Bab 68: Cahaya yang Tak Padam

Hujan deras mengguyur pegunungan tempat Sekte Naga Putih berdiri megah. Langit kelabu seakan ikut merasakan kepedihan yang menyelimuti hati Shen Wei.

Dengan tubuh berlumuran darah, dia memeluk Mei Er yang tak sadarkan diri. Wajahnya pucat, napasnya lemah, tetapi matanya masih terbuka, menatap Shen Wei dengan senyum samar.

"Jangan meminta maaf, Senior," ucapnya dengan suara yang hampir tak terdengar. "Ini adalah tugasku... untuk berada di sisimu, melindungimu... seperti yang kau lakukan untuk kami semua..."

Shen Wei menggigit bibirnya, menahan air mata yang hampir jatuh. Mei Er yang selama ini selalu ceria, kini begitu lemah dalam pelukannya. Dia memegang tangan gadis itu erat-erat, seakan tidak ingin melepaskannya.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi," bisiknya.

Dia segera berdiri dan membawa Mei Er dalam gendongannya. Chen Guang, Yu Lan, dan yang lainnya mengikuti dari belakang dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Kita harus segera kembali ke sekte!" seru Yu Lan.

Tanpa menunggu lebih lama, Shen Wei mengerahkan energi spiritualnya dan dalam sekejap mereka semua menghilang dari tempat itu, kembali ke Sekte Naga Putih.

Ruangan itu dipenuhi keheningan yang menyesakkan. Mei Er terbaring di atas ranjang dengan luka-luka yang masih belum sepenuhnya pulih. Energi racun yang menyerangnya sebelumnya telah melemahkan tubuhnya.

Shen Wei duduk di sampingnya, menggenggam tangannya erat. Dia telah menggunakan semua kemampuannya untuk menyembuhkan Mei Er, tetapi tubuh gadis itu tetap lemah.

Chen Guang dan Yu Lan berdiri di belakangnya, menatap dengan cemas.

"Senior... bagaimana keadaannya?" tanya Chen Guang.

Shen Wei menghela napas panjang. "Aku sudah menstabilkan energinya, tapi... dia butuh waktu untuk pulih."

Yu Lan mengepalkan tangannya. "Jika saja aku bisa lebih kuat... jika saja kita bisa melindunginya lebih baik..."

Shen Wei menatap mereka. "Ini bukan salah kalian. Mei Er bertarung dengan keberanian yang luar biasa. Kita hanya bisa memastikan dia selamat."

Tiba-tiba, Mei Er bergerak sedikit, dan kelopak matanya perlahan terbuka.

"Senior..." panggilnya lirih.

Shen Wei segera mendekat. "Aku di sini, Mei Er. Aku tidak akan pergi."

Mei Er tersenyum tipis. "Aku... baik-baik saja... Jangan khawatirkan aku..."

Shen Wei menggenggam tangannya lebih erat. "Kau harus beristirahat. Aku tidak akan membiarkanmu bertarung sendirian lagi."

Mei Er menggeleng lemah. "Aku ingin tetap berada di sisimu, senior... Aku ingin bertarung bersamamu, seperti yang selalu kita lakukan..."

Shen Wei menatapnya dalam-dalam, merasakan betapa kuatnya tekad gadis itu.

"Aku mengerti," ujarnya akhirnya. "Tapi untuk saat ini, biarkan aku yang menjagamu."

Mei Er tersenyum kecil sebelum kembali terlelap.

Sementara itu, jauh di suatu tempat di dalam dimensi kuno, energi gelap bergejolak.

Di dalam sebuah kuil tua yang tertutup kabut, sesosok makhluk berjubah hitam berdiri di hadapan sebuah altar raksasa. Cahaya merah berpendar dari simbol kuno yang terukir di altar tersebut.

"Shen Wei... kau semakin kuat..." gumamnya dengan suara dalam yang menggema di seluruh ruangan.

Di belakangnya, beberapa sosok bercahaya biru berdiri dengan mata bersinar. Mereka adalah para Penjaga Alam Kuno, makhluk yang telah lama tersegel dalam waktu.

"Sekarang saatnya... dunia ini akan kembali pada keseimbangan yang seharusnya."

Sebuah suara lain muncul dari bayangan.

"Apakah kau yakin dia tidak bisa mengalahkan kita?"

Makhluk berjubah hitam itu tertawa pelan. "Dia boleh saja kuat, tapi dia tetap seorang manusia."

Cahaya di ruangan itu semakin redup, seiring dengan rencana baru yang perlahan mulai terungkap.

Ancaman kali ini bukan sekadar pasukan kegelapan atau para dewa—tetapi entitas dari masa lalu yang memiliki kekuatan untuk mengubah tatanan dunia.

Shen Wei belum menyadari bahwa pertempuran yang sebenarnya... baru saja dimulai.

(Bersambung ke Bab 69...)