Can I? [9]

Pagi ini Julya bersiap-siap untuk pergi ke perpustakaan ia mencari buku referensi untuk skripsinya. Julya memakai bedak menepuk-nepuk spone bedak pada pipinya selesai itu ia menaruhnya ke dalam tas. Julya berdandan diakhir oleh perona bibir yang berwarna nude.

Selesai Julya berdandan Julya langsung memakai sepatunya dan keluar kamar. Julya turun tangga dan semua orang yang ada di rumah itu sedang berkumpul di lapangan kesempatan Julya untuk bermain tanpa pengawal.

Yang lain di lapangan sedang berolahraga mereka berlari beberapa putaran di lanjut dengan push up. Tidak hanya lelaki namun yang wanita pun juga ikut melakukan rutinitas keseharian keluarga Davinchi.

Julya mengeluarkan mobil biasanya berwarna biru porseline.

Tin! Tin!

Julya mengklakson agar satpam membukakan pagar untuknya. Satpam itu mengahampiri mobil Julya dan membungkuk kearah kaca mobil Julya pun membuka kaca mobilnya.

"Mau kemana nona?" Tanya satpam itu di sertai senyuman Julya pun membalas senyuman.

"Hehe.. saya mau ke kampus ada bimbingan" jawab Julya satpam itu pun mengangguk lalu membukakan pagar.

"Silahkan nona.." ucap satpam itu Julya pun menutup kembali kaca mobilnya lalu menjalankan mobilnya.

Sesampainya Julya di perpustakaan Julya langsung menghampiri penjaga perpus. "Mbak.." panggil Julya namun tak ada respon dari sang penjaga karna penjaga itu mengenakan earphone.

"Mbak?" Panggil Julya lagi.

Julya sedikit menjauhkan wajahnya lalu menengok kanan kiri. Tak ada orang. "Mbak!" Teriak Julya membuat sang penjaga kaget.

"Astagfirullah" kagetnya Julya pun ikut kaget karna reaksi sang penjaga perpus.

"Shtt.. ini perpustakaan" ucap Julya menyuruh penjaga perpus untuk tak berisik namun dirinya juga berisik (gaslighting).

"Ibu yang ngagetin saya.." ucap penjaga perpus.

"Boleh saya tanya?"

"Mau tanya apa ibu?" Tanya balik penjaga perpus.

"Kalo buku akuntansi atau tentang bisnis gitu di rak mana ya?" Tanya Julya.

"Owh.. ada di sana ibu lurus ajah dari sini terus di rak ke tiga di situ di belakangnya nah disitu" jelas penjaga perpus mengarahkan jalan.

"Oh.. oke terimakasi" Julya pun pergi dari sana mengikuti arah yang dijelaskan penjaga perpus.

Perpustakaan itu sangat luas dan banyak buku berbagai jenis bahkan sampai ada buku luar negri disana dan disana juga ada 2 lantai yang bisa di jamah pengunjung namun sayangnya karna sepi pengunjung jadinya buku-buku disana jadi berdebu karna kurangnya di sentuh dan selain karna sepinya pengunjung juga para karyawan disana sedikit hanya ada 2 orang yang satu penjaga perpustakaan yang biasanya ada di dekat pintu masuk dan satunya lagi yang membersihkan buku-buku walau tidak semua.

"Dimana ya.." gumam Julya mencari-cari buku dan akhirnya ia menemukannya Julya mengambil beberapa buku menggunakan tangga yang disediakan selesai itu Julya turun dari tangga perlahan namun langkahnya terhenti saat seorang pria memperhatikannya. 'Ernest' .

Julya dengan hati-hati turun dari tangga di bantu pegang oleh Ernest. "Hai" sapa Julya pada Ernest setelah ia turun dari tangga. Ernest hanya menatap Julya tanpa membalas sapa ia lalu pergi dari sana.

"Ernest" panggil Julya ia mengikuti Ernest dari belakang.

Ernest menghentikan langkahnya tiba-tiba membuat Julya juga berhenti. Ernest membalikan badan dan berjalan sambil menatap tajam Julya membuat Julya sedikit takut.

Julya pulai terpojok ia memegang erat bukunya karna wajah Ernest mulai mendekat, Julya menutup matanya karna takut dengan mata Ernest yang sangat memperlihatkan kebencian padanya.

"Buka" Julya mendengar itu pun mulai membuka matanya.

Grep!

Ernest menekan pipi Julya dengan satu tangannya yang besar. "Jangan. Ikutin. Gua. Gue. Gak suka. Sama lu. Lu creepy tau gak!" Ucap Ernest penuh penekanan di tambah dengan tangannya yang menekan kesar rahang dan pipi Julya.

"Paham?" Tanya Ernest melepaskan cengkramannya.

"Kamu pikir aku akan menghilang, Ernest?" Tanya Julya membuat Ernest mengerutkan keningnya.

"Jauhin gue" ucap Ernest dengan nada rendah.

"Gak akan!" Jawab Julya dengan sarkas.

"lu ngerti bahasa manusia gak?" Tanya Ernest.

"Ngerti" jawab Julya cepat.

"Bagus.. lakuin apa yang gue suruh"

"Gue bukan babu lu" ucap Julya.

"Gue juga tau lu bukan babu gue"

"Terus?" Tanya Julya.

Ernest diam sejenak ia menarik napasnya lalu membuangnya dengan kasar, ia membalikan badan dan pergi dari sana.

"Ernest" panggil Julya namun kali ini suasana dibuat benar-benar canggung membuat Julya juga pergi dari sana membawa beberapa buku.

Julya mengemudikan mobilnya dengan kecepatan normal ia berhenti di mini market membeli sebungkus rokok untuk dirinya lalu ia kembali kedalam mobilnya dan melajukan mobilnya kesuatu tempat. Tempat itu adalah bar miliknya ia masuk kedalam yang keadaannya sangat sepi saat itu karna para pegawainya memulai kerja di malam hari.

Julya pergi ke gudang melihat stok anggur buatannya. Ada beberapa anggur impor dan anggur lokal di sana dan juga ada salah satu anggur yang bertuliskan kalau anggur itu anggur Julya. Botol kaca yang terlihat mewah dengan warna yang begitu pekat dengan paduan aroma yang sangat strong membuat siapa saja saat mencium baunya saja sudah di buat mabuk.

Julya melihat isi tong yang berisikan air berwarna merah yang terlihat seperti darah namun itu adalah anggur yang ia racik sendiri. Anggur itu dapat memabukan orang bahkan hanya saat mencium aromanya saja.

Julya menuangkan anggur yang sudah di diamkan beberapa tahun itu untuk ia cicipi. Julya meneguknya sekaligus rasanya membuat Julya tersenyum akan hasilnya.

"Sangat tidak anggun" ucap seseorang bersuara berat, Julya langsung menoleh kearah suara.

"Kenapa kau terikat seperti itu, fer?" Tanya Julya sambil membuka ikatan tali.

"Biasa, kalah taruhan sama gangsta aliansi davinchi" jawab Fermin, pria berambut blonde panjang dengan warna mata hijau ia keturunan landwind namun tanpa marga karna ia sendiri yang melepas marganya.

"Ada-ada saja kamu" Julya berucap sambil berdiri. Fermin ikut berdiri merapikan pakaiannya.

"Thanks, kalau begitu aku balik dulu" ucap Fermin berterimakasih.

"Temani aku minum" ucap Julya sambil memegang sebotol wine besar. Fermin menatap Julya dan hanya bisa mendengus karna tak jadi pulang.

"Baiklah"

Kini mereka berdua berada di ruangan VVIP kasino itu menikmati alkohol. Fermin memegang segelas anggur sedangkan Julya ia merokok dengan santai duduk di sofa.

"Ada apa?" Tanya Fermin.

Julya melirik Fermin lalu kembali kepandangan awal sesekali menghisap rokoknya. "Tidak ada" jawab Julya.

"Lalu? Walau kau selalu terlihat stress kali ini kau jadi lebih terlihat gila ketimbang stress" ucap Fermin terlalu jujur mengutarakan rasanya.

"Shut the F*ck off" ucap Julya dengan cepat.

"Keluarga? Kuliah? Atau cowo?" Tanya Fermin lagi mencoba mengulik.

"Tak ada.." jawab Julya mencoba menutup-nutupi.

"Ohh.. cowo ya.. siapa?" Tanya Fermin.

"Gak asik lu, bisa baca pikiran" cibir Julya karna terlalu cepat di tebak oleh Fermin.

"Siapa? Pilihan dia cuma 2 revolver masuk mulut atau aka" ucap Fermin memprotec Julya.

"Sama ajah lu kek Theo" cibir Julya tak suka.

"Siapa cowo yang nyakitin lu?" Tanya Fermin sambil melirik Julya yang berada di belakangnya sedang merokok.

"Gak ada.." jawab Julya cepat dan sedikit meninggikan suara.

"Yasudah kalau begitu" Fermin meminum winenya lagi.

Tring~ Tring~

Suara ponsel Julya yang menandakan ada seseorang yang menelpon. Julya mengangkatnya karna telpon itu dari Theodore.

"Halo, kenapa kak?" Tanya Julya.

"Dimana kamu? Lagi sibuk?" 

"Julya lagi di kampus kenapa kak?" Tanya Julya.

"Kalo bisa kerumah.. kerumah sekarang ya.." ucap Theo pelan.

"O-oke Julya akan kerumah" Telepon pun di tutup Julya.

"Ada apa?" Tanya Fermin.

"Gak tau.. kaka tiba-tiba nyuruh ke rumah, perasaan gue gak enak" jawab Julya.

"Mau gue anter?" Tanya Fermin.

"Gak perlu, lu juga gk mau ketemu anak-anak landwind kan, gue ajah kesana sendiri, dah ya" Julya melenggang pergi setelah mengambil rokoknya.

"Ya, hati-hati kalo perlu backup telepon ajah" ucap Fermin Julya pun memberikan ibu jarinya sambil berjalan mundur kearah parkiran.

Julya pergi dari sana dengan kecepatan 135km/jam ia melaju di jalanan yang lumayan ramai dengan para pengemudi.

Sesampainya di rumah Julya di kejutkan oleh sang kake yang sudah duduk manis di ruang tengah dengan para keluargnya yang tak berkutik karna di todong oleh para pengikut kakenya.

"Apa-apaan ini?" Tanya Julya napasnya mulai tak teratur menahan amarah.

"Akhirnya sang putri keluar juga" ucap pria paruh baya berpakaian jas serba putih.

Alonzo Landwind. Mafia legend yang bernama cosa nostra.

"Turunkan senjata kalian" titah Julya namun mereka hanya melirik karna bukan perintah dari alonzo.

Julya yang menyadari itu pun langsung menatap kakeknya. "Kake" Alonzo tersenyum Smirk mendangar sang cucu yang meminta bantuannya.

"Turun kan senjata kalian" titah Alonzo mereka pun menurunkannya. "Cucuku.. kau pasti sudah taukan kedatanganku kesini untuk apa?" Tanya Alonzo.

"Ya.. Julya sudah tau" jawab Julya.

"Feyna bukan Julya" ralat Alonzo. "Kemarilah cucuku.. duduklah disini seperti bagaimana kamu biasanya" ucap Alonzo menunjuk sofa yang juga diduduki eve dan lamia (adik perempuan Julya yang terakhir).

Tubuh Julya bergemetar dan dengan perlahan ia duduk di sofa yang jauh dari yang lain. "Kamarilah Julya dekat madre" ucap Eve dengan tenang Julya pun mengikuti kemauan Eve.

"Bagaimana keadaan mu, Cucuku?" Tanya Alonzo.

"Baik, kek" jawab Julya.

"Tidak perlu kaku, tadi kake hanya memberikan pelajaran pada mereka karna mereka tak ada yang tau kalau cucuku tidak ada dirumah dan parahnya lagi tak ada yang mengawal mu dan menyetirimu"jelas Alonzo.

"Kake gak perlu seperti itu pada mereka" ucap Julya.

"Jadi bagaimana? Apa kamu sudah mempunyai pacar?" Tanya Alonzo.

"Tidak punya, kake" jawab Julya.

"Looh.. bukannya saat itu kake sudah mengirimi mu beberapa lelaki sebelum kabar kedatangan ku kesini? Apa cucuku tidak suka dengan mereka?" Tanya Alonzo.

"Mereka sangat buruk" jawab Julya.

"Jadi bagaimana dengan pria yang kubawa saat ini?" Tanya Alonzo menunjuk pemuda tampan di sebelahnya.

"Bukan tipeku" jawab Julya dengan cepat.

"Cucuku.. bahkan kau belum melihatnya. Lihatlah dia cukup tampan bukan walau tak setampan aku saat muda, hahaha.." ucap Alonzo memuji dirinya sendiri.

"Tidak ada yang kusuka" jawab Julya.

"Bagaimana kalau dia? Dia juga lumayan tampan dan kaya" tanya Alonzo namun Julya tetap menggelengkan kepala.

"Fey tak ingin menikah dulu, kake. Fey mau berkerja kalau Fey menikah cepat Fey tak akan pernah mengalami hal yang namanya kerja" jawab Julya.

"Untuk apa kau kerja? Kekayaan ku tidak cukup untuk mu, cucuku?" Tanya Alonzo.

"Tentu saja itu sudah lebih dari cukup, tapi Fey berkerja bukan untuk uang namun pengalaman, kalau sewaktu-waktu Fey di ceraikan pasti Fey akan mencari kerja dan mengurus anak sendiri dan semua perusahaan pasti akan menanyakan tentang pengalamanku, Fey juga tak ingin menjadi beban kalian terus Fey ingin berkerja" jawab Julya.

"Tidak boleh"

"Kenapa gak boleh kek? Nanti kalau Fey gak bisa apa-apa tanpa kaliam gimana? Kalau misalnya Fey menderita tanpa kalian Fey gak bisa ngapa-ngapain tanpa kalian gimana? Fey—" omongannya terpotong.

"CUKUP! Kalau itu kemauan Fey yasudah aku tak bisa melarang mu lagi" ucap Alonzo mengiyakan.

"Waaah.. terimakasi kake" Julya memeluk Alonzo karna Julya berhasil mengelabui Alonzo dengan tangisan Buayanya.

"Cucuku ini, kake tak akan bisa lama di dunia jadi jangan lama-lama ya.. bermain kerja-kerjaan nya.. kake ingin melihat kamu bahagia dengan keluarga mu sendiri, mengerti?" Tanya Alonzo.

Julya mengangguk sambil mempererat pelukannya.

To Be Contineu