Bab 107: Bayangan Ancaman yang Baru

Matahari pagi menyinari desa yang porak-poranda akibat pertarungan semalam. Meskipun Mo Jian telah dikalahkan, ketegangan masih terasa di udara. Para penduduk yang bersembunyi sepanjang malam akhirnya mulai keluar dari tempat perlindungan mereka, menatap dengan ragu-ragu ke arah Shen Wei dan murid-muridnya.

Mei Er masih bersandar pada dada Shen Wei, tubuhnya lemah setelah kejadian semalam. Namun, di balik kelemahannya, ada kehangatan yang baru. Dia bisa merasakan detak jantung seniornya, bukti bahwa Shen Wei masih berada di sisinya, melindunginya seperti yang selalu dia lakukan.

Yu Lan dan Chen Guang berdiri di dekat mereka, keduanya masih waspada meskipun pertarungan telah usai. Mereka tahu bahwa kemenangan melawan Mo Jian hanyalah awal dari sesuatu yang lebih besar.

Shen Wei menghela napas panjang dan menatap langit. "Mo Jian hanyalah seorang bidak. Masih ada ancaman yang lebih besar di balik semua ini."

Yu Lan mengangguk. "Kau bicara tentang Dewa Xuan Mo, bukan?"

Chen Guang mengepalkan tangannya. "Dewa Ming Huang telah kita kalahkan, tapi Xuan Mo adalah musuh yang berbeda. Dia lebih licik, lebih penuh perhitungan. Jika dia benar-benar ada di balik semua ini, maka kita harus bersiap."

Mei Er menatap Shen Wei dengan penuh kecemasan. "Senior… apakah dia lebih kuat dari Dewa Ming Huang?"

Shen Wei terdiam sejenak sebelum menjawab. "Kekuatan Dewa tidak bisa diukur begitu saja. Tapi Xuan Mo bukan hanya seorang petarung. Dia adalah ahli strategi. Jika dia sudah mulai bergerak, maka kita tidak bisa meremehkannya."

Suasana menjadi semakin berat. Mei Er menggigit bibirnya, merasakan ketakutan yang perlahan tumbuh di hatinya.

Namun, Shen Wei menepuk bahunya dengan lembut. "Jangan takut, Mei Er. Aku akan melindungimu, apa pun yang terjadi."

Mei Er menatapnya dengan mata berkaca-kaca, tetapi dia mengangguk dengan penuh tekad. "Aku percaya pada Senior."

Beberapa jam kemudian, kelompok mereka telah meninggalkan desa dan berjalan melewati hutan yang lebat. Lembah Bunga Es adalah tempat yang diyakini menyimpan rahasia para Dewa Kuno, dan Shen Wei berharap dapat menemukan petunjuk tentang tujuan Xuan Mo di sana.

Namun, semakin jauh mereka melangkah, suasana semakin sunyi. Tidak ada suara burung, tidak ada angin yang berbisik di antara pepohonan.

Shen Wei menghentikan langkahnya. "Berhenti."

Mereka semua langsung waspada.

Chen Guang merasakan hawa dingin yang aneh di sekitarnya. "Ada sesuatu yang tidak beres…"

Shen Wei mengangkat tangannya, dan Pedang Surgawi muncul di genggamannya. Cahaya suci yang terpancar darinya menerangi kegelapan di depan mereka.

Tiba-tiba, dari balik pepohonan, sebuah bayangan muncul.

Suara langkah kaki terdengar mendekat.

"Akhirnya aku menemukan kalian."

Mereka semua menatap ke depan dengan waspada, dan di depan mereka berdiri seorang pria berpakaian hitam dengan mata yang berkilat dingin.

"Siapa kau?" tanya Shen Wei dengan suara tegas.

Pria itu menyeringai. "Namaku tidak penting. Tapi aku membawa pesan dari Dewa Xuan Mo."

Mei Er langsung merasakan jantungnya berdebar lebih cepat.

"Dewa Xuan Mo?"

Pria itu mengangguk. "Dia tahu kalian sedang mencari kebenaran tentang Segel Jiwa Dewa yang ada di tubuh gadis itu. Tapi dia ingin kalian tahu satu hal… Semakin jauh kalian mencari, semakin besar bahaya yang akan kalian hadapi."

Shen Wei mempersempit matanya. "Kami tidak akan mundur hanya karena ancaman kosong."

Pria itu tertawa pelan. "Ah, tapi ini bukan ancaman kosong. Ini adalah peringatan. Jika kalian terus maju… maka kalian akan menghadapi sesuatu yang bahkan kau, Shen Wei, tidak bisa hadapi sendirian."

Shen Wei menggenggam Pedang Surgawi lebih erat. "Aku sudah berjanji untuk melindungi mereka. Jika ada yang mencoba menghentikan kami, aku tidak akan ragu untuk bertarung."

Pria itu hanya tersenyum tipis. "Kalau begitu… kita akan melihat apakah kau bisa menepati janji itu."

Dalam sekejap, tubuh pria itu lenyap, berubah menjadi kabut hitam yang tertiup angin.

Yu Lan menggigit bibirnya. "Apa maksudnya tadi?"

Chen Guang mengepalkan tangannya. "Dewa Xuan Mo pasti sudah tahu pergerakan kita. Itu artinya dia sedang menunggu kita."

Mei Er menatap Shen Wei dengan penuh kecemasan. "Senior… apakah kita akan tetap melanjutkan perjalanan?"

Shen Wei menatap ke arah depan dengan penuh keyakinan. "Tentu saja. Jika Dewa Xuan Mo ingin menghalangi kita, maka kita hanya perlu menghadapi apa pun yang dia siapkan."

Dengan langkah yang lebih mantap, mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju Lembah Bunga Es.

Mereka tidak tahu apa yang menanti di depan, tetapi satu hal yang pasti—pertarungan sebenarnya baru saja dimulai.

Bersambung ke Bab 108…