Fajar mulai menyingsing di Kota Xiangyang. Cahaya keemasan perlahan menyapu langit, tetapi di dalam hati Shen Wei, Mei Er, Yu Lan, dan Chen Guang, perasaan gelisah masih menggantung. Percakapan mereka semalam dengan pria misterius membuat semuanya semakin jelas—musuh sebenarnya bukan hanya Dewa Ming Huang, tetapi sosok yang jauh lebih berbahaya: Dewa Xuan Mo.
Shen Wei berdiri di depan penginapan, matanya menatap jauh ke arah timur, di mana Pegunungan Wuyun berada. Kabut tipis menyelimuti puncak-puncaknya, seolah menyembunyikan rahasia yang menunggu untuk ditemukan.
Mei Er, yang baru keluar dari penginapan, melihat ekspresi Shen Wei yang serius. Dia berjalan mendekat.
"Senior," panggilnya pelan.
Shen Wei menoleh, memberikan senyum tipis. "Kau sudah siap?"
Mei Er mengangguk. "Aku sudah bertekad untuk tetap di sisimu, apa pun yang terjadi."
Yu Lan dan Chen Guang menyusul dari belakang. Chen Guang menepuk pedangnya dengan percaya diri. "Kalau begitu, ayo berangkat. Aku ingin tahu apa yang kita hadapi kali ini."
Yu Lan mengangguk setuju. "Semakin cepat kita bergerak, semakin cepat kita mendapatkan jawaban."
Tanpa membuang waktu, keempatnya segera berangkat menuju Pegunungan Wuyun.
Perjalanan menuju Pegunungan Wuyun memakan waktu hampir setengah hari. Mereka melewati hutan lebat dan jalan setapak berbatu yang semakin lama semakin terjal. Semakin mereka mendekati pegunungan, udara terasa lebih dingin, dan angin bertiup membawa desiran yang aneh.
Mei Er mengusap lengannya, merasakan hawa yang tidak biasa. "Tempat ini terasa berbeda... seperti ada sesuatu yang mengawasi kita."
Shen Wei berhenti sejenak, menutup matanya, dan merasakan energi di sekitar mereka.
"Ini bukan sekadar tempat biasa," gumamnya. "Ada formasi kuno di sini. Seseorang atau sesuatu telah menempatkan segel di daerah ini."
Chen Guang mengerutkan dahi. "Segel? Apakah itu untuk melindungi sesuatu... atau menyembunyikan sesuatu?"
Shen Wei membuka matanya, tatapannya tajam. "Kita akan segera mengetahuinya."
Mereka melanjutkan perjalanan, dan setelah beberapa jam mendaki, mereka tiba di sebuah dataran tinggi dengan sebuah kuil tua yang sudah hampir tertelan waktu. Pilar-pilar batu berdiri kokoh, meskipun beberapa sudah runtuh. Atmosfernya sunyi, hanya suara angin yang berdesir di antara reruntuhan.
Yu Lan melangkah maju dan menyentuh salah satu pilar. "Tempat ini... sepertinya sudah ada sejak ratusan tahun lalu."
Mei Er mengamati ukiran di dinding kuil. "Lihat ini. Ada simbol yang mirip dengan yang kita temui di benteng Dewa Ming Huang."
Shen Wei mendekati ukiran itu dan menyentuhnya. Seketika, energi kuat terpancar dari batu tersebut, membuatnya mundur selangkah.
"Tidak salah lagi," ucapnya serius. "Ini adalah jejak Dewa Xuan Mo."
Tiba-tiba, dari balik reruntuhan, terdengar suara langkah kaki. Mereka segera waspada, tangan mereka meraih senjata masing-masing.
Dari bayangan kuil, muncullah seorang pria berjubah hitam dengan mata merah menyala.
"Menarik," suara pria itu dingin. "Aku tidak menyangka ada yang cukup bodoh untuk datang ke tempat ini."
Mei Er menegang. "Siapa kau?"
Pria itu menyeringai. "Namaku Mo Jian, dan aku adalah salah satu pengikut setia Dewa Xuan Mo."
Chen Guang mencengkeram pedangnya. "Jadi kau salah satu dalang di balik kekacauan ini?"
Mo Jian tertawa kecil. "Hanya seorang pelayan yang setia. Tapi cukup tentang aku. Kalian... harus mati di sini."
Tanpa peringatan, Mo Jian mengayunkan tangannya, dan bayangan hitam melesat ke arah mereka dengan kecepatan luar biasa.
Shen Wei segera melangkah maju, menghunus Pedang Surgawi miliknya. Cahaya murni terpancar dari pedang itu, menahan serangan Mo Jian.
DZZZZT!
Benturan energi suci dan kegelapan menciptakan gelombang kejut yang mengguncang tanah di bawah mereka.
Shen Wei menatap Mo Jian dengan tajam. "Jika kau pikir kau bisa menghentikan kami dengan mudah, kau salah besar."
Mo Jian menyeringai, lalu menghilang dalam sekejap. Dalam sekejap mata, dia muncul di belakang Mei Er dan menyerangnya dengan cakarnya yang dipenuhi energi gelap.
Namun sebelum cakar itu mengenai Mei Er, Shen Wei sudah berada di hadapannya, menangkis serangan dengan pedangnya.
CLANG!
Percikan energi membumbung di udara. Mei Er tersentak, tetapi tetap berdiri tegak.
"Jangan takut, Mei Er," kata Shen Wei tanpa menoleh. "Aku akan melindungimu."
Mei Er menggigit bibirnya dan mengangguk. Dia tidak ingin menjadi beban lagi.
Yu Lan dan Chen Guang segera bergabung dalam pertarungan. Yu Lan mengayunkan kipasnya, menciptakan badai angin yang menghantam Mo Jian, sementara Chen Guang menyerang dengan pedangnya yang bersinar keemasan.
Mo Jian melompat mundur dengan cepat, matanya menyipit. "Hmph. Kalian lebih kuat dari yang kuduga."
Shen Wei mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Cahaya suci memancar semakin terang, membuat bayangan di sekitar mereka memudar.
"Aku tidak akan membiarkan pengikut Dewa Xuan Mo berkeliaran lebih lama lagi," ucapnya tegas.
Mo Jian tertawa kecil, lalu melangkah mundur ke dalam bayangan. "Jangan terlalu percaya diri, Shen Wei. Ini baru permulaan."
Dalam sekejap, dia menghilang, meninggalkan hawa dingin yang masih terasa di udara.
Yu Lan menghela napas. "Dia melarikan diri..."
Chen Guang menggeram. "Aku benci musuh yang tidak bertarung sampai akhir."
Shen Wei mengamati tempat Mo Jian menghilang. "Dia bukan lawan biasa. Jika dia pengikut Dewa Xuan Mo, maka ini hanya awal dari pertempuran yang lebih besar."
Mei Er menatap Shen Wei dengan khawatir. "Senior, apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Shen Wei menyarungkan pedangnya. "Kita lanjutkan pencarian. Jika Mo Jian muncul di sini, itu berarti kita berada di jalur yang benar."
Yu Lan menatap kuil yang sudah runtuh. "Apakah mungkin ada sesuatu yang tersembunyi di sini?"
Shen Wei mengangguk. "Kita akan mencari tahu. Pegunungan Wuyun menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang kita bayangkan."
Mereka semua berdiri di tengah reruntuhan, dengan angin malam bertiup kencang. Di kejauhan, suara burung hantu terdengar, seakan menandakan bahwa kegelapan masih mengintai.
Pertempuran sejati baru saja dimulai.
Bersambung ke Bab 101...