Bab 86: Perasaan yang Tak Terucapkan

Malam itu, setelah latihan panjang yang menguras tenaga, Mei Er kembali ke kamarnya di Sekte Naga Putih. Suasana malam begitu tenang, dengan cahaya bulan yang memancarkan sinar lembut di seluruh sekte. Namun, meskipun segala sesuatunya tampak damai, hati Mei Er tak bisa tenang. Pikiran-pikirannya terus berputar, merenungi kata-kata yang diucapkan oleh Shen Wei beberapa hari yang lalu. Kata-kata itu begitu sederhana, namun terasa begitu dalam: "Kekasihku."

Mei Er duduk di ambang jendela kamarnya, menatap langit malam yang penuh bintang. Hatinya terasa berdebar kencang setiap kali dia memikirkan kata-kata itu. Sebelumnya, dia mungkin sudah merasakan adanya sesuatu yang lebih dalam di antara dirinya dan Shen Wei. Namun, saat mendengar Shen Wei memanggilnya seperti itu, semuanya menjadi lebih jelas. Perasaannya semakin kuat, dan meskipun ia berusaha untuk menenangkan dirinya, pikiran itu terus menghantui.

"Kenapa... aku merasa begitu cemas?" pikir Mei Er, meremas tangan di pangkuannya. "Apakah aku juga merasakan hal yang sama? Apakah aku... sudah siap?"

Ia menatap bintang di langit, tetapi pikirannya kembali kepada Shen Wei. Keberadaannya yang selalu memberi rasa aman dan perlindungan, senyumnya yang begitu tulus, dan kata-kata yang diucapkannya. Mei Er tahu bahwa perasaan ini bukan hanya datang dari dirinya sendiri—Shen Wei juga telah menunjukkan kepadanya bahwa ia memiliki perasaan yang sama. Namun, bagaimana mereka akan melangkah ke depan? Mei Er merasa bingung dan cemas. Perasaan ini begitu baru, dan Mei Er merasa ragu apakah ia benar-benar siap untuk menghadapinya.

Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki mendekat dari belakangnya. Sebelum ia sempat berbalik, sebuah tangan yang hangat menyentuh bahunya. Mei Er terkejut dan segera menoleh, dan di depannya berdiri Shen Wei. Matanya yang dalam memandangnya dengan penuh kelembutan, dan senyumnya yang menenangkan seakan membuat hati Mei Er berdebar lebih kencang.

"Mei Er," suara Shen Wei lembut, "Kamu tidak tidur?"

Mei Er menatapnya sebentar, merasa sedikit gugup. Ia mencoba untuk menyembunyikan perasaan yang sedang berkecamuk di dalam dirinya, tetapi tidak bisa menahan diri. Wajahnya yang cantik tampak memerah, dan matanya yang indah memandang ke arah Shen Wei dengan perasaan yang sulit dijelaskan.

"A... Aku... Aku tidak bisa tidur," jawab Mei Er, suaranya agak terputus-putus. "Ada banyak yang ada dalam pikiranku..."

Shen Wei mengangguk pelan, seolah memahami perasaan yang sedang dirasakan oleh Mei Er. Dia melangkah lebih dekat, matanya tidak pernah lepas dari wajah Mei Er yang cantik, dan dengan lembut, dia mengulurkan tangannya. "Jika ada yang mengganggumu, beri tahu aku. Aku akan selalu ada di sini untukmu."

Mei Er merasa hatinya semakin berdebar saat Shen Wei mendekat. Perasaan yang selalu ia coba sembunyikan selama ini mulai menguasainya. Tapi, saat Shen Wei berada begitu dekat, ia merasa seolah seluruh dunia hanya ada di antara mereka berdua.

Sebelum Mei Er sempat mengucapkan sesuatu, Shen Wei menariknya dengan lembut ke dalam pelukannya. Langkah Mei Er terhenti sejenak saat dia merasa tubuh Shen Wei menyelimuti dirinya, dan hangatnya tubuh itu membuatnya merasa nyaman dan aman. Wajah Mei Er langsung memerah, dan hatinya berdetak lebih kencang lagi. Perasaan canggung dan bahagia bercampur menjadi satu, dan dia merasa seolah tak mampu berkata-kata.

Shen Wei, yang merasakan perubahan dalam sikap Mei Er, tersenyum lebar. Dia memeluk Mei Er dengan lembut, seolah ingin meyakinkan dirinya bahwa dia benar-benar ada di sini, bersama orang yang sangat dia cintai. "Jangan khawatir, Mei Er. Kita sudah melewati begitu banyak hal bersama, dan kita akan terus berjalan bersama, apapun yang terjadi."

Mei Er merasa sangat nyaman dalam pelukan Shen Wei, tetapi ada perasaan aneh yang mengalir dalam dirinya. Perasaan yang begitu hangat dan kuat, namun juga sedikit takut. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata itu terasa berat di lidahnya. Bagaimana dia bisa mengungkapkan perasaannya yang begitu mendalam? Apakah Shen Wei merasakannya juga?

"Apa yang harus aku katakan?" pikir Mei Er. "Apakah ini benar-benar waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaan kita?"

Namun, meskipun perasaan itu masih membingungkan baginya, dia merasa yakin akan satu hal: Shen Wei adalah orang yang tepat untuknya, dan mereka sudah saling berbagi begitu banyak hal. Mungkin, kini saatnya untuk membuka hatinya sepenuhnya.

Shen Wei menyadari bahwa Mei Er mungkin merasa canggung, dan dia memutuskan untuk memberi sedikit ruang agar Mei Er bisa tenang. Perlahan, dia melepaskan pelukannya, namun masih tetap berada sangat dekat dengan Mei Er. Dengan lembut, ia menyentuh pipi Mei Er, menghapus beberapa helai rambut yang jatuh menutupi wajahnya.

"Mei Er..." panggilnya dengan suara yang begitu lembut, seolah memanggil nama seseorang yang sangat ia sayangi. "Aku tahu perasaanmu. Kita tidak perlu terburu-buru. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku akan selalu ada untukmu, tidak peduli apapun yang terjadi."

Mei Er menatapnya dengan penuh haru, matanya yang indah mulai berkilau dengan air mata. "Aku... Aku tahu, Senior," jawabnya dengan suara pelan. "Tapi, aku tidak tahu bagaimana perasaan ini bisa begitu kuat. Aku merasa bingung... takut..."

Shen Wei tersenyum lembut, seolah memahami kebingungannya. "Perasaan itu memang bisa membuat kita merasa bingung, Mei Er. Tetapi, yang terpenting adalah kita tidak sendirian. Aku di sini bersamamu, dan kita akan melalui semuanya bersama-sama."

Mereka saling menatap, dan dalam keheningan malam itu, Mei Er merasa hatinya semakin tenang. Semua kekhawatirannya mulai mereda. Mungkin inilah yang dimaksud dengan kebahagiaan—berada di sisi orang yang kamu cintai dan tahu bahwa segala sesuatunya akan baik-baik saja asalkan kalian bersama.

Shen Wei kemudian mengulurkan tangannya, menawarkan Mei Er kesempatan untuk berjalan bersama. "Ayo," katanya, "Mari kita lihat dunia malam ini bersama. Aku ingin kamu tahu bahwa apapun yang terjadi, aku akan selalu berada di sisimu."

Mei Er tersenyum lebar, hatinya terasa begitu ringan. Perlahan, ia meraih tangan Shen Wei, merasakan kehangatannya yang memberinya rasa aman. Mereka berjalan berdampingan, menatap langit yang dihiasi bintang-bintang, dan dengan langkah kecil mereka, masa depan yang penuh harapan terbentang di depan mereka.

Dengan langkah mereka yang seirama, Mei Er merasa bahwa perasaan yang dulunya tampak rumit kini mulai menjadi jelas. Mungkin, hidup mereka belum sempurna, tetapi bersama Shen Wei, dia merasa bisa menghadapinya—apapun yang terjadi.

Dan malam itu, dengan tangan mereka yang saling menggenggam, mereka berjalan menuju masa depan yang penuh dengan kebahagiaan dan tantangan baru yang akan mereka hadapi bersama.