Can I? [15]

Ernest saat ini tengah sibuk menumpuk uang di dalam banknya ia sangat sibuk bahkan hanya untuk menemui Julya ia dari pagi sampai ketemu pagi selalu berada di mejanya berkutat dengan laptop dan setumpuk kertas.

Ia hanya beranjak saat ada meeting atau pertemuan dan ketoilet selebihnya seperti makan dan minum ia menyuruh asistennya untuk membelikan. Ernest terlihat sangat lelah dan stress karna mata kantung mata yang mulai kelihatan dan mengihatam.

Tidak hanya Ernest yang stres namun karyawannya pun juga ikut stress karna juga mendapatkan tekanan dari Ernest karna tidak ada proposal yang masuk dengan ide perusahaan.

Selain di kantor Ernest juga sesekali berada di markas untuk mengomando adanya penjual belian senjata dari mexico dan geng lainnya.

Kalau di pikir-pikir uang yang di peroleh kantor dan penjualan senjata pendapatannya sangat besar di penjualan namun karna Ernest juga sangat ingin mendapatkan uang dengan cepat ia juga mengerjakan pekerjaan berat seperti di kantor saat ini.

Menurut Ernest ia lebih suka berkerja menggunakan otot dari pada otak karna itu akan memperlambat aktivitas lainnya karna ia harus duduk dan mengetik berjam-jam di ruangan ber ac membuatnya pusing.

Ernest bersemangat karna Julya juga sering berkunjung untuk memberikan makanan untuk Ernest dan membuat Ernest sesekali bisa beristirahat karna Julya yang memaksa.

Di saat-saat itu kedekatan mereka mulai terlihat Julya yang sering berkunjung dengan perasaan senang dan Ernest yang juga merasakan hal yang sama saat Julya datang. Ernest pun juga mulai merasa nyaman dengan Julya.

Kini di jam 12 siang Julya berkunjung untuk menemui Ernest. Kali ini Julya membawakan bekal berupa lagsana dan juga tiramisu cake ia membawa banyak karna ia ingin membagikannya pada yang lain.

"Selamat siang nyonya.. tuan masih ada meeting tuang menyuruh saya untuk menemani anda berkeliling terlebih dahulu sembari menunggunya" ucap asisten Ernest.

"Oh.. baiklah.. tapi bisa kita ke ruangan Ernest dulu? Aku agak sulit membawa ini semua" ucap Julya memperlihatkan barang bawaannya karna ia tidak bersama body guardnya.

"Ohh.. sini saya bantu bawakan" ucap asisten itu membantu Julya membawakan bawaannya.

Julya merasa lega karna tangannya mulai sakit saat membawanya. Julya pun melenggang pergi ke ruangan Ernest setelah mengucapkan terimakasih pada asisten itu.

Selagi menunggu Julya di ajak berkeliling bersama asisten yang bernama Dustin Curdy. Ia berkeliling sambil di beri tau fungsi ruangan dan tempat-tempat divisi.

Dan kini Julya sampai di lantai paling atas yang merupakan tempat landasan helikopter. Julya menatap langit yang sangat cerah itu sampai membuatnya kepanasan. Saat merasakan pusing Julya pun langsung masuk kembali.

"Nyonya.. sepertinya tuan sudah selesai meetingnya.. bagaimana kalau kita langsung kesana saja?" Tanya Dustin memberi tau.

"Baiklah.." Julya melanjutkan jalannya sambil melihat tangga.

Di ruangan, Ernest sudah duduk di sofa ia terlihat seperti sedang sibuk menelpon seseorang. Julya diam karna tidak ingin mengganggu.

Julya duduk menyiapkan makanan yang ia bawa. Dengan hati-hati ia menaruh lagsana di piring yang disiapkan oleh Dustin.

"Iya akan saya sampaikan pada anak-anak, ya.. terimakasi" Ernest mematikan ponselnya dan mulai memperhatikan Julya yang sedang menyiapkan makanan.

Julya yang sadar di perhatikan pun menatap Ernest. "Makanlah.. kali ini aku membuat lagsana dan tiramisu cake" ucap Julya menyodori piring yang berisi sepotong lagsana.

"Kau tidak membuatnya pedas kan?" Tanya Ernest.

"Tidak.. saus itu di buat dengan tomat" jawab Julya.

"Oke.." Ernest mengambil garpunya memakan lagsana itu dengan perlahan.

"Apa enak?" Tanya Julya.

"Enak.. rasanya seperti aku sedang makan di restoran terkenal italia" jawab Ernest setelah menelan lagsana itu.

"Syukurlah.. kau mau menyisakan lagi untukmu? Aku membuat banyak untuk dibagikan dengan yang lain" ucap Julya sebari memindahkan cake tiramisu ke piring lain.

"Aku ingin lagsana nya sepotong lagi" ucap Ernest memberikan piringnya yang telah bersih dan hanya tersisa saus.

Julya dengan senang hati memberikan potongan besar untuk Ernest. Julya memberikan piring itu lagi lada Ernest dan melanjutkan memotong dan memindahi makanan itu ke piring yang lebih kecil agar cukup untuk semua.

"Dustin ini bagian untuk mu" ucap Julya memberikan dua piring yang berisikan lagsana dan juga cake tiramisu.

"Terimakasi nyonya.." ucap Dustin menerima piring itu.

"Sesudah itu.. bisakah kau membantuku untuk membagikan ini semua?" Tanya Julya.

"Ohh.. siap nyonya! Saya akan membagikannya" ucapnya ia pun bergegas mengambil semuanya untuk di bagikan.

Setelah Dustin pergi Julya pergi untuk duduk di samping Ernest. "Aku tidak yakin kalau masakan ku enak" ucap Julya tak percaya diri.

"Kenapa bicara seperti itu? Saat aku mencoba ini saja.. aku terkejut karna rasanya sama persis seperti yang ada di italia" ucap Ernest sambil sesekali mengunyah.

"Kalau kau masih tak percaya" Ernest berhenti berbicara karna sibuk memotong lagsana. "Buka mulutmu" Ernest memberikan potongan lagsana itu pada Julya.

Julya membuka mulutnya dan memakan masakannya. "Bagaimana? Enakkan?"

"Iya enak.." jawab Julya.

"Apapun yang kau masak semuanya enak, termasuk masakan yang kali ini, entah berapa kali kau mencoba memasak ini sampai berhasil, walau pun nanti saat kita tinggal bersama seberapa banyak kamu gagal untuk memasak.. aku akan selalu memakannya sampai habis seperti vakum cleaner yang membersihkan kegagalan itu" ucap Ernest membuat Julya terharu.

Julya tersenyum haru karna ucapan Ernest. "Terimakasih ya.. karna kau mau mencoba segala kegagalan bersama ku" ucap Julya.

"Sama-sama" Ernest menghabiskan lagsana itu sekaligus kini mulutnya penuh dengan laksana sampai ia minum untuk membantunya menelan.

"Sebagai desert aku membuat tiramisu, makanlah" Julya memberikan sepiring tiramisu pada Ernest yang sedang kesusahan mengunyah.

"Huuukk.." Ernest sendawa karna merasa kenyang namun karna ia melihat tiramisu yang menggiurkan itu ia langsung mengambilnya dan memakannya.

"Makanlah dengan perlahan" ucap Julya.

"Tidak bisa.. waktu adalah uang.. setelah ini.. aku ingin ke sarkam ada yang ingin membayar anak-anakku untuk perang" ucap Ernest sambil sesekali mengunnyah. "Hmm.. yang ini juga enak.."

"Ohh.. apa kau mau aku membuatnya lagi untuk mu besok?" Tanya Julya.

"Tidak perlu.. kau istirahatlah.. karna ku lihat kalau kau berkunjung kesini pasti membawakan banyak makanan untuk yang lain, nanti kamu cape" jawab Ernest menghabiskan tiramisu itu.

"Hmm... kenapa? Yang seharusnya istirahat itu kamu.. bukan aku.. aku juga kalau tak seperti ini hanya berleha-leha di kamar atau ke bar untuk mengurusi bisnis" ucap Julya sedikit kesal.

"Karna kau tidak boleh kecapean.. ya cantik.. cukup di rumah ajah ya.. tunggu aku, aku akan melamarmu dan menikahi mu nanti dengan mahar 1miliyar dan rumah sebesar istana oke" ucap Ernest melarang Julya untuk beraktivitas lebih.

"Kalau seperti itu terus aku harus apa? Di rumah terus membuatku pusing tau" kesal Julya.

"Dengerin aku ya, sayang.." ucap Ernest mengelus kepala Julya dengan lembut. "Sudah ya.. terimakasih untuk makanannya ayo aku anter pulang sekalian aku juga mau pergi ke sarkam" Ernest berucap seraya berdiri dan menarik tangan Julya lembut.

"Hm.. aku membawa mobil" ucap Julya ikut berdiri dengan wajah yang cemberut.

"Hei.. jangan cemberut gitu dong.. aku kan begini juga buat kamu" ucap Ernest sambil memegang wajah Julya yang memerah membuat freckless Julya semakin terlihat.

"Hm" Julya berdeham mengiyakan ucapan Ernest.

"Wajah mu memerah" bisik Ernest.

"Itu karna matahari, aku ke lantai paling atas tadi, mataharinya sangat menyengat wajahku jadi seperti ini deh.." ucap Julya.

"Hmm.. oke" Ernest kembali memegang tangan Julya menariknya ke luar ruangan dengan perlahan.

Di parkiran Julya memasuki mobilnya. Di mobil ia melihat gerak-gerik aneh seseorang yang membuatnya keluar kembali dan menghampiri orang itu secara diam-diam.

"Dor" bisik Julya tepat di telinga orang itu membuat sang empu pun terkejut bukan main.

"UUUAAAA!!"

'Suara wanita'. Julya mengernyitkan keningnya karna melihat orang itu yang hanya terlihat matanya yang terlihat membelo karna melihat Julya.

"Ikuti aku" Julya pergi ke mobilnya diikuti orang itu.

Julya membawa wanita itu kerumah dalam keadaan hening Julya mengemudi membuat wanita itu berkeringat dingin.

"A-anu i—"

"Diam!" Titah Julya dengan dinginnya. Membuat wanita itu takut dan tak berkutik lagi.

Braak!!

Pintu mobil tertutup Julya menarik wanita itu keluar dan memborgolnya. Julya menyeret wanita yang sudah terborgol itu kedalam.

"Eee.. tolong.. ini aku mau diapain ini?" Tanya wanita itu panik.

"Udah diem ajah" suruh Julya. "Hola! Liat nih gua bawa biawak!" Ucap Julya memamerkan bawaannya.

"Siapa nih?" Tanya Mada.

"Eeee.."

"Buka ajah topi sama maskernya, mad" suruh North. Mada pun membukanya.

"HAHAHAHA.." Tawa mereka pecah saat mengetahui kalau wanita itu adalah Aeesha wanita yang bekerja sama dengan Celline di kepolisian sampai akhirnya Celline menyeret Aeesha yang berbakat menjadi spy/assasin ini untuk menemui Eve yang sedang membutuhkan seseorang sepertinya. Namun kini Aeesha yang berbakat itu tertangkap dengan mudahnya oleh Julya.

"Ketauan juga nih si anomali" ucap Helio sambil tertawa.

"Eeehh... diam kau bacot" kesal Aeesha karna di tertawakan.

"Mau diapain nih orang?" Tanya North.

"Bakar!" Sahut Quico yang punya dendam pribadi pada Aeesha karna Aeesha sudah menceburkan mobilnya di air dan berkerja sama dengan North untuk menghabisi uang di atmnya.

"Mau gue bawa ke ruangan ayah, sekalian mau gua introgasi" jawab Julya. "Ayah masih ada kan?" Tanya Julya.

"Masih tuh.. di ruangannya ntar malem balik dia" jawab Ciel sambil bersidekap dada.

"Wokee.." Julya pun menyeret Aeesha yang terborgol ke lantai atas menemui Davin.

Tok! Tok!

"Masuk" ucap Davin dari dalam yang sedang membakar cerutunya sambil membaca dokumen di tangannya.

"Konnichiwa, ayah" sapa Julya.

"Konnichiwa.. siapa yang kau bawa?" Tanya Davin.

"Orang suruhan mu, dengan bodohnya ia hampir ketahuan saat ia memata-mataiku di hotel, lalu saat aku berada di kantor dan bar, dan terakhir aku memergokinya saat di parkiran" jawab Julya sambil mendorong Aeesha kedepan.

Davin memelototi Aeesha membuat sang empu menjadi pucat. "Eee.. hehe"

Terdengar suara helaan nafas berat Davin yang melihat respon Aeesha. "Julya harap dengan kedatangan Aeesha yang tertangkap seperti ini, ayah akan melakukan pembelajaran untuknya lagi"

"Mata ne, Aeesha" bisik Julya sebelum pergi meninggalkan mereka.

Malam hari. Di ruangan dimana tempat yang seperti bengkel dengan sofa koyak yang entah berapa lama tak di ganti. Disana ada beberapa orang dengan santai merokok dan mengobrol tentang persoalan bisnis kokain mereka.

"Gimana kalo lewat jalur air dalam? Bang Ernest kan punya kapal selam" usul salah satu dari mereka.

"Tapi masalahnya siapa yang mau ngendarain?" Tanya ubi.

"...."

Hening. Pria yang memberi usul pun langsung termenung memikirkan itu.

"Huft.. gimana kalo blair?" Ucap Ernest menunjuk seseorang.

"Saya?" Tanya Blair menunjuk diri sendiri.

"Iya.. "

"Gak bisa aku bang.."

"200 dollar" ucap Ernest memotong ucapan blair.

"Deal!" Dengan semangat Blair berucap.

"Kokain ini di kirim ke negara *** jadi jangan sampai tentara perbatasan menemuimu atau kita akan rugi miliyaran dinar! Mengerti?!" Tanya Ernest.

"Siap Mengerti!" Jawab Blair.

"Kalo dalam keadaan terpaksa lu bilang ke radio gabungan buat minta back up orang sana pasti bantu kok" ucap Ubi.

"Okee.."

Setelah semuanya siap Ernest berdiri pergi keruangan monitor. Di sana ia membantu mengomando Blair dan 2 orang lainnya yang membantu Blair. Ernest melihat map dan arus laut untuk mengomando.

"Kalo udah sampe di pelabuhan pindah ke radio gabungan buat ngasih info.. tapi harusnya mereka udah ada disana sih" ucap Ernest ke radio.

"Oke" jawab Blair di radio.

Seperti yang di harapkan. Barang sampai pada tangan konsumen dan uang pun sudah ada di tangan Blair. Blair akhirnya pulang dengan hati yang lega karna barang sudah tidak ada dan tidak ada lagi kecurigaan.

"Bang.. bang" panggil Blair di radio.

"Iya ya.." jawab Ernest.

"Ini kayanya kita ketauan deh.. uangnya udah di bawa pergi sama vito lewat jalur darat jadi.. ini gue sama yang lain yang ada di kapal lagi di giring ke daratan buat di urus paling di penjara" ucap Blair menginfokan di radio.

"Bodoh! Bisa-bisanya ketauan" ucap Ubi kesal mendengarnya.

"Yaudah ntar pakean sama alat-alat kabur kita siapin ya.. tunggu kabar ajah" ucap Ernest ke radio.

"Oke-oke" jawab Blair dengan tenang ia mengemudi kapalnya.

"Kerugian mencapai 400 dolar, bos.. karna nanti kita akan melakukan pelarian buat blair dan yang lain" ucap Ruby sambil melihat tab nya.

"Oke.. kalian kerja di bengkel sama cafe dulu ajah nanti kalo urusan blair kita diskusiin lagi nanti ya.. saluran radio di ganti ya.." ucap Ernest.

"Baik.." Ubi pun langsung meradio pada yang lain sambil pergi dari ruangan itu. Sedangkan Ruby kembali ke pekerjaan awalnya yaitu menjadi manager cafe.

Ernest membuka cafe dan bengkel untuk mencari informasi karna di cafe pasti ada beberapa polisi atau para medis yang mengobrolkan tentang pekerjaannya di cafe apa lagi mereka pasti akan sering ke kasana walau hanya untuk memesan kopi saat jam istirahat.

Sedangkan bengkel Ernest membuka bengkel juga untuk mencari info karna kalau ada pengejaran dan mobil/motor orang tersebut rusak mereka akan membenarkannya ke bengkel dan pasti saat menunggu mobil/motor mereka selesai di betulkan mereka pasti akan mengobrol pada teman lainnya yang mereka percaya di sanalah para pegawai menajamkan telinga mereka untuk mendengarkan informasi.

Pagi harinya Ernest sudah berada di meja kerjanya mengetik di laptopnya seperti biasa. Ia sangat sibuk dari semalam ia hanya bisa tidur 3 jam hari ini.

"Dustin bisa kah kau membuatkan ku kopi?" Tanya Ernest.

"Bisa tuan.." Dustin langsung berdiri dari duduknya dan langsung pergi ke pantry.

Dustin kembali dengan secangkir kopi dan sebotol air meneral. Ia menaruhnya di meja yang sedikit jauh dengan kertas dan laptop.

Dustin masih berada di depan meja Ernest memandangi Ernest ia seperti ingin memberitau sesuatu tapi dengan ragu-ragu.

"I-itu.."

"Ada apa Dustin?" Tanya Ernest yang menyadari keberadaan Dustin.

"Itu.. air mineralnya di minum juga agar pinggang tuan tidak sakit" jawab Dustin setelah itu ia buru-buru pergi dari sana kembali ke mejanya.

"Ada apa dengannya?" Tanya sekertaris yang baru saja memasuki ruangan dengan dokumen di tangannya.

To be contineu