Malam itu, udara di luar terasa dingin. Angin yang berhembus pelan membawa aroma asin dari laut, namun ada sesuatu yang lebih tajam di dalamnya. Ketegangan yang merayap, terasa lebih berat daripada biasanya, seolah langit malam sendiri menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi. Mei Er berjalan berdampingan dengan Shen Wei, sementara Yu Lan dan Chen Guang mengikuti di belakang, langkah mereka senyap dan terukur.
Mereka menuju pelabuhan tua yang disebutkan pria tadi. Tempat itu tidak hanya dikenal sebagai lokasi yang terisolasi, tetapi juga sebagai tempat di mana berbagai transaksi berbahaya sering terjadi. Bangunan-bangunan usang berdiri tegak di sepanjang dermaga, menciptakan bayangan gelap yang semakin menambah suasana suram malam itu. Lautan yang tampak tenang di kejauhan menyembunyikan kegelisahan yang tak tampak.
Mei Er menggenggam erat jubahnya, perasaan takut mulai menguasai dirinya lagi. Meski Shen Wei di sisinya, sosok yang selalu menjadi pelindungnya, dirinya tak bisa menahan getaran kecil di dalam hati. Apalagi setelah percakapan singkat dengan pria itu, Mei Er merasa ada yang tidak beres. Sebuah firasat yang tak bisa dijelaskan, rasa khawatir yang menghantuinya.
"Senior," suara Mei Er terbungkam, tetapi Shen Wei bisa mendengarnya. "Aku takut... takut dia akan melakukan sesuatu pada kita."
Shen Wei menoleh ke arahnya, matanya yang penuh dengan ketenangan dan kekuatan seolah memberi jaminan. Namun, ada kilatan perlindungan yang lebih dalam, sesuatu yang lebih tegas dari sekadar kata-kata. "Jangan takut, Mei Er. Aku akan melindungimu apapun yang terjadi."
Kata-kata itu meluncur lembut dari bibir Shen Wei, namun ada kekuatan yang tak terkatakan di dalamnya. Mei Er menatapnya, dan meskipun rasa takut itu belum sepenuhnya hilang, ada secercah ketenangan yang mulai meresap dalam dirinya. Shen Wei selalu ada untuknya, dia tahu itu. Bahkan dalam saat-saat yang paling genting sekalipun, Shen Wei akan melindunginya.
Langkah mereka terus berlanjut, menuju ujung dermaga yang sunyi. Semakin dekat, suasana semakin menekan. Tak ada suara selain suara ombak yang menghantam batu-batu karang dan angin yang berdesir di antara celah-celah bangunan tua. Mereka berhenti di sebuah titik yang dirasa tepat, di mana mereka bisa melihat seluruh area pelabuhan, namun tetap berada dalam bayangan agar tak terlihat oleh siapa pun.
Shen Wei mengangkat tangan, memberi isyarat kepada murid-muridnya untuk berhenti. Ia memandang sekitar, merasakan sesuatu yang tak biasa di udara. Sepertinya mereka bukan satu-satunya yang hadir malam ini. Sesuatu—atau lebih tepatnya, seseorang—mendekat. Perlahan, dari kejauhan, terlihat sosok pria bertubuh besar yang mengenakan mantel hitam, dengan langkah berat menuju tempat mereka berdiri.
Saat pria itu semakin dekat, Shen Wei tidak bisa menahan amarah yang mulai meluap di dalam dirinya. Sumber dari amarah itu bukan hanya karena ketidakpastian, tetapi juga karena ia merasa ada yang tidak beres dengan pria ini. Sesuatu yang lebih gelap dari sekadar informasi yang mereka cari. Sesuatu yang bisa saja menjadi ancaman lebih besar dari yang mereka duga.
Pria itu berhenti beberapa langkah dari mereka, matanya tajam, mengamati Shen Wei dan murid-muridnya dengan penuh perhitungan. Shen Wei tidak berkata apa-apa. Hanya tatapan tajamnya yang mengisyaratkan bahwa pertemuan ini tidak akan berakhir tanpa konsekuensi.
"Jadi, kalian datang," pria itu berkata dengan suara yang dalam dan berat. "Aku sudah menunggu."
Shen Wei menatapnya tanpa berkedip. "Katakan apa yang kau tahu, dan kami akan pergi. Jangan coba-coba menunda-nunda waktu lagi."
Pria itu tersenyum tipis, namun senyum itu lebih menyeramkan daripada mengundang kedamaian. "Sabar dulu. Kau ingin tahu tentang Dewa Ming Huang, bukan? Tapi, ada sesuatu yang harus kau bayar sebelum itu."
Mei Er merasakan kegelisahan yang mendalam. Meski ia berusaha tetap tenang, tubuhnya tidak bisa menahan getaran. Ia mengerti bahwa pria ini bukan orang yang mudah diajak bernegosiasi. Namun, rasa khawatir itu semakin kuat, dan tubuhnya secara spontan bergerak mendekati Shen Wei. Dengan sedikit cemas, ia berbisik, "Senior, aku merasa seperti ada yang akan terjadi. Aku takut dia..."
Shen Wei menoleh sejenak ke Mei Er, dan seketika, tangan lembutnya meraih bahu Mei Er, memberikan kenyamanan yang sangat dibutuhkan. "Jangan khawatir, Mei Er. Aku di sini. Tidak ada yang bisa menyakitimu selama aku ada di sisimu."
Kata-kata itu disertai dengan keyakinan yang tak terbantahkan. Shen Wei mengeluarkan Pedang Surgawi yang selalu setia menemaninya, dengan gerakan yang tenang namun penuh kekuatan. Pedang itu bersinar dengan cahaya terang, memancarkan energi yang begitu murni dan kuat. Itu adalah pedang yang melambangkan ketenangan dan kekuatan dewa, yang siap mengalahkan segala ancaman yang datang.
Pria bertubuh besar itu tertawa pelan, seolah tak terpengaruh dengan persiapan Shen Wei. "Kau ingin menggunakan pedangmu? Tidak akan seefektif itu. Kau tidak tahu dengan siapa kau berurusan."
Shen Wei mengangkat pedangnya, sinar biru dari pedang itu semakin terang. "Aku tidak peduli dengan siapa kau berurusan. Jika kau mencoba melukai muridku, kau lebih baik lenyap dari dunia ini."
Kalimat itu terdengar seperti janji yang sangat serius, dan pria itu mendengarnya dengan penuh perhatian. Mata Shen Wei memancarkan kilat amarah yang begitu dalam, namun ada sesuatu yang lebih mengerikan di dalam tatapannya—ketenangan yang menyembunyikan badai yang bisa menghancurkan apa pun yang menghalangi jalannya.
Pria itu mulai merubah ekspresi wajahnya. Tiba-tiba, sesuatu berubah dalam dirinya. Tangan kanannya mulai menggenggam senjata tersembunyi, dan suasana malam yang sepi ini mulai terasa seperti ancaman yang tak terlihat. Namun Shen Wei, dengan sikap tenangnya, sudah siap. Jika pria itu berani melangkah lebih jauh, maka ia akan menyesal.
Sebelum sesuatu terjadi, Shen Wei menatap Mei Er sejenak, memastikan bahwa ia tetap aman di belakangnya. "Kau bisa percayakan semuanya padaku, Mei Er," bisiknya. "Aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi padamu."
Mei Er mengangguk dengan mata yang masih penuh kecemasan, tetapi juga ada rasa percaya yang besar kepada Shen Wei. Ia tahu bahwa dengan Shen Wei di sisinya, mereka akan mampu menghadapi apa pun yang datang.
Suasana semakin menegang. Ketika pria itu mulai bergerak, sebuah ledakan energi tiba-tiba menghantam udara. Shen Wei segera bergerak, pedangnya berkilat menyapu udara, menciptakan aliran angin yang begitu tajam. Namun, di saat yang sama, ia merasakan adanya gerakan lain yang lebih cepat, lebih gelap, mengalir dari arah yang tak terduga.
Apakah ini jebakan? Shen Wei berpikir dalam hati. Namun, ia tidak akan mundur. Untuk Mei Er, dan untuk sekte yang ia cintai, ia akan bertarung sampai titik darah penghabisan.
Akhir Bab 94