WebNovelOk..41.18%

6.Wtf shit.

K terbangun lebih awal dari biasanya, matanya terbuka dengan energi yang jarang ia rasakan. Biasanya, ia memulai hari dengan rasa malas, tetapi pagi ini ada sesuatu yang berbeda. Dia bangkit dari tempat tidur dengan sedikit senyuman di wajahnya, lalu meregangkan tubuh.

"Hmm… Aneh, kok badan ku kerasa enteng, ya?" gumam K sambil menggaruk rambutnya yang sedikit berantakan.

K melangkah ke kamar mandi. Setelah mandi, ia mengenakan seragam akademi Viper yang sudah rapi tergantung. Seragam hitam dengan detail emas itu terkesan gagah, tapi bagi K, itu hanya pakaian biasa.

Ketika turun ke lantai bawah, aroma masakan kakeknya menyambutnya.

"K! Cepetan sarapan, sebelum makanannya dingin!" teriak kakeknya dari ruang makan.

"Iya, Kek, sabar," jawab K sambil berjalan menuju meja makan.

Di meja, ada sepiring nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi dan secangkir teh hangat. Kakeknya, seorang pria tua dengan rambut putih dan tubuh yang masih cukup kekar, duduk di ujung meja sambil membaca koran.

"Tumben bangun pagi-pagi begini. Biasanya susah banget kau diajak sarapan," kata kakeknya dengan nada menggoda.

K hanya mengangkat bahu. "Entah, hari ini rasanya… beda aja."

Kakeknya tersenyum kecil. "Bagus kalau begitu. Semangat terus di akademi, ya. Jangan kayak biasanya, lesu mulu."

Setelah sarapan selesai, K mengucapkan salam pada kakeknya dan keluar rumah. Udara pagi terasa segar, matahari bersinar lembut. Saat berjalan, ia melihat seorang sosok yang familier berjalan beberapa meter di depannya. Itu Froze, dengan rambut putih khasnya yang berkilau di bawah sinar matahari.

K mempercepat langkahnya dan memanggilnya, "Froze! Eh, mau ke akademi juga, kan?"

Froze menoleh dan tersenyum. "Oh, K! Iya, ku pikir aku bakal sendirian ke sana. Yuk, bareng aja."

Mereka berjalan bersama menyusuri jalan yang penuh dengan siswa lain yang menuju akademi.

"kau tumben bangun pagi," ujar Froze sambil melirik K. "Biasanya kau datang pas bel udah mau bunyi."

K tertawa kecil. "Iya, aku juga nggak tahu kenapa. Hari ini kayak… lebih semangat aja."

"Oh, jangan-jangan kau ketularan semangat Nobu?" ledek Froze sambil tertawa.

K menghela napas panjang. "aku nggak tahu, tapi jangan samain aku sama Nobu, dah. Aku masih punya harga diri."

Obrolan ringan mereka berlanjut hingga mereka sampai di gerbang akademi. Bangunan megah itu berdiri kokoh dengan dinding putih dan ornamen emas.

"Naik ke lantai tiga lagi nih. Selalu bikin pegel," keluh Froze sambil mengusap lehernya.

"kau punya kekuatan es, kenapa nggak bikin es skuter aja buat naik?" canda K.

"Dan dihukum sama guru? Nggak, terima kasih," balas Froze sambil tertawa kecil.

Saat mereka tiba di kelas, suasana benar-benar chaos. Beberapa murid melempar-lemparkan kertas yang digulung seperti bola, sementara yang lain tertawa keras, menyoraki teman-teman mereka. Julia dan Julian berdiri di sudut kelas sambil memprotes Cramaric yang dengan kecepatan supernya sudah mencuri tiga "bola kertas" mereka.

"WOY! Balikin itu, Cramaric!" teriak Julia, tangannya mengepal.

"Coba tangkep aku dulu, kalau bisa!" balas Cramaric dengan nada menggoda, berlari mengelilingi kelas dalam sekejap.

Di sisi lain, Nobu berdiri di atas meja sambil mengatur strategi perang kertas. "Ayo, pasukan! Fokus ke tim Brandon! Jangan kasih mereka kesempatan balas!"

Brandon, yang merasa jadi target, langsung mengangkat tangan. "HEI! Kenapa aku yang jadi sasaran utama?"

"Karena muka mu itu, annoying!" sahut Nobu sambil tertawa keras.

Fritz ikut tertawa sambil bersiap meluncurkan kertas ke arah Brandon. "Sorry, bro, ini semua demi perang!"

K dan Froze hanya berdiri di pintu kelas, menatap kekacauan yang terjadi di depan mereka.

"kau yakin ini akademi?" tanya Froze sambil melipat tangan.

K hanya mengangkat bahu. "aku udah berhenti nanya sejak hari pertama."

Ane, yang sedang duduk di mejanya, memutar matanya sambil menatap keributan. "Kalian semua itu nggak punya kerjaan, ya? Main kertas? Serius?"

Eno, yang duduk di sebelah Ane, tersenyum kecil. "Santai, Ane. Mereka cuma cari hiburan."

Chloe, yang biasanya tenang, bahkan ikut sedikit terlibat. Ia menangkap salah satu bola kertas dan dengan tenang melemparkannya kembali ke arah Nobu. Bola itu meleset dan mengenai kepala Fritz.

"WOY! Siapa yang lempar aku?!" seru Fritz sambil melihat sekeliling.

Chloe hanya mengangkat bahu, kembali duduk di mejanya dengan ekspresi cuek.

K akhirnya masuk dan duduk di bangkunya, tidak jauh dari Froze. "Kayaknya ini bakal jadi hari yang panjang."

Froze tertawa kecil. "Nikmatin aja, K. Momen kayak gini nggak bakal sering terjadi."

Kekacauan itu terus berlangsung sampai akhirnya bel berbunyi. Tapi tak ada yang berhenti, bahkan suara bel pun tidak cukup untuk meredam "perang dunia kertas" di kelas 1-C.

Suasana kelas masih penuh dengan tawa dan kekacauan. Perang bola kertas belum menunjukkan tanda-tanda berhenti. Bahkan Brandon, yang biasanya sok cool, sekarang sibuk bersembunyi di balik meja sambil tertawa terbahak-bahak. Namun, semua itu berubah ketika pintu kelas terbuka dengan keras.

Seorang pria tinggi masuk ke dalam kelas. Wajahnya tampan dengan rahang tegas, rambut hitam rapi, dan kacamata yang membuatnya terlihat seperti model iklan. Dengan pakaian jas kasual berwarna abu-abu gelap, pria itu memancarkan aura karisma yang luar biasa.

Semua murid langsung terdiam, kecuali Chloe dan Nobu yang tetap tenang seolah tidak peduli.

"Ada apa ini?" suara pria itu berat tapi penuh wibawa.

Mendadak, salah satu bola kertas yang dilempar oleh Fritz melesat di udara, dan… plak! tepat mengenai wajah pria itu.

Seluruh kelas menahan napas. Fritz, yang menyadari kesalahannya, menunduk pelan sambil berkata, "Ehe… maaf, Pak. Tidak sengaja."

Pria itu menarik napas dalam-dalam, menurunkan bola kertas dari wajahnya, lalu menatap kelas dengan tatapan tajam. "Duduk. Sekarang."

Semua langsung berlari ke tempat duduk masing-masing, menahan tawa yang nyaris meledak. Nobu bahkan tersenyum kecil di pojokan, tampak puas karena bukan dia yang kena masalah kali ini.

Pria itu berjalan ke depan kelas, meletakkan buku besar di meja guru, lalu berdiri dengan tangan menyilang di dadanya. "Nama saya Fred. Saya guru matematika kalian. Dan kalian… adalah kelas yang paling berisik di akademi ini."

Beberapa murid nyengir sambil menunduk. Brandon berbisik ke Cramaric, "Wah, guru baru ini kayak bintang drama Korea, ya."

"Drama apa?" bisik Cramaric sambil nyengir. "Drama hukum matematika?"

Fred melanjutkan, "Mulai hari ini, saya yang akan mengajar kalian. Dan sebelum kalian berpikir untuk main-main lagi, ingat ini: matematika bukan mainan. Saya tidak peduli kalian suka atau tidak, kalian akan belajar."

Nobu memutar matanya sambil bersandar di kursi. "Boleh nggak, aku izin dari sekarang aja, Pak?"

Fred mengangkat alisnya. "Oh? Kau pikir ini restoran tempat kau bisa keluar masuk sesuka hati?"

Kelas langsung tertawa kecil, tapi Fred menepukkan tangannya ke meja, membuat semua kembali diam. "Kita mulai. Siapkan buku catatan kalian."

Fred menulis soal pertama di papan tulis dengan tulisan rapi:

"Jika limit dari (3x² + 5x - 2) / (x² - x - 6) saat x mendekati 2 adalah A, maka hitung nilai A."

Sebagian besar siswa langsung terlihat kebingungan. Brandon menoleh ke Julian dan berbisik, "Kau paham itu artinya apa?"

Julian menggeleng. "Tidak sama sekali."

Chloe mengangkat tangannya. "Pak, boleh saya jawab?"

Fred tersenyum kecil. "Silakan, Chloe."

Chloe berdiri dan mulai menjelaskan, "Faktor pembilang dan penyebut, lalu substitusi x = 2. Jawabannya adalah 4."

Fred mengangguk puas. "Benar. Sangat bagus."

Di belakang, Brandon memukul meja dengan pelan sambil mengeluh, "Ya ampun, Chloe serius banget. Tolong, dong, kasih aku energi itu."

Fred melanjutkan dengan soal berikutnya:

"Buktikan integral dari e^(2x) * sin(3x) dx menggunakan metode integral parsial."

Semua murid langsung terdengar seperti menghela napas panjang. Fritz bahkan menjatuhkan kepalanya ke meja sambil berkata, "Pak, ini pelajaran universitas, bukan?"

Fred tersenyum tipis. "Betul. Tapi jika kalian bisa paham ini, soal ujian nanti akan terasa seperti mainan."

Nobu mengangkat tangan dengan santai. "Pak, aku punya pertanyaan."

Fred menatap Nobu. "Apa itu?"

"Kalau aku jawab soal ini, aku boleh pulang lebih awal?"

Kelas langsung riuh. Chloe memutar matanya, sementara Julia menahan tawa.

Fred menatap Nobu dengan ekspresi datar. "Kalau kau bisa jawab dengan benar, aku yang akan mengantar kau pulang."

Nobu mengangkat bahu. "Oke, aku nyerah."

Meski beberapa murid seperti Chloe, Ane, dan Loomian benar-benar mencatat dan memperhatikan, sebagian besar hanya berpura-pura mendengarkan. Brandon diam-diam memainkan ponsel di bawah meja, sementara Julian dan Fritz sibuk membuat coretan-coretan di buku catatan mereka.

Cramaric, yang tidak bisa duduk diam, mulai memainkan pensilnya dengan kecepatan super, membuat suara berdecit yang mengganggu.

"Cramaric, berhenti!" tegur Fred tanpa menoleh.

Cramaric langsung berhenti, tapi berbisik ke Froze, "Kok dia tahu, ya? Guru ini punya mata di belakang kepala, apa?"

Froze menahan tawa, tapi Fred ternyata mendengar. "Aku tidak perlu mata di belakang kepala. Aku hanya butuh telinga yang tajam."

Semua murid tertawa kecil.

Saat bel istirahat berbunyi, semua murid langsung bersorak.

Fred menatap mereka dengan tatapan tajam. "Jangan pikir pelajaran ini selesai. Besok, aku mau semua yang tadi mencatat selesai, atau ada hukuman."

Semua langsung mengeluh. Nobu berdiri dan berkata, "Pak, apa hukuman itu benar-benar perlu? Aku rasa hukuman hanya untuk mereka yang peduli, sedangkan aku tidak."

Fred mendesah panjang. "Nobu, aku akan membiarkanmu bebas hari ini. Tapi ingat, nilai nol itu tidak peduli seberapa banyak kau bicara."

Nobu tersenyum puas. "Fair enough."

Fred pun pergi meninggalkan kelas, sementara para murid segera menyerbu kantin dengan obrolan penuh keluhan tentang pelajaran tadi.

Vanther dan Kostum Dinosaurus

Bel istirahat akhirnya berdering. Suasana kantin dan kelas menjadi hidup dengan aktivitas masing-masing murid. Beberapa murid seperti Brandon dan Fritz sibuk bermain basket di lapangan kecil dekat kelas, sementara yang lain duduk makan di kantin atau mengobrol di kelas. Chloe, seperti biasa, memilih duduk di mejanya sambil membaca buku, sedangkan Nobu malah tertidur di kursi belakang kelas.

Namun, waktu istirahat terasa terlalu singkat. Ketika bel berbunyi untuk memulai pelajaran berikutnya, kelas 1-C kembali masuk dengan wajah lesu. Semua masih terbayang trauma dari pelajaran matematika bersama Fred.

Brandon menyandarkan kepalanya ke meja sambil mengeluh. "Aku gak mau belajar lagi, serius. Udah cukup penderitaan hari ini."

"Kalau matematika lagi, aku bakal pura-pura sakit kepala," tambah Julian.

"Aku cuma mau pulang," gumam K dari sudut kelas sambil memasang earphone, mencoba mengabaikan semuanya.

Tiba-tiba, pintu kelas terbuka dengan keras, memecah suasana murung mereka. Semua menoleh, dan pemandangan yang tidak biasa muncul di hadapan mereka.

Di depan kelas berdiri Vanther, guru paling absurd di akademi, dengan kostum dinosaurus hijau lengkap dengan ekor yang gemoy dan kepala dinosaurus yang melingkar di bahunya. Di tangannya ada… sebatang rokok menyala.

Semua murid terdiam selama beberapa detik, mencerna pemandangan itu. Lalu, tawa keras meledak di seluruh kelas.

"HAHAHAHA, apa itu, Pak?" teriak Fritz sambil memegangi perutnya.

Cramaric bahkan hampir terjatuh dari kursinya. "Pak, dinosaurus itu di era prasejarah nggak mungkin merokok, tahu!"

Vanther mengembuskan asap rokok dengan santai, mengangkat tangan seolah memperlihatkan kostumnya. "Kalian tahu nggak, ini kostum baru yang aku beli di diskon besar-besaran. Keren, kan? Mending daripada aku ngajar pake jas biasa, ya."

Chloe, yang biasanya tidak tergoda oleh kelucuan kelas, tersenyum kecil. Bahkan Loomian, yang biasanya sangat sopan, tidak bisa menahan tawa.

"Aku nggak tahu mana yang lebih absurd, Pak," kata Nobu sambil menahan tawa. "Bapak datang dengan kostum kayak badut, atau Bapak ngerokok sambil pakai itu?"

"Diam kau, Nobu," kata Vanther dengan nada bercanda. "Kostum ini keren! Rokoknya? Ini… bonus!"

Vanther berjalan ke depan kelas dengan langkah dramatis, ekor kostumnya menyapu lantai. Dia menepuk meja guru dengan keras, mencoba mendapatkan perhatian mereka meskipun semua masih tertawa. "Dengar, bocah-bocah! Hari ini, aku sebenarnya ingin mengajar serius."

"Serius?" ulang Froze dengan nada heran.

"Aku nggak percaya," tambah Brandon.

Vanther memelototi mereka. "Percaya atau tidak, aku di sini untuk bicara soal sesuatu yang penting. Jadi, simpan tawa kalian dulu."

Pembahasan Altera Dimulai

Vanther menghirup rokoknya dalam-dalam, lalu memadamkannya di asbak kecil yang entah sejak kapan ada di meja guru. Dia mengangkat tangan, memberi isyarat agar semua murid mendengarkan. "Topik kita hari ini adalah… Altera."

Kelas langsung hening.

"Apa itu Altera?" tanya Julia, yang duduk di sebelah Julian.

Vanther tersenyum tipis. "Altera adalah tahap kedua dalam perkembangan kekuatan kalian. Dan jujur saja, tahap ini adalah titik balik di mana kalian bisa menjadi pahlawan… atau monster."

Semua murid mulai duduk dengan lebih serius. Nobu, yang tadinya bersandar santai, kini menegakkan punggungnya.

Vanther melanjutkan, "Ketika seseorang mencapai tahap Altera, kekuatan kalian akan mulai bertambah drastis. Tapi, ada risiko besar: Altera bisa mengambil alih tubuh kalian, mengubah kalian menjadi… Alter Ego. Makhluk mengerikan dengan kekuatan yang jauh melampaui tahap ketiga."

"Seberapa kuat?" tanya Froze, penasaran.

"Bayangkan ini," kata Vanther. "Alter Ego memiliki kekuatan 20 kali lebih besar dari tahap ketiga. Kalau kalian tidak bisa mengendalikan diri, satu kota bisa hancur hanya dalam beberapa menit."

Kelas langsung riuh dengan gumaman dan bisikan.

"Jadi kalau kita berubah jadi Alter Ego, kita kayak bom waktu berjalan?" tanya Brandon.

Vanther mengangguk. "Ya, kurang lebih begitu. Dan ingat, jika kalian sampai masuk ke fase itu, tubuh kalian akan mulai hancur perlahan. Kalian akan mati."

Kelas kembali hening. Nobu mengangkat tangannya. "Pak, kalau itu bahaya banget, kenapa kita nggak diajarin cara menghindarinya sejak awal?"

"Itu pertanyaan bagus, Nobu," jawab Vanther. "Tapi bagiku itu terdengar tolol,karna sebelumnya aku sudah pernah menjelaskan kalau Altera itu salah satu cara agar mencapai tahap kedua,yaitu dengan perasaan stress, Kesedihan yang mendalam, kehilangan jati diri,dan tragedi. Jika semua kriteria tadi terjadi, kemungkinan besar alter ego akan mengambil alih tubuh kalian. Dan apakah ada cara untuk melawannya, jawabnya ada."

Chloe mengangkat tangannya dengan anggun. "Apa caranya?"

Vanther menatap Chloe, lalu menjawab, "Kalian harus melawan Alter Ego kalian di dalam jiwa. Kalian harus punya kehendak yang lebih kuat daripada mereka. Tapi, melawan Alter Ego di dalam jiwa bukan perkara mudah."

"Kenapa?" tanya K tiba-tiba dari pojokan, membuat semua menoleh.

"saat kalian tertimpa banyak kesialan,Karena Alter Ego kalian adalah bagian dari diri kalian. Mereka tahu kelemahan kalian, tahu ketakutan kalian, dan mereka akan memanfaatkannya. Melawan mereka berarti melawan diri kalian sendiri."

Kelas kembali sunyi, kecuali suara napas beberapa murid.

"Pak," tanya Chloe lagi, "adakah cara lain selain melawan sendiri?"

Vanther mengangguk pelan. "Ada. Tapi sangat jarang terjadi. Seseorang bisa membantu kalian melawan Alter Ego. Tapi, meski berhasil, biasanya kalian tidak akan bisa menggunakan sihir lagi setelahnya."

"Jadi kalau dibantu, tamatlah karier sihir kita?" tanya Julian dengan nada bingung.

"Benar," kata Vanther. "Dan kalau kalian gagal melawan Alter Ego, kalian tidak hanya membahayakan diri sendiri, tapi juga semua orang di sekitar kalian."

Suasana kelas berubah. Tadi semua dipenuhi tawa karena kostum dinosaurus Vanther, tapi kini atmosfer menjadi tegang. Bahkan Nobu, yang biasanya penuh canda, terlihat berpikir serius.

"Pak," tanya Fritz, "kenapa Anda pakai kostum dinosaurus kalau ini topik serius?"

Vanther tertawa kecil. "Supaya kalian ingat pelajaran ini. Aku ingin kalian tahu bahwa meski kehidupan ini lucu, Altera tidak pernah bercanda. Jadi, jangan pernah meremehkan kekuatan kalian."

Bel berbunyi, menandakan pelajaran selesai. Vanther memandang mereka semua sebelum pergi. "Kalian mungkin kelas yang paling berisik, tapi kalian juga punya potensi terbesar. Jangan biarkan Altera menghancurkan kalian."

Semua murid terdiam, merenungkan kata-kata itu. Vanther melangkah keluar, ekor dinosaurusnya melambai-lambai.

Brandon akhirnya berkata pelan, "Dinosaurus itu benar-benar tahu cara buat kita mikir."

Dan kelas pun tertawa kecil, meskipun beban topik tadi masih terasa berat.

Vanther masih berdiri di depan kelas dengan kostum dinosaurus hijau yang menggemaskan. Setelah penjelasan serius tentang Altera tadi, suasana kelas terasa berat dan sunyi. Murid-murid masih memikirkan risiko menjadi Alter Ego sambil sesekali melirik Vanther yang kini tampak seperti dinosaurus kecil yang kehilangan habitat.

Namun, tiba-tiba Vanther menepuk kedua tangannya dengan semangat. "Oke, aku sudah capek ngomong serius. Sekarang, mari kita santai saja!"

Murid-murid menoleh dengan bingung. Nobu mengangkat alis. "Santai? Maksudnya gimana, Pak?"

Vanther menunjuk sudut kelas dengan jempolnya. "Ane, Loomian, kalian berdua tolong ambil televisi dari kantor guru. Aku mau kita nonton film komedi."

Seketika, suasana kelas langsung berubah.

"Serius, Pak?" tanya Brandon dengan mata berbinar.

"Tentu saja! Aku dinosaurus yang suka hiburan. Dan kalau kalian bosan, aku juga bosan. Jadi, kita nonton film biar hidup ini lebih berwarna."

Cramaric melompat dari kursinya dengan penuh semangat. "Pak Vanther emang beda! Guru favoritku!"

Chloe menghela napas, tapi sudut bibirnya terangkat sedikit. "Ini pasti ide konyol lagi…"

Sementara itu, Ane berdiri dengan sigap. "Baik, Pak. Aku dan Loomian akan ambil televisinya."

Loomian, dengan senyuman hangatnya, ikut berdiri. "Iya, kami berdua bisa ambil. Jangan khawatir."

Vanther mengacungkan jempol besar ke arah mereka. "Itu baru murid yang bisa diandalkan! Kalian pergi sekarang. Yang lain, jangan bikin kelas ini hancur sebelum mereka balik!"

Ane dan Loomian berjalan menuju kantor guru sambil mengobrol ringan.

"Aku nggak nyangka Vanther mau bikin kita nonton film di kelas," kata Ane sambil tersenyum kecil.

"Ya, itu memang khas dia," jawab Loomian. "Kadang aku bingung, dia itu guru atau komedian."

"Setidaknya ini lebih baik daripada pelajaran matematika tadi," lanjut Ane.

"Setuju. Tapi… televisinya berat nggak, ya?" Loomian tertawa kecil.

"Aku harap nggak, tapi kalau berat, kan ada kamu yang bantu!" canda Ane, membuat Loomian sedikit tersipu.

Saat mereka tiba di kantor guru, televisi besar sudah menunggu di sudut ruangan. Loomian mengangkatnya dengan mudah. "Ternyata nggak seberat yang aku kira. Aku bawa, ya?"

Ane mengangguk sambil membantu menahan pintu. "Kamu kuat juga, Loomian. Apa ini efek kekuatan hewanmu?"

Loomian hanya tersenyum ramah. "Mungkin. Tapi ini bukan apa-apa dibandingkan kerja tim kita."

Ketika Ane dan Loomian kembali membawa televisi, kelas langsung bersorak.

"YES! Televisi akhirnya datang!" teriak Fritz sambil berdiri di kursinya.

"Lihat tuh, mereka kompak banget!" kata Julian sambil tertawa.

"Ayo cepat nyalakan!" Nobu sudah tidak sabar, berdiri di dekat meja guru.

Vanther berjalan mendekati televisi sambil menyeret ekor kostumnya. "Oke, semua! Duduk yang rapi! Jangan sampai aku harus jadi dinosaurus ganas lagi!"

"Kalau dinosaurus ganas pakai kostum gemoy gitu, aku nggak takut, Pak," ledek Brandon.

Vanther menatapnya dengan pura-pura galak. "Hati-hati, Brandon. Aku bisa jadi dinosaurus api kalau kau macam-macam."

Murid-murid tertawa lagi.

Vanther menyalakan televisi dan menghubungkannya dengan proyektor kecil yang entah dari mana dia keluarkan. Dia memilih sebuah film komedi klasik yang terkenal penuh adegan slapstick.

Saat film dimulai, kelas langsung penuh dengan tawa. Adegan awal memperlihatkan karakter utama jatuh dari tangga sambil membawa pizza yang kemudian mendarat di wajahnya.

"Hahaha! Itu pizza mahal, bro!" komentar Cramaric sambil memegangi perutnya.

"Dia nggak cuma kehilangan pizza, tapi harga dirinya juga," tambah Julian sambil tertawa.

Bahkan Chloe, yang biasanya tenang, tersenyum kecil. Nobu memiringkan kepalanya. "Wah, Chloe ketawa juga, nih! Keajaiban!"

"Jangan berlebihan," jawab Chloe datar, meskipun pipinya sedikit merah.

Adegan berikutnya memperlihatkan dua karakter mencoba menangkap ayam hidup di dapur, tapi malah dikejar balik oleh ayam tersebut.

"Pak Vanther, itu ayam kok kayak Alter Ego?" tanya Froze sambil tertawa.

"Jangan bandingkan ayam dengan Alter Ego. Mereka jauh lebih berbahaya," jawab Vanther sambil tetap fokus menonton.

Di sisi lain kelas, Loomian dan Ane duduk berdampingan sambil menikmati popcorn yang entah dari mana muncul. Loomian sesekali tertawa kecil, sementara Ane tidak bisa berhenti mengomentari setiap adegan.

"Kau lihat itu? Dia terpeleset kulit pisang dua kali! Dua kali, Loomian! Siapa yang sebodoh itu?"

"Aku rasa mereka sengaja," jawab Loomian sambil tertawa.

Adegan klimaks film menampilkan karakter utama terguling ke dalam keranjang belanja dan terjebak di lorong supermarket, dihantam sekotak susu yang meledak.

"HAHAHA, ini terlalu konyol!" Brandon hampir terjatuh dari kursinya.

Vanther mengangguk puas. "Itu yang aku sebut hiburan kelas atas."

Bel berbunyi, menandakan istirahat kedua selesai. Tapi kelas 1-C masih tertawa kecil, suasana tegang sebelumnya benar-benar hilang.

Vanther melepas kepala kostum dinosaurusnya, menatap murid-muridnya dengan senyuman bangga. "Nah, itulah yang kusebut pelajaran kehidupan. Kadang kalian perlu berhenti sejenak dari kekacauan dunia dan tertawa. Siapa tahu, itu yang akan menyelamatkan kalian dari Altera."

Nobu mengangkat tangannya. "Pak, besok kita nonton lagi, ya?"

Vanther tertawa. "Kita lihat nanti. Kalau aku bosan, Eh nggak deh,besok kan Minggu tolol."

Dan dengan itu, pelajaran berikutnya dimulai, tapi kelas tetap dipenuhi senyuman. Bahkan Chloe tampak sedikit lebih santai daripada biasanya..

Bel istirahat berbunyi, namun kelas 1-C tetap di tempat. Kebanyakan murid memilih duduk-duduk, malas bergerak keluar. Brandon bermain bola kertas dengan Cramaric, sementara Nobu sibuk mengomel tentang Chloe yang katanya "terlalu kaku" karena hanya duduk membaca buku.

"Chloe, kau ini kurang asik! Lihat aku nih, keren, kan?" Nobu memukul-mukul dadanya sendiri sambil berdiri di atas kursi.

Chloe menatapnya sebentar, lalu kembali membaca bukunya. "Kau itu lebih cocok jadi badut, Nobu."

Yang lain tertawa mendengar jawaban dingin Chloe, membuat Nobu menggerutu. "Huh, nggak ngerti seni hiburan dia."

Namun suasana tiba-tiba berubah saat pintu kelas terbuka perlahan. Semua murid menoleh, dan masuklah seorang pria tua berjubah panjang, memegang tongkat kayu yang berukir rumit. Langkahnya pelan tapi penuh wibawa.

Dia adalah Omlot, guru teknologi di Akademi Viper.

"Waduh, siapa ini?" bisik Cramaric ke Froze.

"Itu guru teknologi, bodoh. Sudah tua, tapi katanya otaknya masih lebih canggih dari komputer," jawab Froze.

Saat Omlot mencapai meja guru, Nobu tertawa kecil. "Hahaha, lihat tuh, jalan pakai tongkat. Mirip kakek-kakek di film lama."

Omlot mengangkat tongkatnya perlahan, menunjuk ke arah Nobu. "Gadis berisik di sana. Diam, atau aku akan menggunakan tongkatku ini untuk memanggil drone penghukum."

Nobu langsung berhenti tertawa. "Eh, tunggu, Pak, ini cuma bercanda…"

Namun Omlot mengabaikannya. Dia mengetuk tongkatnya ke lantai dua kali. "Baik, murid-murid. Hari ini, kita akan membahas Teknologi Modern dan Potensinya dalam Perang Magis. Dengarkan baik-baik, karena topik ini akan mengubah cara kalian memandang dunia."

Murid-murid mulai duduk lebih tenang, meski beberapa terlihat bosan.

"Teknologi itu seperti pedang bermata dua," kata Omlot dengan suara berat. "Di tangan yang benar, ia membawa kemakmuran. Di tangan yang salah, ia bisa menghancurkan segalanya. Kalian tahu apa contoh teknologi paling mematikan yang pernah dibuat?"

Froze mengangkat tangan. "Bom sihir, Pak?"

"Bagus, anak es. Tapi jawabannya salah. Jawaban yang benar adalah…" Omlot mengetuk tongkatnya ke lantai sekali lagi. "…Emosi manusia yang dimanipulasi teknologi."

Seluruh kelas diam. Brandon berbisik ke Julian. "Apa maksudnya itu? Aku nggak paham."

Julian hanya mengangkat bahu. "Mungkin seperti kau yang dimanipulasi basket untuk terus latihan padahal payah."

"Hei!" Brandon memukul pelan lengan Julian, membuat mereka berdua tertawa kecil.

Omlot melanjutkan, "Bayangkan, jika ada alat yang bisa membaca pikiran kalian, memanipulasi perasaan kalian, dan membuat kalian tunduk pada kehendak orang lain tanpa sadar. Itulah teknologi paling berbahaya."

Murid-murid mulai bergidik, tapi sebelum suasana terlalu tegang, pintu kelas terbuka tiba-tiba.

Seorang guru perempuan muda masuk ke kelas dengan terburu-buru. Itu adalah Bu Yang,wali kelas mereka. Dia membawa beberapa kertas di tangannya, tampak serius.

"Maaf mengganggu, Pak Omlot," katanya.

Omlot hanya mengangguk kecil. "Apa yang membawamu ke sini, Yang?"

Yang mendekati meja guru dan menatap ke arah murid-murid. "Anak-anak, dengarkan. Setelah bel pulang nanti, kalian semua diminta tetap di kelas. Ada informasi penting yang harus disampaikan oleh kepala sekolah."

"Apa itu penting, Bu?" tanya Nobu sambil memiringkan kepala.

"Ya, sangat penting. Jadi jangan ada yang kabur dulu, ya!" jawab Yang tegas.

"Wah, jangan-jangan kita mau kena evaluasi mendadak," bisik Fritz ke Cramaric.

"Semoga bukan soal matematika lagi. Aku belum pulih dari trauma pagi tadi," jawab Cramaric pelan.

Yanagmenatap mereka sebentar, lalu keluar dari kelas.

Omlot melanjutkan pelajarannya, tapi suasana kelas mulai terasa membosankan. Brandon terlihat bermain dengan ujung tongkatnya, sementara Julian menggambar sesuatu di bukunya. Nobu mulai melamun, mungkin tentang hal-hal aneh yang biasa dia pikirkan.

Melihat itu, Omlot mengetuk tongkatnya ke lantai dengan keras. "Hei! Kalian kira aku ini cerita dongeng? Fokus!"

Chloe mengangkat tangan. "Pak, apakah teknologi benar-benar bisa menggantikan sihir suatu saat nanti?"

Omlot tersenyum tipis. "Itu pertanyaan bagus. Jawabannya adalah… mungkin. Tapi ingat, teknologi tidak memiliki emosi. Sihir datang dari jiwa, sementara teknologi datang dari logika. Jika kalian memahami keduanya, kalian akan menjadi makhluk yang tak terkalahkan."

Kata-kata itu membuat kelas sedikit hening, tapi hanya sebentar.

Saat dua jam pelajaran selesai, bel berbunyi, menandakan pergantian pelajaran. Kelas 1-C tampak lesu, tapi beberapa dari mereka mencoba bangkit kembali.

"Pelajaran tadi bikin kepala pusing," keluh Brandon sambil mengusap dahinya.

"Aku bahkan tidak paham setengah dari apa yang dia bilang," tambah Cramaric.

Namun Nobu, seperti biasa, langsung berdiri di depan kelas. "Santai aja, teman-teman! Aku yakin informasi penting nanti bakal seru!"

Fritz menatapnya sambil menggeleng. "Kalau nggak penting, kau traktir aku, ya."

"Apa urusannya traktir?" Nobu langsung protes, membuat yang lain tertawa kecil.

Dan begitulah kelas kembali tenang, menunggu bel pulang dan informasi penting yang dijanjikan.

Yang,wali kelas mereka,pun masuk ke kelas,"Jadi hari ini aku ingin kalian membuat grup chat untuk kelas ya,karna aku ingin mengirim banyak informasi disana,Jadi Mohon ketua kelas nya... Eh ane.. Buat grup nya dan masukkan semua teman. Teman mu ya."

"Oke Bu." Kata ane dengan wajah lelah. Setelah itu Yang pun pergi. Mereka semua pun langsung bertukar nomor hp,dan masuk ke dalam grup kelas. Didalam grup sudah ada Jadwal jam pelajaran setiap hari yang dikirim Yang, Wali kelas mereka. Setelah itu pun mereka semua pulang,K pulang kembali ke rumah, disambut sang kakek untuk makan siang,dam dia pun hanya bermain hp sampai malam dan tidur.

Setelah bel pulang berbunyi, murid-murid 1-C masih bersantai di kelas, menunggu wali kelas mereka masuk. Beberapa sudah membereskan tas, sementara yang lain masih sibuk bercanda. Nobu berdiri di atas meja seperti biasanya, mengoceh tentang betapa dirinya seharusnya jadi ketua kelas.

"Tapi coba pikir, kalau aku yang jadi ketua kelas, grup chat-nya bakal penuh meme-meme lucu, nggak membosankan kayak nanti kalau Ane yang buat," katanya sambil menunjuk Ane, yang hanya mengangkat bahu tanpa peduli.

"Kau ini terlalu percaya diri," kata Chloe dingin, menatap Nobu dengan ekspresi datar. "Grup chat adalah untuk komunikasi penting, bukan tempat lelucon murahanmu."

"Murahan? Ini seni, Chloe!" balas Nobu, mendramatisir reaksinya hingga membuat beberapa murid tertawa kecil.

Pintu kelas terbuka lebar, dan Yang, wali kelas mereka, melangkah masuk dengan energik. Rambut hitam panjangnya bergoyang lembut saat dia berjalan menuju meja guru.

"Halo semuanya! Aku ada pengumuman penting untuk kalian," katanya dengan suara lantang, membuat semua murid yang tadi ribut langsung memperhatikannya.

"Aku ingin kalian membuat grup chat untuk kelas ini," lanjut Yang. "Jadi aku bisa mengirim banyak informasi di sana, mulai dari jadwal pelajaran, pengumuman penting, atau tugas mendadak. Jadi, tolong ketua kelas kita…" Dia menoleh ke arah Ane. "Ane, bisa kau buat grupnya dan tambahkan semua temanmu?"

Ane menghela napas panjang, jelas terlihat lelah setelah seharian belajar. "Baik, Bu."

"Bagus," kata Yang sambil tersenyum puas. "Jangan lupa, tambahkan aku juga, ya. Supaya aku bisa langsung mengirim jadwal hari ini."

"Siap, Bu."

"Kalau begitu, aku pergi dulu. Jangan terlalu lama di sini, langsung pulang kalau sudah selesai," kata Yang sebelum keluar dari kelas dengan langkah ringan.

Begitu Yang pergi, suasana kelas kembali ramai. Semua murid mulai sibuk bertukar nomor HP satu sama lain. Loomian dengan ramah mendekati setiap murid, memastikan nomor mereka benar.

"Eh, Brandon, kau sudah punya nomor Nobu? Jangan sampai lupa, nanti dia ribut," kata Loomian sambil tertawa kecil.

Brandon menggeleng. "Mana mungkin aku lupa. Kalau dia nggak diundang, dia bakal muncul di depan rumahku besok pagi."

Nobu mendengar itu dan langsung berteriak, "Tentu saja! Aku harus masuk grup ini. Aku ini elemen penting kelas 1-C!"

"Elemen berisik, maksudmu," celetuk Julian, yang membuat murid lain tertawa.

Sementara itu, Ane duduk di kursinya, mengetik nama grup dengan serius. "Oke, nama grupnya apa? Kelas 1-C? Atau ada ide lain?"

"Kelas Terbaik Sedunia!" usul Fritz dengan semangat.

"Jangan norak, Fritz," kata Chloe, yang tetap fokus pada buku catatannya sambil ikut mendengarkan percakapan.

Ane akhirnya mengetik, "1-C Viper Squad", dan menambahkan semua nomor yang diberikan. "Sudah, grupnya selesai. Aku tambahkan wali kelas juga."

Beberapa detik setelah Yang ditambahkan, grup itu langsung ramai oleh pesan pertama wali kelas mereka:

Yang: "Selamat datang di grup 1-C Viper Squad! Di sini aku akan mengirim informasi penting. Jangan ada yang spam, ya."

Pesan itu diikuti oleh lampiran file berupa jadwal pelajaran mingguan.

"Wah, benar-benar wali kelas yang to the point," komentar Froze.

"Ya, tapi ini membantu," kata Julia sambil membuka file tersebut. "Akhirnya kita tahu kapan harus mempersiapkan diri untuk pelajaran menyebalkan seperti matematika."

Setelah urusan grup selesai, semua murid mulai meninggalkan kelas. K berjalan pulang dengan santai, tangannya dimasukkan ke saku celana. Matahari sore yang mulai terbenam membuat bayangannya tampak panjang di jalan kecil yang dia lewati.

Sampai di rumah, K disambut oleh kakeknya, yang sedang duduk di kursi goyang depan rumah.

"Kamu sudah pulang, K. Ayo, makan dulu," kata kakeknya dengan suara lembut.

K hanya mengangguk. Setelah membersihkan diri sebentar, dia duduk di meja makan. Hidangan sederhana berupa nasi, sup, dan ikan bakar sudah tersaji.

"Bagaimana sekolah hari ini?" tanya kakeknya sambil menuangkan teh ke cangkir K.

"Lumayan," jawab K singkat.

"Lumayan itu apa maksudnya? Menyenangkan? Membosankan?"

K mengangkat bahu. "Ya… biasa aja. Tapi sekarang kami punya grup chat kelas."

"Grup chat?" tanya kakeknya sambil tertawa kecil. "Zaman dulu, komunikasi satu-satunya ya surat. Kau anak-anak sekarang punya banyak kemudahan."

K hanya tersenyum kecil, menikmati teh hangat buatan kakeknya.

Setelah makan, K kembali ke kamarnya. Dia duduk di atas kasur, membuka grup chat yang sudah mulai ramai oleh pesan-pesan teman-temannya.

Nobu: "Besok aku bawa camilan, siapa mau?"

Brandon: "Aku nggak percaya kau akan berbagi."

Nobu: "Halah, kau ini nggak percaya sama aku. Aku bawa, kok. Tapi bayar!"

Fritz: "NAMANYA JUALAN, BODOH!"

K membaca pesan-pesan itu dengan ekspresi datar, lalu menutup aplikasi. Dia menatap langit-langit kamarnya sebentar sebelum merebahkan diri, membiarkan rasa kantuk perlahan mengambil alih.

Hari itu berakhir dengan tenang, dan K tertidur, bersiap menghadapi hari baru esok.

(Oh for information,You don't need to read all this shit.

Jadwal pelajaran mereka itu

Senin : 3 jam teori sihir dengan vanther. Istirahat 20 menit. 3 jam Praktek sihir dengan Vlad. Istirahat ke dua 20 menit. 2 jam terakhir Seni budaya dengan Folk.

Selasa : 3 jam Matematika dengan Fred. Istirahat 20 menit. 2 jam Matematika dengan Fred lagi. 1 jam Praktek sihir dengan Vlad. Istirahat ke dua 20 menit. 2 jam terakhir Bahasa inggris dengan Sir jones.

Rabu: 3 jam Biologi dengan Miss Zen. Istirahat 20 menit. 3 jam teori sihir dengan vanther. Istirahat ke dua 20 menit. 2 jam terakhir Teknologi dengan Omlot.

Kamis; 3 jam Praktek sihir dengan Vlad. Istirahat 20 menit. 3 jam Teori sihir dengan vanther. Istirahat ke dua 20 menit. 2 jam terakhir Seni budaya dengan Folk.

Jumat: 3 jam Olahraga dengan Bu yang. Istirahat 20 menit. 3 jam teori sihir dengan vanther. Istirahat ke dua 20 menit. Lalu vanther lagi sampai pulang.

Sabtu : 3 jam Matematika dengan Fred. Istirahat 20 menit. 3 jam Teori sihir dengan vanther. Istirahat ke dua 20 menit. 2 jam teknologi dengan Omlot.)