Rael dan Kael berdiri tegak, matanya tidak bisa lepas dari altar besar yang terletak di tengah ruangan itu. Suasana semakin mencekam, suara gemuruh yang terdengar seperti berasal dari kedalaman bumi semakin menguat. Mereka tahu, mereka tidak hanya menghadapi ujian fisik, tetapi juga ujian jiwa. Elyra menatap keduanya dengan penuh perhatian, mengamati setiap gerak-gerik mereka.
"Siapakah penjaga ini?" tanya Kael, suaranya hampir berbisik. Matanya melirik ke sekeliling, seperti mencari sesuatu yang tak terlihat, namun rasanya entitas itu bisa berada di mana saja.
Elyra menghela napas, wajahnya serius. "Penjaga ini adalah manifestasi dari waktu dan ruang yang rusak. Mereka adalah entitas yang lahir dari ketidakseimbangan ruang dan waktu, yang muncul setiap kali ada yang mencoba menggali terlalu dalam. Mereka bukan makhluk fisik biasa. Mereka adalah kekuatan yang menguji tekad, pemahaman, dan keberanian kita."
Rael merasakan ketegangan yang mencekam di sekelilingnya, namun ia berusaha untuk tetap tenang. Ia menatap altar itu lagi, berusaha mencari petunjuk lebih lanjut. Di sekeliling altar terdapat simbol-simbol kuno yang tampak bergerak sedikit, seolah hidup, meskipun dalam keadaan beku.
"Apakah kita harus membuka altar ini?" tanya Rael, matanya masih terfokus pada simbol-simbol yang berkilauan.
Elyra mengangguk. "Ya. Tapi untuk melakukannya, kalian harus menghadapinya terlebih dahulu. Penjaga akan menguji kalian, menantang kalian untuk memahami esensi dari waktu dan ruang."
Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar lagi, lebih keras kali ini, seperti suara langkah-langkah besar yang mendekat. Kael mundur sedikit, matanya melirik ke belakang, sementara Rael tetap tenang, fokus pada altar. Dalam sekejap, bayangan gelap muncul dari udara, bentuknya tak bisa dikenali dengan jelas, hanya tampak seperti sosok kabur yang bergerak cepat.
"Tidak ada jalan mundur," suara itu bergema lagi, semakin jelas, seolah berbicara langsung ke dalam pikiran mereka. "Kalian yang berani datang ke tempat ini harus membayar harganya."
Tiba-tiba, bayangan gelap itu menyatu dan membentuk sosok tinggi dengan tubuh yang terbuat dari kabut pekat. Wajahnya tak terlihat jelas, hanya tampak mata yang menyala dengan cahaya merah yang menakutkan. Kael mundur beberapa langkah, namun Rael tetap berdiri di tempatnya, matanya fokus pada sosok itu.
"Jangan takut, Kael," bisik Rael, berusaha memberikan ketenangan. "Ini bagian dari ujian. Kita harus melewati ini."
Penjaga itu mulai bergerak, tubuhnya melayang di udara, menyelimuti ruangan dengan kabut hitam yang semakin tebal. "Siapa yang mengganggu kedamaian Ruins of Eternity?" suara itu bertanya, tetapi terdengar seperti seratus suara yang bergema bersamaan.
Elyra melangkah maju sedikit, berdiri di samping Rael dan Kael. "Kami datang untuk mempelajari rahasia yang tersembunyi di sini. Kami tahu bahwa kami harus memahami lebih dalam tentang waktu dan ruang, dan bagaimana keduanya saling terhubung. Kami tidak berniat merusak keseimbangan, kami hanya ingin memahami."
Penjaga itu tertawa, suaranya menggelinding seperti gemuruh badai. "Pahami? Manusia tidak akan pernah memahami batas antara ruang dan waktu. Kalian tidak tahu harga yang harus dibayar untuk pengetahuan itu."
Tiba-tiba, bayangan itu menyerang. Secepat kilat, kabut hitam menyerang mereka, melayang dan berputar-putar di sekitar Rael dan Kael. Rael mengangkat tangannya, berusaha untuk mempertahankan keseimbangan dengan mengendalikan aliran waktunya. Waktu seakan melambat di sekitarnya, memberikan sedikit ruang untuk bergerak. Namun, kabut itu terlalu kuat.
Kael terjatuh, tubuhnya terhimpit oleh kabut hitam yang terus mengelilinginya. Rael dengan cepat berlari menuju Kael, tetapi kabut itu semakin padat, membuatnya sulit untuk bernapas. Wajah Kael yang penuh kecemasan kini terbalut dalam kegelapan, namun Rael tidak menyerah. Dengan kekuatan yang ada pada dirinya, ia mencoba membekukan sebagian waktu di sekeliling mereka, memberikan jeda untuk menarik Kael keluar.
"Sabar, Kael!" teriak Rael, menahan waktu sejenak untuk meraih Kael. Namun, penjaga itu tertawa lebih keras, suaranya menggema, memecah konsentrasi Rael.
"Manusia yang bodoh!" suara itu terdengar mengancam. "Waktu dan ruang tidak bisa dibekukan begitu saja. Kalian bukan siapa-siapa di hadapan kekuatan alam semesta ini."
Rael merasa dunia di sekitarnya mulai runtuh, seolah kabut hitam itu mulai merusak semua yang ia kenal. Namun, ia tidak bisa mundur. Ia memfokuskan seluruh kekuatannya pada Kael dan dirinya, dan berusaha menggerakkan waktu lebih cepat untuk keluar dari belitan kabut.
Tiba-tiba, Elyra bergerak maju, dengan gerakan yang penuh ketenangan, dia mengangkat tangan dan dengan suara yang dalam mulai melafalkan mantra yang tak dapat dimengerti. Kabut itu mulai memudar sedikit demi sedikit, dan penjaga itu mengeluarkan teriakan marah.
"Jangan lupakan dirimu, Elyra!" kata penjaga itu, nada suaranya berubah menjadi lebih tajam, hampir seperti ancaman.
Elyra tidak terpengaruh. "Kami datang untuk belajar, bukan untuk menghancurkan. Tetapi jika itu yang harus kalian lakukan, maka kalian akan segera tahu seberapa jauh kami akan pergi untuk menjaga keseimbangan."
Dengan kekuatan yang luar biasa, Elyra akhirnya berhasil mengalahkan kabut itu. Kabut menghilang, dan sosok penjaga itu mulai memudar menjadi bayangan. Waktu kembali berjalan normal, dan udara yang semula tebal kini terasa lebih ringan.
Rael dan Kael terengah-engah, berpelukan di tengah kekosongan yang telah kembali tenang. "Kita berhasil," kata Kael, matanya masih penuh kebingungan namun sedikit lega.
Elyra tersenyum tipis. "Itu baru ujian pertama. Jika kalian ingin menemukan Ritual Penjaga Ruang, perjalanan kalian belum berakhir."
Rael menatapnya dengan tekad yang semakin bulat. "Kami siap. Apa yang harus kami lakukan selanjutnya?"
Elyra mengangguk, "Sekarang, kita harus membuka altar itu dan menemukan inti dari Ruins of Eternity. Tapi ingat, setiap langkah kita selanjutnya akan lebih berbahaya. Jika kalian tidak siap, dunia ini bisa terguncang."
Rael dan Kael saling menatap, penuh tekad. Perjalanan mereka baru saja dimulai, dan mereka tahu bahwa apa pun yang akan datang, mereka harus menghadapinya bersama.
Elyra menatap keduanya dengan penuh perhatian, seolah menilai kesiapan mereka. Rael merasakan getaran aneh di udara, seolah-olah ruang di sekitar mereka mulai bergetar, menandakan bahwa perjalanan mereka akan semakin sulit. Kael tampak gelisah, namun keberanian di matanya tidak bisa disembunyikan.
"Langkah berikutnya adalah membuka altar itu," ujar Elyra, suaranya tenang, namun ada keseriusan yang menggelora di balik kata-katanya. "Tapi sebelum kita melakukannya, kalian harus tahu satu hal, di dalam altar tersebut, ada kunci yang harus kalian temukan. Tanpa kunci itu, kita tidak akan bisa melanjutkan perjalanan."
Rael menatap altar yang kini terlihat lebih jelas setelah kabut menghilang. Altar itu terlihat kuno, terbuat dari batu hitam yang berkilauan dengan simbol-simbol misterius. Di atasnya, terdapat sebuah cincin kristal besar yang berputar pelan, memancarkan cahaya yang aneh, hampir seperti menarik perhatian mereka.
"Cincin itu... adalah kunci yang dimaksud?" tanya Kael, matanya tertuju pada cincin yang bergerak dengan anggun di atas altar.
Elyra mengangguk. "Cincin itu adalah pusat dari altar. Untuk mengaksesnya, kalian harus memahami gerakan ruang yang ada di sekitar altar ini. Cincin itu hanya akan terbuka jika kalian bisa menyelaraskan waktu dan ruang dengan tepat."
Rael memandang cincin itu dengan penuh rasa ingin tahu. Ia merasa, seperti yang Elyra katakan, ada gerakan yang tak kasat mata yang mengelilinginya. Sesuatu yang tidak bisa dipahami hanya dengan teori. Namun, Rael tahu bahwa ia harus mencoba.
"Bagaimana cara kita menyelaraskan waktu dan ruang?" tanya Rael dengan suara pelan, namun tegas.
Elyra memandang mereka berdua dengan serius. "Untuk menyelaraskan waktu dan ruang, kalian harus memahami konsep dasar yang telah diajarkan di akademi waktu. Namun, di sini, kalian akan menghadapi tantangan yang lebih besar. Keseimbangan antara keduanya bukan hanya soal teori. Itu adalah soal keharmonisan. Jika kalian ingin membuka cincin itu, kalian harus memadukan energi ruang dan waktu dalam diri kalian."
Kael terlihat sedikit bingung, tetapi Rael mengerti. Ia selalu percaya bahwa ruang dan waktu tidak dapat dipisahkan. Selama ini, ia hanya fokus pada waktu, tetapi di hadapan altar ini, ia merasakan bahwa ruang memiliki peran yang sangat besar. Waktu dan ruang harus dipahami bersama, bukan hanya sebagai entitas terpisah.
Rael mulai meresapi ajaran yang ia pelajari. Ia mengangkat tangannya, berusaha merasakan aliran waktu di sekelilingnya. Saat ia fokus, ia bisa merasakan detak waktu yang terus mengalir. Ia menarik napas dalam-dalam, kemudian mulai menggerakkan tangan kanannya dengan lembut, mencoba membentuk ruang di sekitarnya dengan aliran waktunya.
Tak lama kemudian, ruang di sekitar mereka mulai bergetar. Kael menatap Rael dengan penuh perhatian, merasa ada sesuatu yang mulai terhubung dalam dirinya juga. Kael mengikuti gerakan Rael, meskipun dengan hati-hati. Ia menambahkan energi ruang yang ia pelajari, mencoba merasakan aliran di sekelilingnya. Seiring waktu, keduanya mulai merasakan sinergi antara gerakan waktu dan ruang.
Simbol-simbol di sekitar altar mulai bersinar, satu per satu, mengikuti gerakan mereka. Cincin kristal itu mulai berputar lebih cepat, seolah merespons energi yang diciptakan oleh Rael dan Kael. Suasana di sekeliling mereka semakin intens, hingga akhirnya suara deru angin halus terdengar, dan cincin itu berhenti berputar, terbuka perlahan.
Elyra tersenyum, matanya berkilau dengan kebanggaan. "Kalian berhasil," ujarnya. "Itu adalah langkah pertama. Tapi ingat, perjalanan kalian baru saja dimulai."
Rael dan Kael saling bertukar pandang, merasakan beban yang semakin berat di pundak mereka. Rael merasa bahwa cincin yang terbuka itu hanyalah pintu menuju sesuatu yang lebih besar. Ada ancaman yang tersembunyi, sesuatu yang lebih gelap yang sedang menunggu mereka.
Dengan hati yang penuh tekad, mereka melangkah maju, memasuki altar yang kini terbuka, menuju ruang yang lebih dalam. Di dalamnya, mereka bisa merasakan kehadiran sesuatu yang lebih besar, entitas yang lebih kuat dari apa pun yang pernah mereka bayangkan.
Rael tahu bahwa mereka harus siap untuk menghadapi tantangan yang jauh lebih besar. "Kita harus terus maju, Kael," kata Rael dengan suara tegas. "Ini adalah takdir kita. Kita tidak bisa mundur sekarang."
Kael mengangguk, meskipun wajahnya masih terlihat ragu. "Aku tahu, Rael. Kita tidak punya pilihan selain maju."
Mereka melangkah lebih dalam ke dalam altar, tidak tahu apa yang akan menanti mereka di depan. Namun, satu hal yang pasti, mereka akan terus mencari jawaban, memahami lebih dalam tentang hubungan waktu dan ruang, serta ancaman yang mungkin mengancam keseimbangan alam semesta.
Saat mereka melangkah lebih jauh, Rael merasa ada perubahan dalam aliran waktu di sekitar mereka. Rasanya seperti waktu dan ruang mulai berkelok-kelok, semakin sulit untuk dibedakan satu sama lain. Di dalam hatinya, Rael tahu bahwa ujian sebenarnya baru saja dimulai, dan mereka harus siap menghadapi apapun yang datang.
Namun, di balik semua itu, ada satu pertanyaan yang terus menghantui Rael: Apakah mereka benar-benar siap untuk menghadapi kegelapan yang menunggu di balik pintu-pintu yang mereka buka?