Can I? [10]

Siang ini Julya sudah berada di kelas ia menyusup karna ingin melihat Ernest dari dekat. Julya terus menatap Ernest yang berada di samping kanannya.

"Jangan menatapku terus" gumam Ernest sambil memperhatikan yang dijelaskan di dosen.

"Kau salting?" Tanya Julya.

"Tidak tuh" jawab Ernest dengan cepat.

"Hehe.. lucunya.. kali ini aku membuatkan bekal untukmu, menunya kali ini carbonara" ucap Julya memberi kotak bekal berwarna pink.

"Tidak perlu" ucap Ernest menyingkirkan kotak bekal itu.

"Hei.. ayolah jangan malu-malu" Julya mendorongnya lagi kearah Ernest.

"Fine.. aku terima, puas?" Ernest pun mengambil kotak bekal itu membuat Julya tersenyum.

"Gitu dong" Julya tersenyum puas. Ia melanjutkan aktivitasnya kembali yaitu menatap Ernest.

Dosen keluar dari kelas anak-anak yang lain juga mulai berdiri untuk pergi dari sana begitu juga dengan Ernest dan Julya.

Ernest lebih dulu keluar dari kelas membuat Julya berlari menuruni tangga. "Tunggu dong, Ernest" Julya mengikuti Ernest dari belakang menyusuri koridor.

"Pss.. pss.. itu kan Julya yang di rumorin itu kan?"

"Iya-iya.. kenapa dia ngikutin cowo itu? Bukannya dia udah punya kevin?"

"Gak tau deh.. katanya sih Julya lagi ngincer cowo itu pas malam prom gak taunya sampe sekarang dia masih ngejar"

"Apaan banget sih cewe kaya gitu"

Pembicaraan mereka berhenti saat seorang laki-laki berjalan dengan cepat melewati mereka.

"Eh.. itu kan kevin, ikutin yu" ucap salah satu dari mereka, mereka pun mengikuti kevin.

Grep!

Tangan Julya ditarik pergi ke taman kampus oleh lelaki yang bernama kevin itu. "Kevin! Lepas!" Titah Julya namun diidahkan oleh Kevin.

"No.. gak, aku gak akan ngelepasin kamu" ia berhenti menarik tangan Julya. "Sekarang kamu mau kemana lagi, Hah? Ke ukm lagi? Mau ke sekret lagi? Mau ngapain? Mau berdua-duan sama itu cowo, hm?"

"Nggak tuh"

"Nggak? Alah.. gak usah ngelak-ngelak.. sekret kamu itu bersebrangan sama gedung aku.. aku sering liat kamu.. kamu ngobrol aja terus sama dia, kan" Julya mengerutkan dahinya tidak habis pikir dengan Kevin. "Keluar bareng.. masuk bareng.. kamu ngapain sih, hah?"

"Nggak ngapa-ngapain"

"Nggak ngapa-ngapain kata kamu?

Kamu kalo gak sama aku sama dia terus.. ngapain kalian hm?" Tanya Kevin mengintimidasi.

"Ya kalo aku ngapa-ngapain sama dia apa urusannya sih sama kamu?" Tanya Julya balik dengan nada yang rendah.

"Urusannya sama aku? Kamu beneran nanya itu sama aku? Aku itu pacar kamu.. kamu amnesia? Iyah? Baru aku tinggalin dua minggu doang loh kamu udah deketin cowo lain" ucap Kevin.

"Pacar? Kamu masih berani nyebut diri kamu pacar aku setelah kamu tidur sama cewe lain, iya?" Nada Julya mulai meninggi.

"No.. aku gak tidur sama cewe lain sebalik nya malah.. kamu ngapain sama cowo itu berduaan ajah? Kamu kira aku gak kekampus gak ada yang ngeliat kamu gitu? Gak ada yang merhatiin kamu gitu? Temen-temen aku banyak yang disini... yang ngasih tau kamu sama si a si b aku masih ngebalain kamu loh di depan mereka.. tapi pas aku liat kamu bareng sama si BRENGSEK itu sakit hati aku, sayang!" Jelas Kevin.

"Aku juga sakit hati tuh pas tau kamu gak ke kampus gara-gara nemenin tuh cewe yang ngebuat kamu berpaling dari aku! Kamu pergi ajah sana sama dia! Kamu lebih suka kan sama sahabat KECIL kamu itu ketimbang sama aku?!"

"Gak sayang.. kamu cemburu sama dia? Dia cuma sahabat aku doang kok"

"Sahabat? Sampe chek in ke hotel bareng gitu? Dia juga sahabat aku KEVIN!"

"Aku cuma kasian sama dia doang, sayang"

"Kasian? Terus aku gimana? Aku harus sendiri ajah gitu? Aku kesepian Kevin.. aku juga dulu kaya gitu kok! Sama cowo terus 24/7 sama cowo di bar di kampus itu karna kamu gak pernah merhatiin aku.."

"Tapi kan sekarang aku ada disini, sayang.. yaaa.. jangan nangis" Kevin ingin memegang pipi Julya yang basah karna air mata.

Plak!

"Gak usah pegang-pegang!" Setelah menepis kasar tangan Kevin Julya langsung pergi dari sana ia menarik tangan Ernest keluar dari kerumunan.

"Sayang!" Panggil Kevin ia berlari mengejar Julya yang menarik Ernest keluar dari sana.

"Kamu bisa nyetir kan? Pake mobilku" ucap Julya memberikan kunci mobilnya ke Ernest.

"Oke" Ernest masuk kedalam mobil Julya. Mobil supra mk3 yang dulu sempat jadi idaman Ernest.

Mereka pergi dari sana dengan cepat sebelum Kevin sempat mengejar.

"JULYA!" Panggil Kevin mengejar Julya namun mustahil karna Ernest mengegaskan mobil sampai kecepatan 190 km.

Julya masih menenangkan dirinya karna menangis saat beradu mulut dengan Kevin. Ernest sesekali melirik Julya yang memandangi jendela sambil. sesekali terdengar suara tarikan napas dari Julya.

"Pakai dulu seatbeltnya" titah Ernest sambil fokus menyetir Julya pun menurut."Mau kemana sekarang?" Tanya Ernest.

"Terserah" ucap Julya dengan suara gemetaran.

"Kita kepantai ajah ya.. aku tau pantai yang sepi" Julya tak menjawabnya Ernest, ia hanya bisa diam karna moment yang membingungkan.

Sesampainya di pinggir pantai yang sepi Ernest memberhentikan mobilnya. "Udah sampe" tetap tak ada jawaban Ernest pun menatap Julya yang tertidur.

Ernest mulai bertambah bingung ia ingin membangunkan Julya namun tak jadi karna ia melihat mata Julya yang sembab dan hidung yang merah, Ernest pun tak jadi membangunkannya.

Matahari mulai tenggelam dan langit sudah memancarkan warna hitamnya, bintang dan bulan mulai terlihat namun Julya belum juga bangun Ernest sudah keluar dari mobil untuk makan dan melakukan kegiatannya di toilet umum namun Julya belum kembali bangun.

Ernest menyandarkan tubuhnya menatap Julya yang tertidur pulas sampai akhirnya Julya mulai terbangun karna merasa tubuhnya sakit-sakit.

"Sudah bangun?" Tanya Ernest Julya pun langsung menoleh ke sumber suara.

"Maaf aku malah ketiduran" ucap Julya.

"Gak masalah"

"Dimana kita sekarang?" Tanya Julya.

"Di pantai" jawab Ernest. Julya melihat sekeliling untuk memastikan.

Sniff.. sniff..

Julya melihat kearah sumber wewangian makanan yang tercium enak. "Kau memakan masakanku?" Tanya Julya.

"Iya" jawab Ernest malu-malu.

"Bagaimana? Enak?" Tanya Julya.

"Enak.. tapi aku merasakan ada sedikit kadar alkohol" jawab Ernest.

"Iya.. aku memasaknya pakai keju yang besar aku gak tau namanya tapi keju itu kake ku bawa dari italia aku memasaknya pakai alkohol untuk membakar kejunya lalu aku masukan spageti aku tambah garam sedikit dan beberapa bumbu.." Jelas Julya agar Ernest tak merasa khawatir.

Namun bukannya khawatir Ernest sekarang merasa terkejut karna Julya bilang ia pakai keju besar dari italia yang harganya sangat mahal.

"Kau serius?" Tanya Ernest.

"I-iya.. kenapa? Gak enak ya? Kamu alergi keju kah?" Tanya Julya panik.

"Gak.. gak papa.. makasih loh" jawab Ernest masih shock.

Julya memasang wajah bingungnya setelah itu pandangannya teralihkan dengan pemandangan pantai di malan hari.

Blak..

Pintu mobil terbuka Julya keluar dari mobil mendengar itu Ernest langsung menoleh dan langsung melepas seatbelt nya dan ikut keluar dan menghampiri Julya yang berjalan kearah pantai setelah melepas sepatunya.

Julya menatap kearah langit Ernest pun mengikutinya. Ernest menoleh kearah Julya.

"Apa kau menyukai pantai?" Tanya Ernest.

"Tidak" jawaban Julya membuat Ernest bingung. "Adik tiri ku yang menyukai pantai apa lagi sunset di pantai"

Ernest hanya diam mencoba mencerna ucapan Julya. "Aku takut dengan kedalaman laut aku thalaso phobia.. kalau aku ke pantai seperti ini.. yang kunikmati adalah anginnya yang segar dan langit yang lebih terlihat jika aku kepantai" Julya mulai duduk di atas pasir putih diikuti Ernest.

"Hmm" Ernest mengangguk sambil memperhatikan sekitar. Ia mulai mengerti yang dimaksud Julya.

"Kalau kamu?" Tanya Julya.

"Kenapa?" Tanya Ernest menoleh kearah Julya.

Julya menatap Ernest dengan mata yang mengisaratkan kalau ia tersenyum. "Kamu suka pantai?" Tanya Julya lagi.

"Suka" jawab Ernest singkat. "Kamu mau tau apa yang tak kusukai di dunia ini?" Tanya Ernest.

"Apa? Can you explain that?" Tanya Julya.

"Bisa.. aku tak suka di bohongi.. aku tak suka pakaian yang nyentrik seperti banyak warna.. aku tak suka musim yang terlalu panas atau terlalu dingin.. aku lebih suka mendung.. lalu.. aku suka makanan yang benyek seperti bubur dan lainnya.. aku lebih suka ayam di goreng dari pada ayam di bakar.. lalu apa ya?" Ernest berhenti sejenak memikirkan apa lagi yang ia sukai dan tidak ia sukai.

Julya dengan senang hati menunggu sambil menyandarkan kepala ke lututnya yang ia tekuk.

"Aku gak tau lagi deh.. kalau kamu? Apa kamu punya alergi atau phobia lain? Agar aku bisa mencegah mu" tanya Ernest yang sudah frustasi memikirkan tentang dirinya sendiri.

"Aku alergi strawbarry, ikan dan kecambah kalau phobia mungkin hanya palung mariana atau laut, air yang hitam dan dalam itu ajah sih" jawab Julya.

"Noted" ucap Ernest.

"Can i.." Gumam Julya yang terdengar Ernest karna suaranya terbawa angin laut.

"Can i what?" Tanya Ernest.

"Can i... bolehkan aku mengetahui apa alergi dan phobia tuan Ernest?" Tanya Julya mengelak.

"Mmm... kalah alergi aku gak punya sih phobia juga tidak punya" jawab Ernest.

"Bagus kau tak punya alergi, aku jadi bisa memasakan berbagai macam masakan untuk mu" ucap Julya.

"Mm.. tak perlu aku bisa makan-makanan yang lain" ucap Ernest terus mengelak membuat Julya tersenyum. "Tapi kalau kau tak keberatan juga tidak apa" lanjut Ernest membuat Julya tertawa dengan tingkahnya.

"So-soan nolak akhirnya juga mau.." ucap Julya sambil menahan gemas.

"Gimana ya.. uang apartemen sama kuliah ajah kurang di tambah makanan juga sekarang mahal-mahal" ucap Ernest mencoba menjelaskan.

"Oke aku akan memasakan makanan untuk mu lagi nanti.. oh ya.. kapan kau akan ujian akhir semester?" Tanya Julya.

"Bulan depan.. kalau skripsi tuh susah gak sih?" Tanya Ernest.

"Hm.. gak sih soalnya ada bimbingan skripsi juga kan lumayan ngebantu sih" jawab Julya.

"Hmm.. oke" Ernest mulai menatap langit kembali. "Liat itu sekarang lagi full moon" ucap Ernest menunjuk bulan yang bulan sempurna.

"Hm.. iya ya.." Julya menatap langit saat Ernest menunjuk langit.

Tring.. Tring..

"Sebentar" Julya menjauh untuk membuka ponselnya dan mengangkat telpon dari Theo.

"Dimana kamu?" Tanya Theo dengan nada yang dingin.

"Ada di pantai" jawab Julya.

"Mananya?" Tanya Theo lagi.

"Di chumas" jawab Julya.

"Ada kendaraan gak? Biar kaka jemput" tanya Theo.

"Hm.." Julya menoleh kearah Ernest yang sibuk melihat pasir. "Tidak.. aku akan sharelok aku tutup ya telponnya" ucap Julya kembali menoleh kearah untuk pantai.

"Oke" Theo menutup telponnya setelah ia berucap.

Julya kembali kearah Ernest dan duduk disebelah Ernest. "Ada apa?" Tanya Ernest.

"Gak ada.. aku mau disini sendiri bisa?" Tanya Julya.

"Bahaya kalo sendiri biar aku temenin ajah, ya?"

Julya menggeleng tak setuju. "Kamu bawa ajah mobilku aku bisa panggil orang buat bawa aku pulang"

"Hm? Yakin?" Tanya Ernest dijawab anggukan oleh Julya.

"Udah sana.. sebelum aku tambah badmood mending kamu pulang sana" ucap Julya mengusir Ernest.

"Oke deh kalau emang kamu maunya gitu, oke" Ernest berdiri dari duduknya berjalan perlahan kearah mobil.

"Dadah" Julya melambaikan tangannya kearah mobil yang mulai menjauh.

"Huft.." Julya meluruskan kakinya setelah itu ia membuka ponselnya untuk sharelok ke Theo.

Setelah menunggu berjam-jam akhirnya Theo datang dengan mobil putihnya yang tak ada atapnya.

"Kenapa pake mobil ini sih?" Tanya Julya.

"Kenapa? Yaudah ku tutup ajah deh" Theo langsung memencet tombol untuk mobilnya agar tak terbuka.

Brak..

Julya menutup pintu mobil dengan tak santai. "Pelan-pelan lah fey.. baru ini mobil" ucap Theo complain.

"Tinggal beli lagi ajah" ucap Julya tak peduli.

"Kaka tau uang di mata mu hanya hal sepele tapi bagi kaka uang itu berharga bahkan hanya untuk dibuat membeli makanan untuk diri sendiri" ucap Theo mulai menjalankan mobil.

"Uang emang berharga dasar bodoh.. lagi pula kalau cara mu memperlakukan uang seperti itu kau akan dianggap pelit sama orang" cibir Julya.

"Iya sih.. bener juga kata kamu"

Hening. Hanya ada suara angin yang menembus mobil saat ini.

"Lamia akan pulang hari ini sama Helio" ucap Theo.

"Mereka akan tinggal dirumahku juga?" Tanya Julya.

"Iya.. sejak awal kan memang itu tujuan kita.. membuat rumah menjadi luas agar anak-anak atau adik tiri mu bisa tertampung di sana" jawab Theo.

"Rumah sudah terlihat sumpek sama keluarga Davinchi dan cosa nostra ditambah mereka, sepertinya aku harus mengusir cosa nostra dan davinchi" ucap Julya.

"Tak perlu berbuat seperti itu.. mereka lusa akan pergi sendiri, katanya setelah Elea dan Helio datang esoknya mereka akan pulang karna tak ada urusan lagi dengan gangster negara ini" ucap Theo.

"Baguslah kalau begitu" Julya memainkan ponselnya karna merasa bosan dengan perjalanan yang memakan waktu 50 menit.

"Kau bosan?" Tanya Theo.

"Kau pikir?" Mendengar jawaban itu membuat Theo tersenyum nyengir.

"Pakai seatbealt mu aku akan menginjak gas" Julya menurutinya. Mobil porches itu melaju dengan dengan kecepatan 350km/jam untungnya jalanan sudah mulai sepi karna jam menunjukan pukul 12 malam.

Tin.. tin..

Mereka diklaksonin dengan segerombol pemuda bermotor yang sepertinya dari suatu geng. Theo pun mulai memberhentikan mobilnya.

"Kamu bawa mainan gak?" Tanya Theo.

"Gaklah gila" Jawab Julya.

"Oke tunggu ajah di mobil" Theo mulai meminggirkan mobilnya.

"Berhenti-berhenti" ucap mereka.

"Iya ini juga berhentikan" ucap Theo.

"Siapa nih?" Tanya salah satu dari mereka.

"Theodore landwind, kenapa ya sir?" Tanya Theo tetap berada di dalam mobil sambil memegang pistolnya.

"Ma'am nya siapa nih?" Tanya orang itu.

"Aku.. Lyn" jawab Julya berbohong.

"Ma'am lyn? Oke.. bisa turun dulu ma'am sama sirnya gak nih? Ada yang mau di omongin" ucap orang itu.

"Ohh.. mau ngomong.. kalau mau ngomong kedepan dulu ajah sir cari tempat aman dulu ajah gak enakkan kalau di pinggir jalan gini" ucap Theo, Julya mulai memberikan sandi morse lewat radionya.

"Ohh.. gak bisa gitu kalau mau ma'am sama sirnya keluar dulu" ucapnya kekeh.

"Oke" Theo membuka seatbealthnya lalu keluar dari mobil.

"Ma'amnya gak mau keluar?" Tanya orang itu.

"Jangan dia lagi pms itu salah dikit tusuk dia, bahaya" ucap Theo.

"Ohhh.. haha.. biasa ya cewe" orang itu pun mengalihkan perhatiannya ke Theo. Mobil Theo di kepung 15 orang dengan motor moge.

Kemungkinan mereka sedang komvoi malam itu dan berakhir membegal Theo dan Julya.

"Gak ada apa apa gitu?" Tanya orang itu ketemennya yang menggeledah isi jaket jeans milik Theo.

"Gak ada cuma ada rokok sama korek" jawab temannya yang menggeledah Theo.

"Oke.. tusuk ajah dia gak guna" mendengar itu Julya langsung naik pitam ia mengambil pistol yang ditaruh Theo sebelum keluar.

Brak..

Julya keluar dari mobilnya mengarahkan pistolnya ke arah orang yang didekat Theo. Ia menarik pelatuknya dan mengarahkan kembali ke yang satunya setelah itu Julya masuk kembali ke mobil ia beralih ke Sit pengemudi Theo dengan cepat masuk kedalam mobil Julya pun mulai menginjak Gas.

Tentu saja mereka dikejar oleh kelompok mereka. "Halo halo radio!" Ucap Julya pada radio dengan panik.

"Gak ada orang di radio, percuma mereka tadi pada mabok-mabokan" ucap Theo.

"SHIT" Julya mencari tempat yang pas untuk open fire. "Ada pistol 2 kan lu? Gue pinjem satu, gue bakal berhenti di perumahan depan tembakin mereka, oke" Theo mendengar komando Julya pun mengangguk.

Mobil Julya berhenti di daerah perumahan yang sepi dari orang karna perumahan disana tidak ada yang menempati. Theo keluar dari mobil diikuti Julya.

Dor!

Dor!

Dor!

Julya menembakan peluru di bagian ban mereka agar mereka berhenti. Kelompok itu pun menyadari keberadaan Theo yang berada di atas mobil.

Dor!

Mereka membalas tembak mengenai pundak Ernest. Julya keluar dari persembunyiannya melihat sekelilingnya ada 12 orang disana mengepung mereka berdua, setelah yakin dengan dengan keberadaan mereka Julya langsung keluar dari persembunyian dan menembaki mereka satu persatu.

Dor!

Dor!

Dor!

Julya mengumpat kembali karna pelurunya habis, Theo yang tadinya pura-pura mati pun menembaki mereka sambil memberikan peluru pada Julya.

DOR!

DOR!

DOR!

DOR!

Julya menembaki mereka lagi di bantu oleh Theo. "Habiskah?"tanya Theo.

"Belum.. ada satu lagi.. mereka harusnya ada 13 yang ikut mengejar" bisik Julya.

"Pergi ajah darah gue keluar terus nih" ucap Theo, Julya pun melirik Theo yang berada di belakangnya Julya pun buru-buru masuk kedalam mobil diikuti Theo.

Mereka melaju di kecepatan 230kmh. Julya yang menyetir mobil yang sudah bolong-bolong karna terkena peluru.

"Mobil gua" Theo meringis bukan karna tangannya yang bolong tapi karna mobilnya yang bolong dan sedikit rusak di bagian luar akibat penembakan.

"Ck.. ada north tenang ajah dia kan montir keluarga yang hebat, santai ajah.." ucap Julya membuat Theo malas mengeluh kembali.

To be Contineu