Darah mengalir dari sudut bibir Shen Wei, menetes perlahan ke tanah retak yang hitam pekat. Tubuhnya terbaring lemah di tengah medan pertempuran, napasnya tersengal, dan dunia di sekelilingnya mulai memudar menjadi gelap. Suara dentuman pertempuran antara murid-muridnya dengan Dewa Mo Li semakin samar di telinganya. Kehilangan lengan kanannya membuat tubuhnya semakin terasa hampa, seolah energi hidupnya perlahan menguap.
Dalam detik-detik sekarat itu, suara hatinya berbicara. "Aku sudah mengalami reinkarnasi dua kali," bisiknya dalam hati, kenangan tentang kehidupannya yang lalu berkelebat seperti bayangan. Dua kehidupan yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan, semua untuk melindungi dunia dan orang-orang yang dia cintai.
"Tapi sekarang… aku tidak akan reinkarnasi lagi."
Kata-kata itu seperti sumpah yang terukir dalam jiwanya. Ini adalah akhir. Bukan akhir kehidupannya, tapi akhir dari siklus reinkarnasi yang melelahkan. Dia tidak akan menyerah kali ini. Tidak saat Mei Er masih di sana, menderita karena dirinya.
Tiba-tiba, di tengah kabut kesadaran yang memudar, suara Mei Er menembus kehampaan. Suaranya serak, penuh dengan tangisan dan rasa sakit yang tak tertahankan.
“SENIOR!!! BANGUNLAH!! AKU BELUM MATI!!”
Jeritan itu menghantam jantung Shen Wei seperti petir yang membelah langit malam. Suara itu bukan hanya sebuah panggilan, tapi sebuah ikatan, sebuah seruan dari jiwa yang telah menemaninya selama ratusan tahun.
Air mata yang tidak pernah dia izinkan untuk jatuh selama berabad-abad akhirnya mengalir di sudut matanya. Dengan sisa kesadarannya, Shen Wei berbicara lagi pada dirinya sendiri.
"Mei Er... aku akan menyelamatkanmu."
Detik itu juga, sesuatu yang jauh di dalam dirinya mulai bergemuruh. Sebuah kekuatan yang lebih besar dari apapun yang pernah dia rasakan sebelumnya. Bukan hanya kekuatan dari kultivasi atau latihan, tapi kekuatan dari takdir itu sendiri.
"Takdir… berpihaklah kepadaku," bisiknya pelan, suaranya nyaris tak terdengar. "Aku tidak mau reinkarnasi lagi."
Tiba-tiba, dunia yang suram itu diterangi oleh seberkas cahaya yang luar biasa terang, datang dari langit yang sebelumnya gelap gulita. Cahaya itu jatuh tepat di atas tubuh Shen Wei, memancar seperti sinar matahari yang menembus badai hitam. Seluruh dunia tampak membeku, bahkan Dewa Mo Li berhenti tertawa, menatap ke arah cahaya itu dengan mata yang melebar.
Dalam sekejap, mata Shen Wei terbuka—penuh dengan cahaya emas yang membakar dengan intensitas luar biasa. Udara di sekitar tubuhnya mulai bergetar hebat, dan tanah di bawahnya retak lebih dalam, seolah dunia itu sendiri tak mampu menahan energi yang bangkit bersamanya.
Dari dalam dirinya, kekuatan Takdir telah terbangun. Tubuhnya mulai berubah. Rambut hitamnya yang panjang perlahan berubah menjadi kuning emas yang bersinar terang, berkibar liar di tengah angin badai energi yang diciptakannya. Luka-luka di tubuhnya sembuh dengan cepat, dan bahkan lengan kanannya yang hilang mulai terbentuk kembali, terbuat dari cahaya murni yang memancarkan aura ilahi.
Aura yang keluar dari tubuh Shen Wei kini bukan lagi milik seorang kultivator biasa, bukan pula seorang dewa biasa. Ini adalah aura dari Dewa Takdir—entitas yang berdiri di atas hukum alam semesta.
Yu Lan dan Chen Guang, yang sebelumnya hampir kehilangan harapan, menatap guru mereka dengan mata terbelalak. “Senior…” bisik Yu Lan, suaranya penuh takjub dan harapan yang baru.
Mei Er yang masih terikat dengan rantai sihir menatap Shen Wei dengan mata berlinang air mata, namun kali ini bukan hanya karena rasa sakit. Itu adalah air mata kebahagiaan, air mata harapan yang kembali menyala.
Shen Wei berdiri perlahan, langkah-langkahnya mantap meskipun dunia di sekelilingnya berguncang hebat karena energi yang dia pancarkan. Dia menatap lurus ke arah Dewa Mo Li, matanya yang bersinar emas penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan.
“Mo Li…” Suaranya tenang, tapi di balik ketenangan itu ada kekuatan yang mengancam untuk menghancurkan segalanya. “Jangan siksa dia.” Dia melangkah maju, setiap langkahnya membuat tanah di bawahnya hancur menjadi debu. “Aku akan menyelamatkan kekasihku… dan aku akan menghancurkanmu.”
Dewa Mo Li menatap Shen Wei dengan ekspresi tak percaya. “Apa ini…? Kau… kau memanggil Takdir?” Suaranya dipenuhi rasa marah dan ketakutan. “Itu… mustahil!”
Namun Shen Wei tidak menjawab. Dia hanya mengangkat tangannya, dan dalam sekejap, langit di atas mereka terbelah, memperlihatkan cahaya emas yang turun seperti hujan. Setiap tetesan cahaya itu jatuh ke tanah dan menciptakan bunga-bunga emas yang mekar di tengah dunia kegelapan. Aura dari bunga-bunga itu melawan kegelapan Mo Li, memurnikan dunia di sekeliling mereka.
Mo Li meraung marah, mengumpulkan seluruh energi kegelapan di tangannya. Sebuah bola energi hitam pekat yang sebelumnya mampu menghancurkan lengan Shen Wei kini melesat ke arahnya dengan kekuatan yang berlipat ganda.
Namun Shen Wei hanya mengangkat satu tangan, dan dengan mudah dia menghentikan serangan itu di udara. Bola energi hitam itu bergetar hebat, mencoba melepaskan diri, tapi dalam sekejap, cahaya emas dari telapak tangan Shen Wei menyerap seluruh energi kegelapan itu, mengubahnya menjadi debu yang menghilang ditiup angin.
Mata Dewa Mo Li membelalak. “T-Tidak mungkin…!”
Shen Wei melangkah lebih dekat, tatapannya dingin seperti es. “Kau menyiksa murid-muridku… menyiksa Mei Er…” Suaranya penuh dengan kemarahan yang terpendam. “Dan untuk itu… kau akan membayar.”
Dengan satu gerakan cepat, Shen Wei melesat ke depan. Kecepatan dan kekuatannya kini melampaui batas pemahaman Dewa Mo Li. Sebelum Mo Li sempat bereaksi, tinju Shen Wei menghantam langsung dada Mo Li, menghancurkan lapisan pertahanan sihirnya dan membuat tubuhnya terpental puluhan meter ke belakang, menghantam dinding batu besar hingga hancur berkeping-keping.
Dewa Mo Li bangkit dengan susah payah, tubuhnya gemetar. “Ini belum selesai!” Dia melambaikan tangannya, memanggil kekuatan kegelapan dari seluruh dunia di sekitarnya. Energi hitam mulai berkumpul di langit, membentuk pusaran besar yang siap menghancurkan segalanya.
Namun Shen Wei hanya menatapnya dengan tenang. Dia mengangkat kedua tangannya ke langit, dan cahaya emas dari tubuhnya memancar lebih terang, menembus pusaran kegelapan di atas mereka. Langit yang sebelumnya gelap kini berubah menjadi lautan cahaya emas, menghancurkan setiap serpihan energi kegelapan yang ada.
Dengan langkah mantap, Shen Wei mendekati Mei Er yang masih terikat. Dia menyentuh rantai sihir yang melilit tubuh gadis itu, dan dengan satu sentuhan, rantai itu hancur menjadi debu cahaya. Mei Er jatuh ke dalam pelukannya, air mata mengalir deras di pipinya.
“Senior…” bisiknya pelan, suaranya bergetar. “Kau kembali…”
Shen Wei memeluknya erat, merasakan kehangatan tubuh Mei Er yang akhirnya bebas dari penderitaan. “Aku berjanji, aku akan selalu kembali untukmu.”
Namun, sebelum mereka bisa menikmati momen itu lebih lama, suara Dewa Mo Li kembali menggema di udara.
“Ini belum berakhir, Shen Wei!” teriaknya dengan suara penuh amarah dan keputusasaan. “Kau mungkin memanggil Takdir, tapi aku akan kembali! Aku akan membalaskan dendamku!”
Shen Wei melepaskan pelukannya, menatap Mo Li dengan mata emas yang bersinar. “Tidak, Mo Li. Ini adalah akhirmu.”
Dengan satu gerakan terakhir, Shen Wei mengumpulkan seluruh kekuatan Takdir di telapak tangannya dan meluncurkan serangan cahaya emas yang menghancurkan tubuh Dewa Mo Li hingga tak bersisa.
Dunia kembali tenang. Kegelapan menghilang, dan hanya cahaya yang tersisa.
---
Shen Wei berdiri di tengah medan pertempuran yang kini sunyi, memeluk Mei Er dengan erat. Yu Lan dan Chen Guang mendekat, meskipun terluka, senyum harapan terpancar di wajah mereka.
Namun di lubuk hati Shen Wei, dia tahu… meskipun pertempuran ini selesai, takdir mereka belum berakhir.
Akhir Bab 121