Bab 88: Pertemuan yang Tak Terhindarkan

Pagi itu, udara di Sekte Naga Putih terasa lebih segar dari biasanya, seolah-olah alam pun merasakan ketegangan yang sedang meliputi hati Mei Er. Dia berjalan dengan langkah yang lebih mantap, meskipun dalam hatinya masih bergolak perasaan yang campur aduk. Keputusan yang telah ia buat semalam untuk berbicara dengan Shen Wei, senior yang telah mengungkapkan perasaannya, kini semakin mendekat. Setiap langkahnya terasa lebih berat, seakan dunia sekitarnya semakin sempit, dan hanya ada satu orang yang ia pikirkan—Shen Wei.

Sesampainya di area latihan, Mei Er melihat Shen Wei berdiri di depan murid-murid lainnya. Dengan tubuh tegap dan wajah penuh ketenangan, Shen Wei terlihat seperti biasa, namun ada sesuatu dalam tatapannya yang berbeda. Tatapan itu seolah memancarkan harapan, menunggu sesuatu. Mei Er merasa sedikit cemas, tetapi dia tahu bahwa ini adalah momen yang tak bisa dihindari. Waktu untuk berbicara dari hati ke hati telah tiba.

Shen Wei, yang sejak awal telah merasa ada yang berbeda dari sikap Mei Er, menyadari kedatangannya. Ia menatapnya sejenak, lalu mengangguk ringan, memberi tanda agar Mei Er mendekat. Hati Mei Er berdegup kencang. Dia tidak bisa menunda lagi. Langkahnya perlahan mendekat, setiap detiknya seperti membawanya ke dalam ketidakpastian yang lebih besar.

"Mei Er," Shen Wei menyapanya dengan suara lembut namun penuh makna. "Ada yang ingin kamu bicarakan?"

Mei Er menelan saliva, berusaha menenangkan diri. Di dalam dirinya, ada suara yang terus bergema, mengingatkan akan semua kebingungannya selama ini. "Senior Shen Wei, aku... aku ingin bicara," jawab Mei Er, suaranya sedikit gemetar.

Shen Wei mengangguk lagi dan memberi isyarat agar mereka pergi ke tempat yang lebih tenang, jauh dari keramaian para murid yang sedang berlatih. Mereka berjalan menuju sebuah taman yang cukup sepi, dikelilingi oleh pepohonan besar yang memberikan keteduhan.

Setelah mereka duduk di bawah pohon besar, Mei Er merasa seolah-olah dunia tiba-tiba menjadi sangat sunyi. Hanya suara alam yang terdengar di sekitar mereka. Suasana itu membuat Mei Er semakin gugup. Perasaan yang semula sudah memuncak, kini mulai menyelimutinya lebih dalam.

Shen Wei menatapnya dengan sabar, memberi ruang bagi Mei Er untuk berbicara. "Apa yang ingin kamu katakan, Mei Er?" tanyanya, dengan nada yang lembut namun penuh perhatian.

Mei Er menarik napas panjang, lalu menatap mata Shen Wei yang penuh harap. Semua kata-kata yang ingin ia ucapkan terasa tersangkut di tenggorokannya. Dia sudah tahu apa yang harus dikatakan, namun hati dan pikirannya saling bertentangan.

"Aku... aku merasa bingung," akhirnya Mei Er mengeluarkan kata-kata yang selama ini terpendam. "Semalam, saat kamu mengungkapkan perasaanmu, aku merasa bahagia, tetapi juga sangat cemas. Aku tidak tahu harus bagaimana."

Shen Wei mendengarkan dengan seksama, tidak mengganggu, hanya menunggu Mei Er untuk melanjutkan. Dia tahu bahwa Mei Er masih membutuhkan waktu untuk mengungkapkan segala isi hatinya.

"Aku... aku tidak tahu apakah aku siap untuk perasaan ini," lanjut Mei Er, matanya teralihkan ke tanah. "Kamu adalah seniorku, orang yang selalu ada untukku, yang selalu membimbingku. Dan aku... aku tidak tahu bagaimana jika perasaan ini mengubah segalanya."

Shen Wei menghela napas pelan, memahami kecemasan Mei Er. "Mei Er," katanya lembut, "aku tidak ingin kamu merasa terbebani. Aku tidak menginginkan apa pun selain kebahagiaanmu. Perasaan ini... mungkin datang tiba-tiba, tetapi aku tidak ingin memaksakanmu untuk merasakannya dengan cara yang sama."

Mei Er terdiam, terkejut mendengar kata-kata Shen Wei. "Tapi... bagaimana jika aku tidak bisa membalas perasaanmu? Apa yang akan terjadi dengan hubungan kita?"

Shen Wei tersenyum lembut, meski ada kesedihan yang terlihat di matanya. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, Mei Er. Yang aku tahu adalah, aku ingin kamu tahu bahwa perasaanku padamu tulus. Namun, aku juga menghormati keputusanmu. Jika kamu tidak merasakannya, itu tidak akan mengubah apapun. Kita tetap bisa menjadi teman, mentor dan murid."

Mendengar itu, Mei Er merasa beban yang semula menekan hatinya sedikit berkurang. Shen Wei, yang selama ini selalu terlihat tegas dan kuat, ternyata memiliki sisi yang penuh pengertian dan kelembutan. "Tapi... aku merasa begitu takut," ujar Mei Er, matanya mulai berkaca-kaca. "Aku takut jika aku mengabaikan perasaan ini, aku akan kehilangan sesuatu yang penting."

Shen Wei menatapnya dalam-dalam. "Perasaan itu adalah sesuatu yang tak bisa dipaksakan, Mei Er. Aku tidak akan meminta kamu untuk segera memberi jawaban. Tapi jika suatu saat kamu merasa siap, aku akan ada di sini."

Mei Er menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di matanya. "Aku tidak tahu bagaimana menghadapinya. Tetapi... aku akan berusaha."

Shen Wei mengangguk, senyum tipis di wajahnya. "Itulah yang aku harapkan. Kita semua memiliki waktu untuk tumbuh dan memahami perasaan kita sendiri. Jangan terburu-buru. Aku percaya, apapun yang kamu putuskan, itu adalah pilihan terbaik untukmu."

Mei Er merasakan sebuah kelegaan yang luar biasa setelah mendengar kata-kata Shen Wei. Mungkin perasaan itu memang datang tiba-tiba, tetapi Shen Wei memberinya ruang untuk menghadapinya dengan cara yang benar. Dia tahu bahwa dia tidak harus memutuskan segalanya hari ini. Yang terpenting adalah dia tidak perlu merasa sendirian dengan kebingungannya.

Mereka duduk diam untuk beberapa saat, saling menikmati keheningan yang nyaman. Di tengah semua kebingungannya, Mei Er merasa sedikit lebih tenang. Mungkin, pada akhirnya, semua akan menjadi jelas seiring berjalannya waktu.

Shen Wei akhirnya berdiri dan menepuk pundak Mei Er dengan lembut. "Jangan khawatir. Apa pun yang terjadi, kita akan menghadapinya bersama. Ingat, aku selalu ada untukmu."

Mei Er mengangguk, sedikit tersenyum. "Terima kasih, Senior Shen Wei."

Dengan langkah yang lebih ringan, Mei Er berdiri dan mengikuti Shen Wei kembali ke area latihan. Meskipun perasaannya belum sepenuhnya jelas, dia tahu bahwa dia telah mengambil langkah pertama menuju pemahaman tentang dirinya sendiri dan perasaannya terhadap Shen Wei. Apa pun yang akan terjadi, perjalanan mereka baru saja dimulai.