WebNovelOk..58.82%

9. What happen?

"Ini… di mana aku?"

K berdiri di tengah kegelapan mutlak, tubuhnya terasa ringan, hampir seperti melayang. Namun, tidak ada rasa lega. Sebaliknya, ruang ini terasa dingin, hampa, seperti ditelan kehampaan tanpa ujung. Tidak ada suara, tidak ada bau, tidak ada warna—hanya gelap yang menelan segala hal.

Dia mencoba melangkah, tetapi kakinya terasa tidak menyentuh apa pun. Seperti berdiri di udara, tanpa gravitasi. Dia menatap sekeliling, meskipun matanya hanya disambut oleh kehampaan yang menakutkan.

"Apa ini?" gumamnya. "Kenapa aku di sini?"

Perlahan, dia mulai merasakan sesuatu.

Energi. Energi yang luar biasa kuat, perlahan-lahan mengalir dan menyelimuti sekitarnya. Namun, itu bukan energi biasa. Energi itu dingin, mematikan, dan sangat mengintimidasi. Rasanya seperti ribuan jarum menusuk kulitnya, semakin kuat dan menusuk semakin dalam.

Udara di sekitar K tiba-tiba berubah berat. Napasnya mulai tersendat-sendat. Ia merasakan tekanan yang mencekik. Semakin kuat energi itu, semakin sulit baginya untuk tetap berdiri tegak.

"Apa ini... energi sihir?" pikir K, matanya terbelalak.

"Tidak mungkin... energi seperti ini, terasa begitu... buas... dan haus darah."

Lalu, dia mendengar sesuatu.

Sebuah bisikan.

Itu bukan suara yang jelas. Hanya desisan yang samar, hampir seperti suara angin yang bergerak di antara celah-celah kegelapan. Tetapi, dia tahu ada sesuatu yang mendekat. Tekanan sihir yang mengerikan itu memancar semakin kuat. Hasrat membunuh yang tak kasatmata terasa menempel pada kulitnya.

"Siapa di sana?" K mencoba berbicara, tetapi suaranya bergetar, tidak sekuat yang dia harapkan.

Tidak ada jawaban. Tekanan itu semakin mendekat, dan seiring dengan itu, hasrat membunuhnya semakin menusuk. Jantung K berdetak kencang, tetapi tubuhnya membeku. Dia mencoba bergerak, mencoba melarikan diri, tetapi tidak bisa. Tubuhnya seakan tertahan oleh sesuatu yang tidak terlihat.

"Jawab aku!" teriak K, suaranya sekarang penuh dengan rasa panik.

Tiba-tiba, dari arah kegelapan, sebuah bayangan mulai terbentuk. Kabut hitam pekat melingkar, seperti asap yang berputar-putar, membentuk sesuatu.

Mata merah menyala muncul dari kegelapan.

Mata itu tajam, dingin, penuh kebencian, seperti binatang buas yang hanya memiliki satu tujuan: menghabisi mangsanya. Dari kegelapan itu, bayangan gelap melesat dengan kecepatan luar biasa.

Sebuah pisau belati.

'Syiing!' Belati itu bergerak dengan kecepatan yang tidak bisa diikuti oleh mata manusia. K hanya bisa melihat kilatan logam itu, bergerak lurus ke arah wajahnya.

"Tidak!" pikirnya, mencoba mengangkat tangannya untuk melindungi dirinya. Tapi tubuhnya tetap tidak bisa bergerak.

Belati itu mendekat, ujungnya nyaris menyentuh kulitnya.

...Lalu segalanya lenyap.

K terbangun dengan napas terengah-engah, keringat dingin membanjiri tubuhnya.

Dia terduduk di tempat tidurnya, matanya membelalak, dan dadanya naik turun seperti habis dikejar sesuatu. Sekelilingnya adalah kamarnya yang biasa: dinding biru kusam, meja belajar berantakan, dan sinar matahari pagi yang memancar dari celah gorden.

Namun, meskipun dia sudah bangun, rasa dingin dan tekanan dari mimpi itu masih melekat. Ia memandang tangannya yang sedikit gemetar.

"Mimpi... itu..." gumamnya.

Tetapi, seperti biasa, K tidak terlalu memikirkan apa pun. Dia menepis rasa aneh itu dari pikirannya, menganggapnya hanya mimpi buruk biasa. Dia melompat turun dari tempat tidur, mengucek matanya, dan berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka.

Rutinitas paginya berjalan seperti biasa.

Ia bersiap-siap untuk pergi, mengenakan seragamnya, mengambil tas, dan melangkah keluar kamar. Tapi ada sesuatu yang terus membayang di benaknya.

"Energi itu... mata itu... kenapa terasa begitu nyata?"

Namun, K menggelengkan kepala.

"Tidak penting," pikirnya, melanjutkan harinya seperti biasa.

Pagi ini dia tidak sarapan karna sang kakek sedang Tidur,Karna K males masak pagi pagi, Padahal dia jago masak.

K berjalan dengan santai menuju gerbang Akademi Viper.

Seperti biasanya, ia tidak terlalu peduli dengan suasana sekitar. Pagi yang cerah, hiruk-pikuk para murid, semua itu hanya latar belakang yang tidak menarik baginya. Hidup K memang begitu—datar, tanpa sesuatu yang benar-benar memikat.

Namun, langkahnya terhenti sejenak.

Energi itu kembali.

Energi sihir yang kuat, mengintimidasi, dan sangat mirip dengan apa yang ia rasakan dalam mimpinya. K melirik ke sekeliling dengan tajam, mencoba memahami apa yang sedang terjadi.

"Aura ini… persis seperti yang dikatakan Vishap… Alter Ego," pikirnya.

Ia melihat sekumpulan murid berkumpul di dekat pohon besar di tepi lapangan. Kerumunan itu terlihat gaduh, penuh bisikan dan tawa yang tidak menyenangkan. K merasakan energi itu berasal dari sana, semakin dekat, semakin intens.

"Sepertinya dari sana," gumamnya pelan, lalu melangkah mendekat.

Samar-samar, suara ejekan mulai terdengar di telinganya.

"Kau benar-benar lemah, Nefa!"

"Hahahaha! Dasar pecundang!"

Ketika K semakin mendekat, ia melihat seorang anak laki-laki berlutut di tanah, dikelilingi oleh tiga murid yang terus mengejeknya tanpa henti. Wajah anak itu penuh ketakutan, tubuhnya gemetar, tetapi dia tidak bisa melawan.

"Sialan mereka…"

K mengepalkan tangan. Tanpa berpikir panjang, ia menerobos kerumunan itu dan berdiri di antara anak itu dan para pembully.

"Hei! Apa kalian sadar apa yang sedang kalian lakukan?!" seru K dengan nada tegas.

Tiga orang itu menoleh ke arahnya. Salah satu dari mereka, seorang pemuda berbadan besar dengan rambut pendek, menyeringai.

"Oh, lihat ini, ada pahlawan," katanya sambil tertawa mengejek.

"Iya, pahlawan kesiangan! Hahaha!" sahut yang lain.

K mengabaikan ejekan itu. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia benar-benar merasa marah. Marah bukan karena dirinya, tetapi karena ketidakadilan yang ia lihat.

"Kalian pikir ini lucu? Merundung orang lemah seperti ini?" suara K terdengar dingin, tetapi penuh kemarahan.

Pemuda berbadan besar itu melangkah maju, mengintimidasi. Ia menatap K dari atas sambil menyeringai.

"Lelucon apa ini? Kau pikir bocah ini pantas berada di sini? Dia miskin, lemah, bahkan sihirnya hanya bisa menciptakan bola kecil yang tidak berguna! Orang seperti dia tidak pantas berada di Akademi Viper!" katanya dengan nada meremehkan.

K menatap pemuda itu dengan dingin. Kemarahan di dadanya semakin membesar.

"Terus?" ucap K dingin.

Tanpa peringatan, Brak! tinju K melayang tepat ke wajah pemuda itu.

Kerumunan murid terdiam. Anak yang dirundung itu menatap K dengan mata melebar. Bahkan para pembully terlihat terkejut.

"Kau pikir itu lucu, hah? Aku juga miskin. Aku tinggal dengan kakekku karena tidak punya orang tua. Aku masuk ke akademi ini hanya karena keberuntungan. Dan kau tahu apa yang lebih lucu?" K menunjuk dirinya sendiri dengan tatapan tajam. "Aku bahkan tidak punya sihir."

Keheningan menyelimuti sejenak, lalu tawa meledak dari para pembully.

"Tidak punya sihir?! Hahahaha! Kau serius?!" salah satu dari mereka berkata sambil tertawa terbahak-bahak.

Pemuda besar itu meraih kerah K dan mengangkatnya dengan mudah.

"Kau benar-benar ingin mati, ya? Dasar bocah menyedihkan!" katanya dengan nada mengancam.

Namun, sebelum ia bisa berbuat lebih jauh, udara di sekitar mereka tiba-tiba berubah.

Ruangan itu menjadi gelap.

Bayangan tebal seperti asap hitam menyelimuti mereka semua. Tekanan sihir yang luar biasa kuat memenuhi udara, menekan mereka seperti beban tak terlihat. Mata merah bersinar tajam di kegelapan, penuh dengan amarah yang mengerikan.

"Lemah…" suara dingin bergema di udara.

Sosok itu mendekat, dan para pembully jatuh ke tanah, tubuh mereka gemetar ketakutan. Dari kegelapan, sebuah tangan iblis raksasa muncul, menghantam para pembully itu ke tanah tanpa ampun. Mereka menjerit, tetapi tidak ada yang berani melawan.

"Baru begini saja sudah takut? Cacat. Tolol. Pilat. Kacuk. Sampah. Rongsokan. Beban. Lemah. Tidak ada harga diri. Lonte. Bajingan. Orang-orang seperti kalian merundung anak yang tidak berdaya? Mati saja."

Itu Nobu. Wajahnya terlihat jauh lebih mengerikan dari biasanya, matanya bersinar merah darah, dan aura sihirnya mendominasi seluruh area.

Setelah menghajar para pembully sampai babak belur, Nobu menurunkan tangannya. Para pembully itu merangkak pergi, wajah mereka dipenuhi ketakutan. Lingkaran gelap di sekitarnya perlahan menghilang, dan suasana kembali normal.

"Tch. Anak-anak kelas D itu benar-benar sampah," gerutu Nobu sambil berjalan mendekati K.

K hanya berdiri di sana, melindungi anak yang tadi dirundung.

"Wah, berani juga kau, K!" kata Nobu dengan nada mengejek, tetapi sedikit kagum.

"Berisik," balas K. "Aku cuma… sedikit cemas."

Ia menoleh ke anak yang tadi dirundung, melihat bahwa energi Alter Ego yang sempat ia rasakan kini mulai melemah.

"Hei, siapa namamu?" tanya K.

"Na… namaku Nefa. Terima kasih…" jawab anak itu dengan suara gemetar.

"Ya, sama-sama. Kau dari kelas mana?"

"Kelas 1-D."

K menghela napas. "Mereka teman sekelasmu, ya?"

Jyat mengangguk pelan.

"Kalau mereka mengganggumu lagi, datanglah ke kelas 1-C. Panggil saja bocah di belakangku ini, yang cantik itu. Namanya Nobu."

Mendengar itu, Nobu tersipu sedikit, lalu dengan gaya khasnya ia menyeringai lebar.

"eh? Ehm.. Hahaha! Panggil saja aku! Raja iblis, penguasa neraka, dan dewa terkuat! Nobu!" serunya dengan penuh percaya diri.

Bel berbunyi, menandakan jam pelajaran akan dimulai. K dan Nobu berjalan kembali ke kelas, meninggalkan Nefa yang masih terkejut dengan kejadian tadi.

"Hari yang biasa, ya," gumam K sambil memasukkan tangannya ke saku.

Nobu hanya tertawa kecil di sampingnya.

Suasana terasa tenang di pagi hari Selasa itu, dengan rutinitas seperti biasa. K menjalani harinya tanpa banyak perubahan—sama seperti sebelumnya. Namun, ia tidak bisa sepenuhnya mengabaikan kejadian pagi tadi. Aura alter ego yang sempat ia rasakan dari murid bernama Nefa masih terbayang di pikirannya.

Semuanya tampak normal sampai jam pelajaran kelima dimulai. Tiba-tiba, energi sihir yang ia rasakan kembali, kali ini jauh lebih kuat dan menggema ke seluruh penjuru akademi. Rasanya menusuk dada, menggetarkan jiwa, dan membuat kepala terasa berat. K menghentikan aktivitasnya, napasnya tertahan, dan dia mendadak sadar: ini lebih buruk dari yang ia bayangkan. Aura alter ego itu bukan hanya memuncak, tapi sudah lepas kendali.

Sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, suara Vishap bergema di seluruh akademi melalui pengeras suara.

"Semua murid, diharapkan berkumpul di area halaman akademi. SEGERA. Kalian hanya punya waktu empat menit. Mulai dari sekarang."

Nada suara Vishap terdengar tegas, bahkan sedikit mendesak. Semua murid di kelas 1-C mulai bertanya-tanya, saling menatap dengan kebingungan dan kekhawatiran.

"Ada apa ini?" suara Froze pecah, menggambarkan kepanikan kecil yang mulai muncul.

Tapi K tahu. Dia langsung berdiri dari bangkunya, menatap seluruh teman-temanya dengan ekspresi serius yang jarang terlihat darinya.

"Semua, keluar sekarang. Kita harus pergi ke halaman akademi."

Nada suaranya membuat seisi kelas membeku sejenak. Tidak ada waktu untuk bertanya-tanya lebih jauh. Chloe, yang duduk di barisan depan, sudah bersiap sebelum K bahkan selesai bicara.

"Ayo, cepat!" ucap Chloe, mengambil alih inisiatif untuk memastikan semua bergerak.

Kelas 1-C pun segera keluar, bergabung dengan gelombang besar murid dari seluruh akademi yang juga menuju halaman. Keadaan semakin kacau. Murid-murid dari berbagai kelas berkerumun di halaman, suara bisik-bisik penuh kecemasan memenuhi udara. Di kejauhan, beberapa guru tampak berdiri di pinggir kerumunan, menjaga agar situasi tetap terkendali. Namun, rasa panik yang melanda sulit untuk ditekan.

Empat menit berlalu, dan tiba-tiba—BOOM!

Suara ledakan yang luar biasa keras mengguncang seluruh area. Tanah bergetar, dan sebagian besar murid berteriak histeris. Asap hitam tebal melayang dari arah pusat halaman, diikuti suara retakan mengerikan, seperti kaca yang pecah di mana-mana.

Ketika asap mulai menghilang, semua mata tertuju pada sesuatu yang melayang di udara—sebuah monster.

Makhluk itu bukan hanya menakutkan; ia adalah perwujudan mimpi buruk. Tubuhnya besar, hampir sebesar gedung tiga lantai, dengan tentakel menjulur dari tubuhnya, masing-masing dihiasi motif mengerikan berupa garis-garis merah dan hitam yang bergerak seperti aliran darah. Matanya—tiga pasang mata bersinar merah—menatap penuh kebencian pada semua yang ada di sekitarnya. Aura kegelapan memancar kuat, membuat udara di sekitarnya terasa berat.

Monster itu mengamuk tanpa ampun. Salah satu tentakelnya menghantam tanah dengan keras, menciptakan gelombang kejut yang membuat murid-murid di dekatnya terpental, berteriak ketakutan.

"Apa ini?!" salah satu murid berteriak.

Namun, sebelum kerusakan lebih parah terjadi, lingkaran pelindung besar terbentuk, menutupi seluruh area akademi. Pelindung itu berwarna kebiruan, bercahaya terang, seakan melindungi semua murid dan guru yang ada di dalamnya.

"Itu Vishap..." gumam Chloe, matanya membelalak saat melihat sosok Ketua OSIS berdiri di tengah medan. Dengan satu tangan diangkat ke udara, Vishap menciptakan pelindung itu sendirian.

"Kalian semua tetap di sini," suara Vishap terdengar, menggema dengan sihir yang ia salurkan ke lingkaran pelindungnya.

"Monster ini... adalah tanggung jawabku."

Murid-murid hanya bisa terdiam, menyaksikan pemandangan yang luar biasa. Sebagian besar masih belum memahami apa yang terjadi. Tapi bagi mereka yang peka terhadap sihir, energi alter ego yang meluap dari monster itu terasa begitu besar, cukup untuk membuat siapa saja sulit bernapas.

K berdiri di tengah kerumunan, menatap Vishap dengan ekspresi serius.

"Ini... benar-benar buruk," gumamnya.

Monster itu mengeluarkan raungan mengerikan, mengguncang pelindung sihir Vishap. Tanpa membuang waktu, Vishap mulai menyerang balik, mengayunkan lengannya untuk mengontrol ruang di sekitarnya. Namun K tahu, meskipun Vishap adalah salah satu yang terkuat di akademi, alter ego ini bukan ancaman biasa.

"Kalau ini berlanjut... semuanya bisa berakhir buruk," pikir K. Tapi yang membuatnya lebih khawatir adalah fakta bahwa monster itu—alter ego itu—dulunya adalah seorang murid.