Bab 16

Pagi yang cerah menyambut Nana dan Yuki. Setelah kejadian di malam yang penuh hujan dan petir itu, hubungan mereka berubah. Nana tidak lagi menganggap Yuki hanya sebagai pengawalnya, tetapi juga sebagai pria yang ia cintai.

Nana bergegas menyiapkan diri untuk kuliah. Ia mengenakan sweater berwarna pink lembut yang dipadukan dengan rok jeans selutut. Rambutnya yang hitam panjang dibiarkan tergerai, dihiasi jepit berbentuk kupu-kupu. Ia terlihat cantik dan ceria.

Yuki juga telah siap dengan pakaian kasualnya. Ia mengenakan kemeja putih dan celana jeans biru. Rambutnya yang hitam rapi membuatnya terlihat tampan dan berwibawa.

Mereka pun berangkat ke kampus bersama-sama. Namun, ada yang berbeda hari ini. Nana dengan manja mengandeng tangan Yuki sepanjang perjalanan menuju kampus. Ia tidak lagi ragu untuk menunjukkan kedekatannya dengan Yuki.

Yuki tersenyum melihat tingkah Nana. Ia merasa bahagia karena Nana menerima cintanya. Ia pun membalas genggaman tangan Nana dengan erat.

Sesampainya di kampus, mereka bertemu dengan Airi dan Yumi di depan gedung fakultas ekonomi. Airi dan Yumi terkejut melihat Nana dan Yuki yang bergandengan tangan.

"Nana, apa yang terjadi?" tanya Airi dengan penasaran.

Nana tersenyum malu-malu. "Kami... kami sudah jadian."

Airi dan Yumi terbelalak kaget. Mereka tidak menyangka Nana dan Yuki sudah berpacaran. Airi menatap Yuki dengan tatapan penuh sejuta pertanyaan. Apakah Nana sudah mengetahui identitas asli Yuki? batinnya.

Sementara itu, di kejauhan, Hikari Yuna melihat Nana dan Yuki yang bergandengan tangan dengan rasa kesal. Ia merasa cemburu melihat kedekatan mereka. Ia ingin Yuki menjadi miliknya, bukan milik Nana.

"Awas saja kau, Nana Aoi," gumam Yuna dengan geram. "Aku tidak akan membiarkanmu merebut Yuki dariku."

Nana melepaskan tangannya dari Yuki dan bergabung dengan Airi dan Yumi yang sudah menunggunya di depan gedung fakultas ekonomi. Ia merasakan pipinya memanas saat kedua sahabatnya itu menatapnya dengan tatapan penuh arti.

"Selamat ya, Nana," ucap Yumi dengan senyum menggoda. "Akhirnya jadian juga dengan Riku."

Airi mengangguk setuju. "Kalian terlihat serasi sekali."

Nana tersipu malu. "Terima kasih," jawabnya dengan suara pelan.

Yuki, yang selama ini berjalan di belakang Nana, kini mempercepat langkahnya dan mendahului mereka. Ia masuk ke dalam gedung fakultas, meninggalkan Nana bersama Airi dan Yumi.

Airi memperhatikan Yuki yang menjauh, lalu berbalik menatap Nana. Ia tersenyum tulus pada sahabatnya itu.

"Nana, kamu beruntung memiliki Riku," kata Airi dengan makna yang mendalam.

Nana menatap Airi dengan penasaran. Ia merasakan ada sesuatu yang disembunyikan oleh Airi.

"Airi, ada apa?" tanya Nana dengan ragu. "Kau sepertinya menyembunyikan sesuatu."

Airi menghela napas panjang. "Nana, ada sesuatu yang harus kamu ketahui tentang Riku."

Nana mengerutkan keningnya. "Apa itu?"

"Riku... dia bukan hanya seorang pengawal biasa," kata Airi dengan serius. "Dia sudah lama melindungimu dari bayangan."

Nana terkejut mendengar perkataan Airi. "Apa maksudmu?"

Airi menceritakan semua yang ia ketahui tentang Yuki, mulai dari kejadian di apartemennya saat Kazuya mencoba menculik Nana, hingga penyelamatan mereka bertiga dari penculikan di bioskop.

"Riku yang menyelamatkanmu dari Kazuya," jelas Airi. "Dia juga yang menyelamatkan kita bertiga dari para penculik itu. Dia bukan pengawal Ayahku, dia hanya berpura-pura."

Nana tercengang mendengar cerita Airi. Ia tidak menyangka Riku telah melakukan semua itu untuknya. Ia teringat pada peristiwa penembakan di apartemennya di New York.

"Apa... dia juga yang menyelamatkanku di New York?" Gumam Nana dengan tak percaya.

"Aku tidak tau, tapi kalau bukan dia memangnya siapa lagi?," jawab Airi dengan mantap. "Dia pasti mengikutimu ke New York untuk melindungimu."

Nana merasa sangat terharu. Ia tidak menyangka Riku begitu peduli padanya. Ia ingin segera bertemu dengan Yuki dan berterima kasih padanya.

"Tapi... kenapa kau menyembunyikan semua ini dariku, Airi?" tanya Nana dengan sedikit kesal.

"Riku yang memintaku untuk merahasiakannya," jawab Airi. "Dia tidak ingin kamu tahu."

Nana mengerti. Ia tahu Yuki memiliki alasan tersendiri untuk menyembunyikan identitasnya. Ia bertekad untuk mencari tahu kebenaran tentang Yuki dan alasannya melindunginya.

Ruang kuliah dipenuhi oleh mahasiswa yang sibuk mencatat dan mendengarkan penjelasan dosen. Nana duduk di bangkunya, namun pikirannya terpecah. Ia tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran karena masih memikirkan perkataan Airi tentang Yuki.

Benarkah Riku adalah penyelamatku selama ini? tanyanya dalam hati.

Ia mencuri pandang ke arah Yuki yang duduk di barisan belakang. Yuki tampak fokus mendengarkan kuliah, sesekali mencatat di bukunya. Nana mengamati wajah Yuki dengan seksama. Ada sesuatu yang misterius dalam diri Yuki, sesuatu yang membuatnya penasaran.

Nana tidak bisa menahan rasa ingin tahunya lagi. Ia pun berdiri dan menghampiri Yuki.

"Riku," panggil Nana dengan lembut.

Yuki menoleh dan tersenyum pada Nana. "Ada apa, Nana?"

"Bisakah kita bicara sebentar?" tanya Nana.

Yuki mengangguk dan mengikuti Nana keluar dari ruang kuliah. Mereka berjalan menuju sebuah sudut koridor yang sepi.

"Riku, aku ingin bertanya tentang sesuatu," kata Nana dengan serius.

"Apa itu, Nana?" tanya Yuki.

"Airi menceritakan padaku tentangmu," kata Nana tanpa basa-basi. "Dia bilang kau yang menyelamatkanku dari Kazuya dan para penculik itu."

Yuki terdiam sejenak. Ia tahu rahasianya akhirnya terbongkar. Ia menatap Nana dengan tatapan lembut.

"Benar, Nana," aku Yuki dengan jujur. "Aku yang menyelamatkanmu."

Nana terkejut mendengar pengakuan Yuki. Ia tidak menyangka dugaan Airi benar. Ia menatap Yuki dengan tatapan tidak percaya.

"Tapi... kenapa?" tanya Nana dengan bingung. "Kenapa kau melakukan semua itu untukku?"

Yuki tersenyum kecil. "Karena... aku mencintaimu, Nana."

Nana tertegun mendengar pengakuan Yuki. Ia tidak menyangka Yuki memiliki perasaan yang sama dengannya. Ia menatap Yuki dengan mata berkaca-kaca.

"Yuki..." lirih Nana.

Yuki mendekat dan memegang tangan Nana dengan lembut. "Nana, aku mencintaimu sejak lama. Aku selalu mengawasi dan melindungimu dari bayangan. Aku tidak ingin kehilanganmu."

Nana meneteskan air mata harunya. Ia merasa sangat bahagia mengetahui Yuki mencintainya. Ia pun memeluk Yuki dengan erat.

"Aku juga mencintaimu, Yuki," kata Nana dengan suara bergetar.

Mereka berdua larut dalam pelukan itu, merasakan kehangatan dan cinta yang tulus. Akhirnya, semua rahasia terungkap, dan mereka bisa bersama tanpa ada yang disembunyikan.

Setelah berpelukan dan mengungkapkan perasaan mereka, Nana dan Yuki kembali ke ruang kuliah. Mereka duduk berdampingan, namun kali ini dengan suasana hati yang berbeda. Ada sebuah kehangatan dan kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka. Mereka sesekali bertukar pandangan dan tersenyum satu sama lain, menikmati momen indah kebersamaan mereka.

Saat jam istirahat tiba, Nana dan Yuki berjalan bersama menuju taman kampus. Mereka mencari sebuah bangku kosong di bawah pohon sakura yang rindang. Suasana taman yang sejuk dan tenang membuat mereka merasa rileks.

"Yuki," panggil Nana dengan lembut.

Yuki menoleh dan tersenyum pada Nana. "Ya, Nana?"

"Aku senang akhirnya kita bisa bersama," kata Nana dengan tulus.

Yuki meraih tangan Nana dan menggenggamnya erat. "Aku juga, Nana. Aku sangat mencintaimu."

Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati kehangatan cinta mereka. Tiba-tiba, sebuah suara memanggil nama Yuki.

"Riku!"

Yuki dan Nana menoleh dan melihat Hikari Yuna berjalan menghampiri mereka. Yuna tampak sedikit gugup.

"Riku, aku ingin bicara denganmu sebentar," kata Yuna.

Yuki menatap Nana dengan tatapan bertanya. Nana mengangguk, memberi izin pada Yuki untuk berbicara dengan Yuna.

Yuki pun berdiri dan menghampiri Yuna. Mereka berjalan sedikit menjauh dari Nana.

"Riku, bagaimana dengan tawaranku kemarin?" tanya Yuna dengan penuh harap. "Apakah kamu tertarik untuk menjadi pengawalku?"

Yuki menggelengkan kepalanya dengan lembut. "Maaf, Yuna. Aku tidak bisa menerima tawaranmu."

Yuna terlihat kecewa. "Kenapa?"

"Karena aku sudah memiliki tanggung jawab lain," jawab Yuki.

Yuna terdiam sejenak. Ia kemudian menatap Yuki dengan tatapan yang berbeda. "Kalau begitu... apakah kamu mau menjadi pacarku?" tanyanya dengan spontan.

Pertanyaan Yuna membuat Yuki terkejut. Ia tidak menyangka Yuna akan mengungkapkan perasaannya secara langsung. Sebelum Yuki sempat menjawab, Nana tiba-tiba muncul di hadapan mereka.

"Yuki adalah pacarku," kata Nana dengan tegas.

Yuna dan Yuki terkejut melihat Nana. Yuna mengerutkan keningnya.

"Yuki?" tanya Yuna dengan bingung. "Siapa Yuki?"

"Tentu saja orang yang kau ajak menjadi pacar barusan," jawab Nana dengan nada sedikit kesal. "Namanya memang Riku, tapi aku memanggilnya Yuki."

Yuna masih belum mengerti. "Kalian... berpacaran?"

Yuki menatap Nana dengan lembut, lalu mengangguk membenarkan perkataan Nana.

"Ya, kami berpacaran," kata Yuki dengan mantap.

Mata Yuna berkaca-kaca. Ia tidak menyangka Yuki sudah memiliki kekasih. Ia merasa sangat kecewa dan sedih. Ia pun berbalik dan pergi meninggalkan Nana dan Yuki dengan hati hancur.

Nana menatap kepergian Yuna dengan sedikit kasihan. Ia bisa merasakan kesedihan Yuna. Namun, ia juga merasa lega karena Yuki memilihnya.

Yuna berlari meninggalkan Nana dan Yuki dengan hati hancur. Ia mencari tempat sepi di sudut kampus untuk menumpahkan air matanya. Ia duduk di sebuah bangku di bawah pohon maple yang daunnya mulai berguguran, menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

Ia tidak menyangka Yuki sudah memiliki kekasih. Ia merasa sangat kecewa dan sedih. Ia telah jatuh cinta pada Yuki pada pandangan pertama, namun cintanya bertepuk sebelah tangan.

"Kenapa harus Nana?" gumam Yuna lirih di sela-sela isakannya. "Kenapa bukan aku?"

Ia merasa tidak adil. Ia cantik, kaya, dan memiliki segalanya. Namun, Yuki justru memilih Nana, gadis yang menurutnya biasa-biasa saja.

Airi dan Yumi, yang melihat Yuna berlari dengan kesal, merasa penasaran. "Ada apa dengan Yuna?" bisik Yumi.

"Entahlah," jawab Airi, "tapi sepertinya dia sedang sedih."

Mereka mengikuti Yuna dari kejauhan dan menemukan gadis itu sedang menangis sendirian. Airi dan Yumi saling berpandangan.

"Sepertinya kita tidak seharusnya mengganggunya," kata Airi.

"Ya, lebih baik kita pergi saja," setuju Yumi.

Mereka pun berbalik dan meninggalkan Yuna sendirian. Mereka kembali ke tempat Nana dan Yuki. Nana yang melihat Airi dan Yumi seperti membicarakan sesuatu.

"Kalian sedang membicarakan apa ?" tanya Nana.

Airi dan Yumi berbisik di telinga Nana, menceritakan bahwa mereka melihat Yuna menangis sendirian. Nana terkejut mendengarnya. Ia merasa kasihan pada Yuna.

"Aku akan menemuinya," kata Nana pada Airi dan Yumi.

Nana pun pergi mencari Yuna. Ia menemukan gadis itu masih duduk di bangku bawah pohon maple. Yuna yang sedang menangis terkejut melihat Nana mendekatinya. Ia segera menghapus air matanya.

Nana menatap Yuna dengan tatapan penuh simpati. Ia melihat banyak kemiripan antara Yuna dengan adiknya, Akari. Mereka sama-sama imut, manja, dan mudah menangis. Tanpa ragu, Nana memeluk Yuna dengan hangat.

"Yuna, aku tahu kamu sedang sedih," kata Nana dengan lembut. "cinta memang selalu datang tak terduga. Tapi Kita juga tidak bisa memaksa cinta itu harus menjadi milik kita."

Yuna terisak dalam pelukan Nana. Ia mengerti apa maksud nana, merasa terhibur oleh kata-kata Nana.

"Nana, apa kau mau berteman denganku?" tanya Yuna dengan suara lirih.

Nana tersenyum dan mengusap rambut Yuna dengan lembut. "Tentu saja, sayang. Aku akan menganggapmu seperti adikku sendiri."

Yuna memeluk Nana kembali dengan erat. Ia merasa sangat senang bisa berteman dengan Nana. Ia tahu ia telah menemukan seorang

kakak yang baik hati dan pengertian.