tangan. "Tim kami dulu, Bu. Biar yang lemah duluan."

Nobu langsung mencibir. "Hah, lemah? Kau yakin nggak mau menyerah saja sekarang, Fritz? Save energi."

Fritz hanya tersenyum tipis. "Nanti kau yang minta time-out duluan, Nobu."

Serve pertama dilakukan oleh Fritz. Dengan pukulan yang terukur, bola meluncur ke arah Chloe yang berada di garis belakang Tim 2. Chloe mencoba mengangkat bola, tetapi pantulannya terlalu rendah.

"Ah, Chloe, fokus dong!" seru Nobu sambil menggaruk kepala.

"Diam, Nobu. Baru serve pertama," balas Chloe datar.

Brandon memanfaatkan kesalahan itu dan langsung memukul bola ke tengah lapangan Tim 2. "Point untuk kami!" serunya dengan semangat.

"Baru satu poin. Santai aja," gumam K, mencoba menenangkan timnya.

Serve berikutnya dilakukan oleh Julian. Kali ini, bola meluncur lebih keras, dan Chloe berhasil menerima dengan baik. Tetapi saat bola diangkat untuk Nobu, Froze berhasil memblok serangan Nobu dengan sempurna.

"Wah, mantap, Froze!" seru Julia dengan penuh semangat.

"Lihat itu, Nobu. Kau nggak sehebat yang kau kira," kata Froze dengan nada puas.

Nobu mendengus. "Satu block doang udah bangga? Tunggu saja giliran kalian dihabisi nanti."

Permainan berlanjut, dan Tim 1 terus menunjukkan koordinasi yang baik. Brandon sebagai spiker utama beberapa kali berhasil mencetak poin dengan pukulan keras ke sudut lapangan. Bahkan, Julia yang awalnya ragu-ragu mulai menunjukkan kecepatan dalam mengembalikan bola. Skor dengan cepat menjadi 7-1 untuk Tim 1.

Kebangkitan Tim 2 ni bos.

Setelah beberapa kali kesalahan, Nobu akhirnya berdiri di garis belakang untuk serve. Dia memutar bola di tangannya sambil tersenyum lebar. "Oke, anak-anak. Bersiaplah untuk dihancurkan."

Fritz melipat tangan di dada. "Serve saja, Nobu. Jangan banyak gaya."

Nobu mengangkat bola, melompat, dan memukul dengan keras. Bola meluncur dengan kecepatan tinggi, membuat Julia yang berada di depan terkaget dan tidak sempat menahan bola.

"Ace!" teriak Nobu sambil menunjuk Fritz. "Satu langkah menuju kekalahanmu, Fritz."

Serve berikutnya sama cepatnya. Kali ini, Julian berhasil menerima bola, tetapi pantulannya terlalu tinggi, memberi kesempatan pada Chloe untuk mengatur serangan. Dengan gerakan tenang, Chloe mengangkat bola tepat ke arah Nobu yang sudah bersiap di depan net.

"Ambil ini!" Nobu melompat dan memukul bola dengan keras ke arah Brandon. Meskipun Brandon mencoba memblok, pukulan Nobu terlalu kuat, dan bola memantul keluar lapangan.

"Kau pikir kau bisa menghentikan aku?" kata Nobu sambil menyeringai.

Momentum Berpindah: Dominasi Tim 2

Tim 2 mulai menunjukkan kekompakan. Chloe terus mengatur bola dengan akurat, sementara Nobu menghantam setiap peluang dengan kekuatan penuh. K dan Eno menjaga garis belakang dengan baik, mengembalikan setiap bola dari Tim 1.

Pada satu momen, Brandon mencoba memukul bola ke sudut lapangan, tetapi Eno berhasil menyelamatkan dengan diving spektakuler. Bola diangkat oleh Chloe, dan Nobu sekali lagi melompat untuk melakukan smash yang langsung menghantam lantai lapangan Tim 1.

"Woohoo! Tim 2 mulai panas!" seru Cramaric dari belakang.

Froze menghela napas. "Serius, Nobu ini apa sih? Mesin smash?"

Julia menyeka keringatnya. "Aku nggak tahan lagi. Chloe juga terlalu pintar mengatur bola."

"Tenang, kita belum kalah," kata Fritz, mencoba memotivasi timnya. "Fokus dan jangan biarkan mereka mengendalikan permainan."

Akhir Pertandingan: Skor Telak 25-12

Namun, upaya Tim 1 untuk bangkit tidak berhasil. Nobu terus menghujani mereka dengan smash keras, sementara Chloe memainkan peran setter dengan sempurna. Skor dengan cepat naik hingga 25-12 untuk Tim 2.

Saat permainan berakhir, Nobu berlari ke tengah lapangan dengan tangan terangkat. "Aku bilang apa? Tidak ada yang bisa menghentikanku!"

Julia melemparkan handuk ke arah Nobu. "Diam, Nobu. Kau terlalu sombong!"

Nobu mengelak sambil tertawa. "Sombong? Ini bukan sombong, ini fakta."

Chloe hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum kecil. "Sudahlah, Nobu. Jangan terlalu menyombongkan diri."

Fritz mendekati Nobu sambil mengulurkan tangan. "Selamat, Nobu. Kau menang kali ini. Tapi tunggu saja pertandingan berikutnya."

Nobu menjabat tangan Fritz sambil tertawa kecil. "Kapan saja kau mau, Fritz. Aku selalu siap mengalahkanmu."

Terus... ya gitu,Pertandingan selesai, dan meskipun suasana sempat panas di tengah permainan, semua murid akhirnya bisa tertawa bersama. Nobu tetap menjadi pusat perhatian dengan mulutnya yang tak pernah berhenti bicara, tetapi sebagian besar sudah terbiasa dengan sikapnya.

Ibu Yang berdiri di pinggir lapangan, mengamati dengan senyum puas. "Bagus, anak-anak. Olahraga bukan cuma soal menang atau kalah, tapi soal belajar kerja sama."

Nobu mengangkat tangan. "Iya, Bu. Tapi menang itu penting juga, kan?"

"Diam, Nobu!" seru semua murid serempak, membuat seluruh lapangan pecah oleh tawa.

"Ciiih sialan..." Kata Nobu dengan muka yang... Sedikit kesal dengan tawa kecil.

Kembali ke Kelas: Suasana Riuh

Langkah kaki terdengar gaduh saat semua murid kembali ke kelas di lantai tiga. Obrolan mereka bercampur menjadi satu, seperti pasar malam yang penuh suara.

"Gila, tadi itu permainan paling seru, kan?" Brandon berkata sambil tertawa terbahak-bahak. "Aku hampir kena bola waktu Nobu smash."

"Hampir kena? Harusnya kena sekalian biar kau belajar," balas Chloe dengan nada tajam.

"Santai, Chloe. Jangan galak-galak," sahut Eno sambil melempar tasnya ke kursi. "Ini kan cuma olahraga, nggak perlu bawa perasaan."

Nobu masuk ke kelas dengan wajah penuh kemenangan. "Hah! Tim 1 benar-benar nggak ada apa-apanya. Aku bahkan main sambil santai."

"Santai dari mana? Kau teriak-teriak kayak orang gila," kata Julian, melirik dengan kesal.

"Teriakan itu strategi psikologis," Nobu menjawab santai sambil duduk di bangkunya. "Kau cuma nggak paham seni provokasi."

Froze menepuk bahu Julian. "Udah, nggak usah diambil pusing. Nobu itu memang mulutnya nggak ada rem."

"Tapi beneran deh, tadi Chloe keren banget. Dia setter yang jago," kata Ane sambil memutar-mutar pulpen di tangannya.

"Iya, iya, aku tahu aku keren," Chloe menjawab singkat, tapi bibirnya tersenyum tipis.

"Lagian kalau bukan karena Chloe, kita mungkin kalah," tambah Cramaric dari pojokan.

"Kalah? Kau bercanda?" Nobu langsung menoleh. "Tanpa Chloe pun, aku bisa menang sendirian."

Semua murid serempak menoleh ke arah Nobu dengan tatapan jengkel.

"Kau ini nggak capek ya ngomong besar terus?" tanya Fritz sambil menggeleng.

"Biarin aja," kata Julia. "Semakin dia ngomong, semakin kelihatan betapa menyebalkannya dia."

"Hei, hei, aku di sini, tahu!" Nobu membalas dengan nada protes.

"Dan kita tahu itu," jawab Julia datar sambil memutar matanya.

Di tengah kekacauan itu, suara bangku yang diseret terdengar. Semua murid menoleh ke arah K yang berdiri sambil merapikan mejanya.

"Kau mau kemana, K?" tanya Froze.

"Keluar bentar. Kalian terlalu ribut," jawab K singkat sambil berjalan menuju pintu.

"Ah, santai aja, K. Ribut itu asik," kata Brandon sambil bersandar di kursinya.

"Asik buat kalian, sakit kepala buat aku," balas K sebelum melangkah keluar.

Sementara itu, obrolan di kelas terus berlanjut.

"Ngomong-ngomong, pertandingan berikutnya kapan, ya?" tanya Loomian.

"Besok mungkin," jawab Fritz. "Tapi aku mau latihan dulu. Nobu terlalu dominan tadi."

"Yaelah, kalian ini terlalu serius," kata Julian. "Ini cuma olahraga, bukan turnamen internasional."

"Bukan soal turnamen, tapi soal harga diri," sahut Fritz dengan nada tegas.

"Kalau soal harga diri, aku udah menang sejak awal," Nobu menimpali sambil tersenyum penuh kemenangan.

Semua murid hanya bisa menghela napas panjang.

"Kenapa ya, Nobu itu nggak pernah diam?" gumam Julia pelan, cukup keras untuk didengar semua orang.

"Karena kalau dia diam, dunia ini akan terlalu sunyi," jawab Ane sambil tertawa kecil.

Dan ya... Sebentar lagi istirahat,apalagi baju olahraga mereka bau,wlee...

Jadi ya.., Julia berdiri di depan kelas dan berkata,"Ehm,yang cowo keluar dulu ya,Kami yang perempuan mau ganti baju dulu"

"Kenapa kami harus keluar? Lagi kau ngagetin anjir,Lagi asik asik tadi ah." protes Brandon.

"Karena kami nggak mau kalian di sini. Itu alasan yang cukup, kan?" balas Julia tegas.

"Sudah, jangan lawan," kata Fritz sambil mendorong Brandon keluar kelas. "Kau tahu Julia itu nggak bisa diganggu gugat."

"Benar. Kalau dia marah, kita semua tamat," tambah Eno sambil tertawa.

Cowok-cowok akhirnya keluar dari kelas dengan obrolan yang tetap ramai.

Jadi ya yang cowo cuma nunggu di Koridor, Menunggu Sambil Bercanda

Di luar kelas, cowok-cowok duduk di lantai koridor sambil bercanda.

"Eh, tadi lihat ekspresi Julian waktu Nobu teriak? Lucu banget, kayak orang kaget anjing hahahaha!!" kata Brandon sambil menirukan ekspresi Julian.

"Aku nggak tahu mana yang lebih lucu, ekspresi Julian atau ekspresi Nobu waktu dia nge-miss bola," timpal Cramaric.

"Kimbek, aku nggak pernah miss!" protes Nobu yang ternyata masih bisa mendengar dari dalam kelas.

"Oh, kau dengar itu? Baguslah," kata Froze sambil tertawa kecil.

Mereka terus bercanda hingga pintu kelas terbuka, dan Julia melongok keluar. "Oke, kalian boleh masuk lagi. Sana ganti baju."

Cowok-cowok masuk kembali ke kelas dengan wajah santai, siap menghadapi aktivitas berikutnya.

Jadi ya... Karna bel istirahat berbunyi ya mereka istirahat semua Dong. Sekalian tadi yang cowo ganti baju setelah perempuan xixixixi..

Beberapa menit kemudian ya semuanya balik ke kalas dong,Terus ya... Ad ayang habis beli makan dan gak habis,jadi dibawa ke kelas,Ada yang keringetan habis main kali ya. Ada yang Balik dari toilet juga,ngapain itu.

Ketika bel berbunyi tanda pelajaran dimulai, seorang guru paruh baya masuk ke dalam kelas. Penampilannya rapi, dengan rambut pendek beruban dan kacamata tebal yang tergantung di hidungnya. Dia membawa tumpukan buku sejarah, menaruhnya di meja guru, dan menatap murid-murid dengan tatapan tenang namun tegas,Namanya pak Dong O. Namanya Korea banget tuh.

"Selamat pagi, anak-anak," sapanya datar. "Kita akan memulai pelajaran sejarah hari ini. Tolong buka buku kalian di halaman 52."

Sebagian besar murid merespons dengan malas. Ada yang menguap, ada yang pura-pura mencari buku tapi sebenarnya hanya menatap meja. Nobu malah bersandar santai di kursinya, sementara Brandon dengan berbisik berkata kepada Fritz.

"Eh, kau bawa bukunya nggak?" bisik Brandon.

"Bawa sih, tapi malas buka," jawab Fritz dengan senyum lemah.

"Kalian ribut lagi," gumam Ane yang duduk di barisan depan sambil mulai membuka bukunya. Dia mengerutkan kening, memperhatikan teks dengan serius.

Sementara itu, Chloe duduk di sampingnya, sudah siap dengan pulpen dan buku catatannya. Sesekali dia melirik ke belakang, memperhatikan teman-teman sekelasnya yang tampak kurang tertarik.

K, duduk di barisan tengah dekat jendela, memandang kosong ke luar. Ia melihat daun-daun yang tertiup angin dan burung-burung kecil yang melintas. Pandangannya begitu jauh sampai ia nyaris tidak mendengar suara guru di depan kelas.

Di sisi lain, Eno duduk dengan kepala bersandar di meja, matanya terpejam. Tidak peduli seberapa keras suara guru, ia sudah memasuki dunia mimpinya sendiri.

"Tidur lagi?" gumam Julian pelan dari sebelahnya. Ia sendiri sedang asyik menyembunyikan ponselnya di laci meja, jarinya bergerak cepat mengirim pesan kepada seseorang.

Froze, yang duduk di belakang Julian, sesekali melirik layar ponselnya dan berkomentar. "Hei, itu game baru? Kok seru kelihatannya."

"Iya. Tapi jangan ngomong keras-keras," Julian membalas sambil melirik ke arah guru. "Kalau ketahuan, tamat kita."

Di barisan depan, Ane masih sibuk mencatat poin-poin penting dari pelajaran. Tangannya bergerak cepat, dan ia sesekali bertanya pada Chloe.

"Chloe, menurutmu ini bakal keluar di ujian nggak?" tanyanya sambil menunjuk salah satu paragraf.

"Biasanya iya, tapi nggak tahu juga sih," Chloe menjawab singkat sambil terus mencatat. "Lebih baik catat saja semuanya. Biar aman."

Guru, yang sudah terbiasa dengan kelas ini, melanjutkan penjelasannya meski tahu banyak murid yang tidak memperhatikan. "Perlu kalian pahami, peristiwa ini adalah titik penting dalam sejarah. Dampaknya masih terasa hingga sekarang."

Dari belakang, Nobu mengangkat tangannya dengan santai. "Pak, ini nggak terlalu penting, kan? Maksud saya, siapa yang peduli sama sejarah?"

Guru itu menatap Nobu dengan dingin. "Jika tidak ada yang peduli dengan sejarah, kita akan terus mengulang kesalahan yang sama."

"Tapi kan, kita nggak hidup di masa lalu. Hidup itu di masa sekarang," balas Nobu dengan nada usil.

"Dan masa sekarangmu, Nak, adalah akibat dari masa lalu," jawab guru itu tajam.

Kelas menjadi sedikit sunyi setelah komentar guru itu. Chloe hanya menghela napas, sementara Ane menatap Nobu dengan kesal.

"Kau selalu cari perhatian, ya?" bisik Ane kepada Nobu.

"Nggak juga. Aku cuma bosan." Nobu menjawab sambil bersandar lagi di kursinya.

Acegile,di dalam hati Nobu "Bacot anjing."

Saat jam hampir berakhir, guru mulai merapikan buku-bukunya. "Baiklah, untuk tugas hari ini, tolong rangkum materi di halaman 52 sampai 55. Kumpulkan minggu depan."

Murid-murid yang lain hanya menggumam malas, kecuali Ane dan Chloe yang langsung mencatat tugas itu di agenda mereka.

Bel berbunyi, tanda jam pelajaran selesai.

"Akhirnya," gumam Brandon sambil berdiri dan meregangkan tubuh. "Istirahat, guys! Yuk, ke kantin!"

K menghela napas sambil merapikan mejanya. Ia berdiri pelan, menunggu keramaian di pintu kelas sedikit reda sebelum keluar.

"Hei, K, kau mau ke kantin nggak?" tanya Eno sambil berjalan mendekat.

"Nggak, aku cuma mau duduk disini saja," jawab K santai.

Kelas segera kosong, meninggalkan suasana yang sedikit lebih sunyi. Murid-murid berpencar menikmati waktu istirahat mereka.

Bel tanda jam pelajaran berbunyi. Satu per satu murid kembali ke kelas dengan suasana santai, beberapa masih mengobrol dari luar. Kelas menjadi ramai seperti biasa, suara kursi digeser dan meja yang diketuk-tuk mulai memenuhi ruangan.

"Woi, cepet masuk! Aku mau duduk!" teriak Julian sambil mendorong Brandon yang berdiri di dekat mejanya.

"Sante la kau anjeng! Aku mau ambil botol minum kok!" balas Brandon santai, tapi tetap melangkah ke tempat duduknya.

Sementara itu, Fritz dan Froze tampak sibuk berdiskusi soal game online yang mereka mainkan tadi malam.

"Eh, tadi aku dapet skin baru, loh," kata Fritz sambil menyenggol Froze.

"Yang mana? Skin limited itu?" Froze terlihat tertarik.

"Iya, yang cuma bisa dapet di event kemarin."

Di sisi lain, K duduk di tempatnya dengan wajah datar, tangannya menopang dagu. Ia memperhatikan teman-temannya yang berisik sambil sesekali menguap kecil. Nobu, seperti biasa, duduk dengan posisi santai di pojok kelas, memainkan sesuatu di ponselnya.

Lima menit berlalu, dan guru yang seharusnya mengisi jam pelajaran belum juga muncul.

"Eh, kok gurunya lama banget?" tanya Chloe sambil mengetuk-ngetuk meja dengan pulpen.

"Bisa jadi dia ketiduran, kayak Pak Vanther," celetuk Nobu dengan nada usil.

"Atau mungkin dia lupa kalo harus ngajar," tambah Eno sambil tertawa kecil.

"Yaudah, Ane, kau aja lah yang ke kantor. Tanyain gurunya mana," kata Fritz sambil melirik Ane yang duduk di barisan depan.

Ane menghela napas, merasa tugas itu otomatis jatuh padanya. "Iya, iya, aku ke kantor. Tapi kalo nggak ada guru, aku nggak mau ditanya lagi!"

"Siiipp! Ane, pahlawan kelas kita!" teriak Julian sambil tepuk tangan pura-pura.

"Iya, kau pahlawan, tapi beneran pahlawan kesiangan," celetuk Brandon yang langsung disambut tawa seisi kelas.

Ane hanya melotot kesal sebelum akhirnya berjalan keluar kelas dengan langkah cepat.

Beberapa menit kemudian, Ane kembali dengan ekspresi datar, berdiri di depan kelas. Semua murid langsung menoleh padanya.

"Gimana, gimana? Gurunya mana?" tanya Chloe dengan penasaran.

Ane menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Kabar baik buat kalian: gurunya nggak masuk."

Seketika kelas meledak dengan sorak-sorai.

"WOOOHOOOOO!" teriak Fritz sambil mengangkat tangan.

"Aku udah tahu! Feeling ku kuat emang!" kata Nobu sambil bersandar makin santai di kursinya.

"Eh, kenapa nggak masuk?" tanya K penasaran.

"Katanya... dia malas," jawab Ane dengan nada datar.

Tawa pecah di seluruh ruangan.

"Gurunya Vanther banget!" celetuk Froze.

"Vanther junior!" tambah Julian sambil tertawa keras.

Tanpa arahan guru, kelas berubah menjadi medan perang kecil.

"Hei apakah kalian mau main game??!" teriak Fritz sambil membuka ponselnya. Ia mengajak Froze, Brandon, dan Julian untuk bermain game bersama.

"K,main yuk!" teriak Brandon sambil mengetik cepat.

"Nggak deh. Aku cuma mau duduk santai," jawab K sambil menolak ajakan mereka.

Di sisi lain, Nobu sudah mulai membuat keonaran lagi.

"Eh, ada yang bawa kartu nggak? Main poker yuk!" katanya sambil menggoyangkan kaki.

Chloe menghela napas, tapi entah kenapa ia malah tertarik. "Oke, aku ikut. Tapi kau jangan curang ya, Nobu."

"Aku? Curang? Cuih, Mana mungkin," balas Nobu sambil memasang senyum jahil.

"Yaudah, ayo!" tambah Eno yang langsung duduk di lantai bersama yang lainnya.

Sementara itu, Fritz yang sedang mabar mulai berteriak kesal.

"Sialan! Aku kalah terus,Woi bantu dong di lane!"

"Yeee goblok,kalah laning." balas Julian sambil tertawa keras.

Suasana kelas makin kacau. Ane mencoba menenangkan suasana, tapi suaranya tenggelam di antara kebisingan.

"Eh, bisa nggak kalian lebih tenang sedikit?" katanya sambil memegang kepala yang pusing.

"Ngapain tenang? Ini free time, Bebas!" kata Froze sambil tertawa.

"Ane, udah biarin aja. Free time kan buat santai," tambah Chloe sambil tersenyum kecil.

"Ya santai tuh nggak berarti bikin kelas kayak pasar malam!" balas Ane.

Setelah beberapa jam chaos, akhirnya bel tanda pulang berbunyi. Semua murid langsung berdiri dari tempat duduk masing-masing, bergegas keluar kelas.

"Main lagi yuk dirumah!" teriak Brandon sambil berlari keluar kelas.

"Yuk!" sahut Fritz sambil tertawa keras.

K hanya menghela napas, berjalan keluar kelas dengan santai sambil memikirkan betapa kacau hari ini.

"Dasar bocah-bocah chaos," gumamnya sambil memasukkan tangan ke saku.

K keluar kelas, melewati banyaknya murid murid yang lain,Ah mereka seperti orang asing.. bagi K.

Diperjalanan Juga sangat ramai orang,Sudah tentu dong anjir mau gimana lagi,K hanya melihat mereka menggunakan sihir sihirnya yang menurut nya aneh. Karna dia gak tau kekuatannya apa. Sayang bet.

Di rumah, K langsung masuk ke kamarnya, merebahkan diri di kasur, dan membuka ponselnya. Setelah beberapa jam bermain game dan scrolling media sosial, ia akhirnya tertidur dengan tenang, siap menghadapi hari esok yang entah akan membawa kekacauan apa lagi.