Keesokan harinya, suasana di Sekte Naga Putih terlihat sibuk. Para murid, baik yang baru maupun yang sudah berpengalaman, sedang mempersiapkan diri untuk berlatih keras. Mereka tahu bahwa setelah pertempuran besar yang baru saja mereka lewati, mereka harus meningkatkan kekuatan mereka jika ingin melindungi sekte dan dunia ini dari ancaman yang mungkin muncul di masa depan. Kekuatan mereka masih belum mencapai puncaknya, dan mereka menyadari bahwa tidak ada waktu untuk bersantai. Setiap saat adalah kesempatan untuk berkembang lebih kuat.
Namun, di tengah hiruk-pikuk persiapan latihan itu, Shen Wei merasa ada sesuatu yang kurang. Ketika ia berjalan di sepanjang aula utama sekte, ia menyadari bahwa Mei Er tidak ada di antara para murid yang sedang berlatih. Seolah ada kekosongan yang mencolok, karena Mei Er selalu ada di sana, menjadi bagian dari setiap pertempuran dan latihan.
Shen Wei merasa sedikit cemas. Ia tahu bahwa Mei Er baru saja melalui banyak hal. Pertarungan yang melelahkan dan rasa takut yang menyelimutinya mungkin membuatnya membutuhkan waktu untuk memulihkan diri. Meskipun begitu, Shen Wei tidak bisa menahan rasa khawatir yang tiba-tiba muncul di hatinya.
Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan untuk pergi mencari Mei Er. Perlahan, ia menuju ruang dalam sekte, tempat di mana Mei Er biasanya beristirahat setelah melatih dirinya. Saat ia membuka pintu, ia melihat sosok Mei Er yang terbaring di tempat tidurnya, tampak begitu tenang dalam tidurnya. Rambutnya yang lembut terurai di atas bantal, dan wajahnya yang cantik terlihat damai, seolah jauh dari semua kekacauan yang telah terjadi.
Shen Wei berdiri di ambang pintu, matanya terpaku pada Mei Er. Ia merasa sesuatu yang hangat mengalir dalam dirinya saat melihat wanita yang sangat ia cintai itu, masih tidur dengan damai. Mungkin, Mei Er kelelahan setelah malam yang penuh ketegangan. Bahkan setelah semua yang mereka hadapi, Mei Er tetap menjadi kekuatan yang tak tergoyahkan, dan Shen Wei tahu betul betapa kerasnya ia berjuang demi melindungi mereka semua.
Dia tersenyum lembut. "Kamu pasti lelah," pikirnya. "Untuk sementara ini, kamu istirahatlah, kekasihku."
Tanpa membangunkan Mei Er, Shen Wei berjalan perlahan keluar dari ruangan, menutup pintu dengan hati-hati. Hatinya dipenuhi dengan rasa sayang dan kekhawatiran. Ia tahu bahwa mereka masih memiliki banyak tantangan yang akan datang, tetapi ia berharap Mei Er bisa memiliki waktu untuk beristirahat dan pulih dengan baik.
Setelah meninggalkan ruangan Mei Er, Shen Wei melanjutkan langkahnya ke ruang latihan, bergabung dengan para murid yang sudah menunggu. Namun, meskipun ia tampak tenang di luar, ada perasaan yang menggelora dalam dirinya. Kata-kata yang baru saja ia ucapkan kepada Mei Er—"kekasihku"—terasa begitu baru dan penuh makna. Meskipun ia tidak berniat mengungkapkan perasaan itu secara terburu-buru, Shen Wei merasa bahwa kata-kata itu adalah sesuatu yang datang dari kedalaman hatinya.
Sementara itu, di dalam ruangannya, Mei Er perlahan mulai terbangun. Mata indahnya membuka perlahan, dan ia merasakan kehangatan yang mengelilinginya. Suasana di sekitarnya tampak begitu damai, namun ada sesuatu yang membuat hatinya berdebar lebih cepat. Ada perasaan aneh yang datang begitu saja, dan ia menyadari bahwa kata-kata Shen Wei yang terakhir masih bergema dalam pikirannya.
"Kekasihku..." kata-kata itu terngiang-ngiang di telinganya.
Wajahnya tiba-tiba memerah, dan ia merasa sedikit canggung meski hanya berada sendirian di dalam kamar. Ada perasaan yang begitu kuat dan manis di dalam hatinya. Selama ini, ia tahu bahwa hubungan mereka lebih dari sekadar hubungan antara seorang senior dan murid. Mereka telah berbagi banyak hal bersama—bahkan lebih dari itu, mereka saling menjaga satu sama lain. Namun, kata-kata "kekasihku" yang diucapkan Shen Wei membuat hatinya berdegup lebih cepat.
"Apakah itu benar-benar... yang dimaksudnya?" gumam Mei Er pada dirinya sendiri.
Mei Er memeluk bantal dengan kedua tangan, mencoba menenangkan perasaannya yang berkecamuk. Namun, meskipun ia berusaha untuk menenangkan diri, air matanya mulai mengalir tanpa bisa ia bendung. Ini adalah air mata kebahagiaan—perasaan yang ia rasakan begitu dalam. Ia tahu bahwa perasaan ini bukan hanya miliknya, tetapi juga perasaan Shen Wei. Mungkin, saat ini, keduanya sudah siap untuk membuka lembaran baru bersama.
Dengan perlahan, Mei Er bangkit dari tempat tidur. Matanya memandang ke luar jendela, melihat matahari yang menyinari dunia, seolah memberikan harapan baru. Namun, hatinya tak bisa mengabaikan perasaan baru yang mulai tumbuh di dalamnya. Apakah ini artinya hidup mereka akan berubah lagi? Apakah ini saatnya bagi mereka untuk berjalan bersama, bukan hanya sebagai teman, tetapi sebagai pasangan yang saling mendukung?
Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Shen Wei..." bisiknya pelan. "Aku juga akan selalu berada di sisimu."
Setelah beberapa lama merenung, Mei Er memutuskan untuk bergabung dengan Shen Wei dan murid-muridnya di ruang latihan. Meskipun ia merasa sedikit canggung, perasaan itu justru membuatnya lebih bersemangat untuk kembali berlatih dan menjadi lebih kuat. Ia tahu, di sisi Shen Wei, ia bisa menjadi siapa pun yang ia inginkan—dengan keberanian dan keyakinan penuh.
Sementara itu, di ruang latihan, Shen Wei masih terbenam dalam pemikiran tentang Mei Er. Setiap gerakan para muridnya yang berlatih terlihat begitu jelas baginya, tetapi hatinya terasa kosong tanpa kehadiran Mei Er di sisi. Ia tahu bahwa dia harus tetap fokus pada latihan, karena dunia mereka masih dalam bahaya, tetapi hatinya selalu kembali pada Mei Er.
Ketika Mei Er akhirnya masuk ke ruang latihan, Shen Wei menoleh dan melihatnya. Hatinya berdebar, dan matanya bersinar dengan kegembiraan saat melihat sosok Mei Er yang kuat dan penuh semangat.
"Mei Er," kata Shen Wei, dengan suara yang penuh kehangatan. "Kamu sudah bangun?"
Mei Er tersenyum malu-malu, sedikit menggigit bibirnya. "Aku tidak bisa beristirahat lama, Senior. Aku ingin kembali berlatih."
Shen Wei mengangguk, merasakan kebanggaan yang luar biasa terhadapnya. "Baiklah. Tetapi, ingatlah untuk tidak memaksakan diri, Mei Er."
Mereka berjalan berdampingan menuju area latihan, dan meskipun suasana di sekitar mereka penuh dengan aktivitas, ada kehangatan di antara mereka yang tidak bisa dipungkiri. Di dalam hati mereka, mereka tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai—perjalanan yang tidak hanya akan menguji kekuatan mereka, tetapi juga hubungan yang mereka jalin satu sama lain.
Bersama, mereka siap menghadapi masa depan, dan apapun yang akan datang, mereka akan selalu berada di sisi satu sama lain.