Bab 90: Ketakutan yang Terungkap

Malam itu, setelah Mei Er berbaring di tempat tidurnya, dia merasa tidak bisa tidur dengan tenang. Pikirannya kembali dipenuhi oleh kebingungannya tentang perasaan yang ia rasakan terhadap Shen Wei. Meski dia sudah mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri, bayangan wajah Shen Wei terus menghantui setiap sudut pikirannya. Ada perasaan yang tak bisa dia ungkapkan, sebuah perasaan yang membebani hati dan pikirannya, menuntut untuk dipahami.

Seiring berjalannya waktu, matanya mulai terpejam, namun tidur yang dia harapkan tidak datang dengan mudah. Tidur Mei Er pun dipenuhi oleh mimpi yang membuat jantungnya berdetak cepat. Dalam mimpinya, dia melihat Shen Wei, senior yang begitu dia hargai dan cintai, terbaring lemah, tanpa kehidupan. Wajah Shen Wei tampak pucat, tubuhnya terkulai di tanah, dan tak ada siapa pun yang bisa menolongnya. Mei Er berlari menghampirinya, mencoba menggapai tangannya, tetapi setiap kali dia mendekat, Shen Wei semakin menjauh, seolah-olah hilang dalam bayangan kegelapan.

"Senior! Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku!" teriak Mei Er dalam mimpi, namun suaranya tak pernah sampai. Tangan Shen Wei semakin menghilang dari genggamannya, dan akhirnya, dia benar-benar lenyap. Mei Er terbangun dengan keringat dingin di tubuhnya, napasnya terengah-engah, dan hatinya terasa hancur. Mimpi itu begitu nyata, seolah-olah dia kehilangan Shen Wei untuk selamanya.

Mei Er duduk di tempat tidur, memegangi dadanya yang terasa sesak. Matanya yang basah dipenuhi dengan air mata, dan meskipun dia berusaha keras untuk menenangkan dirinya, perasaan takut itu terus menggerogoti hatinya. Apa yang akan terjadi jika dia benar-benar kehilangan orang yang begitu penting baginya? Apa yang akan terjadi jika dia tidak sempat mengungkapkan perasaannya sebelum semuanya terlambat?

Dengan gemetar, Mei Er berdiri dari tempat tidurnya dan berjalan keluar kamar, berusaha mencari udara segar untuk menenangkan pikirannya. Malam itu, suasana Sekte Naga Putih sangat tenang, hanya ada desiran angin yang lembut di antara pepohonan. Langkah Mei Er membawa dirinya ke ruang meditasi, tempat yang biasa digunakan oleh para senior untuk berlatih dan bermeditasi. Di sana, dia tahu Shen Wei sering menghabiskan waktu untuk menyegarkan pikiran dan tubuhnya.

Saat Mei Er sampai di depan ruang meditasi, dia melihat pintu terbuka sedikit. Dari dalam, dia bisa melihat bayangan Shen Wei yang sedang duduk dalam posisi meditasi. Tanpa berpikir panjang, Mei Er melangkah masuk, mencari Shen Wei yang sedang berkonsentrasi dalam kedamaian.

Namun, begitu Mei Er melihat wajah Shen Wei, semua ketakutannya kembali datang. Dia tidak tahu mengapa, tetapi perasaan takut kehilangan yang menguasai dirinya semakin kuat. Tanpa berkata apa-apa, dia berjalan mendekat dan, dalam sekejap, tanpa sadar memeluk Shen Wei erat-erat. Air matanya mengalir deras, dan dia tidak bisa lagi menahan perasaan yang telah terpendam begitu lama.

"Senior... aku takut... aku takut kehilanganmu," isaknya dengan suara yang bergetar, suaranya hampir tertelan oleh kesedihan yang begitu mendalam. "Aku takut jika aku tidak bisa mengatakan apa yang sebenarnya aku rasakan. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dirimu."

Shen Wei yang terkejut dengan tindakan Mei Er, awalnya hanya diam, merasakan tubuh Mei Er yang bergetar dalam pelukannya. Perlahan-lahan, dia membuka matanya dan meletakkan tangan di punggung Mei Er, memberikan kenyamanan dalam keheningan yang mendalam. Shen Wei tahu betul bahwa Mei Er tidak sedang berbicara hanya tentang ketakutannya akan perasaan itu, tetapi juga tentang ketakutannya kehilangan orang yang sangat dia cintai.

"Mei Er," suara Shen Wei terdengar lembut, namun penuh pengertian. "Aku tidak akan pergi kemana-mana. Aku akan selalu ada untukmu, selamanya. Apa pun yang terjadi, aku tidak akan meninggalkanmu."

Tangan Mei Er yang memeluk Shen Wei semakin erat, seolah-olah dia ingin memastikan bahwa ini bukanlah mimpi, bahwa dia benar-benar bisa merasakan kehangatan dan kenyamanan ini. "Tapi... aku takut, senior. Aku takut suatu saat nanti, aku akan kehilanganmu. Aku takut tidak bisa menjadi apa yang kamu inginkan."

Shen Wei mengusap pipi Mei Er dengan lembut, mencoba menenangkan tangisannya. "Kehilangan itu adalah bagian dari kehidupan, Mei Er. Tetapi, aku akan selalu ada untukmu, dan kamu tidak akan pernah kehilangan aku. Tidak peduli apapun yang terjadi, aku akan tetap berada di sisimu."

Mei Er mengangkat wajahnya, melihat mata Shen Wei yang penuh dengan ketulusan. Ada kedalaman yang tidak bisa diungkapkan dalam tatapan itu, sebuah perasaan yang membuat Mei Er merasa lebih tenang, meskipun masih ada rasa cemas yang belum sepenuhnya hilang.

"Aku... aku merasa sangat takut," kata Mei Er dengan suara pelan. "Aku tidak ingin menghadapinya sendirian. Aku tidak ingin kamu pergi... Aku ingin kita selalu bersama."

Shen Wei mengangguk dengan penuh pengertian. "Aku mengerti, Mei Er. Aku juga takut kehilanganmu. Tapi kita tidak bisa hidup dengan ketakutan. Yang bisa kita lakukan adalah menjalani hari demi hari dengan penuh kasih sayang, menghargai satu sama lain. Jangan biarkan ketakutan itu merusak kebahagiaan kita."

Mendengar kata-kata Shen Wei, hati Mei Er terasa lebih ringan. Dia merasa seperti ada bagian dari dirinya yang terbuka, sesuatu yang selama ini tersembunyi karena ketakutan dan kebingungannya. Shen Wei tidak hanya menghiburnya, tetapi dia juga memberi Mei Er pemahaman yang baru tentang bagaimana menjalani perasaan yang rumit ini.

Di luar ruangan, dua sosok berdiri di kejauhan, mengawasi momen itu dengan penuh perhatian. Yu Lan dan Chen Guang, yang sejak awal menyadari adanya ketegangan di antara Mei Er dan Shen Wei, merasa lega melihat kedekatan yang semakin berkembang antara mereka. Meskipun mereka tidak dapat mendengar percakapan itu dengan jelas, mereka bisa merasakan kehangatan yang terpancar dari hubungan mereka.

"Sepertinya semuanya akan baik-baik saja," kata Yu Lan dengan senyum lebar, melihat Chen Guang di sampingnya.

Chen Guang mengangguk, matanya juga dipenuhi rasa lega. "Mereka berdua memang cocok satu sama lain. Keduanya saling melengkapi. Semoga Mei Er bisa menemukan kedamaian dalam hatinya."

Yu Lan tersenyum lembut. "Aku yakin mereka akan baik-baik saja. Cinta itu memang penuh tantangan, tapi dengan saling memahami, semuanya bisa dihadapi."

Di dalam ruang meditasi, Mei Er merasa lebih tenang, meskipun air matanya masih membasahi pipinya. Namun, dia tahu bahwa langkah pertama telah diambil. Perasaannya telah diungkapkan, dan kini dia bisa merasakan bahwa Shen Wei tidak hanya ada di sisinya secara fisik, tetapi juga emosional. Mereka berdua mungkin belum memiliki jawaban pasti tentang masa depan, tetapi mereka tahu satu hal—mereka tidak akan menghadapi perjalanan ini sendirian.

Dengan pelukan itu, Mei Er merasa bahwa ketakutannya perlahan-lahan menghilang. Dia mungkin tidak tahu apa yang akan terjadi besok, tetapi satu hal yang pasti—dia tidak akan lagi takut untuk menghadapi apa pun selama Shen Wei ada di sisinya.

Akhir Bab 90