Di dalam reruntuhan kuil bawah tanah yang dipenuhi aura gelap, pertarungan antara Shen Wei dan Mo Jian semakin memuncak. Pedang Surgawi Shen Wei memancarkan cahaya murni, beradu dengan pedang hitam yang mengerikan milik Mo Jian. Setiap benturan menciptakan gelombang energi yang mengguncang dinding batu di sekitar mereka.
Chen Guang dan Yu Lan bertarung sengit melawan dua pengikut Mo Jian, namun perbedaan kekuatan terasa jelas. Para pengikut Mo Jian menggunakan teknik hitam yang menguras energi lawan, membuat setiap tebasan mereka semakin berbahaya.
Namun, di tengah pertempuran yang sengit itu, Mo Jian melesat dengan kecepatan luar biasa.
SWOOSH!
Dalam sekejap, cahaya hitam menyambar ke arah Mei Er yang tengah mencoba bertahan di dekat altar.
"Mei Er!" teriak Shen Wei.
Terlambat—bilah pedang Mo Jian telah menggores lengan Mei Er, menyebabkan luka dalam yang membuatnya terjatuh ke lantai batu yang dingin. Darah segar mengalir, membasahi lengan pakaiannya yang putih.
"Mei Er!" Shen Wei berlari dan menangkapnya sebelum tubuhnya menyentuh tanah.
Mata Mei Er berkabut, menahan rasa sakit yang menusuk. Namun, dia tetap tersenyum lembut. "Senior… jangan khawatir, aku baik-baik saja."
Tangan Shen Wei sedikit gemetar saat menyentuh luka di lengan Mei Er. Dia bisa merasakan energi kegelapan yang merayap masuk ke dalam luka itu, berusaha merusak meridian Mei Er dari dalam.
Tanpa sepatah kata pun, air mata menetes dari mata Shen Wei. Dia menggertakkan giginya, dadanya terasa sesak oleh amarah yang semakin membara.
Mo Jian tertawa dingin. "Lihat itu, Dewa Shen Wei yang agung… akhirnya menunjukkan kelemahan. Kau terlalu lembek. Muridmu hanyalah beban yang memperlambatmu!"
Shen Wei tidak menjawab. Dia dengan lembut menurunkan Mei Er ke lantai, membiarkannya bersandar pada pilar batu.
Yu Lan segera berlari ke sisi Mei Er. "Aku akan menjaganya, Senior!"
Shen Wei berdiri perlahan, bahunya bergetar oleh amarah yang telah mencapai puncaknya. Pandangannya berubah dingin, penuh dengan niat membunuh yang begitu nyata hingga udara di sekitar mereka menjadi berat.
Mo Jian mengangkat pedangnya dengan angkuh. "Apa sekarang? Apakah kau ingin melawan dengan segenap hatimu, Shen Wei?"
Tanpa menjawab, Shen Wei mengangkat Pedang Surgawi ke atas. Cahaya keemasan murni meledak dari bilahnya, membentuk pusaran energi yang menyelimuti seluruh ruangan. Pilar-pilar batu yang berusia ribuan tahun bergetar, ukiran kuno di dinding mulai bersinar dengan cahaya yang sama.
Chen Guang dan dua pengikut Mo Jian terpaksa mundur beberapa langkah karena tekanan yang luar biasa.
Mo Jian, meskipun tetap tersenyum sinis, mulai merasa tekanan yang sangat besar menekannya dari segala arah. "Apa ini…?"
Shen Wei akhirnya berbicara, suaranya dalam dan bergema di seluruh ruangan.
"Mo Jian, aku akan menghabisimu sekarang juga. Kau terlalu berani untuk melukainya."
Angin spiritual mulai berputar di sekitar Shen Wei. Cahaya suci yang berasal dari tubuhnya semakin terang, hingga tampak seperti matahari kecil yang menyala di dalam reruntuhan kuil yang gelap.
Pedang Surgawi yang berada di genggamannya berubah. Bilahnya yang sebelumnya keemasan kini menjadi transparan, seperti kristal murni yang berisi kekuatan surgawi.
Mo Jian merasakan bahaya yang belum pernah ia alami sebelumnya. Untuk pertama kalinya, kesombongannya goyah.
"Apa yang kau lakukan, Shen Wei?"
Shen Wei tidak menjawab. Dia hanya menatap Mo Jian dengan tatapan tajam.
Lalu—
"Langit dan bumi, bersatulah dalam cahayaku."
Dengan satu ayunan pedangnya, gelombang energi murni melesat ke arah Mo Jian. Serangan itu tidak hanya menghancurkan udara di sekitarnya, tetapi juga langsung meruntuhkan beberapa pilar batu di belakang Mo Jian.
Mo Jian berusaha menangkis dengan pedangnya yang dipenuhi energi hitam.
"BOOM!"
Saat kedua pedang bertemu, ledakan dahsyat terjadi. Gelombang kejut dari benturan mereka menghancurkan lantai dan dinding, menyebabkan reruntuhan berjatuhan dari atas.
Chen Guang dan Yu Lan mundur lebih jauh, melindungi Mei Er dari puing-puing yang berjatuhan.
Mo Jian terdorong ke belakang, darah mengalir dari sudut bibirnya.
Dia terkejut. Ini bukan kekuatan Shen Wei yang biasa. Ini adalah kekuatan seorang dewa yang telah melepaskan batasan dunia fana.
"Kau… kau berani menggunakan kekuatan surgawimu di sini?" Mo Jian tersentak. "Kau tahu konsekuensinya, kan?"
Shen Wei tetap diam, hanya mengangkat pedangnya lagi.
Mo Jian menyadari satu hal—jika dia tetap bertarung di sini, dia akan mati.
Tanpa ragu, dia menggertakkan giginya dan melepaskan bola asap hitam ke tanah. Dalam sekejap, tubuhnya menghilang ke dalam kegelapan.
Chen Guang mengayunkan pedangnya ke arah kabut itu, tapi terlambat. "Sial! Dia kabur lagi!"
Shen Wei menurunkan pedangnya perlahan. Dia bisa saja mengejar Mo Jian, tapi yang lebih penting sekarang adalah Mei Er.
Dia segera berlari kembali ke sisi Mei Er dan berlutut.
Mei Er menatapnya dengan mata berkabut. "Senior… aku baik-baik saja."
Shen Wei menggeleng, lalu meletakkan tangannya di atas luka Mei Er. Cahaya emas lembut mengalir dari telapak tangannya, menyelimuti luka itu. Dalam beberapa detik, energi kegelapan yang ditinggalkan oleh Mo Jian menghilang, dan lukanya mulai sembuh perlahan.
Yu Lan menghela napas lega. "Terima kasih, Senior. Aku takut racun kegelapan itu akan merusaknya lebih jauh."
Shen Wei menggenggam tangan Mei Er dengan lembut. "Maaf… aku tidak bisa melindungimu lebih baik."
Mei Er tersenyum lemah. "Tidak… Senior sudah melindungiku lebih dari cukup."
Chen Guang menepuk pedangnya ke tanah. "Sekarang kita punya masalah yang lebih besar. Mo Jian kabur, dan dia pasti akan kembali dengan rencana yang lebih berbahaya."
Yu Lan menatap altar di tengah ruangan yang masih bersinar redup. "Dan kita juga belum tahu apa tujuan mereka terhadap kristal ini."
Shen Wei berdiri, tatapannya kembali tajam. "Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang peninggalan Klan Langit Hitam dan bagaimana hubungannya dengan Dewa Xuan Mo. Jika Mo Jian berusaha mendapatkan sesuatu di sini, itu berarti ada rahasia yang lebih besar yang belum kita ketahui."
Chen Guang mengangguk. "Kalau begitu, kita tidak bisa tinggal di sini lebih lama. Kita harus pergi sebelum lebih banyak musuh datang."
Shen Wei membalikkan badan dan menatap Mei Er. "Bisakah kau berjalan?"
Mei Er mengangguk. "Ya… aku bisa."
Shen Wei membantu Mei Er berdiri, sementara Yu Lan dan Chen Guang bersiap-siap untuk meninggalkan kuil bawah tanah itu.
Di belakang mereka, altar kuno itu masih berdiri kokoh, seakan menyimpan rahasia yang belum terungkap.
Di kejauhan, bayangan gelap mengawasi mereka dari dalam lorong. Sepasang mata merah bersinar dalam kegelapan, menatap Shen Wei dan murid-muridnya dengan penuh kebencian.
Dewa Xuan Mo… akan segera bangkit.
Bersambung ke Bab 103…