Langit yang tadinya bergemuruh penuh kegelapan kini berubah menjadi terang, seolah alam semesta sendiri merayakan kemenangan Shen Wei atas Dewa Mo Li. Debu pertempuran perlahan mengendap, menyisakan hanya sisa-sisa kehancuran di tanah yang retak dan terbakar. Namun di tengah kehancuran itu, berdirilah Shen Wei, Dewa Takdir, dengan rambut emasnya yang berkibar pelan, memancarkan cahaya yang lembut namun kuat.
Tubuhnya masih terasa berat, bukan karena kelelahan fisik, tetapi karena beban emosional yang begitu besar. Pertarungan itu bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang cinta, pengorbanan, dan tekad untuk melindungi mereka yang berharga baginya.
Shen Wei menoleh perlahan, tatapannya jatuh pada kedua muridnya yang terbaring tak berdaya di tanah—Yu Lan dan Chen Guang. Tubuh mereka dipenuhi luka dan darah, namun mata mereka tetap terbuka, menatap guru mereka dengan harapan dan rasa syukur.
Shen Wei melangkah mendekati mereka. Setiap langkahnya terasa berat, tetapi penuh dengan ketegasan. Ketika dia berjongkok di samping Yu Lan, tangan emasnya yang bercahaya perlahan menyentuh luka di bahu muridnya itu. Cahaya hangat mengalir dari telapak tangan Shen Wei, meresap ke dalam tubuh Yu Lan. Dalam hitungan detik, luka yang dalam itu perlahan menutup, dan bekasnya menghilang seolah tak pernah ada.
Yu Lan menatap dengan mata terbelalak, suaranya bergetar ketika berkata, “Guru… aku… terima kasih…”
Shen Wei hanya mengangguk pelan, senyum tipis terukir di wajahnya. “Istirahatlah, Yu Lan. Kau sudah cukup berjuang.”
Dia kemudian beralih ke Chen Guang, yang mengalami luka lebih parah. Tanpa ragu, Shen Wei menempatkan tangannya di dada muridnya, tempat darah mengalir deras dari luka tusukan. Cahaya emas kembali memancar, menyelimuti tubuh Chen Guang dengan kehangatan yang menenangkan. Dalam sekejap, napas Chen Guang yang tadinya berat berubah menjadi teratur, dan matanya perlahan terbuka.
“Guru… aku kira…” Chen Guang terisak, tidak mampu menyelesaikan kalimatnya.
Shen Wei menggeleng pelan. “Aku di sini, Chen Guang. Kau selamat.”
Setelah memastikan kedua muridnya dalam kondisi aman, Shen Wei berdiri dan menoleh ke arah Mei Er, yang masih terbaring lemah, tubuhnya penuh luka dan wajahnya pucat. Hatinya mencengkeras saat melihatnya seperti itu. Wanita yang dia cintai, yang telah bersamanya melalui banyak kehidupan, kini terbaring di ambang kematian.
Tanpa berkata sepatah kata pun, Shen Wei melangkah perlahan mendekatinya. Dengan lembut, dia membungkuk dan menggendong Mei Er ke dalam pelukannya, seolah dia adalah sesuatu yang paling berharga di dunia ini. Dia menarik napas dalam-dalam, menahan emosi yang bergemuruh di dalam dadanya. Kepalanya menunduk, dan dengan penuh kasih, dia mencium rambut Mei Er, membiarkan aroma lembut itu menenangkan hatinya yang resah.
Saat bibirnya menyentuh rambut Mei Er, energi kuat mulai mengalir dari tubuh Shen Wei ke tubuh kekasihnya. Cahaya emas yang memancar dari rambutnya menyelimuti mereka berdua, menciptakan lingkaran cahaya yang lembut namun penuh kekuatan. Luka-luka di tubuh Mei Er mulai sembuh perlahan, warna kembali ke pipinya, dan napasnya yang tadinya tersengal menjadi lebih tenang.
Dengan suara bergetar, Shen Wei berbisik di telinga Mei Er, “Mei Er… kamu tidak akan terluka lagi.”
Air mata mulai mengalir dari mata Shen Wei, menetes ke pipi Mei Er yang mulai hangat kembali. “Kamu adalah kekasihku, Mei Er… Aku takut kehilanganmu.” Kata-kata itu keluar dari lubuk hatinya yang terdalam, penuh dengan kejujuran dan ketulusan.
Mei Er perlahan membuka matanya, menatap Shen Wei dengan mata yang berlinang air mata. Suara tangisnya pecah, dan dia memeluk erat leher Shen Wei, seolah takut jika semua ini hanya mimpi yang akan hilang. “Senior… Aku juga takut kehilanganmu…” bisiknya pelan, suaranya penuh dengan emosi yang tak terbendung.
Shen Wei memeluknya lebih erat, merasakan detak jantung mereka berdua yang kini berdetak selaras. Di tengah kehancuran dan rasa sakit, mereka menemukan kembali cinta yang selama ini menjadi kekuatan terbesar mereka.
---
Perjalanan Kembali ke Sekte Naga Putih
Setelah beberapa saat dalam pelukan yang penuh makna itu, Shen Wei perlahan berdiri, masih menggendong Mei Er di pelukannya. Dengan rambut emas yang bersinar terang, dia menoleh ke kedua muridnya yang kini sudah cukup kuat untuk berdiri meski masih lemah.
“Kita pulang,” ucap Shen Wei dengan suara yang tegas namun penuh kelembutan.
Dengan satu gerakan tangan, portal emas terbuka di hadapan mereka. Portal itu berputar perlahan, memancarkan cahaya yang menenangkan. Di balik portal itu, terlihat Sekte Naga Putih yang berdiri megah di kejauhan, tempat mereka semua memulai perjalanan ini.
Yu Lan dan Chen Guang bertukar pandang, senyum tipis terukir di wajah mereka meskipun tubuh mereka masih terasa lemah. Mereka mengikuti Shen Wei, berjalan ke dalam portal dengan hati penuh rasa syukur dan harapan.
Shen Wei melangkah paling depan, masih menggendong Mei Er yang memeluknya erat. Setiap langkah yang dia ambil melewati portal itu membawa mereka lebih dekat ke rumah, ke tempat di mana mereka bisa memulai kembali, jauh dari kegelapan dan penderitaan.
Begitu mereka melintasi portal, udara segar dari pegunungan Sekte Naga Putih menyambut mereka. Murid-murid sekte yang melihat kedatangan mereka segera berlarian, terkejut dan lega melihat Shen Wei serta murid-muridnya kembali.
Ketua Sekte, yang sudah menunggu dengan cemas, mendekati mereka dengan ekspresi campuran antara kekhawatiran dan kekaguman. “Shen Wei… kau berhasil,” katanya pelan, hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Shen Wei hanya mengangguk pelan, tatapannya tetap tertuju pada Mei Er yang masih dalam pelukannya. “Kami kembali… dan kami lebih kuat dari sebelumnya.”
Murid-murid sekte bersorak, kegembiraan dan rasa lega menyebar di seluruh area. Namun bagi Shen Wei, perjalanan mereka belum selesai. Dia tahu bahwa masih banyak tantangan yang menanti di depan, tapi untuk saat ini, dia memegang erat Mei Er di pelukannya, berjanji dalam hatinya bahwa dia tidak akan pernah membiarkan kekasihnya terluka lagi.
---
Di Bawah Langit Sekte Naga Putih
Malam itu, di bawah langit berbintang Sekte Naga Putih, Shen Wei duduk di balkon kamar mereka, masih menggendong Mei Er yang tertidur nyenyak di pelukannya. Rambut emasnya memantulkan cahaya bulan, sementara angin malam berhembus lembut, membawa aroma pegunungan yang menenangkan.
Shen Wei menatap wajah Mei Er dengan penuh cinta, jarinya menyapu lembut pipi kekasihnya. “Aku akan melindungimu… selalu,” bisiknya pelan.
Di balik semua kekuatan yang dia miliki, di balik semua gelar dan kehormatan, cinta mereka adalah kekuatan terbesarnya. Dan dia tahu, selama mereka bersama, tidak ada kekuatan di dunia ini yang bisa memisahkan mereka.
Akhir Bab 122