(ini cuma pengisi cerita,tidak begitu Penting,karna aku bingung untuk mengisi hari Minggu mereka gimana.)
7. Julia and Julian.
Matahari pagi baru saja terbit di atas mansion keluarga Eldridge, sebuah rumah mewah dengan arsitektur klasik-modern yang berdiri megah di tengah taman seluas hampir dua hektar. Pilar-pilar marmer putih, jendela kaca besar dengan tirai satin emas, dan air mancur di depan rumah menjadi pemandangan pertama yang menyapa setiap tamu yang datang. Di dalamnya, suasana lebih menakjubkan—langit-langit tinggi dengan chandelier kristal, lantai berlapis marmer, dan berbagai lukisan mahal menghiasi dinding.
Pelayan utama keluarga, seorang pria paruh baya yang selalu terlihat rapi dalam seragam hitam putih, mengetuk pintu kamar Julian di lantai dua. "Selamat pagi, Tuan Julian. Sarapan sudah siap di ruang makan utama. Apakah ada tambahan khusus untuk pagi ini?" tanyanya dengan nada sopan.
Julian, yang masih setengah mengantuk, hanya melambaikan tangan. "Jus jeruk segar, ya. Pastikan diperas langsung. Jangan yang dari botol," gumamnya sambil meregangkan tubuh.
Sementara itu, di kamar sebelah, Julia sudah sepenuhnya bangun. Dengan tablet di tangan, dia memeriksa beberapa desain baru untuk butik miliknya. Saat seorang pelayan masuk membawa nampan kecil dengan teh hangat, dia menoleh. "Aku ingin croissant buatan Chef André pagi ini. Dan pastikan menteganya dari Prancis, bukan yang lokal," katanya sambil menyeringai kecil.
Di ruang makan, meja panjang dari kayu mahoni sudah dipenuhi berbagai hidangan mewah: omelet dengan truffle, salmon asap, roti panggang artisanal, hingga teh Darjeeling terbaik. Julian tiba lebih dulu, duduk dengan santai di ujung meja, memandangi air mancur di luar melalui jendela besar. Julia datang beberapa menit kemudian, mengenakan gaun kasual yang tetap terlihat elegan.
"Apa rencanamu hari ini, Julia?" Julian bertanya sambil mengangkat garpu. "Nonton drama membosankan atau mengkritik lukisan-lukisan di galeri ayah?"
Julia meletakkan tablet di meja, lalu menuang teh ke cangkirnya. "Aku harus memeriksa laporan keuangan butikku. Minggu depan ada acara fashion di Aurevast, dan aku tidak mau desainku kalah bersinar di antara si ratu-ratu palsu itu," balasnya dengan nada santai namun penuh determinasi.
Julian tertawa kecil. "Dan aku? Mungkin aku akan memeriksa garasi. Kita punya koleksi mobil mewah, tapi aku belum sempat mencoba Ferrari terbaru."
Tiba-tiba, pelayan lain datang membawa tablet. "Tuan Julian, teknisi dari Ferrari telah datang untuk mengecek kendaraan baru Anda. Apakah Anda ingin menemui mereka sekarang?"
Julian melirik ke arah Julia. "Kau dengar itu? Mobilku bahkan mendapatkan lebih banyak perhatian daripada butikmu," katanya dengan nada menggoda.
Julia hanya mendengus sambil mengaduk teh. "Setidaknya butikku menghasilkan uang, bukan hanya membakar bensin."
Setelah sarapan, Julia menuju ruang kerjanya yang mewah. Ruangan itu dilengkapi rak-rak penuh buku mode, meja kaca besar, dan komputer berteknologi tinggi. Dia memanggil salah satu pelayannya untuk membawa kopi. "Ava, pastikan kopi ini dibuat dari biji kopi Blue Mountain. Dan tolong jangan tambahkan gula, aku butuh rasa asli," ucapnya tanpa mengalihkan pandangan dari layar komputer.
Di sisi lain, Julian berada di garasi yang lebih mirip museum mobil. Dari Bugatti hingga Tesla edisi terbatas, semuanya tersusun rapi. Julian berjalan mengelilingi mobil-mobil itu sambil mendengarkan teknisi yang menjelaskan tentang fitur terbaru Ferrari. "Model ini memiliki akselerasi dari nol hingga seratus hanya dalam 2,8 detik," ujar teknisi itu dengan penuh antusias.
Julian tersenyum tipis. "Bagus, tapi aku lebih suka mengetahui seberapa cepat aku bisa melaju di jalanan Aurevast tanpa polisi menangkapku."
Teknisi terkekeh. "Dengan izin Anda, saya bisa mengatur batas kecepatannya."
"Jangan," jawab Julian santai. "Batas adalah musuh kreativitas."
Menjelang siang, mereka kembali bertemu untuk makan di taman belakang. Sebuah kolam renang besar, gazebo putih, dan hamparan bunga-bunga indah mengelilingi mereka. Julia sedang memakan saladnya dengan perlahan, sementara Julian menyantap steak dengan penuh semangat.
"Julian, aku serius," kata Julia sambil menatapnya tajam. "Kapan kau akan mulai melakukan sesuatu yang berguna? Ayah tidak akan selamanya sabar dengan hobimu yang membakar uang."
Julian menaruh garpunya dan tertawa. "Aku bisa mengelola perusahaan kapan saja, tapi aku tidak ingin hidupku hanya berkutat di angka. Kau tahu kan, aku ini kreatif."
Julia mendesah. "Kreatif dalam menghabiskan uang?"
"Tentu saja," jawab Julian sambil mengangkat bahu. "Lagipula, kita punya cukup uang untuk tujuh generasi."
Percakapan mereka terpotong oleh pelayan yang datang dengan tergesa-gesa. "Maaf mengganggu, Nona Julia, Tuan Julian. Tuan besar meminta Anda berdua untuk bersiap. Ada pesta keluarga malam ini, dan Anda diharapkan hadir."
Julia menghela napas panjang. "Pesta lagi? Bisa tidak kita lewati sekali ini?"
"Mustahil," jawab Julian sambil tersenyum. "Ayah akan memastikan kita berdua terlihat sempurna. Aku rasa ini saatnya keluar jas terbaikku."
Sore harinya, Julia menghabiskan waktu dengan para desainer pribadinya, mencoba berbagai gaun untuk pesta. Di lantai atas mansion, kamarnya lebih menyerupai butik dengan lemari besar penuh pakaian bermerek.
"Nona Julia, gaun ini akan menonjolkan karisma Anda," kata salah satu desainer sambil menunjukkan gaun dengan berlian kecil di bahunya. "Dengan ini, Anda pasti menjadi pusat perhatian."
Julia melihat bayangannya di cermin, tersenyum tipis. "Aku tidak butuh berlian untuk menjadi pusat perhatian, tapi ini cukup bagus. Kita coba."
Sementara itu, Julian sudah bersantai di ruang tamu dengan piano klasik. Dia memainkan beberapa nada ringan sambil menunggu Julia turun. Ketika Julia akhirnya muncul, mengenakan gaun yang memukau, Julian berhenti bermain dan menatapnya.
"Kalau aku adalah pria lain, aku mungkin akan jatuh cinta padamu," katanya santai. "Tapi karena aku adikmu, aku hanya bisa mengatakan, wow."
Julia terkekeh kecil. "Kau pasti hanya ingin meminjam mobilku nanti malam."
Julian tertawa. "Tidak. Ferrari-ku sudah cukup bagiku."
Ketika matahari mulai tenggelam, mereka berdua meninggalkan mansion dengan mobil masing-masing, bersiap untuk menghadiri pesta yang akan menjadi pusat perhatian mereka berdua
Malam itu, mansion keluarga Eldridge dipenuhi dengan cahaya gemerlap dari berbagai lampu gantung besar di sepanjang lorong-lorong, sementara di ruang tamu utama, beberapa pelayan sibuk menata meja makan besar yang akan digunakan untuk pesta keluarga. Pesta malam ini adalah acara tahunan yang selalu diadakan oleh ayah mereka, yang tidak pernah gagal menarik perhatian orang-orang berpengaruh di dunia bisnis dan politik.
Di kamar mereka masing-masing, Julia dan Julian sedang bersiap. Julia dengan cermat memilih perhiasan yang akan dipakainya malam itu. Di meja rias, tumpukan perhiasan dari berlian dan emas tergeletak rapi, tapi matanya langsung tertuju pada kalung mutiara yang diberikan oleh ibunya. Dia menyentuhnya dengan lembut sebelum memakainya.
"Aku tidak butuh pesta ini, tapi ini penting," Julia bergumam pada dirinya sendiri. "Ayah tidak akan senang kalau aku tidak muncul."
Sementara itu, Julian mengenakan setelan jas hitam dengan dasi elegan, tapi tidak tampak terlalu serius. Dia lebih suka membiarkan jasnya sedikit lebih santai, bahkan saat menghadiri acara seperti ini. Dengan cermin besar di depannya, ia memastikan tidak ada lipatan pada jasnya, namun lebih banyak waktu ia habiskan dengan memperhatikan refleksinya daripada memeriksa penampilannya secara menyeluruh.
"Pesta ini pasti membosankan," gumam Julian, menyelipkan tangan ke dalam saku jas. "Tapi hei, aku bisa mencoba mobil ayah setelah ini, kan?"
Begitu mereka turun ke ruang tamu, suasana sudah sangat hidup. Beberapa tamu sudah hadir, dan ayah mereka, Tuan Eldridge, berdiri di dekat pintu sambil menyambut setiap tamu dengan senyum lebar dan jabat tangan hangat. Di sisi lain, ibu mereka sedang berbicara dengan beberapa wanita terkemuka, mengenakan gaun mewah yang menambah kilau pesta malam itu.
Ketika Julia dan Julian memasuki ruang tamu, perhatian langsung beralih ke mereka. Julia berjalan dengan percaya diri, mengenakan gaun berwarna biru laut yang berkilau dengan mutiara kecil di sepanjang pinggiran gaun. Rambutnya disisir rapi, dan seulas senyum tipis menghiasi wajahnya. Sedangkan Julian mengikuti dengan langkah santai, dengan senyum khasnya yang tidak pernah hilang, membuat beberapa tamu memandang dengan kagum.
"Anakku, kamu terlihat sangat cantik malam ini," kata Tuan Eldridge sambil merangkul Julia. "Julian, aku bangga dengan penampilanmu."
"Terima kasih, Ayah," jawab Julia sambil tersenyum. "Aku hanya berharap ini tidak menjadi lebih membosankan dari tahun lalu."
Julian hanya mengangkat bahu, memandang beberapa tamu yang sudah mulai mengobrol dan menyeduh minuman dari meja bar yang ada di sudut ruangan. "Aku yakin mobil ayah jauh lebih menarik daripada percakapan mereka," katanya dengan santai. "Tapi hey, siapa tahu, mungkin aku akan menemukan seseorang yang suka hal-hal keren juga."
Beberapa wanita yang hadir langsung menghampiri Julia, mengomentari gaunnya dan bertanya tentang perancangannya. Sementara itu, Julian hanya berdiri di samping, mendengarkan percakapan mereka sambil sesekali mengambil minuman dari pelayan yang lewat.
Di sisi lain ruangan, Julia melihat seorang pria muda yang baru saja datang. Dia mengenakan setelan jas yang pas, rambutnya tersisir rapi, dan senyum tipis di wajahnya. Julia mengenal pria itu, seorang kolega bisnis keluarga yang datang untuk acara ini. Dia memandangnya sejenak sebelum memutuskan untuk mendekatinya.
"Selamat malam, Mr. Aldridge," Julia menyapa dengan senyum sopan, lalu menatap pria itu lebih dalam. "Apa kabar?"
"Selamat malam, Julia. Baik sekali, terima kasih. Bagaimana denganmu?" balas Aldridge dengan senyuman yang penuh perhatian.
"Aku baik-baik saja, hanya sedikit sibuk dengan bisnis," jawab Julia dengan nada ringan, namun matanya memancar sedikit rasa penasaran. "Kamu datang sendirian malam ini?"
"Ya, aku datang untuk melihat beberapa kolega. Aku tahu kau pasti sangat sibuk dengan pekerjaanmu," jawab Aldridge sambil melirik ke arah Julian yang sedang berbincang dengan beberapa tamu lainnya.
Julia tersenyum. "Kau pasti tahu betul bagaimana ayahku mengatur segala sesuatunya. Mungkin kita bisa berbicara lebih banyak setelah pesta berakhir, jika kau tidak keberatan."
Aldridge mengangguk, sedikit terkesan dengan sikap Julia yang tegas namun sopan. "Tentu, aku akan senang sekali."
Di sisi lain, Julian sudah mulai bosan dengan percakapan yang sedang berlangsung. Dia lebih suka menjauh dari keramaian, menuju ke balkon untuk mendapatkan udara segar. Saat dia berdiri di sana, menikmati pemandangan kota yang bersinar dengan cahaya lampu malam, seorang pelayan datang membawa minuman.
"Apakah Tuan Julian ingin sesuatu yang lebih kuat?" tanya pelayan itu, menawarkan gelas berisi whiskey.
Julian tersenyum lebar, mengambil gelas itu dengan tangan santai. "Aku rasa, malam ini aku akan menikmati segalanya, bukan?"
Dengan gelas di tangan, Julian melangkah ke sisi balkon, memandangi taman belakang yang indah, meskipun sesekali dia melirik ke dalam rumah, di mana pesta semakin meriah. Sesekali, Julia terlihat berbicara dengan beberapa orang yang tertarik padanya.
Ketika malam semakin larut, Tuan Eldridge berdiri di depan tamu-tamu, memulai pidato singkat. "Terima kasih telah datang ke pesta keluarga ini. Keluarga kami bangga dapat menjalin hubungan lebih dalam dengan setiap dari kalian. Mari kita nikmati malam ini dan membicarakan masa depan yang cerah."
Suasana mulai menghangat, dengan lebih banyak percakapan yang semakin menyenangkan. Namun, di balik semua percakapan itu, Julia dan Julian tetap merasa bahwa kehidupan mereka lebih dari sekadar kemewahan. Mereka tahu bahwa keluarga mereka memiliki banyak kekuatan di dunia luar, tapi di dalam rumah ini, mereka hanya ingin menjadi diri mereka sendiri.
Di akhir malam, ketika pesta akhirnya berakhir, Julia dan Julian kembali ke kamar mereka, sedikit lebih tenang.
"Aku rasa pesta ini tidak seburuk yang aku kira," kata Julia sambil melepaskan gaunnya.
Julian duduk di ranjangnya, menghela napas panjang. "Ya, memang menyenangkan, tapi aku rasa aku lebih suka menikmati mobilku daripada mendengarkan pembicaraan bisnis sepanjang malam."
Mereka berdua tertawa kecil, lalu akhirnya beristirahat, siap menghadapi hari-hari berikutnya dengan segala keramaian dan tanggung jawab mereka sebagai bagian dari keluarga kaya raya.
Begitulah hari Minggu bagi keluarga Julia dan Julian.