Bab 13

Malam menyelimuti kota Tokyo, menyelimuti gedung-gedung pencakar langit dengan selimut gelap yang dihiasi kerlap-kerlip lampu kota. Di balkon sebuah kost-kostan sederhana, Yuki duduk menyendiri, menikmati sepotong malam yang hening. Sebatang rokok terselip di antara jari-jarinya, asapnya mengepul membentuk pola-pola abstrak di udara malam.

Yuki tengah larut dalam lamunannya, memikirkan Nana yang kini tertidur pulas di kamar sebelah. Ia tersenyum kecil, merasakan kehangatan di dadanya. Setelah sekian lama, akhirnya ia bisa berada dekat dengan Nana dan melindunginya secara langsung.

Namun, ia juga merasakan sebuah kegelisahan yang mendalam. Ia masih menyembunyikan identitas aslinya dari Nana. Ia takut jika Nana mengetahui kebenarannya, gadis itu akan menjauh darinya. Ia takut kehilangan Nana, satu-satunya gadis yang ia cintai.

"Kapan aku bisa mengungkapkan perasaanku padamu, Nana?" gumam Yuki lirih, hembusan napasnya membentuk asap putih yang menari-nari di udara malam.

Tiba-tiba, pintu balkon terbuka. Nana muncul dengan senyum hangat, membawa dua cangkir kopi panas di tangannya. Yuki terkejut melihat Nana.

"Hey, hey, kau ini majikanku," kata Yuki dengan nada protes. "Tidak pantas kau membuatkan kopi untukku."

Nana tertawa kecil. "Tidak apa-apa, Riku. Anggap saja ini sebagai ucapan terima kasihku karena kau telah menyelamatkanku."

Nana menyerahkan salah satu cangkir kopi pada Yuki. Yuki menerimanya dengan senyum tulus. Mereka pun duduk berdampingan di kursi balkon, menikmati kopi hangat di bawah taburan bintang.

"Terima kasih untuk kopinya, Nana," kata Yuki. "Ini sangat nikmat."

"Sama-sama, Riku," jawab Nana.

Mereka berdua terdiam sejenak, hanya ada suara jangkrik yang bersahutan di kejauhan. Nana mencuri pandang ke arah Yuki. Ia mengamati wajah tampan Yuki yang disinari cahaya rembulan. Ada rasa nyaman dan hangat yang mengalir di hatinya saat berada di dekat Yuki.

"Riku," panggil Nana dengan lembut.

"Ya, Nana?" jawab Yuki.

"Bolehkah aku bertanya sesuatu?"

"Tentu saja."

"Kenapa kau ingin menjadi pengawal?" tanya Nana penasaran.

Yuki terdiam sejenak, memikirkan jawaban yang tepat. Ia tidak mungkin menceritakan kebenarannya pada Nana.

"Aku... aku ingin melindungi orang lain," jawab Yuki akhirnya. "Aku ingin menggunakan kemampuanku untuk kebaikan."

Nana mengangguk perlahan. Ia bisa merasakan ketulusan dalam suara Yuki.

"Kau adalah orang yang baik, Riku," kata Nana dengan senyum tulus.

Yuki membalas senyum Nana. Ia merasa bahagia mendengar pujian dari Nana.

Mereka kemudian melanjutkan obrolan mereka, membicarakan tentang kuliah, keluarga, dan mimpi-mimpi mereka untuk masa depan. Di bawah cahaya bintang yang redup, ikatan di antara mereka semakin erat. Nana merasa semakin nyaman dan tertarik pada Yuki, meskipun ia masih belum mengetahui identitas asli pria itu.

Pagi yang cerah menyapa kota Tokyo. Sinar matahari keemasan menyinari gedung-gedung kampus Universitas Tokyo yang megah. Di sebuah kost-kostan sederhana tak jauh dari sana, Nana dan Yuki bersiap untuk menghadapi hari pertama mereka di kampus.

"Riku, aku ingin meminta sesuatu padamu," kata Nana sambil mengenakan sepatunya.

"Apa itu, Nana?" tanya Yuki yang sedang menyisir rambutnya.

"Bisakah kau tidak memanggilku 'Nona' saat kita di kampus?" pinta Nana. "Dan... bisakah kita berpura-pura tidak saling mengenal?"

Yuki mengerutkan keningnya. "Kenapa?"

"Aku tidak ingin orang-orang tahu bahwa aku memiliki pengawal," jawab Nana. "Aku ingin hidup normal seperti mahasiswa lainnya."

Yuki tersenyum kecil. Ia mengerti keinginan Nana. "Baiklah, Nana. Aku akan menuruti permintaanmu."

Mereka pun berangkat ke kampus dengan jalan kaki. Udara pagi yang segar membuat mereka bersemangat. Sesampainya di kampus, mereka disambut oleh suasana yang riuh dan penuh semangat. Hari itu adalah hari pertama tahun ajaran baru, sehingga banyak mahasiswa baru dan mahasiswa pindahan yang berlalu-lalang di kampus.

Rektor Universitas Tokyo telah mengumpulkan seluruh mahasiswa di lapangan utama. Para mahasiswa baru, mahasiswa lama, dan mahasiswa pindahan berkumpul menjadi tiga kelompok yang terpisah. Rektor memberikan sambutan hangat dan mengucapkan selamat datang kepada para mahasiswa baru dan mahasiswa pindahan.

"Selamat datang di Universitas Tokyo," kata Rektor dengan suara lantang. "Kami berharap kalian semua dapat menimba ilmu dan mengembangkan potensi diri di kampus ini."

Rektor kemudian memanggil beberapa perwakilan mahasiswa untuk memperkenalkan diri di depan seluruh mahasiswa. Dari kelompok mahasiswa pindahan, Rektor menunjuk Nana untuk maju ke depan.

"Nona, bisakah kau memperkenalkan dirimu?" tanya Rektor pada Nana.

Nana pun berjalan ke depan dengan sedikit gugup. Semua mata tertuju padanya. Para mahasiswa laki-laki terpesona melihat kecantikan Nana, sementara para mahasiswa perempuan menatapnya dengan kagum. Di antara kerumunan mahasiswa lama, Airi dan Yumi terbelalak kaget melihat Nana.

"Nana?" gumam Airi dengan tidak percaya.

"Kenapa dia ada di sini?" tanya Yumi dengan heran.

Mereka berdua saling berpandangan, bingung dan penasaran. Mereka tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Nana di Universitas Tokyo.

Nana, yang tidak menyadari kehadiran Airi dan Yumi, mulai memperkenalkan diri.

"Perkenalkan, nama saya Nana Aoi," kata Nana dengan suara lembut namun jelas. "Saya pindahan dari New York University. Saya memilih Universitas Tokyo karena ingin mempelajari bisnis internasional di negeri sendiri."

Setelah Nana selesai memperkenalkan diri, Rektor menunjuk seorang mahasiswi baru untuk maju ke depan.

"Nona, silahkan perkenalkan dirimu," kata Rektor.

"Perkenalkan, nama saya Hikari Yuna," kata mahasiswi itu dengan suara ceria. "Saya dari SMA Sakura. Saya memilih Universitas Tokyo karena ingin menjadi seorang pebisnis yang sukses seperti ayah saya."

Hikari Yuna adalah seorang gadis yang imut dan cantik. Ia berasal dari keluarga Hikari yang sangat kaya raya. Bahkan, jika dibandingkan dengan keluarga Airi, keluarga Yuna berada di atasnya. Ketika Yuna memperkenalkan diri, semua orang terkejut. Mereka tidak menyangka ada anak orang kaya yang kuliah di kampus mereka.

Yuki, yang berdiri di antara kerumunan mahasiswa pindahan, juga menatap Yuna dengan penasaran. Bukan karena kecantikan gadis itu, tetapi karena nama keluarganya. Kakeknya pernah bercerita tentang keluarga Hikari yang bekerja sama dengan ayahnya dulu. Yuki pun teringat pada pesan kakeknya untuk mencari tahu tentang keluarga Hikari.

Nana, yang berdiri di samping Yuki, menafsirkan pandangan Yuki pada Yuna dengan cara yang berbeda. Ia merasa sedikit kecewa. "Ternyata semua cowok sama saja," batin Nana. "Mereka tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat wanita cantik."

Yuki menyadari bahwa Nana sedang memperhatikannya. Ia pun segera mengalihkan pandangannya dari Yuna dan menatap Nana dengan senyum tipis. Nana membalas senyum Yuki dengan ragu. Ia masih merasa sedikit kesal dengan Yuki.

Setelah Rektor menyelesaikan sambutannya dan memperkenalkan beberapa perwakilan mahasiswa, tibalah saatnya bagi para mahasiswa untuk bubar dan menuju ke fakultas masing-masing. Nana dan Yuki berjalan berdampingan, menyusuri jalan setapak yang diapit oleh pepohonan rindang. Suasana kampus yang asri dan tenang membuat hati Nana merasa damai.

Tiba-tiba, dua sosok familiar muncul di hadapan mereka. Dua gadis cantik dengan senyum ceria berlari ke arah Nana dan langsung memeluknya erat-erat.

"Nana!" seru Airi dan Yumi hampir bersamaan.

Nana terkejut dan bahagia melihat kedua sahabatnya itu. Ia tidak menyangka akan bertemu mereka di Universitas Tokyo.

"Airi! Yumi!" seru Nana sambil membalas pelukan mereka. "Kalian juga kuliah di sini?"

"Ya, kami satu jurusan denganmu," jawab Airi dengan semangat. "Kita akan satu kelas lagi!"

Nana tersenyum lebar. Ia merasa sangat senang bisa berkuliah bersama teman-teman baiknya. Ia tidak akan kesepian lagi di kampus ini.

Saat Airi melepaskan pelukannya dari Nana, ia melihat Yuki yang berdiri di belakang Nana. Matanya melebar karena terkejut. Ia mengenali Yuki sebagai pria misterius yang menyelamatkan mereka dari penculikan dan mengancamnya di Harajuku.

"Eh, bukankah itu..." Airi berpura-pura terkejut.

Yuki tersenyum kecil dan menyapa Airi dengan sopan. "Halo, Nona Airi. Lama tidak bertemu."

Nana mengerutkan kening, bingung dengan interaksi mereka. "Kalian saling kenal?" tanyanya dengan heran.

"Ah, iya," jawab Airi dengan santai. "Dia mantan pengawalku."

Nana teringat pertemuannya dengan Yuki (yang ia kenal sebagai Riku) di New York. Yuki memang pernah mengatakan bahwa ia adalah pengawal Airi. Kini, ia semakin percaya dengan identitas Yuki.

"Kalian bertemu di New York?" tanya Yumi dengan penasaran.

"Iya," jawab Nana. "Dia yang menolongku saat apartemenku ditembak oleh orang jahat."

"Oh ya," Nana menambahkan dengan cepat, "sekarang Riku menjadi pengawalku." Ia menatap Airi dan Yumi dengan serius. "Tapi tolong, rahasiakan ini, ya? Aku tidak ingin orang-orang tahu."

Airi dan Yumi mengangguk mengerti. Mereka akan menjaga rahasia Nana.

Airi dan Yumi terkejut mendengar cerita Nana. Mereka bersyukur Nana selamat dari bahaya.

Mereka berempat pun berjalan bersama menuju gedung fakultas ekonomi. Di perjalanan, mereka berbincang-bincang dengan ceria, membicarakan tentang kuliah, kegiatan kampus, dan rencana-rencana mereka untuk masa depan. Nana merasa sangat bahagia bisa berkuliah bersama teman-teman baiknya dan memiliki Yuki di sisinya sebagai pelindung rahasianya.

Setelah berpisah dengan Yuki, Nana, Airi, dan Yumi menuju kantin kampus untuk makan siang bersama. Kantin itu ramai dipenuhi mahasiswa yang sedang menikmati makan siang mereka. Aroma makanan yang lezat bercampur dengan celoteh riuh para mahasiswa, menciptakan suasana yang hidup dan ceria.

Mereka bertiga memilih meja kosong di dekat jendela, lalu mengantri untuk membeli makanan. Nana memilih set menu ramen, Airi memilih udon, dan Yumi memilih soba. Setelah mendapatkan makanan mereka, mereka kembali ke meja dan mulai menikmati makan siang mereka sambil berbincang-bincang.

Di sebuah meja tidak jauh dari mereka, Hikari Yuna duduk bersama beberapa temannya. Ia menatap Airi dengan sinis. Ia tahu bahwa Airi selama ini menjadi primadona di kampus. Namun, ia lebih kesal ketika melihat Nana yang wajahnya jauh lebih cantik dari Airi.

"Cih, siapa gadis itu?" gumam Yuna dengan nada cemberut. "Dia lebih cantik dari Airi."

Yuna khawatir Nana akan mencuri perhatian semua orang dan menjadi wanita idaman di kampus. Namun, karena latar belakang Nana tidak banyak yang tahu, termasuk Yuna, ia tidak terlalu khawatir.

Tiba-tiba, perhatian Yuna teralih pada seorang pria tampan yang duduk di meja di belakang Nana. Pria itu memiliki rambut hitam yang rapi, mata cokelat yang tajam, dan senyum yang menawan. Yuna langsung tertarik pada pria itu.

"Siapa pria itu?" tanya Yuna pada temannya. "Dia sangat tampan."

"Aku tidak tahu," jawab temannya. "Sepertinya dia mahasiswa baru."

Yuna terus menatap pria itu dengan penuh minat. Ia ingin mengenal pria itu lebih dekat.

Pria yang ditatap Yuna itu adalah Yuki. Ia sedang menikmati makan siangnya sambil diam-diam mengawasi Nana. Ia tidak menyadari bahwa ia sedang diperhatikan oleh Yuna.