Keesokan harinya, matahari terbit dengan cahaya keemasan yang menyinari setiap sudut Sekte Naga Putih. Anggota sekte mulai bangun dan mempersiapkan diri untuk latihan pagi yang rutin. Mereka bergerak dengan disiplin, mengasah kemampuan mereka, namun di antara semua kegiatan tersebut, ada satu hati yang berdegup lebih kencang daripada yang lainnya.
Mei Er, meskipun semalam telah mengalami momen yang mengubah segalanya, masih merasa gugup dan bingung. Perasaan yang semula hanya berupa kecemasan kecil kini berkembang menjadi sesuatu yang lebih besar. Shen Wei, seniornya yang selalu menjadi sosok pelindung dan panutan, telah mengungkapkan perasaannya dengan cara yang begitu lembut dan tulus. Namun, kata-kata itu masih berputar-putar di kepala Mei Er, dan hatinya terasa seperti terjebak dalam kebingungan.
Saat dia berjalan menuju tempat latihan pagi, Mei Er terus memikirkan percakapan semalam—tentang kata "kekasih" yang diucapkan Shen Wei, tentang pelukan hangat yang diberikan kepadanya, dan tentang perasaan yang begitu kuat namun juga sangat baru. Perasaannya campur aduk; dia merasa bahagia, tetapi juga cemas dan tidak tahu harus berbuat apa.
"Apakah aku benar-benar siap untuk ini?" pikir Mei Er, menurunkan pandangannya ke tanah saat dia berjalan.
Mei Er merasa dirinya begitu kecil dalam kerumunan murid yang sedang bersiap untuk latihan pagi. Saat dia melewati area pelatihan, langkahnya tertahan sejenak. Beberapa murid tampak berlatih dengan penuh semangat, mengikuti instruksi dari Shen Wei. Namun, Mei Er merasa seolah-olah dunia di sekitarnya melambat. Pikirannya kembali pada Shen Wei, pada perasaan yang mulai tumbuh lebih dalam di hatinya. Namun, hatinya masih terombang-ambing antara kebahagiaan dan ketakutan.
Di tengah kebingungannya, Mei Er merasa seseorang mendekat darinya. Dia menoleh dan melihat Yu Lan, salah satu murid yang cukup dekat dengan dirinya, mendekat dengan senyum lebar di wajahnya. Yu Lan adalah teman yang sangat perhatian, selalu tahu jika ada sesuatu yang mengganggu hati Mei Er.
"Mei Er," Yu Lan memanggil dengan lembut, "Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
Mei Er menatap Yu Lan dengan ragu, merasa sedikit cemas. "Apa itu, Yu Lan?"
Yu Lan tampak sedikit serius, meskipun senyum cerianya masih terlihat di bibirnya. "Aku tahu kamu pasti merasa bingung setelah kejadian semalam, kan? Tapi... aku hanya ingin memberitahumu sesuatu."
Mei Er menatapnya dengan bingung. "Apa maksudmu?"
Yu Lan kemudian mendekat dan berbisik pelan, seolah takut ada yang mendengarnya. "Senior Shen Wei... dia menyukaimu, Mei Er."
Mei Er terdiam, seolah terkejut mendengar kata-kata tersebut. Wajahnya tiba-tiba memerah. "Apa? Bagaimana kamu bisa tahu?"
Yu Lan tertawa pelan, sedikit mengangguk dengan serius. "Aku tahu dari senior sendiri. Saat kamu tidur kemarin, dia datang dan berkata begitu padaku. Dia mengatakan bahwa dia sangat menyukaimu, dan dia berharap bisa bersamamu."
Mei Er merasa seolah-olah dunia di sekitarnya berhenti berputar. Kata-kata Yu Lan itu bagaikan petir yang menyambar, menggetarkan hatinya dengan cara yang tak terduga. Dia merasa bingung, tak tahu harus berkata apa. "Senyumannya yang lembut, kata-katanya yang penuh perhatian... ternyata itu semua datang dari perasaan yang lebih dalam?" Mei Er bertanya-tanya dalam hati.
"Apakah... apakah itu benar?" tanya Mei Er dengan suara pelan, berusaha mengatur perasaannya yang kacau.
Yu Lan mengangguk, wajahnya serius namun penuh perhatian. "Aku rasa dia sangat mencintaimu, Mei Er. Dan aku tahu bahwa perasaan itu bukan sekadar rasa suka biasa. Jika kamu benar-benar ingin tahu, mungkin kamu harus menghadapinya."
Mendengar itu, Mei Er merasa sedikit terhuyung. Semua kebingungannya semakin meningkat. Shen Wei, senior yang selalu ada untuknya, yang selalu membimbingnya... ternyata memiliki perasaan yang sama. Namun, perasaan itu membuat Mei Er bingung. Dia tahu bahwa Shen Wei bukanlah orang yang akan mengungkapkan perasaannya begitu saja. Jika dia benar-benar mengatakannya, itu berarti ada sesuatu yang sangat serius.
"Bagaimana bisa?" Mei Er berpikir, berusaha memahami situasinya. "Aku merasa tidak tahu apa-apa. Aku hanya... merasa senang ketika bersama dia, tetapi aku tidak pernah menyangka dia memiliki perasaan seperti itu."
Yu Lan tersenyum lembut, melihat kebingungan di wajah Mei Er. "Terkadang, perasaan itu datang dengan cara yang tidak terduga, Mei Er. Dan tidak ada yang salah dengan merasakannya. Tetapi, jika kamu merasa ragu, bicarakanlah dengannya. Jangan biarkan perasaan itu hanya terpendam."
Mei Er menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. "Aku harus berbicara dengannya, kan?" gumamnya. "Aku tidak bisa terus merasa bingung seperti ini."
Yu Lan mengangguk, senyum di wajahnya semakin lebar. "Aku yakin kamu bisa melakukannya, Mei Er. Kamu hanya perlu berbicara dari hati ke hati. Jangan biarkan ketakutan menghalangimu."
Mei Er mengangguk perlahan, mencoba meyakinkan dirinya. Namun, di dalam hatinya, dia tahu bahwa perasaan ini bukanlah hal yang bisa diputuskan dengan cepat. Shen Wei adalah seseorang yang sangat penting dalam hidupnya. Dan sekarang, dia harus menghadapi kenyataan bahwa perasaannya lebih dalam dari sekadar hubungan guru dan murid.
Saat Mei Er mulai melangkah menuju area pelatihan, pikirannya tetap kacau. Dia tahu bahwa dia tidak bisa terus menghindar. Suatu saat, dia harus berbicara dengan Shen Wei dan mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya. Entah itu kebahagiaan, kecemasan, atau harapan—Mei Er tahu bahwa satu-satunya cara untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka adalah dengan menghadapinya secara langsung.
Di sisi lain, Shen Wei yang sedang mempersiapkan diri untuk melatih para murid, merasakan kehadiran Mei Er yang mendekat. Dia melihatnya dari kejauhan, dan meskipun tidak ada kata-kata yang terucap di antara mereka, Shen Wei tahu bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam diri Mei Er hari ini. Pandangan mata Mei Er yang lebih penuh arti, langkahnya yang lebih ragu—semuanya menunjukkan bahwa perasaan mereka berdua semakin kuat.
Namun, Shen Wei juga tahu bahwa Mei Er masih belum siap untuk menghadapinya. Jadi, dengan sabar, dia menunggu—menunggu saat yang tepat, saat Mei Er siap untuk berbicara dari hati ke hati.
Di tengah keramaian Sekte Naga Putih yang sibuk dengan latihan, Shen Wei dan Mei Er akhirnya saling mendekat. Satu langkah kecil menuju percakapan yang penuh harapan—satu langkah kecil menuju masa depan yang mungkin akan lebih cerah bersama.
Akhir Volume 8